Mission to be Liar - Bab 1

3
6
Deskripsi

Spoiler

"Bisa-bisanya. Aku menangkap basah kalian, di apartemenku sendiri, bermesra-mesraan? Apa kalian tidak malu?" hardik pria itu di hadapan Irma juga Rafli yang berdarah olehnya. "Harusnya dari awal, aku nggak izinin si pria brengsek, kolaborasi bersama kamu." Hardi tak segan menunjuk intens Rafli seraya menatap tajam Irma.

"Memang salah aku kolaborasi dengan Rafli? Aku lebih suka dan lebih nyaman dengan dia, tapi kamu malah coba memukulnya. Apa kamu mau tanggung jawab kalau dia terluka, hah?"

*** 

***

"Bisa-bisanya masih cari muka, padahal dia yang menyebabkan perceraian?"

"Kenapa ya jadi suami lemah banget? Bukannya menyelesaikan rumah tangga malah tinggalin istrinya begitu saja?"

Seorang lelaki tinggi dengan kemeja polos warna biru muda digelung ke lengan, sedang mengambil air minum di pantry. Sayup-sayup terdengar segelintir pegawai yang membicarakan lelaki tersebut.

"Dia beneran mantan suaminya si Irma, yang pernah jadi brand ambassador-nya FoodBeary?"

Sial. Telinganya peka mendengar kalimat tersebut. Radius antara pantry dengan meja kubikelnya hanya 15 langkah saja. Tapi tetap saja mereka berbicara di kursi masing-masing mampu mendengar suara-suara para pegawai sedang bergosip.

Hardi segera menegakkan tubuh--setelah membungkuk di depan dispenser--kemudian meneguk air yang telah dia isi dari tempat minum miliknya. Hardi membelakangi meja kayu warna cokelat yang biasa digunakan para pegawai untuk memasak mie instan ataupun membuat segelas kopi. Hardi masih menyimak beberapa pegawai yang tak berhenti membicarakannya.

[Pengaruh Irma yang dulu BA FoodBeary jadi begini. Dikira aku yang salah soal perceraian kami. Padahal sudah beberapa bulan kami pisah. Benar-benar mulut Irma. Dari atas ke bawah pengaruh semua. Memang pantas disebut influencer. Omongannya aja dipercaya.]

Hardi meracau dalam hati. Keadaan kantor FoodBeary di luar dugaannya. Kabar perceraiannya dengan seorang influencer baru terendus setelah ada yang menyebarkan sebuah tangkapan layar entah dari mana di grup utama. Hardi hanya membaca sebentar pesan tersebut lalu menutupnya, berusaha untuk tidak peduli.

Hardi belum bisa balik ke meja kubikel. Dia harus menenangkan perasaannya di pantry. Untung, luas pantry tidak terlalu sempit. Juga lengkap sekali persediaannya. Di sebelah kiri dekat pintu masuk, disediakan snack ringan yang bisa diambil secara gratis. Sisi kanan setelah snack ada kopi sachet beserta gelas berbahan kertas yang syukurnya disediakan dua ukuran--medium dan large--untuk memuaskan para pegawai.

Hardi berdiri di tengah-tengah meja kayu, mengambil kopi sachet warna merah maroon. Setelah menaruh serbuk di gelas kertas, Hardi membuang kemasannya di tong sampah kecil persis sebelah kanan adalah kulkas.

"Lo baik-baik saja?" tanya seseorang yang sumber suara terdengar familiar di telinganya. Segera Hardi berbalik. Ternyata Rendra yang sedang mengambil air di dispenser.

"Gue nggak tahu kalau lo itu mantan suaminya Irma, BA FoodBeary dulu." Rendra berdiri di samping Hardi seraya meneguk air minumnya melalui tumbler warna abu-abu gelap ukuran 500 ml tersebut. "Habisnya lo nggak pernah cerita ama gue. Jadinya baru tahu setelah ada gosip."

Giliran Hardi yang menggunakan dispenser. Dia menjawab tanggapan Rendra.

"Memang gitu. Aku nggak banyak cerita padamu, Rend. Aku sengaja merahasiakannya." Hardi menanggapi sebisanya. "Ngomong-ngomong, Irma ngelakuin hal itu cuma mau cari muka dengan bilang penyebab cerainya itu karenaku dan alasan sampah lainnya." Hardi berucap gundah.

"Oh iya, mau aku buatkan kopi juga?" tawar Hardi, kemudian diiyakan oleh Rendra.

"Tapi yang bikin herannya. Kenapa lo yang disalahkan? Apa karena Irma yang bilang tidak mendapat apa yang diinginkan dari mantan suaminya?" tanya Rendra kembali dibuat penasaran. Hardi menduga pasti rekannya juga melihat story itu langsung di akunnya Irma.

Hardi terkekeh saat menuangkan serbuk kopi di gelas milik Rendra. "Begitulah."

Kata-kata 'begitulah' menjadi tanda bahwa Hardi tak ingin banyak bicara tentang masalah pribadi. Bahkan kepada Rendra pun. Biarkan dia pendam sendiri saja.

"Oh, biar gue yang tuang gulanya." Pria rambut mohawk itu langsung meraih gelas yang digenggam Hardi. Giliran Rendra yang mengambil alih--berdiri di depan meja kayu--untuk menentukan sendiri kopi yang dia inginkan.

Sementara Hardi kembali mengisi tempat minumnya di galon dispenser untuk memenuhi hidrasinya. Daripada bolak-balik pantry.

"Ngomong-ngomong, nanti jam makan siang. Ke kantin, yuk. Ada menu ayam katsu soalnya," ajak Rendra bersuara membelakangi Hardi, di mana dia sedang mengaduk kopinya.

"Sepertinya nggak dulu deh. Aku mau pesan lewat ojol aja. Karena pekerjaanku banyak."

Setelah itu, Hardi benar-benar pergi dari pantry dengan menggenggam gelas kopi yang barusan dia buat.

Untung, suasana ruang divisinya jadi mereda, sebab barusan Pak Umar--CEO FoodBeary-- menegur mereka. Pemandangan tersebut tidak lepas dari Hardi, yang tentunya bisa melihat situasi dari jauh, bahkan melalui pantry.

Senyum Hardi terbit saat mulai duduk di meja kubikel dekat jendela. Posisi mejanya memang dirancang menghadap ke depan meja lainnya yang berderetan, seperti bos yang sedang mengawasi. Maklum, dia mengemban jabatan manajer.

Hardi membolak-balikkan kertas dokumen yang di-klip di pojok kiri atas, sambil fokus membaca sebuah laporan.

"Nggak tahu malu banget. Bisa-bisanya dia masih tenang begitu padahal dia beban istrinya?"

Hardi melirik jauh di hadapannya, seorang pegawai yang duduk di meja kubikel paling pertama sedang berbisik di meja sebelahnya.

Lantas Hardi menegurnya dengan memberikan kode berupa ketukan pulpen di meja.

"Ehem." Dehaman Hardi yang keras spontan membuat pegawai tersebut menoleh padanya.

"Masih mau bicara di jam kerja, Fika?" Hardi menatap lekat pegawai wanita berkuncir kuda itu. "Belum jam makan siang, loh. Gosip aja terus, gosip terus yang kamu pikirkan."

Untungnya pegawai bernama Fika mendengar. Lalu Hardi kembali menyapu pandangan dari kiri ke kanan, memastikan apa ada lagi pegawainya yang bergosip.

Baru jam 11.30 pagi, mereka lebih mementingkan gosip dibanding pekerjaan. Meski awalnya Hardi tak dapat menghadapi mereka, dia beruntung dengan kekuatan 'kopi', ketegasannya kembali bekerja. Ditambah Pak Umar yang sempat menegur mereka, membuat suasana divisi digital marketing menjadi tenang seperti semula.

Hardi memutuskan tidak makan siang dengan Rendra seperti biasa. Demi menghindari gunjingan tim lain, Hardi ingin memesan makanan lewat aplikasi. Tinggal OB mengantarkan bila pesanannya sampai di kantor. Hardi tetap melanjutkan pekerjaan hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Pegawai-pegawai DM berhamburan keluar untuk makan siang di kantin berkonsepkan restoran dengan prasmanan yang bisa diambil para pekerja perusahaan. Persis kantin sekolah orang kaya.

Di samping itu, seorang pria tinggi dengan kemeja denim serta kaos garis-garis sebagai dalaman sedang memeluk tabletnya. Pria bermata agak sipit itu berjalan menjauhi meja kubikel dan melirik ke tempat Hardi. Dia menghampiri meja tersebut, mengetuk tiga kali agar Hardi dapat mengalihkan aktivitas terkini.

"Kak Hardi. Mau ke kantin? Sudah mau jam makan siang loh." tawar pria itu tersenyum memperlihatkan pipinya yang sedikit menggembung.

Hardi menanggapi sebisa mungkin pria suara berat tersebut. "Aku ada kerjaan, Firman. Jangan ganggu, ya."

Pria bernama Firman itu lantas mengangguk. "Baik, Kak. Aku juga nggak akan memaksa."

Firman memutar tubuhnya meninggalkan Hardi yang sedang membolak-balikkan dokumen. Tampak Hardi menatap pria yang menjadi juniornya itu, justru merasa kasihan Firman ke kantin seorang diri. Namun pekerjaan lebih penting, dia mengalihkan atensinya kepada layar komputer untuk mengecek beberapa surel yang masuk.

Tak peduli ruangan kantor hening, Hardi masih melanjutkan pekerjaannya. Tetapi tiba-tiba, sekilas ingatan tentang dirinya menangkap basah istrinya bersama lelaki lain menyergap di kepala. Spontan Hardi memukul meja, berusaha agar pikiran itu tidak mengganggu pekerjaannya.

"Dasar brengsek! Bisa-bisanya kamu berani cium istriku setelah membuat konten, hah? Kamu pikir, dia punyamu? Dia punyaku!!" Hardi di masa lalu memukul Rafli berulang kali hingga Irma, sang istri, berusaha melerainya.

"Kenapa kamu mukul teman kolabku sih?" Irma membela lalu membantu Rafli berdiri.

"Bisa-bisanya. Aku menangkap basah kalian, di apartemenku sendiri, bermesra-mesraan? Apa kalian tidak malu?" hardik pria itu di hadapan Irma juga Rafli yang berdarah olehnya. "Harusnya dari awal, aku nggak izinin si pria brengsek, kolaborasi bersama kamu." Hardi tak segan menunjuk intens Rafli seraya menatap tajam Irma.

"Memang salah aku kolaborasi dengan Rafli? Aku lebih suka dan lebih nyaman dengan dia, tapi kamu malah coba memukulnya. Apa kamu mau tanggung jawab kalau dia terluka, hah?"

Hardi--yang masih tersulut amarah saat itu--hanya mengernyit bingung dengan ucapan Irma. "Apa maksudmu barusan?"

"Kamu nggak paham juga? Biar aku jelasin." Irma memajukan langkahnya mendekati Hardi seraya bersedekap. "Aku melakukan ini karena ingin memanfaatkan pekerjaan kamu sebagai manajer digital marketing. Makanya aku berusaha mati-matian menaikkan namaku agar bisa lebih sukses lagi. Mencari kepuasan akan selalu ada. Aku hanya pura-pura jatuh cinta padamu.

"Soal hadiah, iya aku menerimanya dari kamu atas dasar cinta. Tapi, karena kamu masih memiliki kekurangan, makanya aku selingkuh."

"Kekurangan? Apa kurangnya?" desak Hardi. "Aku nggak pernah merasa kurang padamu. Aku selalu memberikan kasih sayang kepadamu. Terus, agar mendapatkan apa yang kamu mau, kamu rela seperti ini?"

Irma mengangguk mantap. Menjadi tanda bahwa Irma membenarkan tindakannya.

Hardi kembali tak membendung amarah, kemudian menghadang Rafli dan memberinya satu bogem mentah di sekitar rahang.

"Puas lo rebut istri gue, hah?" Hardi mengubah panggilan menjadi lebih santai, seolah menghadapi seorang preman. "Lo nggak usah jadi sok jagoan, ya. Gue masih bisa mengawasi lo!"

Begitulah sebagian ingatan yang terputar di kepalanya. Untung beberapa bulan lalu Irma tidak menuntutnya karena telah melakukan pemukulan.

Hardi melepas dokumen dari tangannya, menggantinya dengan mengusap wajahnya berulang kali.

Rasanya cobaan belum berhenti setelah akhirnya bercerai dari influencer itu. Bahkan barusan, masih ada yang membicarakannya tentang Hardi yang tidak setia.

Jujur Hardi tak pernah membuka sosial medianya--pun kalau buka pun hanya memperbarui berita--sehingga dia pun mengambil ponsel yang ditaruhnya di sisi kiri meja kubikelnya kemudian mencari username akun Irma. Untungnya dia hafal.

Story yang terpasang pun belum 24 jam, jadi masih bisa dilihat. Hardi hanya memastikan kata-kata yang ditulis Irma dan mencernanya lebih lanjut.

Begitu dibuka, tampak foto Irma yang menoleh kemudian di sisi kiri tertulis curhatannya tentang pernikahan. Hardi sudah baca bagian itu di grup.

Hardi memicingkan mata. Ternyata Irma juga sengaja tag akun Instagram yang lama tidak dia gunakan.

[Irma sengaja bikin aku jadi merasa bersalah begini? Dasar Irma sialan!]

Lantas Hardi memencet akun yang di-tag Irma lalu membuka postingan lama tiga tahun lalu.

Berbagai komentar negatif memenuhi hingga ratusan. Pengaruh Irma benar-benar kuat bahkan seorang Hardi pun dihujat karena dinilai tidak setia.

Hardi menutup ponselnya dan menaruh satu tangannya di sisi kiri kepalanya. Entah bagaimana cara mengendalikan wanita parasit satu itu. Sisi lain, dia tak ingin berhubungan lagi dengan Irma, karena Irma sudah jadi mantan.

Untuk mengendalikan emosi, Hardi mengurungkan niat memesan makanan lewat online dan memutuskan ke kantin mencoba ayam katsu yang sempat Rendra sebutkan.

Saat berdiri dari kursi putar, tiba-tiba Hardi mendapat pesan WA. Ternyata dari Irma. Hardi lupa menghapus kontaknya sehingga masih ada nama Irma di ponselnya.

Hardi kembali duduk dan membaca pesan tersebut.

(Gimana? Puas dapat hujatan dari warganet? Ternyata banyak ya yang pikir penyebab perceraian kita adalah kamu. Yah, ucapanku di insta story waktu itu nggak ada niat menyinggung kamu, kok. Hanya bicara tentang pernikahan aja habis itu ingat sesuatu. Terus ... kepencet deh tag akun IG kamu.

Oh iya, karena aku masih harus berterima kasih, bolehlah kita sering-sering bertukar pesan begini. Kuanggap kamu adalah rekan kerja yang bekerja sama denganku. Rencana sih, aku pengen kembali perbarui kontrak dengan FoodBeary sebagai BA. Sekali lagi, baru rencana.)

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Mission to be Liar - Bab 2
3
6
SpoilerBoleh saya duduk? tanya wanita itu meminta izin.Oh boleh, boleh. Silakan. Nggak apa-apa, jawab Hardi mengizinkan, lalu memindahkan tas punggung yang sempat ditaruh jauh di sebelahnya.Loh. Kamu kan ... Wanita itu menyentuh pundak Hardi.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan