
Gadis di etalase sibuk berkutat dengan setumpuk nota. Matanya menyipit sedangkan mulutnya berkomat-kamit. Aming menyadari tidak ada kalkulator di tangan gadis itu. Tangan si gadis sesekali menuliskan angka sembari tangan kirinya terus membuka lembaran bon baru.
“Teh botol satu,” ujar Aming.
Si gadis menghentikan kegiatannya, menggumamkan harga teh botol lalu memberi kembalian dari selembar uang 50 ribuan yang diberikan Aming. Gadis itu kembali ke nota-nota yang bertumpuk.
“Panas ya,”...
Perkumpulan Anak Luar Nikah Extra Part
20
5
5
Selesai
Haloooo semuanyaaa … Ini adalah Extra Part yang berisi potongan-potongan naskah yang dibuang sayang. Ada 5 Deleted Files Fanny & Linda's Deleted Files : The Beginning of Their Friendship + Fanny dan (Mantan) Pacar-pacarnya + Bagaimana Linda Mendapatkan Her First One Million Dollar Deal Martha's Ex Boyfriend : The Universe Where Jay Katwojo Exists Ronny & Martha’s Love Story (plus Their Wedding Night)Yuni & Aming’s Deleted File : Yuni & Aming's Meet CuteKrisna's Deleted Files : Putri, The Lost Character + Krisna and Rose
3,827 kata
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses

Selanjutnya
Krisna's Deleted Files
4
0
“Sorry, I’m late.” Suara merdu seorang perempuan membuat Krisna mengangkat kepalanya. Tanpa menunggu Krisna bereaksi, Putri sudah melemparkan bokongnya dan menata tas Hermesnya di atas meja. “I thought the women’s prayer meeting would end on time. Women ….” Putri tertawa merdu sambil melambaikan jemarinya yang dipoles dengan kuteks berwarna pink. “Mbak Putri mau pesan apa?” Krisna memanggil pelayan untuk mencatat pesanan Putri. Setelah selesai memberikan pesanannya, Putri melemparkan senyum. “What can I do to help my favorite journalist?” “Aku tersanjung loh, Mbak Put,” gelak Krisna. Mereka bertemu beberapa bulan lalu ketika Krisna menulis artikel mengenai megachurches di Metropolitan. Salah satu yang ia wawancara adalah Putri Tumakaka yang menikah dengan salah satu pastor muda paling beken seantero Jakarta. “Tadi aku pikir Mbak Put sudah enggak mau ketemu aku lagi sehabis baca artikelku,” goda Krisna. “Loh kenapa enggak? Our church attendance increased 10% after that. God graciously multiplied our number.” Putri melipat tangannya seperti membuat posisi doa. “Banyak dari newcomers datang soalnya baca artikelnya Krisna. And God touched their hearts during the sermon. You’re doing God’s work, my friend.” Krisna tersenyum kecut. Ia tak yakin jika Putri benar-benar membaca artikelnya, Putri masih tersenyum selebar itu. Ia menulis dengan blak-blakan soal perkembangan megachurch, the good, the bad and the ugly.“Hari ini, mau ngobrol soal Martha Goenawan. Mbak Put kenal?” Ia membawa percakapan mereka kembali ke misinya. “Yah kenal donk. Dulu kami tinggal satu asrama sewaktu di Singapore. Bareng sama si Rivai, kita bikin Club. BaCinJa. Batak Cina Jawa.” Putri tertawa, matanya menerawang mengingat masa lalu. “Ah, those good ol’times.” Nada nostalgia terdengar kental di ujung lidah Putri. “Rivai … as in Muh Rivai Pratama?” pancing Krisna. “How many Rivai do we have in Indonesia? Of course, it’s Muh Rivai, the … what do you guys call him? The rising star?” Krisna mengangguk. “Life is funny yah. Rivai didn’t change much. Would you believe me if I tell you, he also wears his peci during our University year? He was a skinny, funny guy and now … he’s a famous politician!” Dengan bersemangat Putri menceritakan kisah persahabatan mereka bertiga. Putri, Rivai dan Martha masuk ke hall yang sama, dan sebagai sesama mahasiswa dari Indonesia, sekalipun latar belakang mereka berbeda, mereka langsung kompak dan bersahabat. “Menurut Mbak Putri, tuduhan tentang Martha benar tidak?” tanya Krisna.
***
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan