
Tragedi Kamar 307
Bajuku basah terkena guyuran hujan yang begitu deras dan tiba-tiba menerpa. Padahal aku baru setengah jalan tadi ketika akan berangkat ke tempat kerja, sebuah hotel bernama Happy Time, di daerah Puncak. Dan setibanya aku di hotel, bukan hanya bajuku, tapi seluruh tubuhku dari ujung rambut hingga kaki tak terhindar dari air.
Cuaca di Puncak memang tak menentu, hujan sering datang tiba-tiba tanpa peringatan. Meski jarak antara tempat kostku dengan hotel tempatku bekerja hanya ditempuh dengan lima belas menit berjalan kaki, jika tak berteduh saat hujan turun, sudah pasti akan seperti ini akibatnya.
Lupakan soal payung karena benda itu tak membantu sama sekali, justru saat tadi aku berusaha membukanya di pertengahan jalan, payungku melayang terbawa angin kencang.
Kini di dalam kamar mandi ruang ganti karyawan hotel, aku melepas semua kain basah yang melekat di tubuhku. Begitu tubuhku kering berkat handuk yang kuambil dari tumpukkan handuk bersih untuk kamar-kamar tamu, aku mengenakan seragam kerjaku—tanpa dalaman.
Berharap shiftku segera berakhir, petang nanti.
***
Aku merasa risih, meski aku biasa tak memakai dalaman ketika tidur, tapi kali ini aku sedang bekerja, bukan tidur! BEKERJA! Catat itu!
Sudahlah! Aku harus fokus agar kamar-kamar yang kubersihkan tak meninggalkan noda sedikitpun ketika tamu hotel yang baru hendak menempati kamar.
Happy Time, hotel yang ramai. Biasanya yang datang kesini adalah pasangan kekasih yang hanya sebentar menghabiskan waktu di kamar alias short time. Ehem… tahu kan maksudku? Ya, itu, hotel di tempat dengan udara dingin dan digunakan untuk menghangatkan tubuh dengan lawan jenis, entah pasangan resmi atau tidak.
Tapi, tak semua orang yang berkunjung ke tempat ini hanya berbuat mesum loh, ya! Ada juga yang menginap karena tarif kamarnya yang murah dengan pelayanan yang maksimal. Atau karena seperti saat ini, orang terjebak hujan serta kabut tebal, mengakibatkan mereka memilih singgah sebentar atau menginap, menunggu
Dan sebagai cleaning service, aku harus siap membersihkan sampah apapun yang ditinggalkan tamu hotel di kamar yang ditempati mereka.
***
Sedikit lagi, sedikit lagi jam kerjaku selesai. Tinggal satu jam lagi, dan aku bisa segera pulang ke kostku.
Ini adalah kamar terakhir yang harus kubersihkan sebelum aku kembali ke ruang ganti, mengambil pakaian basahku dan membawanya pulang ke rumah.
Kamar 307, aku membuka pintunya dengan kartu akses kamar yang kugantung di leherku. Aku masuk ke dalam kamar yang kondisinya cukup berantakan. Seprai yang kusut, selimut yang berada di lantai dan… uh… kondom bekas yang tak di buang ke tempat sampah, tergeletak di lemari dekat kepala ranjang.
Kupasang sarung tanganku. Pertama-tama kubuang benda menjijikan itu ke kantung plastik hitam yang kupegang, mencari-cari benda lain yang harus masuk plastik itu di seluruh ruang, termasuk kamar mandi. Setelah kupastikan taka da sampah lagi, plastik itu kuikat dan kumasukkan ke dalam kantung plastik yang ukurannya lebih besar dan tergantung di troli yang berisi seprai, selimut serta peralatan mandi yang baru di rak atas. Di rak kedua ada seprai dan selimut kotor dari kamar-kamar yang aku bersihkan tadi.
Aku mengganti sarung tanganku sebelum menyentuh ranjang. Kuambil selimut yang berserak di lantai, menumpuknya di atas seprai yang telah kucabut dari ranjang. Sarung-sarung bantak beraroma keringat juga telah kulepas dan kusatukan dengan tumpukan selimut serta seprai. Kugulung semua kain itu agar ukurannya lebih kecil dan muat di troliku.
Kasur yang tanpa penutup itu kusemprot dengan pewangi yang mengandung anti bakteri. Beberapa waktu kemudian, seprai baru selesai kupasang beserta selimut dan sarung bantalnya. Kamar mandi juga selesai kubersihkan dan sudah aku siapkan peralatan mandi baru untuk tamu yang akan menggunakan kamar ini nanti.
Tepat setelah aku menyemprotkan pengharum ruangan di sekitar ranjang, kudengar bunyi klik—pintu kamar tertutup. Betapa terkejutnya aku, karena beberapa meter dariku ada seorang pria yang melangkah sempoyongan mendekatiku.
***
Rasa dingin menjalari punggungku ketika langkah pria gemuk itu terus mendekat padaku. Aku sudah benar-benar terpojok. Ingin melarikan diri, tetapi kakiku terasa dipaku di lantai—tak bisa bergerak.
Botol yang ia genggam kembali ia arahkan ke mulutnya, menegak isinya hingga menetes keluar mulutnya. Mata pria itu menatapku tajam, lalu ia terkekeh.
“Ah, service hotel ini memang memuaskan! Sampai menyiapkan wanita untukku!” racaunya.
Secepat kilat, pria dihadapanku menarik tubuhku dan membantingku di atas ranjang. Aku mencoba memberontak, meronta-ronta ketika pria gemuk itu meninding tubuhku.
“Wah jalang ini sudah tak memakai dalaman.” Ucapnya sambil meremasi payudaraku.
Teringat jika di balik rok kerjaku tak ada celana dalam yang menutupi bagian kewanitaanku, membuatku semakin panik.
Nafas berbau alkohol terasa menyengat di hidungku ketika pria yang masih menindih pahaku menundukkan tubuhnya, wajahnya begitu dekat denganku.
Mulutku hendak mengeluarkan jeritan, tetapi tangan pria di atasku membekapku. Meski ia tengah mabuk, tetapi entah mengapa kekuatan pria ini seperti sangat besar—aku tak mampu melawannya sama sekali.
Tangannya yang tadi berada di payudaraku kini bersarang di leherku, lalu tangan satunya masih membekap mulutku. Aku semakin kesulitan bernafas, ketika tangannya yang dileherku menekan kuat. Mataku melotot melihat pria itu hanya menyengir keji, seakan menikmati penyiksaannya padaku. Kakiku di bawah sana bergerak-gerak menendang udara.
Air mata keluar dari ujung mataku yang terasa perih, wajahku memanas karena pasokan udara yang seakan berkurang drastis dari tubuhku. Perlahan-lahan aku merasa tubuhku semakin ringan bersamaan dengan cekikan yang sangat kuat di leherku. Lalu semua berwarna gelap.
***
Aku bisa melihatnya, tubuhku yang terbujur kaku dengan mata melotot sedang di setubuhi oleh pria bertubuh gemuk.
Aku berteriak keras di belakang pria yang menindih tubuhku, tetapi pria itu seperti tak mendengar apapun. Ia meneruskan aksi bejatnya pada tubuhku yang tak lagi bergerak.
Lalu pintu kamar 307 terbuka, beberapa teman kerjaku masuk dan menarik tubuh pria yang tadi menyatu denganku.
Inna, seorang teman yang juga bekerja sebagai cleaning service di hotel ini, menangis terisak melihat tubuhku yang tak lagi berpakaian, penuh bekas cumbuan dan darah yang menetes dari kemaluanku. Lalu Inna menarik selimut untuk menutupi tubuh yang telah kaku—mati.
***
TAMAT
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
