
Air Mataku Menghilang
Felix, seorang laki-laki jenius dan pintar, namun dia tidak bisa merasakan kesedihan, atau lebih tepatnya sudah lupa cara untuk menangis.
Kejadian itu bermula pada saat adik perempuan kesayangannya wafat sejak Felix masih SMP, dia menangis berlarut-larut sampai dimana dia tidak bisa mengeluarkan air matanya lagi.
Kini Felix hidup tanpa bisa merasakan kesedihan lagi, entah itu baik atau buruk bagi hidupnya.
Sekarang Felix telah menjadi murid SMA kelas 1, dan dia selalu terlihat...
Adik perempuanku meninggal dunia saat aku masih SMP, dan hal itu membuatku sedih berlarut-larut karena aku baru merasakan kehilangan orang ku sayang.
Aku sangat dekat dengan adikku, dan saking sayangnya, aku sempat berfikir akan menikahinya ketika sudah besar nanti, ya memang cukup aneh tentang pikiranku ini dan tidak pantas untuk ditiru, tapi aku memiliki pikiran seperti itu saat aku masih kecil, dan belum mengetahui kalau sesama saudara kandung itu tidak boleh menikah.
Aku terus menangis sepanjang hari dan selalu mengurung diri di dalam kamar selama berhari-hari, hingga tiba saatnya aku berhenti menangis, bukan karena aku sudah tidak sedih lagi, tetapi aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata lagi.
Aku sudah lupa caranya untuk menangis, dan hatiku sudah tidak bisa merasakan kesedihan lagi, aku selalu terlihat murung, saat aku tertawa pun, aku seperti hanya pura-pura tertawa saja dan tidak bisa tertawa lepas seperti orang lain.
Aku sempat berfikir, mungkin ini disebabkan karena aku belum ikhlas kehilangan adikku, sehingga membuatku menjadi seperti ini.
Kini aku sudah menjadi murid kelas 1 SMA dan berada di kelas 1F, di pagi ini aku berangkat sekolah bersama Liya, Liya adalah teman semasa kecilku yang rumahnya dekat denganku, dia juga kebetulan satu sekolah denganku dan masih kelas 1 juga, tetapi dia berada di kelas 1A.
Aku berangkat sekolah menggunakan sepeda motorku dan selalu berboncengan dengan Liya, saat sedang perjalanan ke sekolah, aku berkata kepada Liya.
“Hey Liya masih suka berantem sama Kak Reno?”
“Iyah berantem mulu kalau lagi di rumah, makannya aku milih berangkat sekolah sama kamu”
Kak Reno adalah kakak kandung Liya, dia adalah murid kelas 3 di sekolahku, dia berada di kelas 3B, dia adalah salah satu murid populer di sekolah karena tampan dan jago sepak bola, tetapi Kak Reno dengan Liya selalu berantem, ya mungkin karena mereka adik kakak jadi sering berantem, kalau saja adikku masih hidup, mungkin aku juga saat ini sering berantem dengannya.
“Felix kamu emang gak ada niatan buat cari pacar?”
“Eh emang kenapa nanya kaya gituh Liya?”
“Ya soalnya kamu selalu murung semenjak adikmu meninggal, coba cari pacar biar kamu gak murung lagi”
“Aku gak butuh pacar selama punya teman dekat kayak kamu”
“Duh mulai lagi, kalau kaya gini terus, kamu bakalan jomblo seumur hidup”
Memang benar perkataan Liya, aku belum pernah pacaran selama hidupku, bukannya aku tak laku di kalangan wanita, tetapi hanya saja aku tidak bisa merasakan jatuh cinta, mungkin ini disebabkan karena hatiku telah membatu semenjak kehilangan adikku, sehingga aku tidak bisa jatuh cinta lagi.
“Hey Liya gimana sama pacar kamu yang sekarang?”
“Ya sering berantem, kayaknya bentar lagi putus, tapi sekarang aku juga lagi dekat sama kakak kelas sih hehe”
“Oh gituh ya, ternyata kamu laku juga ya Liya”
“Iyah dong, kan aku cantik dan imut hehe”
Liya memang perempuan yang cantik dan imut, dan dia juga menjadi salah wanita populer di kelas 1, tetapi dia sering ganti-ganti pacar, dan dia selalu bangga karena merasa dirinya laku, aku sungguh bingung kenapa dia bisa bangga dengan hal itu.
