
Pagi hari aku sedang bersiap-siap untuk berangkat kantor, ketika tiba-tiba kakak iparku menelpon mengabarkan ibu mertuaku masuk rumah sakit. Ibu mertuaku memang sudah lama sakit dan beberapa kali masuk rumah sakit, namun kali ini harus dilakukan tindakan operasi.
Aku menyuruh istriku segera mencari tiket untuk pulang ke jawa menjenguk dan memberi support ibu yang akan melakukan operasi. Karena aku masih banyak pekerjaan kantor yang harus diselesaikan, maka tidak mungkin untuk ikut pulang bersama...
12,006 kata
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses

Selanjutnya
Asmara Sang Perawat Part 1 - 4 (TamaT)
4
0
Hari ini adalah hari pertamaku tinggal di kota Bandung. Karena tugas kantorku, aku terpaksa tinggal di Bandung selama 5 hari dan weekend di Jakarta. Di kota kembang ini, aku menyewa kamar di rumah temanku. Menurutnya, rumah itu hanya ditinggali oleh Ayahnya yang sudah pikun, seorang perawat, dan seorang pembantu. “Rumah yang asri” gumamku dalam hati. Halaman yang hijau, penuh tanaman dan bunga yang segar dikombinasikan dengan kolam ikan berbentuk oval. Aku mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali sampai pintu dibukakan. Lalu Sesosok tubuh semampai berbaju serba putih menyambutku dengan senyum manis. “Pak Rafi ya..”. “Ya.., saya temannya Mas Anto yang akan menyewa kamar di sini. Lho, kamu kan pernah kerja di tetanggaku?”, jawabku surprise. Perawat ini memang pernah bekerja pada tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter. “Iya…, saya dulu pengasuhnya Aurelia. Saya keluar dari sana karena ada rencana untuk kawin lagi. Saya kan dulu janda pak.., tapi mungkin belum jodo.., ee dianya pergi sama orang lain.., ya sudah, akhirnya saya kerja di sini..”, Mataku memandangi sekujur tubuhnya. Tati (nama si perawat itu) secara fisik memang tidak pantas menjadi seorang perawat. Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam sebahu, buah dadanya sedang menantang, dan kakinya panjang semampai. Kedua matanya yang bundar memandang langsung mataku, seakan ingin mengatakan sesuatu. Aku tergagap dan berkata, “Ee.., Mbak Tati, Bapak ada?”. “Bapak sedang tidur. Tapi Mas Anto sudah nitip sama saya. Mari saya antarkan ke kamar..”. Tati menunjukkan kamar yang sudah disediakan untukku. Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi sendiri, dan sebuah meja kerja. Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling, sementara Tati merunduk merapikan sprei ranjangku. Tanpa sengaja aku melirik Tati yang sedang menunduk. Dari balik baju putihnya yang kebetulan berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku. Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink. Darahku terkesiap. Ahh…, perawat cantik, janda, di rumah yang relatif kosong.Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tati menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya. “Semuanya sudah beres Pak…, silakan beristirahat..”. “Ee…, ya.., terima kasih”, jawabku seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang. Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anto yang sudah pikun itu. Ia tinggal sendiri di rumah itu setelah ditinggalkan oleh istrinya 5 tahun yang lalu. Selama beramah-tamah dengan sang Bapak, mataku tak lepas memandangi Tati. Sore itu ia menggunakan daster tipis yang dikombinasikan dengan celana kulot yang juga tipis. Buah dadanya nampak semakin menyembul dengan dandanan seperti itu. Di rumah itu ada seorang pembantu berumur . Mukanya manis, walaupun tidak secantik Tati. Badannya bongsor dan motok. Ani namanya. Ia yang sehari-hari menyediakan makan untukku.Hari demi hari berlalu. Karena kepiawaianku dalam bergaul, aku sudah sangat akrab dengan orang-orang di rumah itu. Bahkan Ani sudah biasa mengurutku dan Tati sudah berani untuk ngobrol di kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah merupakan tempat mencurahkan isi hatinya. Begitu mudah keakraban itu terjadi hingga kadang-kadang Tati merasa tidak perlu mengetuk pintu sebelum masuk ke kamarku. Sampai suatu malam, ketika itu hujan turun dengan lebatnya. Aku, karena sedang suntuk memasang VCD Enak kesukaanku di laptopku. Tengah asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh ke arah pintu, astaga…, Tati tengah berdiri di sana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup pintu, dan ia tertarik akan suara-suara enak yang dikeluarkan oleh film produksi Vivid interactive itu.Ketika sadar bahwa aku mengetahui kehadirannya, Tati tersipu dan berlari ke luar kamar.“Mbak Tati..”, panggilku seraya mengejarnya ke luar. Kuraih tangannya dan kutarik kembali ke kamarku.“Mbak Tati…, mau nonton bareng? Ngga apa-apa kok..”.“Ah, ngga Pak…, malu aku..”, katanya sambil melengos.“Lho.., kok malu.., kayak sama siapa saja.., kamu itu.., wong kamu sudah cerita banyak tentang diri kamu dan keluarga.., dari yang jelek sampai yang bagus.., masak masih ngomong malu sama aku?”, Kataku seraya menariknya ke arah ranjangku.“Yuk kita nonton bareng yuk..”, Aku mendudukkan Tati di ranjangku dan pintu kamarku kukunci.Aku membelai-belai tangannya seraya perlahan-lahan mulai mengusap pergelangan tangannya dan terus merayap ke arah ketiaknya. Tati nampak pasrah saja ketika aku memberanikan diri melingkarkan tanganku ke bahunya sambil membelai mesra bahunya. Namun ia belum berani untuk menatap mataku. Sambil memeluk bahunya, tangan kananku kumasukkan ke dalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan montoknya…
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan