Siapa Dia dan Kenapa Ada di Rumah Ini? || Entitas Kegelapan Part. 1

145
39
Deskripsi

Kunyalakan shower kamar mandi dan mengatur suhu yang pas. Sungguh terasa nyaman, ketika air hangat membasahi rambut dan sekujur badan. Suara hantaman tetesan air mencipta ketenangan. Dalam hitungan detik, kenyamanan itu hilang dan suasana menjadi terlalu tenang. Mataku yang terpejam melihat kegelapan yang jauh lebih gelap dari seharusnya. Suara air pun tak lagi terdengar walau dapat kurasakan masih mengguyur dari shower yang menyala.

Aku akan bercerita tentang salah satu penglihatan paling gelap yang pernah kualami.
 
Semuanya dimulai di pertengahan tahun 2017 ketika aku memasuki dunia perkuliahan. Saat itu aku tinggal di salah satu kosan di area Tanjung Duren, Jakarta Barat. Menjalani aktivitas mahasiswa pada umumnya dan masih kerap bertemu dengan Davin dan Micelle di hari libur.

Tidak ada yang istimewa dari keseharian kami, hanya bertemu membuang waktu, bercanda tawa, dan membuat konten cover lagu sesekali. Kami bahkan menamai group pertemanan kami Nox, yang berarti makhluk malam. Nama iseng yang diciptakan oleh Micelle karena ia yang kesulitan tidur, sedangkan Davin lebih aktif di malam hari, dan aku yang kerap mendapat gangguan hantu hingga harus menunggu azan subuh untuk beristirahat.

Pada suatu hari, ibuku memintaku ikut dalam perjalanan pulang ke Pontianak kali ini. Tidak banyak yang tahu bahwa aku lahir di Pontianak yang sering dianggap sebagai kampungnya Kuntilanak. Permintaan pulang kampung kali ini bertujuan untuk sembahyang kubur tahunan, memperingati kematian nenekku. Walau keluargaku beragama Katolik, masih banyak saudara hingga keluarga besar yang beragama Buddha dan menjalankan sejumlah tradisi Buddha dengan tujuan mendoakan dan memastikan kedamaian beliau di dunia sebelah. Dalam agama Katolik, kami diperbolehkan untuk terus menjalankan tradisi dan menghargai leluhur ataupun keluarga memiliki kepercayaan berbeda.

Aku tidak bisa menolak kepulangan kali ini, karena aku sudah terlalu lama tidak mengunjungi Pontianak. Kuinformasikan kepulanganku ke kampung halaman kepada Micelle dan Davin. Davin yang tengah kebosanan di saat libur, memutuskan ikut pergi ke Pontianak, untuk mencoba makanan khasnya.

“Davin jadi ikut Lo? Kalo jadi, Mama bantu pesanin tiket,” kata mamaku.

“Jadi Mam, makasih yee,” sahutku.

Ibuku menelepon dan mengonfirmasi tiket penerbangan tepat di saat aku baru saja pulang dari kampus. Aku langsung bersiap mandi, memastikan sekujur tubuh bersih setelah perjalanan belasan kilometer yang kutempuh dari kampus.

Kunyalakan shower kamar mandi dan mengatur suhu yang pas. Sungguh terasa nyaman, ketika air hangat membasahi rambut dan sekujur badan. Suara hantaman tetesan air mencipta ketenangan. Dalam hitungan detik, kenyamanan itu hilang dan suasana menjadi terlalu tenang. Mataku yang terpejam melihat kegelapan yang jauh lebih gelap dari seharusnya. Suara air pun tak lagi terdengar walau masih dapat kurasakan masih mengguyur dari shower yang menyala.


