Someday, I Love You Bab 2

10
12
Deskripsi

Selamat membaca

Bab 2


Pasca berkelahi dengan Alex, Gema pulang ke rumah dengan was-was. Sepanjang jalan, otaknya sibuk memikirkan alasan apa yang akan dia beri ke orang tuanya. Kuncoro, papanya termasuk orang yang sabar dan hampir tidak pernah marah. Justru yang akan marah besar adalah Kalia, mamanya kalau melihat wajahnya memar dan lebam. Ini kesekian kalinya Gema ribut dengan Alex, tapi ini pertama kalinya dia terluka karna Alex membawa teman-temannya. Alex begitu membencinya hanya karena dia pindah ke club basket. Bagi Gema, itu sangat kekanak-kanakan.

Gara-gara melamun, Gema tidak sadar ada lampu merah hingga motornya tak sengaja menabrak bagian belakang mobil di depannya. Lalu seorang wanita yang sudah berumur keluar dan mendekat ke arahnya. "Kalo bawa motor, jangan ngelamun! Untung mobil saya ga kenapa-kenapa."


Gema membuka kaca helmnya lalu menyatukan kedua tangannya di depan. "Iya bu, maaf." 


Setelah lampu hijau menyala, motor kembali melaju. Namun, tak lama, dia menepi di bawah pohon angsana, berniat untuk istirahat sejenak karena pikirannya benar-benar kacau.


Tiba-tiba ada seorang anak kecil perempuan berseragam putih merah mengulurkan es krim dan plester luka ke Gema.
"Buat kakak?" tanya Gema.
Anak kecil itu mengangguk. Gema melihat sekeliling. Dia mendapati mobil yang sebelumnya dia tabrak terparkir tak jauh dari sana. 
"Makasih ya," ucapnya dibarengi senyum. "Namanya siapa?"
Bukannya menjawab, anak kecil itu malah berlari dan masuk lagi ke mobil itu.

Tak mau berlarut-larut, Gema melanjutkan perjalanan hingga tiba di rumah. Ada Yanuar, adiknya yang berbeda sekolah dengannya sedang asik bermain gitar di teras. Gema lantas memberikan es krim itu ke Yanuar.
"Muka lo kenapa?!" Yanuar melihat luka memar di wajah kakaknya.
"Ssst... diem!" Gema menaruh telunjuk di bibir Yanuar. "Jangan ngasih tau mama!"
"Rebutan cewe ya lo? Apa jangan-jangan si yuma yuma itu?"
"HEH!" Bukan lagi telunjuk, Gema berusaha menutup mulut adiknya dengan telapak tangannya. 
Tapi Yanuar terus berbicara. "Gue tau lo sering ngechat dia tapi diread doang hahaha."
yanuar tertawa meledek.
"Wah bahaya nih anak!" Gema mengeluarkan hp dari saku lalu menambahkan password di sana. Adiknya tidak bisa seenaknya mengorek isi hapenya.

 

Tadinya Gema berniat menghindari orang tuanya dengan tidak keluar kamar sampai pagi. Tapi itu  justru akan membuat Kalia semakin curiga. Mau tak mau, Gema ikut makan malam bersama. Sesuai dugaan, mamanya marah besar setelah melihat luka di wajahnya. Kalia tak peduli apa penyebab putra sulungnya seperti itu, yang jelas dia tak mau kejadian itu terulang. Kalia benar-benar takut Gema mengalami peristiwa seperti Kun saat muda, terlalu sering berurusan dengan luka dan maut. Dia tak akan membiarkan hal itu terjadi juga pada anaknya.

"Kalo sampe kamu berantem lagi, mama akan pindahin kamu ke sekolah swasta!" ucap Kalia tegas. piring miliknya masih kosong.
"Ma, aku udah kelas 3, bentar lagi lulus," kata Gema.
"Udah lah ma, Gema juga ga kenapa-kenapa," sahut Kun.
"Ga kenapa-kenapa gimana? Kamu ga liat mukanya biru-biru gitu. Aku gamau dia kayak kamu dulu, pa!"
"Sayang, nggak. Buktinya aku sekarang masih di sini."
"Besok Gema gausah sekolah, kita ke dokter, takutnya kamu ada luka dalem," imbuh Kalia.
Gema diam, pandangannya menunduk. Nasi di piringnya masih utuh. 
"Yanuar kamu juga!" sambung Kalia lagi. Yanuar terbelalak. Dia yang sudah membuka mulut hendak menyuap nasi langsung urung. "Kamu jangan kayak kakak kamu!"
"Siap!" jawab Yanuar sembari menaruh ujung telapak tangannya di dahi, seolah memberi hormat.
Dalam suasana serius, Yanuar tetap santai lalu kembali menyantap makanannya.

_________

Entah Alex tau dari mana soal julukan 'anak haram' yang pernah disematkan pada Gema. Tapi dua kata itu mampu membuat Gema terpuruk dan meringkuk di pojok kamar.


Gema tau kalo dia bukan anak kandung Kuncoro saat kelas 5 SD. Kala itu, dia dan Yanuar bermain kelereng bersama anak-anak tetangga di jalanan kompleks rumah. Yanuar memakai baju baru bergambar pororo yang dibelikan Kun.
"Yan, baju baru ya?" tanya salah seorang anak di sana.
"Iya, dibeliin papa," jawab Yanuar.
"Haha lucu gambar pororo."

Lalu Tiba-tiba ada anak tetangga lain yang masih TK menangis meminta baju yang sama seperti milik Yanuar. "MA, MAU BAJU POLOLO! MAMAA AYOOO BELI BAJU POLOLO!!!" rengeknya sambil menarik ujung kaos mamanya.
Yanuar lantas mendekati anak kecil itu. "Kamu mau?" tanyanya.
Anak kecil itu mengangguk. Yanuar berinisiatif melepas kaos miliknya. Namun Gema cepat mencegahnya. "Heh jangan dilepas!"
"Kasian dia pengen bajunya."
"Jangan! itu kan dibeliin sama papa!"
 

Akhirnya Yanuar mengurungkan niat. Tak berselang lama, muncul celetukan anak-anak lain yang sebaya dengan mereka.
"Baju Yanuar baru, kok punyamu nggak?" ucap seorang bocah perempuan berambut keriting.
 

Gema dan Yanuar saling melirik. "Emang kenapa?" tanya Yanuar tak mengerti.
Lalu anak lain menyahut. "Gema kan ga pernah dibeliin baju baru sama papanya." 

Gema langsung melihat kaos putihnya yang memang sudah buluk.
"Kata mamaku, kamu anak pungut," imbuh anak lainnya.

Gema tercengang. Dia pun lari dan pulang ke rumah. Begitupun Yanuar, mengikuti di belakangnya. Detik itu juga, Gema bertanya ke papanya yang sore itu baru saja pulang kerja.
 

"Pa, apa bener aku pungut?!" Gema terengah dan matanya berkaca-kaca.
Kalia kaget dan langsung membentak, "GEMA!"
"Siapa yang ngomong gitu?" Kun balik bertanya.
"Jadi bener aku bukan anak papa?!!"
"GEMA GABOLEH NGOMONG GITU KE PAPA! MINTA MAAF!" perintah Kalia keras-keras.
"Kal..." ucap Kun.
"Ini pasti tetangga. Demen banget ngurusin hidup orang, heran!"
Gema mulai tersedu-sedu. "Jadi bener?"
"Nggk sayang, kamu anak papa sama mama. Mama yang ngelahirin kamu," jawab Kun.
"Tapi kok papa ga pernah beliin aku baju kayak Yanuar? Papa ga sayang ke aku karna aku bukan anak papa kan?!"
"Astaga Gema!" Suara Kalia masih tinggi.
"Hahaha," Kun malah tertawa melihat isak tangis Gema yang semakin menjadi. "Itu karena badan kamu cepet gede. Kalo papa beliin baju tanpa ngajak kamu, sering ga muat. Ujung-ujungnya adek kamu yang pake bajunya."
"Huhuhu..."
"Udah gausah nangis! Besok papa beliin baju baru ya."

 

Malam harinya, sebelum Gema tidur, Kalia menjelaskan sedikit tentang masa lalunya, berharap anaknya bisa mengerti. "Gema, papa kamu itu orang baik. Papa udah nolongin mama dulu," ucapnya.
"Nolongin mama?"
"Iya, waktu itu mama lagi sedih terus papa kamu datang menghapus air mata mama."
"Mama kenapa sedih?"
"Mama sedang hamil kamu tapi ayah kamu pergi."
"Ayah? Jadi aku punya ayah yang bukan papa?"
Kalia mengangguk. "Kamu gamau kan liat mama sedih lagi?"
Gema menggeleng.
"Mulai sekarang, jangan nanya kayak gitu lagi ke papa ya, ga sopan. Pokoknya papa Kun itu satu-satunya papa kamu."
"Iya, ma. Maafin Gema."
Lalu Kalia menyuruh Gema tidur setelah mendaratkan ciuman di dahinya.

Sayangnya, peristiwa serupa kembali terulang beberapa bulan berikutnya. Bukan lagi 'anak pungut,' orang-orang memanggil Gema 'anak haram'. Dari sanalah Gema tau, bahwa dia adalah anak dari hubungan mamanya dengan seorang laki-laki di tanpa menikah. Dia mengadu lagi ke mamanya.
"Ternyata aku bukan hanya anak pungut, tapi anak haram."
Kalia sedikit terkejut. "Gema, kamu ngomong apa?"
"Mama gamau mama sedih. Tapi Gema juga sedih, Ma."
Kalia tak sanggup marah lagi. Dia mengatur nafasnya dan berkata,"Dengerin Mama, ga ada yang namanya anak haram. Semua bayi itu lahir suci tanpa dosa setitik pun. Kamu bukan anak haram! Kamu anak mama!"
"Tapi Ma...."
Kalia meraih lengan putranya, "Kamu gaboleh lagi nyebut-nyebut kata itu. Kamu gaboleh sedih cuma karena panggilan itu. Besok-besok gausah lagi main sama mereka."


Gema menurut. Sepulang sekolah, dia tidak pernah lagi berkumpul dengan teman sebayanya, lebih memilih bermain di rumah bersama adiknya.
Beberapa waktu setelahnya, Kun yang paham situasi memilih memboyong anak istrinya ke tempat baru, namun masih di sekitar Jakarta. Mereka menetap di sana hingga sekarang.


______

Persahabatan Vino, Deksa dan Jef berawal dari orang tua mereka yang saling kenal. Lalu berlanjut ke anak-anaknya.


Sedikit kilas balik, Jerian dan Wangsa tergabung dalam geng Bimasakti Squad. Sementara Danes, papanya Deksa adalah teman Jerian sedari SMA-bersama Yosie, kakak Yumi. Bisa dibilang, Jerian adalah penghubung Wangsa dan Danes. Keduanya lantas menjadi salah dua dari groomsmen di hari pernikahannya dengan Yumi. Benar, Jerian menikahi adik dari sahabatnya sendiri.


Pertemanan mereka semakin erat saat Wangsa memutuskan pindah ke Jakarta. Sebelumnya, dia tinggal di Bali cukup lama dengan istrinya. Lalu saat Vino TK, dia memilih ke Jakarta untuk memulai hidup baru. Ditambah sebagian besar teman-teman lamanya ada di sana.


Tentang Gema, Vino lah yang membawanya pada circle pertemanannya. Awalnya Vino kenal karena cowok itu sekelas dengan Yuma dari kelas 2 SMA dan sering mepetin Yuma. Entah Gema serius atau hanya main-main, yang jelas yang Vino tau, Yuma naksir berat dengan Deksa. Bukan sengaja mempertemukan 'saingan' antara Gema dan Deksa, tapi Vino melihat Gema sebagai orang yang ceria tapi butuh semangat.


Vino dan Gema semakin lengket sejak Gema sering berurusan dengan Alex. Vino paling tidak suka jika Alex membawa-bawa kata "anak haram" untuk menghina Gema, sangat out of context. Kalau soal basket, harusnya dibicarakan baik-baik sesama laki-laki tanpa menyinggung hal-hal yang tidak perlu.


Karena penasaran, suatu hari Vino pernah bertanya ke Gema kenapa tiba-tiba ikut basket sampai harus berurusan dengan cowok macam Alex. Jawabannya sederhana, "Gue kangen main basket." Usut punya usut, saat SMP, Gema adalah kapten tim basket di sekolahnya.


Vino, Jef dan Gema bersahabat dengan Deksa, tapi Yuma tidak. Yuma sekedar tau kalau Deksa adalah anak teman papanya, Danes. Setiap mereka tak sengaja bertemu, Yuma bawaannya salah tingkah. Apalagi tempo hari, Vino secara blak-blakan dan suara lantang mengatakan Yuma menyukai Deksa. Dia jelas malu.


Bagi Yuma, Deksa adalah definisi cowok yang 98,98% sempurna.  Jika Vino adalah siswa yang kemampuannya rata hampir di semua mata pelajaran tapi agak malas bergabung di organisasi, hanya wushu yang dia ikuti, Deksa berbeda. Deksa pernah menjabat sebagai ketua osis, juga sekaligus jadi tim olimpiade mtk dan fisika. Waktu tau cowok itu resmi jadian dengan Lucy, cewek hits ketua club teater, Yuma lumayan patah hati.


"Ampas kek gue, mending mundur ga sih?" tanyanya pada cowo yang tengah menyeruput es buah.
"Iyalah," jawab Vino tanpa ragu, membuat Yuma semakin dongkol.
"Lo hibur gue kek!" kata Yuma
"Hibur gimana?"
"Tauk!"
Vino lantas menyuapi Yuma sesendok es dengan potongan buah semangka dan alpukat.
"Manis banget," kata Yuma.
Vino tersenyum. "Makasih"
Suara Yuma meninggi. "ESNYA!!"
"Iya itu barusan yang bilang makasih es buahnya."
Yuma hanya mendengus, masih badmood.
"Mereka cuma pacaran Yum, palingan ntar juga putus."
Benar saja, tak sampai 3 bulan setelahnya, Deksa dan Lucy putus.


_______

Sedang enak-enaknya rebahan, Yuma mendapat chat dari nomor tak dikenal.

0816xxx
19:57
🐰Tes tes
🐰123


Yuma mengecek foto profilnya dan dibuat heboh setelahnya. "DEKSAAA? ANJIR GIMANA NIH MANA TERLANJUR GUE READ."

0816xxx
19:59
🌱deksa?
🐰Iya yum

"Belum apa-apa, udah pake nama panggilan," batin Yuma, menahan senyum, seolah ada bunga-bunga bermunculan dari dalam dadanya.

🐰Gue dpt nmr lo dari sisi
🌱Oh iya
🌱Soal kemaren lupain aja
🐰Kemaren yg mana?
🌱Vino cuma ngasal, jgn didengerin
🐰Oh
🐰Haha
🐰Kalopun bener juga gapapa
🌱Hah?
🐰Nggk2

Sisi adalah teman sekelas Deksa yang sekaligus 1 club bahasa Inggris dengan Yuma.

🐰Btw besok bisa ketemuan ga?
🌱penting bgt? sepulang sekolah gue ada meeting sama club
🌱Mingdep lomba soalnya
🐰Penting ga penting sih
🐰Kalo malem?
🌱Ok bisa
🐰Gue jmput di rmh lo
🌱Lo tau rmh gue??
🐰serumah sama jef kan?
🌱Iya

Yuma menutup aplikasi hijau itu dengan jantung berdegup kencang. Hampir 3 tahun menyukai Deksa, baru kali ini mereka berbagi pesan. Sepertinya tindakan Vino tempo hari tidak terlalu buruk.

 

Tepat malam minggu, Deksa datang ke rumah Yuma. Secara kebetulan Jef juga sedang di rumah, tidak malmingan karena sedang ada masalah dengan pacarnya. Jef yang membukakan pintu saat terdengar pintu diketuk.
"Deksa? Tumben? Kita ga ada janji kan?" tanya Jef, kaget melihat Deksa di sana.
"Oh nggk. Kakak lo ada?"
"Kak Yuma? Ada. Masuk aja."

Jef agak heran Deksa datang mencari kakaknya, bukan mencari dirinya. Jef  taunya cowok yang dekat dengan Yuma hanya Vino atau Gema, bukan Deksa.
Deksa duduk di ruang tamu, menunggu Jef memanggil kakaknya. 
Rupanya, yang dicari ada di kamarnya di lantai dua. Yuma memunculkan sedikit kepalanya dari balik pintu.
"Heh dipanggil dari tadi ga nyaut! Ditungguin deksa tuh!" kata Jef. 
"Aduh mampus," Yuma terlihat cemas.
"Masa sama deksa aja grogi?"
"Enggak anjir. Gue boleh minta tolong ga?"
"Apaan?!!"
Yuma berbisik. "Tanyain ke mama punya pembalut ga? Punya gue abis."
"Bisa-bisanya sih lo!"
"Gue lupaaa." Wajah Yuma tampak kasihan.
Dengan setengah terpaksa, Jef turun lagi ke lantai bawah dan melaksanakan perintah kakaknya. Namun, mamanya hanya menjawab, "Hadeh mama kan lagi hamil."
"Emang kak Yuma otaknya separo," kata Jef.
"Gak separo, tapi 7/8. Beliin sana ke warung sebelah!"
Jef menolak. "Suruh beli sendiri lah ma!"
Yumi menyentil dahi Jef. "AWW...Suruh jian aja ma!"
"Jian lagi belajar. Udah cepet!"
"Duitnya mana?!!"
"Pake uangmu dulu"

Jef mulai naik darah tapi dia tahan. Lagi-lagi dia patuh pada perintah orang yang lebih tua. Jef keluar  berjalan kaki ke toko yang hanya beberapa langkah dari rumah. Seperti biasa, ibu-ibu penjaga warung selalu ramah mendekati kepo.
"Buat kakaknya ya?" tanya si ibu.
"iya," jawab Jef singkat agar transaksi cepat selesai.
"Rokoknya sekalian?"
"Nggk, itu aja." Lalu Jef membatin, "Anjir tau aja gue suka nyebat." 
Maklum Jef masih di bawah umur, tidak diperbolehkan merokok oleh mamanya tapi dia bandel dan melakukannya diam-diam.
Sesi interview dadakan belum usai. Si ibu bertanya lagi. "Itu yang barusan pacarnya yuma?"
"Hah? Oh itu temen saya," jawab Jef sempat ngelag sebentar.
Meski agak kesal karena disuruh-suruh, Jef masih mau melindungi image kakaknya dari pergunjingan tetangga yang tidak-tidak.
"Oh.. kirain. Soalnya biasanya yang datang cowo satunya, sekarang kok beda."
Sepertinya yang dimaksud ibu itu adalah Vino. Rasanya Jef sekarang ingin memaki ibu itu karena terlalu lama memberikan uang kembalian. Begitu uang sudah di tangan, Jef segera pulang sebelum kakaknya marah karena terlalu lama menunggu.

Di saat yang sama, Yuma mengirim pesan ke Deksa
Deksa
19:07
🌱Deksa sorry ya, sorry bgt. Ada kejadian tdk terduga
🐰Lo knp? Sakit?
🌱Nggk2
🌱Bentar ya 5 mnt lagi gue keluar
🐰Ok2 santai

 

Perjuangan menuju malmingan akhirnya selesai. Yuma bisa pergi bersama Deksa. Motor berbelok ke sebuah kafe.
"Lo udah ada rencana abis ini nerusin kemana?" tanya Deksa saat minuman tersaji di meja.
"Kayaknya, gue ga kuliah," jawab Yuma tak yakin,
"Serius? Kok gitu?"
"Atau mungkin gap year. Gue masih gatau mau ngapain."
"Gue ga nyangka lo yang keliatannya passionate malah gamau kuliah."
Yuma tertawa kecut. "Haha passionate dari mananya??"
"Taun lalu lo juara essay bahasa inggris di kampus sebelah kan?"
"Nggk juara, cuma nomer 2."
"Ya gapapa, kenapa ga ngambil itu aja?"
"Ntar deh gue pikirin lagi. Kalo lo gimana? Pasti sama Bu Sri disuruh ke teknik atau ga kedokteran." Bu Sri adalah guru BK di sekolah. Lebih dari itu, Bu Sri malah menyarankan Deksa lanjut kuliah ke luar negeri.
"Gue malah tertarik ke sejarah, Yum."  

Obrolan itu terhenti saat pesanan makanan mereka datang, 2 porsi bakso goreng dan roti bakar. Saat Yuma mulai mengunyah bakso goreng, dia merasakan ada yang janggal.
"Kenapa Yum?" tanya Deksa menyadari raut wajah tak enak Yuma.
"Nggk. Gapapa,"  Yuma agak ragu mau menelan makanan itu tapi akhirnya dia telan juga 
"Baksonya ga enak?"
"Emm... enak kok"


Masih ada 2 bakso di mangkok Yuma. Dia berpikir cukup lama. Jika disisakan, pasti Deksa illfeel. Deksa bisa mengira dia cewe manja yang suka menyisakan makanan dan mengaku kenyang padahal baru makan sesuap. Akhirnya Yuma memilih lanjut makan lagi.
"Kalo gasuka, gapapa, gausah diabisin."
Setelah Deksa mengatakan itu, barulah Yuma berhenti makan. Mereka pun pulang setelah Deksa selesai makan.

Sampai di parkiran, tiba-tiba Yuma memegangi dadanya, nafasnya mendadak sesak. Dia mencengkeram erat lengan Deksa dengan mata membuka lebar. Seketika cowok itu panik.
"Yum, lo knp? Yumaa!!"
Yuma tak mampu menjawab.
"Wajah lo merah-merah! Kita ke ..." Belum selesai kalimat yang diucapkan Deksa, Yuma hilang kesadaran. 
"Yum, Yuma!" Deksa terus berusaha menyadarkannya tapi sia-sia. Berntungnya ada orang-orang di cafe yang mau membantu mengangkat Yuma ke taksi. Saat itu juga, Deksa membawa Yuma ke rumah  sakit terdekat. Sementara motornya dia titipkan ke satpam cafe.

 

Di UGD, Yuma mendapatkan penanganan darurat. Setelah diperiksa oleh dokter, diperoleh hasil bahwa dia mengalami gejala alergi.
"Ya tuhan!" Deksa tentu kaget. Dia tidak tau menahu tentang alergi Yuma. "Sekarang keadaannya gimana dok?"
"Pasien baru saja sadar tapi kondisinya masih lemah," jawab dokter itu.

Deksa lantas menelfon Jef. Tak butuh waktu lama, Jef muncul bersama Vino karena saat itu dia memang sedang nongkrong bareng vino. Raut muka Vino tampak khawatir saat mendapati  Yuma terbaring di ranjang dengan selimut yang menutup sebatas perut.
"Yuma, lo gapapa?" tanya Vino lirih.
Yuma mengangguk pelan.
"Mananya yang sakit?"
Yuma menunjuk area leher karna bagian tenggorokannya sakit.
Lalu Vino mulai marah ke Deksa. "Lo gimana sih, Sa?"
"Sorry, gue beneran gatau kalo Yuma punya alergi," jawab Deksa penuh rasa bersalah.
"Kalo sampe kenapa-kenapa gimana?!" Vino menaikkan suaranya. "Lo gatau kan, dia pernah hampir mati gara-gara makan telor doang!!
"Vin udah!" ucap Jef, menenangkan.

Vino lantas beralih memarahi Yuma. "Lo juga Yum! Kenapa bisa kejadian kayak gini?!!"
"Gue... " Suara Yuma masih pelan. "Tadinya gue gatau di dalem baksonya ada telur..."
Amarah Vino semakin memuncak. "TERUS KALO UDAH TAU KENAPA MASIH LO MAKAN?! GBLK BANGET SIH!"
"Vino!" teriak Deksa tak terima.
Yuma tersentak mendengar bentakan Vino hingga matanya berkaca-kaca. 
Deksa yang sudah kepalang emosi memukul wajah Vino hingga cowo itu jatuh tersungkur di lantai. "YUMA BILANG GATAU YA UDAH CUKUP! GAUSAH PAKE NGATAIN SEGALA!" ucap Deksa dengan wajah merah padam.
"Udah, udah!" Jef menahan badan deksa supaya perkelahian itu berhenti. Namun Vino bangun dari posisi jatuhnya dan melakukan pembalasan. Wajah Vino maupun Deksa sama terlukanya.
"DISINI YANG BERHAK MARAH ITU GUE!" ucap Vino lantang.
"EMANG LO SIAPANYA YUMA HAH? GUE TANYA LO SIAPA?!" Deksa mendorong dada vino seolah menantang. Vino kontan membisu.
Jef yang hilang kesabaran akhirnya bersuara. "HARUSNYA YANG MARAH ITU GUE! BUKAN LO SEMUA!"


Vino, Deksa bahkan Yuma seketika tercengang melihat Jef bisa semarah itu.
"Ehem." Jef mendeham. Usai marah, dia malah salah tingkah. "Sekarang yang udah punya KTP buruan bayar tagihan kakak gue!"


Pertikaian mereda. Deksa dan Vino kompak mengeluarkan dompet masing-masing. Ada selembar uang warna merah dan selembar warna biru di dompet Vino. 
"Gue ada, tapi duit gue cuma segini," ucap Vino
"Mana sini!" Deksa langsung saja merebut uang itu. Dia melirik kartu atm di dompet Vino. "Itu kartu atm lo ga ada isinya?"
"Kosong, buat pajangan dompet doang."


Deksa mendesis. Karena uang miliknya juga tidak banyak, dia meminta uang ke Jef dan Yuma.
Jef mengeluarkan 3 lembar warna biru. Sedangkan Yuma memberikan 4 lembar warna biru.
"Sorry ya jadi ngerepotin kalian!" kata Yuma.
"Udh diem!" ucap Vino.
"Gausah nangis!" sambung Jef. Yuma terlihat hampir menangis lagi. Dia merasa hari ini sangat sial.
"Cukup ga? Kalo nggk, gue nelfon bokap!" tawar Vino.
"Doain cukup!" jawab Deksa.

Dengan wajah bonyok akibat pertempuran tak terduga dengan Vino, Deksa berjalan ke ruang administrasi untuk membayar biaya rumah sakit sekaligus menebus obat Yuma.
"Totalnya 690rb, silakan tanda tangan." ucap seorang staf admin.
Deksa lega uang di tangannya cukup. Dia lantas membubuhkan tanda tangan di kertas yang disodorkan.
"Obatnya silakan diambil di sebelah sana!" Staf admin mengarahkan Deksa ke bagian penebusan obat.
Deksa berterima kasih kemudian menuju tempat yang ditunjuk.

Gara-gara itu, uang Deksa tersisa 10 ribu. Dengan uang segitu, dia tidak akan bisa pulang. Motornya masih di cafe.
"Vin, lo bawa motor kan? Anterin gue balik ke cafe!" ucap Deksa saat mereka di pelataran rumah sakit. 
"Gak! Gue mau nganterin Yuma!" tolak Vino.
"Lo mau gue tonjok lagi?!!"

Perkara siapa yang mau membonceng Yuma, mereka lagi-lagi ribut. Jef turun tangan. "KAK YUMA BARENG GUE! LO BERDUA SILAKAN PULANG!"
Yuma benar-benar lelah dan pusing melihat perdebatan tiada akhir manusia-manusia ini, ditambah perutnya kram karena datang bulan hari pertama. Karena Jef selaku anggota keluarga yang lebih berhak atas yuma sudah bertitah, Deksa dan Vino tidak ada pilihan selain menurut.
"Emm.. Makasih ya kalian udah nolongin gue," ucap Yuma. 
"Awas kalo sampe keulang lagi!" tegas Vino.
"Iya-iya."
"Btw lo kok bisa jalan sama deksa?" Vino melihat ke Yuma dan Deksa secara bergantian.
Deksa langsung angkat bicara, "Bisalah! Kita gak hidup di jaman pra sejarah yang kalo ngirim pesan harus ditulis kayak prasasti."
Tapi jawaban Deksa tidak memuaskan Vino. "Lo belum jawab pertanyaan gue, Yum."
"Rahasia. Gue gamau jawab," kata Yuma, membuat Deksa diam-diam menahan senyum. Mereka pun bubar dan pulang setelah Yuma dan Jef mendapat telfon dari papanya secara bergantian.

 

*sekian part kali ini hehe gimana2? jgn lupa feedbacknya yaa see youuu♡

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Someday, I Love You Bab 3
8
6
Selamat membaca
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan