
Berisikan part 11-14
Part 11
"Makasih kak"
Ana menerima minuman yang di sodorkan padanya. Saat ini gadis itu sedang Jogging bersama Sean di tempat biasa dia Jogging. Sudah hampir seminggu mereka dekat, dan sudah 2 minggu dari kejadian di perpustakaan.
Awalnya ana menangis di taman dekat danau kampus saat keesokan harinya melihat Jessa dan Bella berpelukan di muka umum, lalu Sean yang memang sering tidur di gazebo dekat danau memergoki Ana yang sedang menangis. Awalnya Sean tidak ingin terlalu ikut campur, pemuda itu hanya ingin menemani Anastasia. Tapi karena terlalu pilu tangisannya, pemuda itu akhirnya menghampiri dan memeluk gadis itu. Menawarkan diri sebagai obat dari rasa sakit yang sedang hinggap karena perilaku kawannya sendiri.
"Gimana hari ini, apa lo happy?"
"Lumayan kak, makasih udah mau nemenin gue jogging."
Ana melemparkan senyum manis kepada Sean, walaupun ada dimana dia tetap menangisi Jessa, saat dimana gadis itu sedikit menyesali keputusannya di perpustakaan. Semua itu sedikit terbantu karena adanya Sean yang selalu meyakinkan Ana bahwa gadis itu akan menemukan seseorang yang lebih baik dari Jessa. Ana jadi berusaha tegar dan meyakini ini adalah keputusan yang benar.
Memang seharusnya seperti ini, Jessa dengan Bella dan Ana tidak boleh mencuri kesempatan merusak hubungan mereka walaupun dia ingin. Sempat gadis itu berfikir, apakah jika dia punya sedikit keberanian itu dapat merubah semuanya. Namun lagi-lagi percuma untuk merasakan penyesalan sekarang. Biarkan ini menjadi pelajaran bagi Ana, walaupun dia sedikit tidak enak kepada Sean karena dengan tidak berfikir panjang mengiyakan untuk menjadikan Sean sebagai tameng hatinya.
Mereka berdua tidak terlalu dekat, hanya beberapa kali terlibat saat ulang tau Matthew. Namun Ana tidak berbohong jika dia merasa nyaman bersama Sean. Mungkin beberapa orang terkhusus temannya, mengira saat ini Ana dan Sean sedang dekat seperti PDKT, tapi bagi mereka berdua ini hanya kamuflase agar setiap Ana bersedih melihat Jessa dan Bella dia tidak perlu merasa sendirian dan ada seseorang yang menenangkan Ana, gadis itu juga bisa menggunakan Sean agar teman-temannya tidak lagi khawatir tiap melihat Jessa dan Bella berapa di sekeliling Ana. Akan ada Sean yang selalu menemaninya, dan bagi Sean awalnya ini karena rasa bersalahnya yang tidak mampu menyadarkan Jessa. Atau jangan-jangan itu hanya alasannya kepada dirinya sendiri?
"Kemarin gue mergokin lo nangis di dekat lokasi lapangan basket. Kemarin yang main Jessa kan, apa lo lihat Bella juga disana?"
"Emang kelihatan banget kak? Aku berusaha buat sembunyi, aku juga langsung pergi, takut ada yang lihat."
"Kayaknya cuma gue yang sadar, tenang aja. Kenapa kemarin gak cari gue?"
"Aku ngerasa ini gak adil buat kak Sean, kan yang nyakitin temen kakak, eh bukan yang nyakitin aku sediri. Harusnya aku udah move on, harusnya aku tahu diri. Tapi aku ngerepotin kakak terus."
Ana menundukkan kepalanya, ada perasaan mengganjal tentang Sean. Pria itu baik, mau menolong dan menemani dirinya saat menangisi Jessa. Sebenernya kekhawatiran Ana tentang teman temannya itu tidak perlu, karena Juan dan Matthew sendiri Jelas tau siapa Bella sebenarnya. Walaupun Melani, Ara, dan Prisa tidak tau, tetapi mereka bertiga tidak sepenuhnya percaya tentang omongan Juan dan Matthew tentang Ana yang menyukai Jessa. Selama ini mereka bertiga melihat Ana yang tidak bereaksi ketika melihat kedekatan Jessa dengan Bella.
"Gue yang nawarin diri, biar Jessa, si curut itu juga tau lo layak buat di cintai. Dia gak pantes permainin perasaan lo."
"Sekali lagi makasih kak, kalau gak ada lo gue gak tau harus gimana. Mungkin mata gue masih sering bengkak karena nangis, dan temen-temen gue bakalan curiga juga akhirnya."
"No problem, gue seneng bisa bantu lo."
Sean mengacak rambut Ana, tanpa mereka sadari Jessa yang sedang datang bersama Dima melihat itu semua. Dia pikir Sean tidak sungguh sungguh akan merebut Ana darinya. Dia pikir kedekatan mereka selama ini palsu hanya untuk memanas manasinya. Tapi sekarang di belakang semua orang, Jessa melihat sendiri kedekatan merek. Senyuman Ana yang terlihat di mata Jessa sangat baik-baik saja tanpanya dan Sean yang dengan entengnya mengajak rambut panjang gadisnya.
"Gue gak mood jogging dim, kita ke gym apart gue aja."
••••
Sean baru sampai di depan kamar kosnya, pemuda itu baru saja sampai sehabis jalan-jalan dengan Ana karena saat mengobrol di taman, gadis itu kembali menangis dan menyalahkan dirinya yang tidak cukup berani menyukai Jessa terang-terangan. Saat akan membuka pintu kamarnya, Sean di cegah oleh suara dari pemilik kamar di sebelahnya.
"Gue gak nyangka lo bisa nikung sahabat lo sendiri."
"Gue udah bilang harudnya lo duluannyang lebih berani buat deketin Ana, lo terlalu pengecut Jes!! Gue gak terima cewek sebaik Ana hanyut dalam permainan lo, jadi biarin gue yang deketin dia."
"Alasan lo ajakan itu, gue tau lo dari awal emang ngincer Ana. Lo cuma lagi cari celah buat deketin dia."
"Bagus kalau lo sadar, gue udah mau mundur pas tau lo juga ada rasa sama Ana. Tapi lo dan rencana gila lo itu bikin gue muak! Kalau lo emang sayang sama dia, gak seharusnya lo mainin perasaan dia!"
Perdebatan Sean dan Jessa cukup sengit, Jessa merasa dihianati teman dekatnya sendiri. Tangan Jessa sudah terkepal siap melayangkan tinju, tapi semua itu dia urungkan. Pemuda itu melayangkan senyum sinis pada Sean. Sebelum meninggalkan kos Jessa mengakan sesuatu yang membuat Sean menebak nebak rencana gila apa lagi yang akan dilakukan Jessa.
"Lakuin yang lo bisa, gue pastiin cewek pujaan lo tetap jatuh kepelukan gue."
Sepeninggalan Jessa, perasaan Sean sedikit tidak enak. Mau sampai kapan Ana harus menangisi Jessa. Jangan sampai ada air mata yang jatuh lagi, sebenarnya apa yang buat Jessa sampai harus melakukan semua ini
•••••
Keesokan harinya Sean menjemput Ana, gadis itu sebenarnya sudah menolak tawaran Sean, namun pemuda itu memaksa. Sean melakukan hal itu karena merasa ada yang janggal. Semalam Jessa tidak kembali ke kos, entah apa yang di lakukannya. Sean hanya ingin memastikan hari ini Ana aman bersama dirinya.
"Padahal aku cuma mau ngumpulin form pendaftaran buat panitia dies natalis kak. Aku hari ini gak ada kelas, prof tejo undurin jadwal kuliah jadi besok."
"Gakpapa, gue pingin nganterin aja. Lagian gue juga lagi gak ada kelas, males kalau di kos seharian."
"Huh, makasih ya kak. Aku ngerepotin kakak terus. Aku harus bales kebaikan kakak pakai apa?"
"Kalau lo mau bales, emmm kayaknya lo move on dari Jessa itu udah setimpal."
Ana cemberut mendengar jawaban Sean, menurutnya itu susah. Bagaimana bisa move on dengan waktu singkat, kan Ana ingin segera membalas kebaikan Sean.
"Yang lainnya kek, kalau yang tadi kan butuh proses lama."
"Hahaha, it's okay girl. Pelan-pelan aja, gue bakalan tunggu."
"Hah! Aneh banget nunggu orang move on."
Sean hanya terkekeh saat mendengar Ana yang keheranan dengan jawaban yang dia lontarkan. Selama mobil Sean melaju, tidak ada keheningan di tengah-tengah mereka. Berbeda saat Ana sedang bersama Jessa, selalu canggung, hening tanpa ada kata yang menemani perjalan mereka. Sekali lagi Ana bertanya pada diri, bagaimana bisa dia menyukai setiap hening ketika bersama Jessa, bagaimana bisa, suara deru nafas Jessa saja sudah cukup menghangatkan hatinya, dan bagaimana Jessa tidak perlu bersusah payah mencuri perhatiannya, jika dalam hening saja seluruh perhatian Ana hanya untuk Jessa seorang.
"Sampai princess, gue tunggu lo di kantin 8 aja ya."
"Okay kak, aku usahain cepet. Nanti pulangnya aku traktir makan."
Sean mengacungkan Jempol, lalu melambaikan tangan pada Ana yang keluar dari mobil dan berjalan cepat menuju Aula tempat pendaftaran.
••••
"Ada pengalaman organisasi?"
"Ada kak, dulu sempat ikut osis kelas 10."
"Pernah ikut kepanitiaan acara juga?"
"Pernah kak, dies natalis pas masih jadi osis, kebetulan saya juga bagian sie acara kayak bagian yang sekarang saya daftarin."
"Sebenernya pengumuman tiga hari lagi, tapi buat lo gue acc deh, kelihatannya lo juga gampang di ajak koordinasi."
"Serius kak? Wah makasih banget kak. Makasih banget!"
"Haha santai santai, jangan bocor ke orang lain dulu. Tolong kerjasamanya selama persiapan dies natalis."
"Iya kak pasti, sekali lagi makasih kak."
Setelah di persilahkan pergi, Ana langsung berpamitan dan meninggalkan Aula. Gadis berlesung pipi itu tampak gembira sekali, mendapat kesempatan untuk menjadi bagian dari panitia dies natalis. Sengaja dia menyibukkan diri, agar cepat bisa melupakan Jessa. Saat perjalanan menuju kantin tiba-tiba ada beberapa orang yang membentuk kerumunan. Ana penasaran ada pa disana, gadis itu berjalan mendekat. Ana mengira ada seseorang yang terjatuh dan yang lainnya berusaha menolong. Namun perkiraannya salah, seharusnya gadis itu tidak perlu penasaran.
"Bella, aku pikir kita udah lama berusaha saling kenal. Aku pingin kita lebih dari senior dan junior. Kamu mau kan jadi pacar aku? tolong terima aku bel." Jessa sedang menggenggam tangan Bella, sedangkan sorakan dari orang sekitar ikut memeriahkan pernyataan cinta Jessa.
"Terima, Terima, Terima!!"
"Iya kak, aku mau jadi pacar kakak."
Tes!
Bulir air mata Ana mengalir mulus, di hadapannya dapat Ana lihat Jessa dan Bella yang sedang berpelukan. Tidak dapat di dengar lagi keriyuhan orang sekitar karena melihat kemesraan Jessa dan Bella. Ada beberapa gadis yang menyukai Jessa meresa sedih, tapi banyak yang mendukung merek. Ana segera berbalik meninggalkan lokasi itu. Tanpa Ana sadari ujung mata Jessa selalu mengawasi Ana. Biarlah gadisnya menangis sebentar, nanti saat Ana datang kedalam pelukannya, akan Jessa bahagiakan gadis dengan senyuman menawan itu.
Part 12
Di kantin saat Sean sedang mengobrol dengan beberapa temannya, pemuda itu di kejutkan kedatangan Ana dari kejauhan. Walaupun masih beberapa meter, Sean sadar betul gadis itu sedang menangis. Sean dan beberapa temannya sudah berusaha menenangkan Ana namun isakan Ana tetap tidak berhenti. Pria itu akhirnya mengantarkan Ana ke kosnya sesuai permintaan gadis itu. Sesampainya di depan gerbang kos, bertepatan dengan Aurel yang baru pulang dari kampusnya, gadis itu tentu saja kaget dengan penampilan Ana yang kacau.
"Ana lo kenapa, kak Sean Ana kenapa?"
"Gue gak tau, tadi dateng-dateng nangis dan minta di pulangin. Coba tolong lo tanya rel, nanti kabarin gue."
"Iya kak, makasih udah ngaterin Ana pulang. Nanti gue kabarin."
Aurel, British dan Shevina memang sudah mengenal Sean karena dulu pemuda itu pernah mengantarkan Ana dalam kondisi tertidur, saat sedang mengajak Ana jalan-jalan agar berhenti menangisi Jessa. Pemuda itu jadi beberapa kali menekan bel kos Ana karena tidak tau harus masuk ke sana dengan cara apa, sedangkan di tas Ana hanya ada kunci kamar kosnya. Beruntung yang membukakan adalah British dan Aurel, sehingga mereka langsung mengantarkan Sean yang sedang membopong Ana ke kamar gadis berlesung pipi itu.
Aurel saat ini berada di kamar Ana, gadis itu berusaha mengajak ana bicara. Aurel sangat terkejut saat turun dari ojol melihat sahabatnya sedikit pucat dengan air mata yang tidak kunjung berhenti mengalir. Padahal sudah seminggu lebih Ana tidak lagi sekacau ini. Semenjak ada Sean, sahabatnya lebih tenang walau beberapa kali masih bisa dia dengar isakan dari kamag Ana.
"Ana lo kenapa, jangan bikin gue khawatir na." Desak Aurel yang di jawab gelengan oleh Ana
"Please cerita sama gue na, gue berasa gak berguna jadi sahabat lo 2 minggu ini. Bahkan gue gak bisa nemenin lo, nenangin lo. Tolong na cerita, tolong pergunain sahabat lo ini." Aurel ikut menangis melihat kondisi Ana, sahabatnya itu tidak pernah sekacau ini. Anastasia yang dia kenal selalu ceria, punya senyuman secerah matahari yang di kagumi banyak laki-laki.
"Jangan nangis rel, maafin gue ngerepotin lo."
"Apaan lo, kapan sih lo ngerepotin gue na. Lo gak pernah, gue justru ngerasa gak berguna karena gak bisa nenangin lo! Kalau lo bilang kayak gitu, itu nyakitin gue na. Kita inikan sahabat!" Aurel memarahi Ana dengan tersedu-sedu. Aurel paham jika Ana tipe orang yang tidak enakan. Namun Aurel tulus bersahabat dengan gadis itu, apapun kesulitan Ana akan menjadi kesulitannya juga.
"Gue cerita, tapi nanti aja ya. Gue masih shock."
"Pasti Jessa lagi! Gak pantes dia dapetin perasaan lo na. Please lupain orang kayak Jessa! Gue gak pernah lihat lo sekacau ini."
Jika di pikir kembali, memang belum ada laki-laki yang membuat Ana seperti ini. Saat SMP Ana pernah berpacaran 2 kali dan selalu putus dengan baik-baik, meskipun akhirnya lost contact gadis itu belum pernah di buat menangis oleh lelaki manapun. Bagi Ana jika ada lelaki yang melewatkan dirinya, itu artinya lelaki itu tak akan pernah memilikinya.
Namun Jessa berbeda, berawal dari Jessa membantu Ana saat yang tersulut api saat acara yang di adakan anak pramuka di SMAnya. Setiap selesai di adakan Mos sekolah Ana selalu mengadakan kemah di lapangan sepak bola, lalu mereka menyalakan api unggun dan menampilkan pentas seni dari masing-masing kelas. Ana saat itu bernyanyi sambil berjalan mundur, entar karena grogi atau apa, gadis itu tak menyadari panasnya suhu api yang makin dekat dengan kulitnya. Jessa yang saat itu merupakan anggota pramuka menyadari Ana dalam bahaya. Walau sedikit terlambat karena kulit Ana tetap tersulut api, tapi untungnya gadis itu tak sampai terbakar lebih parah.
Saat mengantarkan Ana menuju UKS ternyata keadaan UKS sepi, kabarnya saat itu ada beberapa siswa yang memiliki gangguan pernapasan tak kuat dengan asap api pembakaran api unggun, jadi mereka di larikan di kelas kosong terdekat. Mau tidak mau Jessa yang mengobati luka Ana, oemuda itu dengan lembut dan telaten mengobati luka juniornya. Saat itu Ana kagum dengan Jessa, selain tampan pemuda itu juga telaten dan serba bisa. Mulai saat itu rasa kagum Ana berkembang menjadi suka lalu berubah menjadi cinta. Walau Jessa beberapa kali dekat dengan gadis lain, Ana belum pernah menangisi Jessa seperti ini. Ana ingat saat di kantin, saat gadis itu mengantri untuk beli bakso, gadis itu tidak sadar menginjak kaki Jessa. Pemuda itu hanya diam hingga akhirnya teman Jessa yang memberi tahu Ana. Saat Ana meminta maaf Jessa juga tidak marah, malahan pemuda itu tersenyum manis pada Ana.
"Apa gue bener-bener udah jatuh cinta sama kak Jessa ya rel?"
"Jangan nyakitin hati lo Ana, jangan jatuh cinta sama orang yang salah."
"Gue tadi lihat dia nembak Bella, di depan banyak orang dan didukung banyak orang. Gue sering denger mereka di bilang serasi rel. Bahkan lo tau sendiri dari SMA kak Jessa banyak fansnya, dan mereka ngedukung hubungan kak Jessa sama Bella rel."
"Jangan di lanjutin kalau itu buat lo sakit na."
"It's okay, gue cuma ngerasa mungkin gue gak pantes buat kak Jessa. Bukan salah dia juga kan, gue aja gak berani suka sama dia secara terang terangan."
"Stop! Jangan di terusin please. Gue marah kalau lo bilang lo gak pantes buat dia! Nyatanya dia yang gak pantes buat lo na."
"Aurell.. hati gue sakit.."
"Ana.." Dari ambang pintu British dan Shevina sedari tadi mendengarkan cerita Ana dan Aurel tanpa ada yang menyadari. Kedua gadis itu berhambur memeluk Ana. Menangis ber 4, mereka juga berjanji Ana tidak boleh menangis lagi dan akan selalu membantu gadis itu untuk melupakan Jessa.
"Udah jangan sedih, habis ini lo UTS kan. Lo fokus kesana dulu ya, lupain Jessa fokus kependidikan." British menyeka air mata Ana, gadis itu bersumpah Jessa tidak akan pernah membiarkan pemuda itu mendekati Ana lagi.
"Gue mau move on guys, bantu gue ya. Kalau gue keinget dia tolong alihin pembicaraan."
"Tenang aja, gak akan kita biarin lo keinget sama Jessa sialan itu lagi. Dan jangan chat sama dia lagi!"
"Gue udah lama gak chatting sama kak Jessa lagi kok shev, tenang aja."
"Mending kita nonton horror, malem ini kita tidur di kamar Ana aja gimana?"
"Ide bagus rel, nanti gue sama shevina gotong kasur gue kesini buat tidur."
"Kenapa harus horror sih guys, nanti gue gak bisa tidur." Ana protes mendengar usulan Aurel, pasalnya Ana sangat penakut untuk hal berbau mistis.
"Katanya nonton horror bisa bikin move on dari mas crush tauk na."
"Kata siapa?"
"Kata Aurel barusan."
"Yeuy dasar."
Ke empat gadis itu tertawa bersama-sama, malam itu Ana dan 3 sahabatnya menonton film horror bersama. Walaupun Ana merasa ketakutan, gadis itu sedikit merakan perasaan hangat karena ada sahabatnya yang selalu bersamanya. Sahabatnya benar, dia harus melupakan Jessa.
••••
Selesai membaca pesan yang di kirimkan seseorang Sean segera mengambil kunci mobil dan membuka gerbang kosnya, pemuda itu bergegas menuju apartemen Jessa. Tadi dia mendapat kabar bahwa pemuda itu keluar dari kos, tentu saja lelaki itu akan menempati apartemen yang selama ini dia tinggalkan. Awalnya Sean tidak masalah tentang itu. Namun pesan yang di kirimkan Aurel membuat dia geram.
Aurel teman Ana
"Kak yang bikin Ana nangis
tadi karena dia lihat kak Jessa
nembak Bella di publik."
"Tenang aja sekarang Ana udah
baik-baik aja."
Sean menginjak gasnya, mobilnya melaju menyusuri jalanan malam bandung. Lihat saja nanti, Sean pastikan tak akan ada celah untuk Jessa menyusup di hati Ana. Sean berjanji akan membuat Ana menjadi miliknya dan melupakan Jessa. Tapi sebelum itu semua, Jessa pantas di beri beberapa pukulan dulu bukan?
"Jessa bajingan."
Part 13
Ting Tong!
Ting Tong!
"SAB- Aw, sabar."
Seorang pemuda membukakan pintu untuk tamunya, gadis di hadapannya hanya tersenyum mengejek melihat kondisi orang di dihadapannya sebelum akhirnya menerobos masuk.
"Lo emang pantes sih di tonjokin kayak gitu."
"Obatin gue dulu, baru lo bacot."
"Cih, kalau bukan karena takut lo aduin ke mami soal gue sering ke club sama cowok, gue juga ogah ikutin permainan lo."
Gadis itu begegas mengambil kotak obat dan mengobati pemuda dengan muka babak belur di hadapannya dengan sedikit kasar
"Bisa pelan dikit gak sih bel! Sakit tolol."
"Lo yang tolol! Mana ada sih cowok yang sepengecut lo!! Drama banget lo pake pura pura pacaran sama cewek lain dan lo masih berharap cewek yang lo suka ngakuin perasaannya ke lo?!"
"Bacot anjing! Gue nyuruh lo kesini buat bantu obatin luka gue!"
Gadis bernama Bella yang kini berhadapan dengan Jessa berdecih mendengar ucapan sepupunya. Gadis itu tidak mengerti dengan pola pikir sepupunya, padahal sepupunya cukup pintar. Namun mengapa lelaki itu memilih jalan berbelit untuk mendekati perempuan incarannya kendati pria itu bisa dengan jelas mengutarakan perasaannya. Toh kata Juan mereka saling menyukai.
"Lo selama ini mikir Ana perempuan macam apa sih Jes? Cewek gatel yang bakalan rebut cowok orang?! Lo beneran suka sama dia apa enggak sih, yang lo incer itu cewek introvert yang bahkan gak berani utarain perasaannya ke lo padahal temen-temennya udah nangkap basah dia!"
"Gue yang lebih tau dia, lo cukup nurut alur yang gue buat!"
"LEBIH TAU APANYA JESSA!! lo gak kasian apa sama Ana, gue lihat dia nangis sebelum pergi kemarin!"
"Iya!! Itu biar dia tau tujuannya ke gue bukan ke Sean sialan itu!! Dia harusnya ngejar gue bukan malah deket sama Sean. Kalau dia tetap milih dekat sama Sean, dia bakalan kehilangan gue."
"Wah sakit jiwa ni abang gue, lo mending periksa deh Jes! Gue gak bisa obatin lo, mending lo pergi ke psikiater aja anjing!"
"Yaudah pergi sana lo!"
"Emang gue mau pergi sialan!"
Brak!!
Bella membanting pintu apartemen Jessa, meninggalkan sepupunya yang mengusak rambutnya kasar. Semua ini benar, kenapa banyak orang yang tidak setuju dengan rencananya. Mereka tidak tau apapun tentang Ana dan Jessa. Kalau Ana memang benar menyukainya, gadis itu akan berlari padanya dan menahan Jessa untuk bersama Bella. Ya semuanya sudah sesuai rencana.
••••
"Kayaknya bang Jessa udah gila deh, Bella juga mau aja anjing ngikutin orang gak waras."
"Diem diem, Ana sama yang lain dateng."
Dua pemuda yang sedang bergosip tiba-tiba terdiam, mereka berpura pura sibuk dengan ponselnya saat melihat 4 kawan perempuannya memasuki area Kantin tempat biasa mereka berkumpul.
"Tiga hari lagi UTS dimulai, kayaknya besok hari terakhir gue ketemu kalian" sesaat setelah mendudukkan bokongnya di kursi, Ara membuka percakapan dengan teman-temannya.
"Kenapa? Gak usah sok rajin deh ra, gak cocok."
"Dih dasar mamat anak oak ahmad, sirik aja lihat temennya rajin."
"Gak usah bawa bawa nama bapak gue juga tolol!" Matthew menoyor kepala Ara, walaupun pelan namun cukup membuat bibir gadis itu maju beberapa senti.
"Berarti habis ini kita ke jogja dong?" Prisa mengalihkan pembicaraan agar kedua temannya berhenti bertengkar. Gadis itu menatap temannya bergantian dengan tatapan jenakanya.
"Wah pas banget tuh, Ana bisa liburan sekalian move on." Juna segera memukul kepala Matthew, bisa bisanya lelaki itu keceplosan dihadapan Ana langsung.
"Eh, aduh sorry. Tadi kita mau liburan kemana?"
"Tunggu tunggu. Ini ada hal yang kalian sembunyiin dari gue, melani sama Ara?"Prisa menatap Juan, Matthew dan Ana bergantian. Lelaki yang di tatap hanya menunjuk, sedangkan Ana menatap Juan dan Matthew tajam
"Kalian tau darimana?" Ana mulai mengintrogasi Juan dan Matthew.
"Dari bang dimas na. Udah gak usah di bahas, gue gak setuju juga lo sama bang Jessa." Juan menjelaskan kepada Ana dengan canggung, lelaki itu melirik ke 3 teman perempuannya yang lain.
"Ana yang lebih berhak cerita kekalian." Sambung Juan takut takut
Mendengar ucapan Juan Melani, Ara dan Prisa menatap Ana dengan pandangan menuntut. Sedangkan yang di tatap menghela nafas berat. Haruskah Ana menjelaskan yang artinya gadis itu harus mengingat kembali memori yang ingin dia hapus. Baiklah, Ana putuskan untuk menjelaskan pada teman-temannya. Tidak ada salahnya untuk memberi tahu temannya, setelah itu dia harus segera melupakan hal tentang Jessa.
Ana akhirnya menceritakan tentang dia yang menegaskan pada Jessa untuk berhenti mendekatinya, ana juga menceritakan dia yang di hubungi Jessa yang mengaku sedang sakit. Walaupun kejadian saat Jessa 'menyentuh' Ana tidak dia ceritakan, namun gadis itu berusaha menjelaskan secara tuntut hingga akhirnya dia dan Jessa yang tak lagi berkomunikasi 2 minggu lamanya lalu menyaksikan langsung pemuda itu menyatakan cinta pada Bella. Gadis itu akhirnya mengaku pada teman-temannya tentang perasaannya untuk Jessa yang sudah 3 tahun dia pendam.
"Ana, gue gak tau selama ini lo tersiksa. Maafin gue Ana, padahal lo lagi nahan diri buat tetap kelihatan baik baik aja, tapi gue sebagai teman lo malah gak sadar kalau teman gue gak lagi baik baik aja." Melani yang duduk tepat di samping Ana langsung memeluk Ana, gadis itu tau jika temannya sedang menahan Air mata. Mungkin sebuah pelukan bisa sedikit memberikan perasaan tenang untuk kawannya.
"Gue gak nyangka kak Jessa yang di gadang cowok keren, cowok ganteng, tapi nyatanya gak punya hati! Bisa bisanya dia deketin temen gue oas lagi renggang sama gebetannya, tapi endingnya dia nembak gebetannya."
"Harusnya kita sadar sejak awal, gue pingin jambakin Jessa sialan itu."
Ara dan Prisa merasa marah saat mendengar penjelasan Ana. Pasti kawannya selama ini sangat kesulitan menghadapi sikap Jessa yang seperti bunglon.
"Gue mau fokus UTS, dan gue minta tolong sama kalian terutama Juan sama Matthew. Jangan bahas apapun tentang kak Jessa, gue mau move on please ya guys bantu gue."
"Gue juga gak sudi bahas Jessa anjing itu! Awas ya lo berdua kalau bahas soal Jessa Jessa lagi." Ara dengan muka galak menunjuk tepat di depan muka Juan dan Matthew.
"Iya kita janji gak gitu kok."
"Iya suer gue sama Juan gak akan bahas soal bang Jessa lagi "
Akhirnya dengan penuh kekesalan mereka menata lagi rencana berlibur mereka, liburan 4 hari mereka harus bisa mengobati luka teman mereka. Mereka harus menjamin 4 hari cukup untuk menghempaskan Jessa Wijaya dari otak Anastasia.
"Okay buat sekarang kita fokus UTS, lo harus alihin pikiran ke matkul Ana. Jangan biarin otak lo kosong buat mikir cowok sialan itu."
••••
Sedangkan di tempat lain Jessa sedang terkulaj lemas dengan di temani ibundanya. Sudah terhitung 3 jam Jessa di omeli karena sang ibu melihat rupa tampan anaknya penuh lebam. Jessa jadi pusing sendiri, pemuda itu kesal dengan tingkah Bella yang melaporkan jika dia habis bertengkar kepada mamanya.
"Kok bisa sih Jessa kamu sakit demam gini."
"Kamu berantem sama siapa sampai bonyok kayak gitu, mama jadi khawatir. Apa mama pindah ke bandung aja?"
"Cuma demam ma, lagian Jessa juga berantem karena salah paham."
"Tetep aja mama khawatir, kamu sampek lemes gini, demam tinggi. Pokoknya mama tinggal disini sampai UTS kamu selesai. Mama mau pantau kamu dari dekat."
Hanya lehaan nafas berat yang keluar dari mulut Jessa, jika sudah begini maka akan sulit bagi Jessa bergerak bebas untuk mencari perhatian Ana. Tapi Jessa juga tidak yakin bisa mulus mencari perhatian kepada gadisnya, mengingat dia dan Bella sehabis bertengkar hebat.
"Habis kuliah langsung pulang! Selama mama disini kamu harus begitu, ngerti kamu!"
"iya ma, aduh ini anaknya lagi sakit ma."
"Salah kamu sendirikan! Dasar anak nakal."
Hah! Sepertinya selama 2 minggu Jessa harus bersabar untuk tidak menjalankan misinya. Walaupun pemuda itu tetap berfikir tentang cara apa yang bisa dia gunakan untuk mencuri kesempatan menjalankan aksinya. Yah, mari berfikir lagi setelah demam dan rasa pusingnya mereda.
Part 14
Saat ini seluruh mahasiswa semester 1 - 7 di Unversitas Neo Citra Teknologi sedang melaksanakan Ujian Tengah Semester. Berlangsung selama 8 hari, dari Senin hingga Jumat lalu di sambung lagi minggu depan di hari Senin hingga Rabu.
Terhitung hari ini sudah memasuki hari ke-3 ujian. Dan sejak kemarin lusa tepatnya hari Senin, Jessa rajin sekali nongkrong di kantin pemersatu anak teknik dan manajemen. Sengaja Jessa selalu berada disana dengan atau tanpa Dimas di sisinya. Pemuda itu sedang berusaha menemui Anastasia. Tapi sudah 3 hari ini Jessa tidak melihat keberadaan gadisnya. Kali ini Jessa dengan sengaja membantu prof tejo dosen manajemen dasar untuk dibawakan tumpukan kertas ditangannya, sepanjang jalan menyusuri fakultas manajemen, pemuda itu tak hentinya menengok kanan dan kiri, berharap dapat menemukan batang hidung gadisnya.
"Kok gak kelihatan ya." Jessa bergumam lirih sambil terus berjalan tanpa melihat tempat prof Tejo berhenti.
"Hei hei nak, meja saya disini. Kamu mau kemana?"
"Eh iya pak, maaf saya kira masih lurus." Jessa menahan malu di hadapan dosen fakultas manajemen lainnya, pemuda itu segera menghampiri prof Tejo dan menaruh tumpukan kertas yang sepertinya lembar ujian yang telah di kerjakan.
"Cari siapa kamu? Anak teknik kok sampai mampir kesini, tapi saya terima kasih sudah di paksa untuk dibantu."
"Sama-sama pak, saya gak lagi cari siapa-siapa."
"Kalau ada masalah sama pacar itu di bicarakan, jangan pura-pura diam, nanti kamu yang rugi kalau sampai ada pihak ke tiga yang datang di hubungan kalian." Prof Tejo tau jika Jessa tidak serta merta ingin membantunya, pemuda di hadapannya ini beberapa kali terlihat memperhatikan sekitar selama perjalanan menuju ruang dosen, seperti tengah mencari seseorang.
"Terima kasih buat wejangannya pak." Akhirnya Jessa tidak mengelak, dia merasa ada benarnya tentang nasihat dari dosen dihadapannya. Jessa jadi berfikir apakah harus dia mengajak Ana berbicara, tapi apa yang harus di bicarakan. Hubungan meraka tidak sedang seperti mengharuskan untuk membicarakan sesuatu.
"Yasudah kamu bisa kembali."
"Saya permisi dulu pak, mari."
Jessa melangkah keluar dari ruang dosen fakultas manajemen. Harus kemana lagi dia mencari Ana, ruang geraknya terbatas karena ada mamanya yang sedang menginap di apartemen. Jika Jessa mampir ke kos Ana akan sangat memakan waktu dan itu bisa membuat ibu nya curiga.
"Coba besok lagi kali ya, gue juga udah telat pulang. Pasti mama ngomel lagi."
Pada akhirnya hari ini Jessa kembali pulang sebelum melihat batang hidung gadisnya. Sepanjang perjalanan menuju motornya yang terparkir pikiran Jessa berkelana. Sebenarnya Ana ada dimana, pemuda itu belum bertemu Ana sama sekali setelah kejadian dia menembak Bella di muka umum. Di tambah saat dia ijin sakit karena mukanya yang lebam dan badannya yang tiba-tiba demam. Sepertinya Jessa memang harus bersabar untuk kali ini.
••••
"Makasih kak Sean udah anterin aku pulang."
"My pleasure princess. Sekarang kamu nongkrongnya di mie ayam depan kampus na?"
"Hehe iya kak, temen aku udah pada tau soal kak Jessa, mereka mau meminimalisir aku ketemu sama dia, salah satu caranya gitu."
"Bagus deh kalau gitu, pelan pelan aja na. Jangan terlalu maksain diri."
"Enggak kok, aku juga udah hampir sebulan gak ada komunikasi sama kak Jessa, walaupun ada rasa kangen pingin lihat kak Jessa, tapi aku masih bisa handle kok."
Sean tersenyum mendengar penuturan Ana, di usap puncak kepala Ana lembut. Pemuda itu menatap Ana dengan tatapan yang sulit di artikan.
"You did great Ana, i hope you keep smiling like this in the future."
"Thank you kak, padahal kita gak deket, tapi kak Sean selalu ada buat nenangin aku."
"Masuk gih, gue mau balik."
"Yaudah makasih ya kak, bye hati hati nyetirnya."
Sean tidak sanggup jika harus lebih lama melihat senyuman Ana, pemuda itu memastikan gadis di hadapannya menghilang di balik gerbang, lalu menyalakan motor dan melesat menuju kosnya. Bagi Sean tidak masalah jika harus menunggu lama, jika hasil penantiannya itu adalah Ana, pemuda itu rela menanti bertahun tahun. Tapi semoga saja itu tidak mencapai bertahun tahun.
••••
Jessa memasuki apartemen ketika mamanya sedang menyiapkan makan siang, lelaki 17 tahun itu menaruh tasnya di sofa lalu menghampiri sang ibu yang sedang berada di dapur.
"Masak apa ma?"
"Mama siapin beberapa masakan buat kamu di kulkas, besok siang kayaknya mama balik ke jakarta."
"Kenapa? Ada masalah disana?" Sebenarnya Jessa merasa bersyukur setelah tepat 6 hari mamanya kembali ke jakarta juga. Jujur dia sedikit tidak leluarsa untuk menemui Ana jika mamanya masih di bandung.
"Enggak, cuma papamu minta di temani business trip ke Jepang. Kamu jangan berantem, jaga kesehatan Jessa."
"Iya ma, Jessa juga udah dewasa, bisa jaga diri."
"Jaga diri apa yang sampai babak belur?"
Okay, Jessa kalah. Dia tidak akan pernah menang melawan argumen mamanya. Lebih baik dia membantu menata makanan di meja makan. Selama makan siang berlangsung, sesekali mama Jessa memberikan nasihat pada putra tunggalnya. Arini tentu tidak mau terjadi sesuatu pada anaknya, apa lagi saat dirinya maupun suaminya jauh dari sang putra.
"Mungkin besok kamu pulang kuliah mama udah berangkat ke jakarta."
"Iya ma, hati-hati. Bilang sama pak budi jangan ngebut."
"Harusnya mama yang kawatir sama kamu."
"Ma udah dong, jangan dibahas melulu."
Rasanya jengkel sekali, memang ya kalau kesalahan kita ketauan oleh ibu akan selalu di ungkit setiap ada kesempatan. Entah sampai berapa kali lebaran hal ini akan di bahas oleh mamanya. Kini Jessa hanya bisa pasrah dan memakan makanannya dengan cepat, ingin segera masuk kamar untuk menghindari ibunda tercinta.
••••
Dimas, Sean dan Matthew baru saja memasuki sebuah tempat dengan degup musik yang keras dan bising. Banyak orang yang berjoget menikmati alunan musik EDM. Dari kejauhan Dimas melihat seorang gadis yang dia kenal. Pemuda dengan jaket kulit itu memberi isyarat pada Sean dan Matthew tentang keberadaan seorang gadis.
Setelah mengetahui siapa yang di maksud Dimas, segera Sean melangkahkan kakinya menuju gadis yang sedang bergelayut manja kepada seorang pria.
"Bel, kebetulan kita ketemu disini. Ikut gue dulu bentar, mau bahas sepupu lo."
"Ck, apaan lagi sih. Bentar ya sayang aku mau ngobrol sama temen sepupu." Bella, gadis itu sedikit berteriak agar lelaki di sampingnya mendengar suaranya yang kalah dengan suara musik yang di putar. Setelah di angguki oleh lawan bicaranya, Bella mengikuti Sean menuju pintu belakang Club malam tempat mereka berada saat ini.
"To the point aja cepet, gue udah males ikutan permainannya Jessa."
"Lah, bukannya lo yang terlalu patuh ke bocah brengsek itu? Lagian lo kenapa mau ikutin dramanya Jessa?"
"Kok lo jadi nyolot gini, jangan mentang-mentang lo senior gue ya."
"Gue peringatin buat gak ikut permainan gila Jessa. Gue lagi berusaha buat ngambil hati Ana, jadi jangan ganggu jalan gue pakek drama sialan kalian."
"Jadi lo mau nikung sepupu gue? Heh denger ya, gue sama Ana sama-sama perempuan. Dan gue paham betul cewek itu gak gampang buat beralih. Coba sana lo tanya dia suka sama Jessa udah berapa lama." Walaupun Jessa menyebalkan, Bella masih sedikit peduli dan tidak suka jika sepupunya di usik. Bella sendiri belum pernah melihat Jessa melakukan hal bodoh karena tertarik pada perempuan. Bella juga menduga jika Ana sedikit banyak merubah sifat kaku Jessa, sebelum pemuda itu menginjak kelas 12 SMA sifatnya sangat dingin dan kaku. Jessa juga jarang sekali tersenyum hampir tidak pernah malah. Tampilannya selalu datar, menjawab pertanyaan seperlunya, pokoknya lelaki itu seperti robot hidup. Tapi entah karena apa saat sudah menduduki bangku 12 SMA, Jessa jadi lebih seperti manusia walaupun sifat dingin dan kakunya masih ada.
"Emang bang Jessa tau kalau Ana udah 3 tahun suka sama dia?" Matthew muncul di belakang Bella sambil memainkan rubik yang entah dari mana asalnya, karena saat berangkat dia tidak membawa apapun kecuali dompet dan ponsel.
"See? 3 tahun. Kita semua tau kalau Sean baru suka sama Ana 2 tahun."
"Gak ada yang tau masa depan, cara Jessa caper ke Ana kasar. Bisa aja Ana lebih milih move on dari pada ngejar Jessa."
"Kalau itu gue setuju, tapi gue tetap mau Ana buat Jessa."
"We will see, siapa yang lebih bisa dapatin Ana."
"Serius lo ngajak gue kesini mau ngomong hal kayak gini?"
"Iya, gue mau lo jaga Jessa biar jalan gue mulus."
Setelah mengatakan hal itu Sean beranjak masuk kembali ke club. Bella melihat punggung Sean dan Matthew dengan tatapan sulit di artikan. Ana sangat pantas bahagia dengan orang seperti Sean yang tidak pengecut terhadap perasaannya. Bagaimana ya, apakah Bella harus menyadarkan Jessa sebelum terlambat?
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