“Hey Liya, kenapa kamu gampang banget putus sama pacar kamu?”
“Entahlah Felix, aku juga bingung, mungkin aku belum menemukan laki-laki yang bisa mengerti aku”
“Oh gituh, pantes saja sering putus, aku juga yang udah kenal kamu dari kecil sulit buat mengerti kamu”
“Hey siapa juga yang mau dingertiin sama kamu Felix, jangan-jangan kamu naksir sama aku ya?”
“Naksir kamu? Memang aku terlihat seperti naksir kamu?”
“Sejujurnya engga sih, eh tapi kamu pernah suka sama seseorang gak?”
“Entahlah, aku gak ngerti sama hal kayak gituh”
Sejujurnya aku tidak pernah lagi menyukai seseorang, perasaan aku ke Liya juga cuma sebatas teman kecil saja, dan aku juga tidak cemburu kepada Liya ketika dia memiliki seorang pacar.
“Duh Felix, sejujurnya aku kasian banget sama kamu, punya teman kok suram banget hidupnya”
“Gak suram-suram amat kok, setidaknya aku pintar dan selalu ranking 1 sejak SMP”
Aku menjadi rajin belajar semenjak kehilangan adikku saat SMP, karena sebelum meninggal, adikku selalu menyuruhku menjadi Kakak yang pintar agar bisa bantuin dia mengerjakan tugas sekolahnya.
“Hehe maksudku suram dalam kisah cinta”
“Memang bakal seburuk itu ya kalau misalnya aku belum pernah pacaran sampai sekarang?”
“Ya kurang tau juga sih hehe”
Aku sempat berfikir, mungkin aku akan mengikuti saran dari Liya, yaitu mencoba mencari pacar agar aku tidak selalu murung,
“Makasih ya Liya”
“Hah? Makasih buat apa Felix?”
“Makasih sudah mau menjadi temanku”
Liya langsung terdiam dan seperti salah tingkah ketika aku berbicara seperti itu.
“Kamu ngomong apaan sih Felix? Aku jadi teman kamu karena keadaan”
“Keadaan? Maksudnya?”
“Kita bisa menjadi teman karena kita tetanggaan”
“Oh gituh ya”
“Iyah dan juga aku mau menjadi teman kamu karena kamu pintar, jadi aku bisa manfaatin kamu buat bantuin ngerjain tugas sekolah”
“Hehe syukur deh kalau begitu”
“Kok bersyukur sih? Harusnya kamu marah dong Felix karena aku sudah manfaatin kamu”
“Selama kamu mau menjadi temanku, aku gak masalah dimanfaatin sama kamu”
Memang aku selalu membantu Liya mengerjakan tugas sekolah, dan sesekali membantu mengajarinya pelajaran sekolah, biasanya kami melakukan itu di rumah Liya atau di rumahku, rumah Liya sudah ku anggap menjadi rumahku sendiri dan sebaliknya, karena kami sudah berteman dari kecil.
“Sungguh aneh cara berfikir kamu Felix, eh tapi dari dulu kamu memang aneh sih hehe”
“Hehe iya kamu juga aneh Liya”
“Aku aneh kenapa?”
“Kenapa kamu mau berteman sama aku yang aneh ini?”
“Kan sudah aku bilang, aku mau berteman sama kamu karena keadaan”
Setelah itu Liya tidak mengajakku bicara lagi, sepertinya dia marah karena pembicaraan barusan, akhirnya kami sampai di sekolah dan langsung memarkirkan motorku di parkiran.
“Liya nanti pulang sekolah mau bareng lagi?”
“Engga, aku mau pulang sendirian saja”
Setelah itu Liya pergi meninggakanku, ya aku tau kalau Liya sedang marah kepadaku, tapi paling juga nanti kita bakal baikan lagi, karena aku sudah tau sifat Liya, dan sebelumnya kami juga sudah sering berantem.
Aku memutuskan untuk meminta maaf kepada Liya setelah pulang sekolah nanti, aku juga sebenarnya tidak tau apa salahku yang menyebabkan dia marah, dan aku juga tak ingin teman satu-satunya yang kupunya marah kepadaku, karena cuma Liya lah satu-satunya yang menganggapku sebagai seorang teman, jujur aku kesulitan berteman lagi dengan siapaun semenjak kehilangan adikku, oleh karena itu aku tak ingin kehilangan teman satu-satunya yang kupunya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
