
How Can I Know That's Love? Part 14. Selamat membaca^^
14. Apa Itu Cinta?
Happy birthday to you
Happy birthday to you
Happy birthday happy birthday
Happy birthday Galiel~
Galiel mengundang teman-teman bermainnya di acara ulang tahunnya. Rumah itu jadi ramai oleh anak kecil meski tak sampai 10 orang. Mereka pulang dengan bingkisan di tangan. Galiel menerima banyak kado, termasuk dari kakaknya sendiri.
"Wah.. wah..wah!" Galiel berteriak kagum saat membuka kado dari Aca, sepasang sepatu sepak bola dan kaos bergambar karakter film 'Up'.
"Suka nggak?" tanya Aca dengan senyum bangga.
"Suka! Bagus banget kak! Ntar sepatunya aku pake main!"
Galiel lantas menyatukan kedua tangannya dan membuat permohonan.
"Minta apa sama Tuhan?" tanya Aca setelah Galiel selesai berdoa.
"Minta semoga Kak Aca jadi dokter hehehe..."
Mendengar ucapan adiknya, Aca mulai berkaca-kaca. Dia mendongak agar air matanya tak jatuh. Sementara Galiel sudah berlari menghampiri papanya yang tengah memberi makan kucing.
"PA, AKU DIBELIIN SEPATU SAMA KAK ACA!" Teriaknya menggebu-gebu kegirangan.
"Kalo sepatunya udah bagus harus bisa nyetak gol!" kata Jenda.
"Iya dong heheheh oh iya papa gausah ngasih aku hadiah deh. Ini udah cukup."
"Yang penting sepatunya jangan sampe masuk got!" sahut Mia dari arah dapur.
________
Baru jam 9 pagi tapi penampilan Galiel sudah kacau. Dia pulang ke rumah dengan baju penuh lumpur dan lutut terluka. Sepatu barunya dia tenteng agar tidak kotor. Tapi tetap saja, ada percikan lumpur di sana.
"YAAMPUN GALIEL KAMU ABIS DARI MANA?" teriak Aca terkejut.
"Hehehe tadi ambil bola di got. Masa yang lain ga ada yang mau ngambil. Yaudah aku nyebur ke got." Galiel masih sempat tertawa.
"Sana mandi terus sarapan bareng !" kali ini Mia yang berteriak.
Galiel lantas berlari-lari kecil menuju kamar mandi.
Tak berselang lama, Jenda turut masuk rumah, entah dari mana.
"Ini juga papa abis dari mana?" tanya Mia.
"Dari rumah Mahaka," jawab Jenda sambil melepas topi dan jaket.
"Oh..." tak jadi marah karena Mia tau tujuan suaminya ke sana.
"Mumpung masih pagi, siangan dikit dia pasti udah melesat ngilang."
Aca yang menata piring di meja makan ikut menimpali, "Kalo papa ngomongin kuliah aku, gausah lah, Pa."
"Ca, soal uang itu bukan urusan kamu. Tugas kamu cuma sekolah setinggi-tingginya," ucap Jenda.
"Pa, tugas aku ga cuma itu. Tugas aku mastiin papa mama bisa senyum tanpa beban!"
Jenda tak bisa menjawab lagi. Ganti Mia yang berbicara.
"Aca, jadi papa mama udah ngomongin semuanya. Kamu bisa daftar kuliah dokter taun depan. Kamu ga perlu mikirin biayanya."
"Ma, aku udah bilang gausah dipaksain! Kalo berenti di tengah jalan malah repot. Gaji aku 5 bulan aja belum cukup buat bayar UKT satu semester!"
"Iya makanya mulai sekarang kamu ga perlu mikirin biaya lagi. Kita udah dapet solusinya."
"Dapet dari mana? Pinjol??"
"Nggk, Mama jual sawah yang di Bogor. Daripada ga keurus, jadi mama jual. Pokoknya kamu sekarang fokus sekolah aja."
Tubuh Aca langsung kaku, diam seribu bahasa. Segitunya perjuangan keluarganya agar dia bisa mengenyam pendidikan kedokteran.
Tanpa dia tau, sawah itu dijual pada Mahaka karena Jenda bersikeras tak mau berhutang budi.
Jenda mendekat ke putrinya kemudian meraihnya dalam dekapan erat. "Happy birthday anak Papa," ucapnya.
"Pa, masih 2 minggu lagi," Aca mulai terisak.
"Kamu bilang natal gabisa pulang dan tanggal 26 ga ada cuti. Jadi kita rayain sekarang aja."
Lalu Mia membawa kue tart yang dia buat sendiri berhiaskan lilin berbentuk angka 19. Mata yang sedari tadi berkaca-kaca perlahan meneteskan air di pipi. Aca memembuat permohanan dengan mata yang basah. Dia lantas meniup lilin.
Dari arah kamar, Galiel berlari membawa sekotak kado berukuran cukup besar. "Buat Kak Aca," katanya.
Jenda mengisyaratkan agar Aca membukanya. Usai mengusap air matanya, Aca merobek kertas pembungkusnya. Rupanya itu adalah satu dus chocolatos.
"Banyak banget ..." Suaranya parau, Aca tak bisa berhenti menangis.
"Kak Aca kan suka chocolatos jadi aku beli. Tapi mama yang bayar," sambung Galiel.
"Hahahahah." Seisi rumah itu terbahak oleh penuturan si anak bungsu.
________
"Fendy bilang gue lagi jatuh cinta, emang iya?" Batin Jian dipenuhi pertanyaan yang tak kunjung terjawab.
Ingin melihat Aca, suka senyuman Aca, rasa berdebar ketika bertatapan, rasa tak ingin melihatnya sakit, Jian menyadari semua itu yang kian hari kian nyata sekaligus aneh. Aca bukan Prof Kumar si dosen killer yang suka menunjuk random mahasiswa di kelas dan menyuruh presentasi, Jian tak perlu berdebar ketika melihat Aca. Kenyataannya sebaliknya, degup jantungnya seperti genderang perang hanya karena menatap Aca dari jarak dekat. Kata Fendy itu namanya lagi falling in love.
Lalu Apakah Aca merasakan hal yang sama?
Sebenarnya tak penting apakah Aca turut merasakan apa yang Jian rasakan atau tidak. Yang kelimpungan di sini adalah dirinya sendiri. Yang terpenting, Jian perlu memastikan perasaannya itu. Dia kenapa?
Mencari jawaban paling gampang adalah lewat google. Jian mengetik keyword 'ciri-ciri jatuh cinta'. Hasil yang muncul:


"Hahaha," Jian terbahak dan berbicara sendiri. "Lo ngapain sih Ji?"
Jian melempar hapenya ke kasur lalu lanjut belajar.
Selama 2 minggu, dia disibukkan dengan ujian akhir semester. Dia yang aslinya belajar sewajarnya dan semampunya kali ini harus kerja keras ekstra demi mengejar IPK tinggi sesuai tuntutan papanya. Selama waktu itu, Jian mematikan jaringan internet di hapenya mulai Jam 9 malam hingga pagi agar lebih fokus. Tak dipungkiri, sosial media, apapun itu, lumayan mengganggu konsentrasi belajar.
Fendy yang di masa ujian suka tiba-tiba menanyakan meteri kuliah tengah malam terpaksa menghampiri Jian di kamarnya karena dia tak bisa dihubungi. Sekarang keduanya berbaring di lantai beralaskan karpet bulu, dengan buku di atas tubuh masing-masing. Jian tengah menghafalkan materi, sedangkan Fendy tengah memikirkan kapan sebaikanya menembak Prita, teman seangkatannya.
"Abis ujian enak kali ya, Ji? Ngajak jalan terus nembak," ucap Fendy sambil menatap langit-langit kamar.
Jian tak menggubris, lanjut dengan hafalannya. "Rumus alkana CnH2n + 2. Jika atom C ... "
"Ngajak liat sunset sambil ngopi terus gue bilang 'Sebenernya dibanding senja, aku lebih suka kamu' anjir.... jenius banget kan gue??" Fendy haboh sendiri.
Masih tak menjawab, Jian menaruh bukunya menutupi wajahnya dan fokus menghafal. Tapi Fendy malah mengambil buku itu.
"Kalo lo, kapan mau nembak cewe itu? Eh siapa namanya oh iya Aca," ucap Fendy lagi.
Merasa terganggu, akhirnya Jian menyahut, "Belajar Fen, Prof Kumar gak mau ngasih nilai C. Kalo C udah pasti disuruh ngulang!"
"Lo yakin cewe kayak dia ga ada yang ngedeketin? Dia cantik, ramah, udah kerja lagi. Gue aja hampir kepincut."
Seketika, Jian menatap Fendy dengan mata elang yang siap mengoyak mangsa. Temannya itu langsung ciut.
"Hampir Ji, belom naksir."
Jian lanjut membaca buku yang dipegangnya,
"Ehem... padahal lo secara tampang udah cakep kayak chindo-chindo di pik. Terus kayaknya lo juga kaya. Lo ga perlu minder Ji, gas aja!" sambung Fendy memggebu-gebu.
"Berisik lo!"
Bibir Fendy langsung terkatup rapat. Jian mode serius serem juga, pikirnya.
Jian bangun dan menaruh bukunya di wajah Fendy lalu keluar kamar untuk menyeduh kopi. Konsentrasinya mulai terpecah, harus diberi asupan malam, yaitu kopi.
"200 ml air panas, gula secukupnya," Jian berbicara sendiri di dapur sambil meracik secangkir kopi. Uap panas dari cangkir membumbung ke udara. Aroma kopi menyeruak menembus bulu-bulu hidungnya. Dia menyesap kopi panas itu pelan-pelan.
"Hoek!" Bukan manis, tapi benar-benar asin. Jian melihat wadah yang dia kira berisi gula ternyata garam. Jian langsung membuang semua kopinya lalu kembali ke kamar, tak jadi minum kopi. Suasana hatinya sudah jelek.
Saat di kamar, dia mengecek hape, mungkin saja papanya mengiriminya uang karena beberapa malam sebelumnya, papanya salah transfer nominal. Harusnya 500 ribu jadi 5 juta rupiah.
Bukan dari Jerian, rupanya ada pesan dari Aca
Bunga Asoka
23:56
Ji, bisa bukain gerbang? Gue lupa bawa kunci
23:57
Sorry salkim
lupa kita udah ga sekosan 🙏
Jian seketika tersenyum membaca pesan itu. Fendy menyaksikan perubahan ekspresi Jian yang semula dingin tiba-tiba tersenyum sendiri. Dia jadi khawatir temannya itu gila gara-gara ujian, atau malah ketempelan sesuatu karena saat ini tengah malam tepat jam 12.
Fendy bergidik ngeri namun tetap memberanikan diri bertanya, "Ji... lo gapapa kan?"
"Tampar gue, Fen!"
Menurut, Fendy menampar pipi Jian cukup keras. "Ga kerasa," kata Jian.
Fendy sambil geleng-geleng tak percaya."Lo gila beneran, Ji."
________
MBANKING 💸💸
8:30
Jerian mengirim foto Jian waktu ke mall. Foto diambil dari angle belakang, tampak Jian yang sedang memegang pucuk kepala aca. Foto itu dia dapat dari temannya yang tak sengaja melihat Jian di sana
👨ji ini kamu??
🐭papa dapet fotonya dari mana??
👨jadi bener kamu?
👨yaampun pacaran teros
🐭nggk pa sumpah 🙏
👨dibilang kuliah aja yg bener
👨papa beneran mumet anak 3 ga ada yg bisa dipercaya
👨nama perusahaan bisa jadi jelek
🐭Jian bisa dipercaya
🐭papa cuma butuh ipk 3,85 kan??
🐭akan aku buktiin
Pesan Jerian pagi itu membuat semangat Jian kian membara. Dia ingin membuktikan pada papanya bahwa dia bisa dipercaya dan diandalkan.
Nilai kuisnya yang jelek harus tertutupi dengan nilai ujiannya yang bagus. Jian kerja keras belajar sampai pagi. Waktu tidurnya hanya 2 jam per hari. Tak mengapa. Memang harus ada pengorbanan di setiap tujuan.
Kini, semua usahanya berbuah manis. Jian mendapat IPK 3,85. Tidak kurang, tidak lebih. Bahkan menurut dosennya, nilai itu termasuk dalam jajaran tertinggi se angkatan, alias masih ada yang lebih bagus lagi.
Jian sampai membatin, teman-temannya itu makan apa kok bisa sepintar itu.
_________
Sore itu, Jian mengajak Aca bertemu di kafe tapi Aca sedang di luar. Jadilah Jian yang mendatanginya. Kini keduanya duduk bersebelahan di kursi panjang di bawah pohon kismis dekat sebuah kanal. Area kanal itu selalu ramai oleh muda mudi di sore hari yang ingin melihat sunset.
"Penting banget sampe nyamperin gue ke sini? Ga nyasar kan?" kata Aca begitu Jian mengambil tempat di sebelahnya.
"Hahaha," Jian tertawa. "Yang lainnya pada pacaran, masa lo sendirian?"
Lalu Jian memberikan satu cup es teh plastik yang baru dia beli di pedagang asongan.
"Healing paling murah ya disini, Ji."
Langit putih perlahan berubah kuning kemerahan. Udara tak lagi sepanas sebelumnya. Aca yang telah melepas outer denimnya merasakan angin semilir menyentuh kulitnya. Rambut Aca yang terurai melambai tertiup angin. Bagi Jian, Aca selalu cantik. Dengan full make up atau bareface seperti sekarang, keduanya sama cantiknya. Jian segera mengalihkan mata saat Aca tiba-tiba menoleh.
"Eh gimana ujian lo?" tanya Aca.
"Pengen tau hasilnya?" Jian malah balik bertanya.
"Eng... nggak juga sih"
"Kata dosen gue, IPK gue termasuk yang tertinggi di angkatan."
Aca terbelalak,"Wah serius?"
"Hm... tapi bukan itu intinya. Gue kerja keras dapet IPK bagus karena seseorang."
"Bagus dong jadi punya motivasi belajar."
"Lo percaya ga, kalo orang itu elo?"
ps: gimana part kali ini? kalo kepanjangan takut kalian bosen jadi segutu aja. next chapter dijamin melipat rumah wkwkwk jgn lupa ramein biar admin doy mangap ini makin semangat update<33
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