Aku melihat sesuatu meski mata dalam keadaan tertutup. Sesosok entitas gelap nan jahat dengan tubuh sepenuhnya berwarna hitam. Fisiknya seperti manusia yang dipenuhi luka bakar dan kain hitam bekas terbakar menutupi bagian dada hingga kakinya. Energinya yang negatif terpancar jelas dan kuat hingga menusuk kulit. Sepertinya ia tidak menyadari keberadaanku yang sedang melihatnya. Kuasumsikan apa yang baru saja kulihat merupakan penglihatan sepihak dan ia tidak sedang berada di dekatku.

Aku yang tak kuat melihatnya lebih lama langsung membuka mata. Keheningan yang semula muncul kini sirna, semua kembali normal dan suara air kembali terdengar. Entah apa yang baru saja kulihat.

Setelah mandi, aku bersiap pergi keluar kosan dan mencari makan. Aku selalu harus melewati rumah kosong dan lapangan penuh kunti yang jaraknya beberapa meter menuju jalan utama.

Bayang-bayang dari sosok yang kulihat masih tertanam. Sensitifku meningkat sejak itu, kulihat beragam makhluk yang menatapku penasaran. Mulai dari arwah perempuan bergaun putih yang berdiri di jendela dan melihatku dengan penuh tanya, hingga arwah anak kecil yang sedang bermain di taman pinggir lapangan.

Saat aku melangkah dan melihat ke arah got kotor yang penuh lumut dan lendir hitam, penglihatan akan sosok mengerikan yang kulihat di kamar mandi kembali muncul. Langkahku terhenti, aku tidak pernah bisa mengontrol kapan sebuah vision akan muncul. Ia terlihat seperti sedang berdiri membelakangi seorang wanita yang tak terlihat wajahnya. Ia menatap wanita itu dengan agresif tanpa memalingkan pandangan.

Penglihatan kali ini berlangsung lebih singkat dari sebelumnya, arah kepala yang awalnya berfokus pada wanita di depannya tiba-tiba berbalik arah ke belakang dan menatapku dengan amarah. Aku tertangkap basah, melihatnya yang tampak sedang memberi perhatian pada seorang wanita. Kukepalkan tanganku untuk kembali fokus berjalan di dunia nyata dan mengabaikan apa yang baru saja kulihat.

Apa yang baru saja terjadi? Aku memang kerap mendapatkan vision tentang apa yang akan terjadi tanpa peringatan. Penglihatan itu muncul begitu saja di tempat dan waktu yang tak terduga. Namun, baru kali ini aku mendapat vision dua kali berturut-turut dalam hitungan jam, tentang sosok asing yang tak pernah kutemui. Sedangkan, kala itu aku sudah sadar bahwa syarat yang kuperlukan untuk dapat melihat vision adalah harus berkaitan dengan manusia atau hantu yang kukenal atau setidaknya pernah kutemui minimal sekali.

Sesampainya aku di rumah makan dan menunggu sajian, kuceritakan penglihatan dadakan yang kudapat kepada Davin. Davin tidak bisa memberi banyak tanggapan selain memintaku untuk berhati-hati. Ia mendapat firasat yang sangat buruk tentang vision kali ini.

Kami memang satu frekuensi dan sering berbagi cerita tentang gangguan hantu yang kami alami, tapi Davin akui bahwa cara kami berurusan dengan hantu cukup berbeda. Mulai dari gangguan yang diterima, cara komunikasi, dan kondisi ketika mendapat penglihatan. Davin lebih sering mendapat vision dalam keadaan tidur, dan baginya kebanyakan orang seperti kami menggunakan cara yang sama.

Bagi Davin, setiap curhatanku tentang vision terdengar mengerikan karena selalu muncul saat aku sedang beraktivitas layaknya manusia normal. Seperti sedang menonton iklan durasi pendek tapi hanya sepersekian detik di dunia nyata. Ia pun memintaku untuk lebih berfokus pada dunia nyata, karena akan berbahaya jika vision sejenis ini muncul di kala aku sedang berkendara dan mendistraksi fokusku.

*****

Satu bulan telah berlalu, aku dan Davin sudah menanti hari kami berlibur ke Pontianak untuk menyicip aneka ragam makanan enak tapi murah. Sayangnya Micelle tidak bisa ikut, seperti biasa ia selalu berperang dengan perizinan orangtua. Dari Bandar Udara Internasional Supadio, kami dijemput oleh adik dari ibuku serta sepupuku. Rencananya selama seminggu di Pontianak, kami akan bermalam di kediamannya. Sungguh liburan yang kami idamkan; bermalas-malasan, bangun kesiangan, mencari hiburan, dan memburu makanan.

Saudara ibuku tinggal tepat di tengah kota Pontianak. Kami memasuki area padat  penduduk dan memasuki sebuah perumahan kecil. Baru saja kami menginjakkan kaki di depan gerbang rumah mereka, pandanganku dan Davin langsung terfokuskan pada pintu rumah mereka. Aku kaget dan sedikit melangkah mundur, melihat sosok makhluk yang ada pada vision-ku berada dalam rumah tanteku. Ia mengintip, memperlihatkan setengah wajahnya yang hitam pekat, menatapku dan Davin dengan sinis.

“Bangsat, kaget gua,” kataku berbisik pada Davin.

“Lo liat juga Fi?” tanya Davin memastikan.

“Itu yang gua cerita bulan lalu Vin, yang ada di vision,” jawabku.

“Kok bisa ada di sini?” tanya Davin sekali lagi.

“Gua juga nggak tahu, gua kira cuma vision sekadar lewat,” balasku.

Aku tidak menyangka bahwa vision yang kudapatkan sebulan lalu berkaitan dengan trip liburan kali ini. Jika dipikir kembali, penglihatanku kala itu muncul bertepatan sesaat setelah ibuku menelepon dam mengonfirmasi pembelian tiket terbang ke Pontianak. 
Kami yang datang dengan semangat untuk memburu makanan, kini menjalani malam dengan rasa ketakutan. Pasalnya kami harus tinggal dan tidur di tempat sosok itu berdiam. Pertemuan dengan setan menyeramkan satu ini tidak dapat dihindarkan. Aku dan Davin hanya berusaha mengabaikan, bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

Karena sampai di Pontianak sore hari, dan masih kelelahan, keesokan harinya aku dan Davin masih bersantai dengan keluarga. Kami hanya mencoba makanan pinggiran terdekat yang harganya murah merakyat tapi rasanya nikmat.

Ketika malam tiba, kami yang hadir sebagai tamu harus mengikuti aturan tuan rumah yang tidur pada jam sebelas malam untuk menghargai. Aku dan Davin tidur di kamar sepupuku, Arnando. Hanya dengan kurangnya pencahayaan dan dinginnya suhu ruangan, mereka langsung tertidur pulas dengan dengkuran. Aku menjadi orang terakhir yang masih terjaga. Berusaha menyibukkan diri dengan smartphone yang kugenggam erat, menjalankan segala macam permainan untuk menutupi takutku dalam diam. 


Ada yang Jauh berbeda dengan hawa rumah ini, sulit dijelaskan tapi sangat terasa. Hawa gelap yang membuat tak nyaman serta rasa mual ringan. Aku tidak bisa menghalau tekanan energi yang kurasakan ketika sedang berada dalam ruang sunyi. Telinga kiriku selalu aktif dan menerima suara dengungan yang sebenarnya tidak ada, menjadi salah satu alasan kenapa aku menikmati keramaian. Keras kecilnya volume dengungan bergantung pada kuat lemah dan jauh dekatnya sosok hantu yang berjarak beberapa meter dariku. Namun, setelah memasuki rumah ini, aku tidak bisa mengabaikan dengungan yang kuterima. Khususnya saat tidak ada manusia yang beraktivitas di rumah ini, terasa sepi dan bising di saat bersamaan.

Terlalu lama menatap layar ponsel membuat mataku lelah dan tertutup perlahan tanpa kusadari. Tidak sampai sepuluh menit aku tertidur, kemudian tidak sengaja aku mengalami fase out of body experience atau astral projection. Kamar yang semula memang gelap terasa lebih kelam dan menyeramkan ketika dilihat dengan kondisiku sebagai arwah. Kulihat setengah tubuhku yang kaku tak bernyawa di kasur. Arwahku terlepas dari tubuh yang terlelap, tapi ini bukan ketidaksengajaan yang biasa kualami. Ada tarikan energi yang memicu arwahku untuk terlepas secara tidak sengaja.

Aku mendengar langkah kaki dari ruang utama menuju pintu kamar tempat aku tidur. Langkah kaki itu terdengar pelan dan stabil, kemudian terhenti tepat di depan pintu kamar. Aku yang panik kala itu berusaha keras untuk kembali masuk ke tubuhku dan bangun, tapi tak berhasil. Kurebahkan rohku seolah sudah menempel pada tubuh, berharap ia tidak menyadari keberadaanku sebagai roh lepas yang masih hidup dan memiliki wadah yang sedang tak terisi.

Aku berpura-pura tidur tepat di sebelah tubuhku sendiri sembari mengintip ke arah pintu. Ia melangkah masuk menembus pintu, terlihat kedua kakinya yang hitam kasar tanpa alas. Aku tidak berani melihat lebih jauh, hanya mengintip dengan pandangan terbatas. Beruntung posisi Davin tepat di depanku menghadap ke pintu, setidaknya sosok itu tidak berada di depanku persis.

Sosok itu terdiam, tidak melakukan apa pun selama puluhan detik, kakinya juga masih tetap di tempat ia berpijak. Aku yang sedang ketakutan dan berusaha menyembunyikan diri, tiba-tiba dikagetkan dengan pergerakannya yang mendadak membungkuk persis di depan Davin dengan cepat. Ia tersenyum menyeringai dengan wajah mengerikan.

“ARGHH!!” Rohku yang kaget langsung tertarik masuk ke dalam tubuh kemudian terbangun. Saat itu terjadi, tubuhku seperti terkena efek kejut setruman.

Aku yang sudah kembali terjaga membuka mata dan tak lagi melihatnya. Tidak sampai sepuluh detik, Davin yang sedang terlelap terkejut dan bangun dari tidurnya. Terdengar napasnya yang terengah-engah.  

“Lo kenapa Vin?” tanyaku.

“Hah? Hah? Gapapa,” jawabnya linglung.

“Hahaha… lo liat juga ya?” balasku sambil tertawa.

“Bangke, lo liat juga? Itu apaan, gila!” sahut Davin.

Rasa takutku sirna. Rasanya tidak begitu menyeramkan ketika aku mengalami gangguan hantu bersama seorang teman. Salah satu hal yang kusyukuri dapat berteman dengannya, orang yang memiliki sensitivitas yang sama. Banyak hal terkait gangguan hantu yang langsung dapat dipahami oleh Davin tanpa aku perlu menjelaskan. Tekanan seseorang yang terlahir berbeda sepertiku bukan hanya persoalan gangguan setan, tapi juga karena merasa sendirian. Tidak punya teman untuk berbagi cerita dan rasa takut. 

------ BERSAMBUNG ------

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Jangan Ikut Campur, Bukan Urusanmu. || Entitas Kegelapan Part. 2
98
44
Sensitivitasku dan Davin meningkat karena tekanan energi doa yang dipanjatkan serta banyaknya hantu yang hadir. Karena saat itu langit masih terang, tidak ada perasaan seram atau ketakutan. Hanya ada rasa tenang dan haru menjadi satu. Di sisi lain, ada perasaan sedih yang mengalir ketika aku melihat beberapa arwah terlantar. Ada yang duduk termenung di atas batu nisannya sendiri, ada pula yang berdiri membisu. Mereka melihat-lihat kuburan tetangga yang ramai disinggahi, sedangkan mereka seorang diri tanpa ada keluarganya yang mengunjungi.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan