Rantai Putus

0
0
Deskripsi

Tidak dalam waktu yang lama, teman-temannya mulai berdatangan yang tentu saja tidak dengan tangan kosong. Segala jenis peralatan yang tidak bisa saya lihat namun terdengar cukup berisik semakin menyakinkan saya untuk segera angkat kaki dari sana.

Kira-kira pukul sebelas malam saya masih mengayuh sepeda milik ka apon dengan perlahan. Malam itu cukup melelahkan setelah seharian berlatih pentas di gereja. GKS Waingapu letaknya hampir 4 km dari rumah. Naik sepeda memang sudah menjadi keseharian seorang anak remaja usia SMA kala itu kemanapun ia pergi.

Tampak sinar remang-remang dari pekatnya gelap di jalan sepi malam itu. Sekejap saya tahu seseorang sedang memperbaiki motornya yang mogok oleh sebab tertentu. Saya yang pada dasarnya tidak mengetahui apapun mengenai permotoran duniawi hanya merasa kasihan padanya tanpa ingin membantu, karena saya pikir bantuan saya sama dengan menambah beban masalah. Tapi, kau tau ada saja suara Tuhan yang paksa saya menolongnya, “janganlah jemu-jemu berbuat baik”, “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, “kamu adalah terang dunia...kamu adalah garam dunia, jika garam itu telah menjadi tawar dengan apakah ia diasinkan selain dibuang dan diinjak ora,,,” “IYAAA Tuhann IYAAA ini mau pergi kok” sanggah saya sambil perlahan-lahan memarkirkan sepeda disamping orang tersebut.

Dia sendirian.

Agar tidak menjadi awkward saya mengerahkan skill public speaking untuk bertegur sapa dengan orang yang baru dikenal eaa. “Mogok ko kk?” Yah itu saja kalimat basa-basi yang terlintas di kepala saya dari sekian banyak kalimat lainnya yang sudah sangat mainstream. Perlahan ia menengok dengan wajah sedikit berkerut karena mendengar suara yang tentu saja belum pernah dia dengar sebelumnya sambil menjawab dengan gestur khas orang Indonesia, “putus rante kk” (mengangguk).

Putus rantai? Apa yang harus saya buat? Kunci L, kunci Inggris, kunci 12,13,14 dst...” langsung terbesit oleh saya yang bahkan tidak tahu apa gunanya itu semua. Saya tutup ketidaktahuan itu dengan menyalakan flashlight dan mencoba melihat-lihat kerusakan yang ada dengan gaya percaya diri yang tinggi meskipun tidak satupun hal yang saya pahami. “supaya ada effort” (suara hati).

Pecahkan keheningan malam dan sunyi sepinya jalan itu, saya memulai percakapan dengan terlebih dahulu menanyakan kemana ia hendak pergi, dari mana, tinggal dimana dst, begitupun sebaliknya dia juga menanyakan saya dari mana. “Sa dari gereja tadi…ada acara sedikit”

Bunyi telpon memutuskan pembicaraan hangat itu.

“Samlekumm… di hambala sini, mar datang bantu dulu”

Tidak dalam waktu yang lama, teman-temannya mulai berdatangan yang tentu saja tidak dengan tangan kosong. Segala jenis peralatan yang tidak bisa saya lihat namun terdengar cukup berisik semakin menyakinkan saya untuk segera angkat kaki dari sana.

“Kaka, wai sa permisi sudah ee jamara” - “Oh iyaa kakak aduhh makasih banyak sudah kk ee” “Hehehe iyaa kk permisi”

Di perjalanan pulang itu kembali Tuhan buat saya tersenyum semringah. Kau tau? belakangan saya sadar kalau Tuhan baru saja mengajarkan saya untuk berbuat baik kepada semua orang. Iyah semua orang. Bukan saja dengan yang satu rumah ibadah dengan kita, tetapi juga kepada yang berbeda cara berdoanya. Karena memang Dia, Tuhan atas semua orang.

“Hahahaha so sweet bett luu broo (Tuhan)”

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Pengalaman
Selanjutnya Rem Blong
0
0
“Inilah yang saya rasa hari ini. Setelah 2 minggu penuh stress jadi menikmatinya. Nikmat rasanya.”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan