
APH sedih di hari ulang tahunnya yang ke-40. He didn’t want to celebrate. Trus gue mikir. Lah gue ngapain dong? Tiba-tiba gue inget Okki yang pernah share dia dulu nulis 30 days before his 30th birthday. Gue mau bikin juga ah. Jadi selama 14 hari ke depan gue bakal nulis random apa aja. Mungkin masa kecil gue, buku yang mengubah hidup gue. Random lah intinya.
Gue bakal mulai dengan pertanyaan gue ke diri gue sendiri.
“Gue puas ga dengan hidup gue?”
Suami gue, APH sedih di hari ulang tahunnya yang ke-40. He didn’t want to celebrate it.
Tahun ini, giliran gue yang ulang tahun ke-40, gue mikir. Mau ngapain ya? Tiba-tiba gue inget Okki yang pernah share dia dulu nulis 30 days before his 30th birthday. Gue mau bikin juga ah. Jadi selama 14 hari ke depan gue bakal nulis random apa aja. Mungkin masa kecil gue, buku yang mengubah hidup gue. Random lah intinya.
Gue bakal mulai dengan pertanyaan gue ke diri gue sendiri.
“Gue puas ga dengan hidup gue?”
Jawaban spontan gue, Iya. Setelah selesai nulis Dunia Lisbeth (yang lagi gue rewriting untuk kesekian kalinya) dan nerbitin Perkumpulan Anak Luar Nikah (PALN), gue merasa hidup gue ga sia-sia amat. Gue mikir kenapa gue merasa puas padahal duit gue kagak sampai satu juta dollar, masih harus nabung buat college fund anak-anak?
Jawabannya karena … dari dua tulisan itu ada banyak orang yang hubungin gue dan bilang PALN (Perkumpulan Anak Luar Nikah) or Lisbeth ngubah cara pandang mereka. Gue bacanya terharu banget nget nget. Ternyata hasil haluan gue ga sia-sia amat. Ternyata hidup gue ga sia-sia amat.
Pas transit di Dubai, gue tanya sama kolega suami, Prof T (he’s my inspiration for Prof Ng). Prof T ini tampangnya mirip The Chinese Santa Claus. Rambut putih, wajah kebapakan, kalau ketawa Ho Ho Ho, tapi tampangnya Cina banget. Kebayang kan?
“Kok masih mau sih travelling jauh-jauh setahun beberapa kali? Apa ga cape?” Prof T udah mid 60, dah mau pensiun. Jangankan yang udah uzur, gue aja cape pergi-pergi.
“Because we’re doing good things for the students.”
Gue ga sangka jawaban itu yang keluar. Yah pergi lomba-lomba ini doing good things for the students. Kasih mereka kesempatan lomba, melihat dunia, kalau dapat medali bisa dapat beasiswa …
Orang kalau dah tua pikirannya beda ya. Gue rasa Prof T sudah ga terlalu mikir duit tapi lebih ke arah legacy. Apa yang bisa tinggalkan, diwariskan kepada generasi berikutnya. Salah satu legacy-nya Prof T adalah membuat centre untuk anak-anak belajar coding sejak dini.
Sepotong percakapan di bandara Dubai ternyata bikin gue melihat dunia dengan beda.
Kenapa gue puas dengan hidup gue biar gue cuma ibu rumah tangga yang kalo iseng nulis di Wattpad? Yah karena gue tahu I’m doing good things for society .
Kalau denger doing good things for the society, orang mah pikirannya harus yang canggih-canggih, yang keren-keren, misal gue bikin sekolah buat pemulung, atau apa gitu. Lah gue cuman ngehalu doang di Wattpad apa kerennya?
Buat gue, ketika ada orang habis baca Lisbeth terus bilang, “Cik, aku tadi ketemu driver Tuli, trus aku ngomongnya pelan-pelan supaya dia bisa ngerti.” Buat gue itu udah bikin gue happy. Ada satu pembaca aja yang habis baca trus dunianya jadi lebih luas, memperlakukan orang Tuli dengan lebih baik, pandangannya soal komunitas Tionghoa jadi berubah, buat gue it’s worth my time.
Do small things to help people.
Prof T juga yang dulu buka jalan buat paksuami buat bisa jadi lecturer. Uni tempat suami kerja kerja by default tidak menerima lulusan sendiri buat jadi dosen. Mereka maunya ambil lulusan Uni lain supaya lebih kaya dan banyak pengalaman dosen-dosennya. Yang diharapkan, lulusannya kerja dulu di MIT/Stanford/CMU, trus baru pulang lagi wkwkww.
Jadi ketika dulu kita baru married, pak suami udah siap-siap ngelamar ke USA. Udah ada panggilan ke sebuah Uni swasta kecil, bahkan dia udah ke USA buat lihat-lihat. Pulang dari USA, Prof T denger lalu dia pergi ke Head of Department dan kasih tahu kalau pak suami ga ditawarin kerjaan di sini, dia udah dapat Uni lain.
Menariknya, waktu itu suami gue ngajarnya belum bagus. His teaching score was below average, yet Prof T fought for him. Kalau sekarang kan pak suami keren dapat penghargaan ini itu anu. 14 tahun lalu, dia cupu banget. Ngajar biasa aja. Sering stress, “Kalau teaching score jelek, kontrak ga diperpanjang gimana?”
Berkat Prof T, Head of Department ngajakin pak suami minum kopi. Lah dia malah stress dipikirnya mau dipecat. Gue bilang, “Hunny, kalau kamu mau dipecat, HRD tinggal kirim surat kontrak ga diperpanjang. Beres. Ngapain HOD cape-cape ngajakin kamu minum kopi? Kamu kira HOD nganggur gitu?”
The rest was history. Kalau waktu itu bukan Prof T yang memperjuangkan nasib pak suami, ga kebayang gue kayak apa nasib kita wkwkw.
Kembali ke Prof T. Di pesawat Prof T lihat ada ibu muda kerepotan bawa 2 anak. Prof T langsung turun tangan bantuin. Ditanyain mau kemana, karena kita sepesawat sama banyak kontingen IOI dari negara-negara laen, Prof T bantu cariin rombongan ke flight si Ibu. Dititipin, dicariin stroller buat transit. Setelah Prof T tahu ibu-ibunya safe, baru ditinggal.
Waktu gue melihat itu semua, gue melihat inilah Prof T. Yang dia omong ke gue doing good things bukan cuma sekedar lips-service. Banyak cerita di balik layar tentang berjasanya Prof T untuk banyak orang termasuk ke keluarga gue.
Do small things … do good things.
Kebaikan kecil yang kita lakukan mungkin bisa mengubah hidup orang.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
