
Berisikan part 15-17
Part 15
Ternyata tidak mudah bagi Jessa menemukan Ana. Uts tinggal 2 hari lagi dan pemuda itu belum juga menemukan Anastasianya. Dia pikir setelah mamanya kembali ke jakarta akan lebih mudah baginya untuk menemui Ana. Nyatanya hingga saat ini Jessa masih uring uringan, bagaimana caranya berpura pura bahagia sebagai pasangan baru di kampus dan memancing api cemburu kepada Ana jika bertemu saja sesulit ini.
"Dim nanti malem lo bisa temenin gue ke club?" Seusai mengerjakan Uts hari ini, Jessa menghampiri Dimas di kursi tempat lelaki itu mengerjakan Utsnya.
"Hah, sinting ya lo? Masih Uts ngajak ke club."
"Suntuk banget, gue gak bisa. Pikiran gue gak bisa."
"Ngajak Sean aja sana. Gue ogah, mau belajar jadi anak rajin gue."
"Bangsat, gak usah sok gak tau tentang gue sama Sean ya lo." Mana mungkin Dimas tidak mengetahui jika dia baru saja di buat bonyok oleh Sean, pemuda itu yakin jika Sean pasti sudah memberitahukan hal tersebut pada Dimas,atau bahkan juga pada Juan dan Matthew sepupu Sean.
"Lah kan bisa baikan cok! Lo juga tolol, mana ada orang jerat crush-nya pakai acara se drama lo. Kowe lanang lho Jes."
"Emang kenapa kalau laki? cara orang jerat crush beda-beda."
"Iya sih tapi gak se tolol lo."
"Halah yaudah kalau lo gak mau gue sendiri aja ntar malem."
"Yaudah sono anying, susah banget di kasih taunya heran."
Mengapa semua orang tidak bisa mengerti posisi Jessa. Bahkan kini teman-temannya terlihat menjauhi Jessa, di tambah sudah seminggu lebih Jessa tak mengetahui kabar dan melihat rupa gadisnya. Rasanya dunia runtuh, apakah gadisnya tidak rindu pada Jessa, bagaimana bisa gadis itu tak mendatanginya dan meminta Jessa menjauhi Bella.
Langkah kaki Jessa menuju parkiran tiba-tiba memelan, di depan sana Jessa akhirnya dapat melihat Ana. Tapi bukan pemandangan ini yang Jessa inginkan, gadisnya saat ini terlihat baik-baik saja dan tersenyum pada Sean. Dada kiri Jessa rasanya nyeri sekali melihat itu. Bukan, bukan karena Jessa jantungan melihat pemandangan di depannya. Tapi dia sedang patah hati, dari SMA hingga saat ini akhirnya Ana tidak pernah memilih pemuda itu.
"Gue selalu senyum ke lo na, masih kurang ya? Iya sih Sean punya pesona, tapi gue lebih ganteng dari dia. Kenapa lo milih Sean."
Pemuda itu berbicara dengan lirih seolah sedang mengajak bicara wanita yang semakin menjauh dari pandangan. Pemuda itu belum pernah merasakan tertolak seperti ini. Banyak perempuan yang berusaha mencari perhatiannya, bahkan jika kalian membuka aplikasi instagram Jessa, bagian DM di penuhi oleh pesan dari fansnya.
Jessa bisa melihat Ana dan Sean memasuki mobil Sean dan mulai beranjak dari parkiran. Jessa hanya bisa melihat semua itu dari jauh tanpa berani menghampiri keduanya. Sial! Apakah benar jika rencana yang dia susun itu tidak benar?
•••••
"Ana, please jangan dimatiin lagi, please. Tolong keluar dari kos lo, gue ada di depan. Ana, Ana... Arrggh, shit!"
Tadinya Jessa ingin langsung pulang, tapi tangannya malah mengarahkan dia hingga kini Jessa berada tepat di depan kos Ana. Pemuda itu beberapa kali mencoba menelepon nomor Ana, tapi tidak di angkat. Saat di angkat pun Jessa tidak mendengar suara gadis ya. Dengan frustasi Jessa mengacak rambutnya dan memukul setir mobil beberapa kali.
Dia berusaha meredakan rasa cemburu, marah, dan kesedihannya. Di sandarkan kepalanya pada stir lalu memejamkan mata. Jessa berharap Ana keluar lalu mengetuk kaca jendela mobil pemuda itu. Namun sudah 20 menit berlalu tak sedikitpun Jessa melihat ada orang yang keluar dari gerbang. Akhirnya pemuda itu melajukan mobilnya pulang menuju apartemen sesuai rencana awal.
"Ana kenapa lo gak pernah lihat gue sedikit pun." Pemuda itu sedikit mempercepat kecepatan laju mobil, saat telah sampai di basement, dia membuka dan menutup mobil dengan kasar lalu bergegas menuju Unit tempat tinggalnya.
"Sialan! Awas aja lo Sean. Gue pastiin Ana jadi milik gue. Dasar penghianat!"
Sesampainya dalam apartemen, pemuda itu dengan tergesa meraih botol alkohol yang dia simpan dalam lemari pendingin. Di bukanya botol tersebut dan langsung menenggak isinya tanpa perlu repot menuangkan dalam gelas.
"Apa iya gue terlalu berbelit? Harusnya dari awal gue jujur aja, gue deketin Ana terang terangan. Kenapa gue kepikiran buat pura pura pacaran sama Bella."
Cairan dalam botol yang ada di genggaman Jessa tinggal separuh, kesadaran Jessa pun juga tinggal separuh. Racauan demi racauan keluar dari mulut Jessa. Beberapa kali dia tampar pipinya sendiri, mengingat kebodohannya selama ini.
Tanpa di sadarinya, sebulir air mata mengalir, lalu di susul oleh cairan bening yang mengalir deras di mata pemuda itu. Siapa sangka pemuda yang dulu di juluki kulkas berjalan selama mas SMA kini menangisi gadis yang tak mampu dia raih. Tidak pernah sebelumnya dia menginginkan seseorang sehebat ini, sampai rasanya tertusuk ribuan pisau saat melihat perempuannya tersenyum untuk lelaki lain.
"Ana.. dulu lho milik Kevin, sekarang lo sama Sean. Apa enggak ada gue di daftar hati lo? Katanya lo suka sama gue, apa lo gak tau sebahagia apa gue pas tau itu dari Juan?"
Dengan setengah sadar Jessa meraih ponsel yang dia taruh di samping lokasi duduknya. Jessa berusaha menajamkan pengelihatan yang mulai kabur. Menunggu sambungan telepon terhubung dengan orang yang ada di seberangnya. Sesaat setelah tersambung, pemuda itu segera meluapkan segala isi hatinya, berharap orang yang di Seberang mampu mengerti.
"Ana gue sayang sama lo, jangan sama Sean dong na. Sama gue aja"
"Bocah gila, lo mabuk? Lo jadi ke club hah?! Lo dimana monyet, gue susul kesana."
"Anjing kok lo yang angkat, lo sama Ana? Jangan deketin cewek gue bangsat! Bawa cewek gue ke apartemen sekarang! Gue rindu.."
"Lah si monyet ngomong apaan lo! Dimana sih njir, lo di apartemen? Gue kesana sama Juan, berhenti minum!"
"Iya kesini bawa Ana gue Dim, gue rindu sama dia."
"Hah omongan orang teler ngeselin. Gue matiin."
Tutt!
Sebentar lagi Ana dan Dimas datang, Jessa ingin memeluk gadisnya. Akhirnya Ana mau menemuinya. Nanti Jessa akan menjelaskan semuanya pada gadisnya. Malam ini Ana harus menjadi miliknya.
••••
Sesampainya Dimas di apartemen Jessa, pemandangan pertama yang dia lihat adalah Jessa yang menangis sambil memeluk bantal sofa. Dimas dan Juan segera mendekati Jessa, di tepuknya pundak temannya, berusaha mengumpulkan sedikit kesadaran Jessa.
"Njing bangun lo, apaan lo mabuk sampek kayak gini cok!"
"Bang Jessa sering mabuk gini bang dim?" Dimas sedikit prihatin saat melihat kondisi Kakak tingkatnya, apa lagi tadi dia sempat mendengar Jessa beberapa kali menyebutkan nama Ana.
"Enggak, biasanya tipsy dia berhenti."
Dimas mendudukkan Jessa dari posisi tidurnya lalu dia singkirkan bantal yang di peluk kawannya. Beberapa kali Dimas tepuk pipi Jessa hingga akhirnya pemuda itu menatap wajah Dimas.
"Ana.." awalnya Jessa memandang Dimas lembut hingga membuat pemuda yang di tatap merinding. Kini perasaan merinding Dimas bertambah saat Jessa memeluknya dan menenggelamkan wajahnya di perut Dimas.
"Monyet! Anjing! Sadar Jessa!! Gue masih doyan lobang." Dimas berusaha mendorong Jessa yang memeluknya erat.
"Bang Jessa ternyata sama lo bang?" Rasanya Dimas ingin marah. Dia sudah berusaha sabar menghadapin Jessa tang sedang memeluknya mesra, tapi kini asumsi Juan membuatnya ingin makan beling.
"Sembarangan bacot lo! Dia ngira gue Ana, tolongin tolol! Gue merinding di peluk sama yang berbatang." Sebelum menolong Dimas, Juan terlebih dahulu tertawa geli melihat wajah teler Jessa dan wajah jijik bercampur geli Dimas.
"Bang, yang lo peluk bukan Ana." Juan berbicara sambil berusaha melepaskan pelukan Jessa pada Dimas.
"Ana tolong dengerin, gue sayang banget sama lo na. Dari awal kelas 12, mungkin lo gak inget tapi bagi gue pas lo dan senyuman lo nyamperin gue sambil bawa bola basket yang gue mainin sama temen gue, lo cantik, lo baik, dan saat itu gue baru sadar. Lo nolongin gue yang mau kejatuhan tiang lampu yang udah gak berfungsi di taman tengah kan, lo inget kan na? Gue sampai gak bisa ngucapin terima kasih karena saking terpanah sama lo yang dengan lembut ngusap punggung gue padahal belum kena tiang itu. Padahal lo kecil, tapi lo mau lari dan nahan tiang itu biar gak kena gue."
Jessa menangis sambil berusaha meluapkan semuanya pada Dimas yang dia kira adalah Ana.
"Beberapa kali kit interaksi tanpa kata, sampai lo injek kaki gue kantin. Wajah lucu lo selalu kebayang di otak gue, tapi kenapa na pas gue mau coba deketin lo, kevin bilang lo sama dia pacaran. Gue mau minta nomor lo ke kevin anak osis, tapi ternyata kalian pacaran. Lo senyum tiap kevin senyum, apa lo selalu suka sama cowok yang suka senyum? Tapi gue juga sering senyum ke lo na. Kenapa harus Sean? Gue gak berani bilang langsung ke lo karena takut lo masih sama Kevin, kalau di banding kevin pasti lo milih kevin kan, Kevin ganteng apa lagi kalau senyum. Tapi kalau Sean, masih ganteng gue kok."
"Ya soalnya lo udah jadi pacar Bella dongo!" Dimas tak lagi berusaha melepaskan pelukan Jessa, kini dia dan Juan hanya menjadi pendengar bagi racauan Jessa. Sesekali sih Dimas menoyor kepala Jessa jika kesal dengan ucapan pemuda itu.
"Gue bohongan sama Bella na, dia sepupu gue. Gue lakuin semua itu biar lo mau ngakuin perasaan lo ke gue."
"Cara lo yang salah tolol."
"Iya gue salah, lo boleh marah. Tapi jangan tinggalin gue. Gue sayang sama lo, jangan deket sama Sean lagi na."
"Ngomong ke Ana jangan ke gue! Apa sih tolol lo ngatur Ana kek gitu."
"Ana gue sayang.. tolong jauhin Se.. huek huek."
"Akkk bajingan! Jessa tolol pakek acara muntah."
"Wow, berarti bang Jessa selama ini Insecure sama Kevin makanya dia gengsi ngakuin perasaan ke Ana."
"Tolong deh Juan, lo gak lihat keadaan gue apa gimana." Dimas kesal, Juan malah salah fokus tentang ke Insecurean Jessa pada pemuda yang bernama kevin dari pada Dimas yang baru saja di muntahi Jessa.
"Yaudah bang, lepas baju. Bang Jessa juga udah tidur. Gue mau pipis, toilet dimana bang?"
Wah hari ini kesabaran Dimas benar-benar di uji oleh duo J. Ingatkan Dimas untuk mengajar Jessa dan Juan besok selesai Uts terakhir.
Part 16
Pagi hari di apartemen Jessa, kini Dimas dan dua orang di hadapannya sedang duduk di ruang makan. Dimas saat ini mengamati dengan tatapan tajam dua orang yang masih mengantuk di hadapannya.
"Kalian tetep kuliah, inget ini hari terakhir Uts."
"Bang katanya ada ujian susulan kok, gue ijin sakit aja." Juan meletakan kepalanya di meja makan lalu dipejamkan kembali mata mengantuk pemuda itu.
"Boleh tuh, lagian gue gak belajar semalem."
"Suruh siap lo mabuk pas Uts, lo inget gak semalem? Lo ngira gue Ana sampek lo peluk-peluk."
"Gak usah di ulang ceritanya anjing, gue geli."
Jessa mengusap telinganya kasar akibat merinding mengingat penjelasan Dimas subuh pagi. Dimas membangunkan Jessa dengan cara yang kasar. Temannya itu menendang bokongnya hingga terjatuh dari kasur, lalu menyeret kaki Jessa ke depan tv. Setelahnya Dimas mengomeli dan menceritakan tentang kejadian semalam. Tentang dia yang memeluk Dimas, hingga memuntahkan isi perutnya di baju Dimas. Agaknya itu membuat Jesse merinding, dia tidak dapat membayangkan jika dia berpelukan dengan Dimas bahkan memeluk mesra kawannya itu. Ada sebuah rasa penyesalan telah mabuk berat malam itu. Mengapa pula dia harus berpelukan dengan laki-laki.
Akibat kegaduhan itu pula Juan jadi terganggu dan memutuskan keluar dari kamar tamu untuk melihat keadaan. Tapi keadaan menjadi seperti sekarang saat Juan dan Jessa kompak tidak mau berangkat ke kampus karena masih di serang rasa kantuk. Bagaimana tidak mengantuk, mereka tidur jam 2 karena harus membersihkan bekas muntah Jessa di baju dimas, sofa, baju jessa dan lantai. Sedangkan Jessa sudah menghilang di alam mimpi sesaat setelah memuntahkan isi perutnya.
"Harusnya gue yang geli nyet! Gue yang di lecehin lo peluk-peluk sampek lo muntahin. Najis banget."
"Kenapa lo gak nyadarin gue sih njir."
"Tanya Juan gue nyadarin lo apa gak?"
"Iya, nyadarin. Tapi jangan minta gue cerita. Masih ngantuk." Juan segera menyela sebelum Jessa mengeluarkan suaranya. Pemuda itu kesal dengan perdebatan antara Jessa dan Dimas. Ini masih jam 6 pagi, dan mereka sudah adu mulut.
"Bangun lo bocah!! Kuliah tolol, lo baru semester 1 mau belagu ikut Uts susulan? Gak ada ya anjir."
"Pantesan bang Jessa ngira lo Ana bang. Lo cerewet asli kayak emak-emak."
"Ngomong apa loa?!"
Dimas menendang kaki Juan, membuat sang korban kesakitan akibat kakinya jadi membentur kaki meja makan yang kokoh terbuat dari kayu jati.
"Aww sakit! Lo barusan KDRT di pagi hari bang."
"Bodo amat nyet! Mandi gak lo semua! Cepetan, kita berangkat kampus."
Pagi itu Dimas benar-benar seperti ibu dengan 2 anak laki yang bandel. Dia menyeret Jessa dan Juan kekamar mandi lalu menyiram muka mereka dengan air agar bisa membuka matanya. Saat Jessa mandi di kamar mandi kamarnya dan Juan di kamar mandi luar, Dimas memutuskan membuat sarapan seadanya untuk mereka sebelum berangkat kekampus. Bagimana pun Dimas tidak tega dengan temannya, apa lagi saat tau dari Juan jika Ana selama di SMA pernah bilang tidak pernah sekalipun berpacaran karena menyukai Jessa. Artinya Kevin yang Jessa sebut itu telah menipu temannya hingga menimbulkan rasa kurang percaya diri dalam mendekati Ana. Walaupun caranya salah, tapi Dimas bisa sedikit memahami perasaan Jessa.
•••••
"Baik anak-anak, seperti yang kalian tau bahwa hari ini adalah hari terakhir Uts, untuk temannya yang tidak masuk hari ini bisa menyusul Uts hari kamis dan jumat tidak boleh lebih dari hari itu karena Uts tidak ada ujian perbaikan. Jadi jika tidak mengikuti Uts akan mendapatkan nilai E. Kalian paham?."
"Paham bu.." Jawab serentak mahasiswa di kelas itu. Setelahnya dosen tersebut pamit undur diri, menyisakan Ana dan mahasiswa yang lainnya menghela napas lega. Akhirnya Uts telah berakhir. Sebentar lagi Ana dan teman temannya akan menuju jogja untuk liburan.
Ana jadi teringat kemarin Jessa menghubungi dirinya. Padahal selama ujian Ana sudah terbiasa tanpa melihat Jessa, tapi karena panggilan Jessa saat itu, Ana jadi menangis lagi. Rasanya dia merindukan Jessa. Gadis itu kini melangkah menuju taman kampus dekat parkiran, dia dan kawan-kawannya sudah berjanji setelah Uts usai akan berkumpul disana untuk membahas keberangkatan malam ini.
"Hai gais, gimana nangi malem?" Ucap Ana sambil mendudukan diri di samping melani
"Kita nunggu Prisa sama Ara dulu na. Sebentar lagi mereka sampai."
Tak berselang lama dua gadis cantik itu datang. Dan duduk disamping Matthew dan Ana.
"Nanti pakai mobil gue, kalian jam 8 bisa kumpul ke rumah Ara kan? Gue sama Juan bakal jemput disana."
"Lah jadi pakai mobil? Gue pikir kita naik travel." Prisa mengerukat kening mendengar penuturan Matthew.
"Gak papa bawa mobil aja, disana nanti gak perlu sewa. Gue hafal kok jalan ke jogja."
"Oke terus rencana destinasi kemana aja?"
Siang itu setelah berdiskusi tentang kendaraan dan tempat yang akan di kunjungi, mereka bubar untuk mempersiapkan diri masing-masing. Hanya 4 hari, apakah bisa dalam waktu singkat itu menghapuskan perasaan Ana untuk Jessa, padahal semalam dia baru saja menangis dan merindukan pemuda pemilik mata tersenyum itu.
••••
"Grab lo udah dateng na?" Shevina membantu Ana memasukkan barang terakhir kedalam koper Ana.
"Belum, masih di perempatan. Makasih ya guys kalian udah bantu gue packing."
"Take your time. Pulang langsung move on ya na. Gue denger lo semalem." Aurel tersenyum dan mengelus bahu sahabatnya, sedangkan Ana menunduk bingung harus bereaksi apa.
"Gak papa, Ana bentar lagi move on guys. Jangan terlalu di tekan." British berusaha menangkan hati Ana. Dalam hati ketiganya semoga pengorbanan Anastasia merelakan cintanya, merelakan rasa rindu dan merelakan orang yang dia cintai berbuah hasil.
"Makasih guys, grabnya nyampek nih, gue berangkat dulu ya."
Mereka ber empat berjalan menuju gerbang kos mengantarkan kepergian Ana, gadis yang kini tengah di dalam mobil grab melambaikan tangan pada 3 sahabatnya yang berdiri di depan gerbang. Semoga dia mampu melupakan perasaannya terhadap Jessa, agar orang-orang di sekeliling Ana tidak lagi kesusahan tiap dia merasakan sedih.
Setelah sampai di rumah Ara dan selama perjalan menuju jogja Ana banyak diam. Pikirannya penuh tentang kemungkinan kemungkinan yang dia tau jawabanya 'tidak'. Dalam hati dia merapalkan kalimat bahwa gadis itu mampu meninggalkan perasaannya untuk Jessa di jogja.
'Jogja sebentar lagi aku sampai, aku letakkan rinduku di sana. Aku larung perasaan cintaku di pantai mu, dan aku ikhlaskan lelaki yang aku cintai dengan meninggalkan segala rindu dan cintaku di jogja. Tolong semoga 4 hariku disana sudah sangat cukup untuk melepaskan segala perasaan untuk Jessa Wijaya.'
Keterdiaman Ana tak luput dari perhatian teman temannya. Prisa, Ara dan Melani berjanji di sana mereka akan membuat kenangan indah, pengalaman seru yang mampu membuat pikiran temannya teralihkan dan untuk memikirkan Jessa saja tidak akan sempat.
Berbeda dengan isi kepala Juan dan Matthew yang masing-masing berbeda karena Juan yang telah menemani Jessa kemarin malam sedangkan Matthew hanya tau ke brengsekan seniornya.
Part 17
"Saran gue lo harus jujur sama Ana dan Bella harus ikut jelasin juga."
Saat ini Dimas ada di sebuah cafe bersama Jessa dan Bella. Posisinya kali ini adalah konsultan cinta Jessa yang sejak 1 jam lalu meminta Dimas untuk mau berbaikan dengan Ana. Jessa berkata ingin memperbaiki kesalahannya, dia ingin Ana mengetahui perasaannya dan tidak lagi berniat memperpanjang drama yang malah membuat dia dan Ana makin berjauhan.
"Harus ikut juga gue nih? Kan gue juga korban karena di ancam Jessa." Bella cemberut mendengar saran dari Dimas, diakan korban paksaan dan pengancaman Jessa. Mengapa saat ini terlihat menjadi terdakwa utama.
"Menurut lo Ana bakalan percaya kalau cuma Jessa aja yang jelasin ke dia. Yang ada sepupu lo itu di anggap bajingan karena udah plin plan dan bisa aja Ana ngira Jessa bohong."
"Gara gara lo ya ini semua. Gue gak mau tau lo harus ganti rugi Jessa."
"Gampang liburan UAS lo gue bayarin liburan sama pacar lo ke Bali 1 minggu. Asal lo bantu gue lagi kali ini." Jessa berucap enteng lalu mengusap mukanya setelah selesai berbicara. Dia sedikit kalut, akankah Ana mau mendengarkan pengakuannya.
"Gue pegang janji lo, awas aja lo sampek bohong. Gue bakalan ngaku ke Ana lo nyuruh gue gugirin anak lo."
"Bocah gendeng, ini dua bersaudara sama-sama sinting ya. Gue pikir lo selama ini waras bel." Benar benar tidak habis pikir Dimas dibuatnya, tingkah dua bersaudara di hadapannya saat ini membuat dia bergidik ngeri. Yang satu membuat drama murahan untuk memikat gadis incarannya. Dan yang satunya rela merusak namanya hanya untuk menagih liburan yang hanya sepanjang 7 hari.
"Gue sinting karena ikutin kemauan temen sinting lo ya kak."
"Wah lama lama gue juga ikut sinting. Pokonya kalian cepet jelasin ke Ana supa gue keluar dari lingkaran setan ini."
"Yaudah ayok bel ke kos Ana, gue mau ngomong sekarang. Kalaupun Ana mau nampar gue juga gak masalah. Lagian gue yang salah."
Jessa merapihkan barangnya lalu berdiri dari meja cafe dan menatap sepupunya datar. Dimas yang menyaksikan dua bersaudara itu hanya bisa menghela nafas. Setidaknya Jessa sudah menyadari kesalahannya. Dimas harap Ana mau memberikan kesempatan kedua untuk Jessa.
"Gue nebeng." Dimas ikut beranjak dari kursinya.
"Kalau gitu lo ikut ke kos Ana dulu baru gue pulangin lo sama Bella."
"Terserah yang penting gue nebeng."
••••
Ting tong!
Ting tong!
"Udah dari tadi gak ada orang yang keluar anjir. Pada kuliah kali. Lo telepon Ana langsung aja napa Jes."
"Gak bisa bel, dia gak mau angkat. Gue takut di block."
Kenapa Bella harus terjebak dalam kebodohan Jessa, mau sampai kapan mereka memencet bel. Akhirnya Bella mengotak atik ponsel miliknya, lalu menempelkan pada telinganya.
"Halo Juju, lo lagi sama Ana gak?"
"Iya gue sama Ana, ada perlu apa lo?"
"Oh berarti kalian lagi di kampus? Yaudah gue nyusul kesana. Nanti wa ke gue lokasi lo dimana ya."
"Stop bel jangan ke kampus, gue gak lagi disana."
"Hah, terus lo lagi dimana?"
"Jogja"
"Lah anjir ngapain lo di jogja."
"Mau bantu Ana move on dari sepupu lo. Udah jangan ganggu temen gue lagi."
"Matthew, Kalian rame rame? Maksud lo tadi ap.. loh halo.. halo?!"
Sambungan telepon terputus, Bella gondok sekali dengan Matthew yang sudah asal mengambil alih komunikasi dan mematikan telepon secara sepihak. Jessa akhirnya mendekatin Bella karena mendengar nama Ana di sebut tadi.
"Lo telepon sama Juan, dia lagi sama Ana?"
"Iya, mereka lagi bareng."
"Berarti kekampus? Wah kalau kekampus lo anter gue balik rumah duku Jes." Dimas akhirnya ikut menimbrung.
"Enggak, mereka ada di jogja." Jawab Bella kesal
"Lah kenapa disana, kan gak ada libur habis uts."
"Tapi kalau gak ada keperluan kekampus juga sama aja kayak libur kak."
"Oh iya juga."
"Katanya mau move on dari Jessa katanya."
" Enggak! Mana boleh dia move on dari gue!! Malem ini kita ke jogja." Jessa panik mendengar penuturan Bella, mana boleh Ana melupakan Jessa.
"Lo aja kesana sendiri, gue ogah." Jawab Dimas sewot
"Duh dim, demi temen lo ini, pokoknya lo sama Bella ikut."
"Iya kayaknya lo harus ikut sih kak, soalnya Matthew kelihatannya gedek sama Jessa. Lo bisa jadi penengah kalau ikut." Bella sedikit mengejek Dimas, mampus! Toh semua ini juga berawal dari usul Dimas yang di luar nalar.
"Hash! Ngerepotin Aja. Tiket pesawat li yang handle. Gue cuma bawa badan."
"Gue gak bilang naik pesawat. Kita kesana naik mobil gue. Yaudah ayo masuk mobil jam 7 gue jemput lo semua, Bel lo cari info tempat penginapan mereka coba, biar gue bisa pesen di deket mereka."
Akhirnya Dimas maupun Bella hanya bisa pasrah dan mengikuti kemauan Jessa. Mereka hanya berharap masalah ini bisa cepat selesai agar bisa terbebas dari Jessa.
"Yaudah ayo balik."
••••
Tepat pukul 7 malam Jessa menjemput Dimas di rumahnya, kawannya saat ini sedang duduk di sampingnya yang sedang mengemudi.
"Perjalanan berapa jam Jes?" Ucap Dimas membuka pembicaraan
"Sekitar 8-10 lah."
"What 8-10? Capek banget." Bella mendengus, dia tidak bisa membayangkan seremuk apa dirinya nanti.
"Banyak omong lo, mana alamat dari Juan?"
"Ngeselin emang. Noh gue kirim wa."
"Ok thanks, lo tidur aja biar gak ngomel."
"Emang mau tidur."
"Berisik berantem terus gue turunin ntar lo pada." Dimas benar-benar sudah muak mendengarkan perdebatan antara Jessa dan Bella.
"Yang ada lo yang gue turunin tolol. Ini kan mobil gue." Balas Jessa songong
"Dih, yaudah turunin gue aja. Kagak mau gue nolongin lo!" Dongkol sekali Dimas ketika mendengar balasan dari Jessa.
"Eh jangan dong ganteng. Gitu aja ngambek." Jessa panik dan segera merayu Dimas yang merajuk dengan mengelus bahu Dimas sampai membuat Bella dan dimas jijik.
"Lo kalau stress di tinggal Ana jangan sekarang anjing!" Dima menepis kasar tangan Jessa di bahunya, lalu segera memojokkan diri di pintu mobil."
"Najis pasangan homo depan gue." Ingin muntah Bella melihat tingkah Jessa kepada Dimas. Sedangkan Jessa sendiri tertawa terbahak bahak sambil menyetir mobilnya.
Selama perjalanan panjang itu hanya di hiasi Dimas dan Jessa yang berbicara sesekali dan alunan lagu dari spotify milik dimas. Sedangkan Bella tengah tertidur lelap setelah 3 jam perjalanan.
Pukul 4 dini hari mobil Jessa telah sampai di Jogja, kini Dimas tengah mengarahkan Jessa menuju vila tempat Ana dan kawannya menginap. Jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya, sebentar lagi dia akan bisa menatap gadis yang dia sayangi. Rasanya ada sedikit kecemasan karena takut Ana enggan mendengarkan penjelasannya. Dia sedikit menyusun rencana untuk menghadapi Ana di sana.
Tak terasa kini mereka telah sampai di halaman vila tempat menginap Ana dan temannya, pemandangannya asri dekat tepi pantai. Cocok untuk berpelukan dengan Ana semalaman.
Tok tok tok!
Setelah mengetuk pintu, tak berselang lama ointu di buka oleh Ara.
"Loh kak DimAs, kak Jessa, Bella. Kok kalian disini?"
" Ana udah bangun? Gue mau bicara sama dia." Jessa maju selangkah dan mengutarakan maksudnya kedatangannya pada Ara.
"Ada perlu apa kak? Kalau gak penting bisa lewat gue." Ara terlihat biasa saja saat berbicara dengan Jessa, tapi bukan berarti mereka bertiga tidak tau jika Ara berusaha menghalangi dan bermaksud menutup Akses Jessa bertatap muka dengan Ana.
"Gue sama Bella gak pacaran, Bella sebenernya sepupu gue. gue sayangan cuma sama Ana."
"Wait wait wait, lo jangan begoin gue kak. Kalau sepupuan gak mungkin lo pacarin Bella. Udah deh mending kalian pergi." Ara mengusir ketiga orang itu dengan santai, ingin marah rasanya mendengan alasan Jessa. Mau mempermainkan kawannya seperti apa lagi lelaki itu. Jika bukan seniornya pasti sudah Ara injak batang lehernya.
"Jessa gak bohong, kita emang sepupuan. Maafin kelakuan absurd sepupu gue, si tolol ini mau bikin temen lo ngakuin perasaannya ke dia pakek cara yang alay." Kini ganti Bella yang berusaha meyakinkan Ara.
"Please ra tunjukin Ana dimana. Nanti gue ceritain ke kalian semua tentang maksud dan kesalahan gue selama ini." Jessa memelas pada Ara, sebenarnya Ara bingung dengan situasi saat ini. Dia tidak mau Jessa bertemu dengan temannya tapi kata kata Bella terlihat meyakinkan.
"Gue anterin ke kamar Ana, dia habis mandi. Tapi jangan pernah lo bikin Ana nangis. Sekali gue denger dia teriak. Lo tebas sapu leher lo kak."
Sepertinya ancaman Ara tidak main-main, Jessa secara otomatis mengelus leher den tengkuknya sambil tersenyum paksa pada Ara.
"Oke, gue bantu nanti. Tapi gue mau numpang tidur dong. Perjalanan Bandung Jogja lumayan pegel ra."
Mendengar penuturan Bella, Ara jadi me rolling bola matanya. Kalau dilihat dari sifat tak tau malunya sih mereka berdua sepertinya beneran saudara.
Akhirnya Ara menuntun Bella menuju satu kamar kosong dan mempersilahkan Dimas tidur di sofa ruang tengah. Ini masih jam 6 pagi, belum banyak yang bangun, jadi suasananya masih sepi. Tapi karena dia dan Ana lumayan rajin, jadi jam set 6 tadi mereka sudah bangun dan mandi.
"Ini kamar Ana, masuk aja. Inget jangan macem macem sama temen gue kak."
Wah kalau Ara tau Jessa pernah menjebak Ana dengan pura-pura sakit dan menyentuh intim Ana, sepertinya dia bisa tinggal tersisa nama saja. Akhirnya setelah Ara pergi, dia memberanikan diri masuk kamar itu. Terlihat Jelas Ana yang mematung di pinggir kasur akibar rasa terkejum melihat Jessa. Pemuda itu mendekat lalu berlutut di depan Ana.
"Maafin gue na, gue salah." Agap lah Jessa lemah karena saat bicara suaranya sudah bergetar.
"Ini beneran kak Jessa? Kok kakak bisa disini?" Ana seperti tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Mustahil Jessa ada di hadapannya seperti saat ini. Mana mungkin pemuda itu meninggalkan bandung dan datang ke jogja untuk menemui Ana. Apa rasa rindu bisa menimbulkan halusinasi?
"Please dengerin gue dulu na, gue mau jelasin semuanya setelahnya lo boleh pukul gue asal lo maafin gue."
Tak ada jawaban dari Ana, aduh rasanya kaki Jessa lemas. Tapi dia akhirnya tetap berusaha menjelaskan kepada Ana sesuai tujuan awalnya.
"Gue sama Bella sepupuan."
"bulshit, mau apa lagi sih kak? Lo mau badan gue doang kan?"
"Enggak Ana enggak, please dengerin gue dulu. Kalau lo gak percaya tanya aja ke Bella. Dia ada di sini juga tapi lagi tidur. Please dengerin bentar."
"Oke lanjut."
"Maaf kalau gue pengecut dan bikin lo sedih terus, gue pura pura pacaran sama Bella biar lo cemburu dan akhirnya dateng ke gue terus ngaku kalau lo suka sama gue kayak yang Juan bilang ke gue. Gue takut banget lo masih pacaran sama Kevin waktu itu na. Kalau di banding kevin lo pasti pilih kevin kan na. Makanya gue pakai cara bikin lo cemburu biar gue tau apa lo beneran suka sama gue, jadi gue bisa deketin lo."
"Bentar deh, kok jadi merambat ke kevin."
"Gue sayang lo dari SMA na. Inget pas kejadian bola basket sama tiang lampu? Gue mulai tumbuh rasa suka dari itu. Dan pas gue mau deketin lo, ternyata udah keduluan sama kevin yang jadi pacar lo."
"Kak, aku gak pernah pacaran sama Kevin."
"Hah, lo serius? Tapi Kevin sendiri yang bilang ke gue."
"Kevin? Dia emang pas itu beberapa kali nembak, tapi gue tolak semua karena gue suka sama lo kak."
"Bangsat! Jadi gue di tipu?"
"Kak Jessa bukannya selalu bercanda ke temen kakak kalau semua cewek gak akan nolak kakak ya? Kenapa pas itu kakak gak nekat deketin aku, itu cuma alasan aja kan buat ngalihin fakta kakak pacaran sama Bella?" Ana menatap kecewa tepat di mata Jessa, hal itu membuat Jessa kelabakan takut jika Ana tidak akan percaya padanya.
"Astaga enggak na, gue beneran suka sama lo dari kelas 12. Gue gak bisa pacaran sama lo karena tiap lihat lo interaksi sama Kevin rasanya gue kalah. Gue pikir lo suka sama kevin karena senyuman Kevin. Lagian kevin kemang ganteng apa lagi kalau lagi senyum."
Ana berusaha menahan tawanya, tidak pernah dia sangka jika Jessa pernah merasa minder karena kedekatannya dengan Kevin hingga membuat Jessa ragu mendekati dirinya. Ana juga terkejut mengetahui fakta jika Jessa menyukai dirinya sejak lama.
"Mau kalau gimanapun aku kecewa sama kakak. Tapi oke deh aku maafin kakak."
"Beneran? Makasih Ana.. gue sayang banget sama lo gue kangen."
Saat akan memeluk Ana, Jessa di cegah oleh gadis itu. Tatapannya ke Jessa berubah jadi datar. Ada apa ini, kenapa gadisnya terlihat marah
"Aku maafin tapi hubungan kita tetap sebatas Senior sama Junior."
"Mending lo tampar gue sekarang na dari pada lo ngomong gitu."
Ana beranjak dari duduknya lalu menuju kaca di kamar itu untuk persiapan akan keluar bersama teman temannya. Namun sikap Ana tak membuat Jessa tenang. Ini tidak seperti perkiraannya, dia tidak mau hanya menjadi orang asing dengan Ana. Akhirnya Jessa menyusul Ana lalu memeluk Ana dari belakang, dia tenggelamkan kepalanya di ceruk leher Ana.
"Ana maafin gue, gue gak mau jadi asing. Gue mau jadi pacaf lo."
"Apasih kak, lepas gak! Ihh kak Jessa." Ana berusaha melepas pelukan Jessa tapi sulit.
"Gak mau, maafin dulu. Bilang dulu kita gak akan asing."
"Lepasin dulu kak.."
"Maafin dulu Ana."
Ana menghela nafas dia sedikit mengeram kesal, tapi detik berikutnya Ana panik karena merasa ceruk lehernya basah.
"Astaga kak Jessa nangis?"
Sebenarnya Jessa malu menangjs disaat seperti ini, tapi dia sangat kalut memikirkan jika hubungannya dengan Ana hanya bisa sebatas Senior dan Junior saja. Yah mari singkirkan urt malu sebentar saja dan mencoba meluluhkan gadisnya dengan air mata yang Jessa sendiri tak bisa hentikan.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
