
Cerita Gia dan Rady [PART 13]
"Lo jujur sama hati lo, Gi, setelah itu lo bisa ngomong perasaan lo ke Ibra. Gue yakin dia bisa ngerti kok, kalian kan sahabatan udah lama." Ujar Ayyi pada gue yang waktu itu tengah curhat begitu panjang perihal Ibra.
Justru dulu, waktu sebelum akhirnya gue memutuskan pacaran dengan Ibra, ada hal yang membuat gue berat yaitu hubungan persahabatan kami. Kata orang, mending kehilangan orang yang kita suka daripada harus kehilangan sahabat. Gue takut kehilangan Ibra saat itu kalau dia jadi pacar gue, kalau sahabat kan bakal everlasting..
Gue kira dulu begitu.
Akhirnya suatu malam, gue memutuskan untuk menyudahi acara 'melarikan diri' gue dan pulang ke rumah, yang bener-bener nggak gue sangka adalah gue melihat mobil Ibra disitu. Ternyata, selama berhari-hari Ibra nggak bisa ketemu gue, dia terus mampir ke rumah gue. Iya, cuma diem doang di depan rumah gue kayak orang tuna wisma gitu.
Gue kaget waktu tau Ibra menunggu gue malam itu, nggak kalah kagetnya sama Ibra sendiri. Dia buru-buru keluar dari mobil dan nyamperin gue yang turun dari taksi.
"Gi! Kamu dari mana aja?!"
Iya. Dari nada bicara Ibra, dia terlihat sangat mencemaskan gue. Sejujurnya gue suka dengan perhatiannya waktu itu, lalu tiba-tiba muncul nama Vika di pikiran gue saat itu.
"Ngapain lo disini?"
"Gue mau bicara.."
"Malem-malem gini? Penting banget?"
"Iya."
Gue sok akting pulang waktu itu, celingukan ngintip mobil dia.
"Vika mana? Nggak lo ajak juga?"
Gue ingat Ibra hanya menggeleng merespon pertanyaan gue tentang Vika, "Gi.. dengerin gue kali ini. Gue minta maaf kalo beberapa waktu kemaren waktu gue berkurang buat lo."
"Oh, yang seminggu ilang ke Jogja itu? Biasa aja kok."
"Iya gue tau lo biasa aja.. tapi gue nggak, Gi."
Gue cuma diam waktu itu, yang gue lakukan hanya mengamati wajah Ibra yang lelah. Jujur, gue kangen berat saat itu posisinya, tapi gue gengsi.
"Gi.. mungkin lo gak nangkep maksud gue sengaja menghilang waktu itu dan harus ngelibatin Vika. Maaf banget, Gi. Gue sayang sama lo, melebihi rasa sebagai sahabat.."
"...."
"….gue sengaja mau bikin lo cemburu, mau tau gimana lo ke gue. Waktu tau lo menghilang juga, gue nggak bisa apa-apa, Gi. Gue kayak orang yang nggak punya pegangan.. maaf Gi, gue suka sama lo, gue sayang lo lebih dari sahabat."
Nah.. jadi itu adalah percakapan Ibra waktu dia bilang suka ke gue.
Iya! Ibra dulu dong yang nyatain sukanya ke gue, untuk yang satu ini gue beruntung karena cinta gue nggak bertepuk sebelah tangan.
Gue pun juga mengakui ke Ibra kalau rasa peduli gue sudah bukan rasa yang dimiliki sebagai sahabat. Tentu, gue juga sayang sama Ibra.
Sejak itu hubungan kami sangat-sangat menyenangkan, benar-benar hubungan yang sudah lama kami nanti ternyata. Ibra sudah suka sama gue dari waktu kita masih maba, tapi dia memutuskan untuk jadi sahabat gue dulu. Tentang Vika, sebenernya Vika memang nyimpen rasa ke Ibra, ya siapa sih yang nggak suka Ibra?
Dulu memang Ibra agak kurang ajar dan masa bodoh, waktu itu dia tau kalau Vika suka sama dia, tapi Ibra manfaatin Vika buat bikin gue cemburu.
Ya namanya cowok, belum laki kan ya. Gue yakin sih kalian yang masih menginjak awal 20an pasti bakal punya pengalaman yang serupa. Ternyata gayung bersambut, Vika dari awal kayak sirik sama gue karena bisa deket dan sahabatan sama Ibra, selidik penuh selidik dia mau ngerusak persahabatan gue sama Ibra, jadi nggak sepenuhnya salah Ibra juga sih.
Waktu tau gue dan Ibra akhirnya balik sama-sama lagi dengan status baru, Vika drama banget. Dia kayak korban yang paling merasa tersakiti, semua temen angkatan dia pada sinis ke gue dan Ibra, tapi angkatan dan para senior gue udah tau gimana gue dan Ibra, juga si drama queen, Vika.
Gue bodoh amat asli waktu itu, yang penting cinta gue ada di sisi gue. Gue bersyukur bisa dekat sama Ibra dengan status yang dimana gue bebas nyatain rasa peduli dan sayang gue, tanpa harus terhalang 'pagar' persahabatan.
Hubungan kami berdua baik-baik saja bahkan setelah kami lulus kuliah, Ibra langsung dapat kerja di kota yang sama kami menimba ilmu, gue pun masih ikut kerja di perusahaan bokap, jadi kami berdua tidak terjegal oleh jarak. Bumbu-bumbu pedas percintaan gue pun masih terus berlanjut. Pernah temen kantor Ibra tiba-tiba nelfon gue dan mau ngajak ketemuan, gue nggak mau. Ternyata dia punya niat jahat banget.
Males gue sebut namanya, gue kasih julukan aja ya, mister prik (re: mr. freak).
Si mister prik ini bisa kenal gue waktu nggak sengaja ketemu di suatu kafe. Gue dan Ibra lagi kencan gitu, terus ketemu lah sama mister prik. Dari awal gue lihat tuh temen sekantor Ibra, gue sudah curiga. Kayak personalnya ada yang nggak beres gitu. Dia pun ngeliat gue dengan pandangan kayak yang tertarik sama gue, disaat dia tau gue adalah pacar Ibra.
Singkat cerita aja lah ya, intinya mister prik ini ganggu hubungan gue dan Ibra, dia jelek-jelekin Ibra, katanya di kantor Ibra genit dan lain-lain. Gue sama Ibra sebenernya ngakak ketawa jumpalitan sih, karena gue lebih lama kenal Ibra dibanding si mister prik ini. Tapi yang bikin gue kesel adalah mister prik ini gigih banget ngehubungin gue, tiap hari nelfonin gue, chat gue. Kesel kan gue dan gue takut dia makin menjadi-jadi nantinya bisa sampai nguntitin gue.
Ibra sebenernya bukan cowok yang penyabar. Gue hapal banget watak dia. Selama berhubungan sama gue dia bisa ngerem emosinya karena gue. Tapi, dalam kasus mister prik ini, Ibra sudah di ambang batas, akhirnya Ibra lapor polisi katanya kenalan bokapnya buat ngurusin si mister prik ini.
Ibra bikin laporan kalau mister prik nguntitin gue, padahal sih belum sampai tahap itu, ya mungkin kalau nggak dilaporin gitu bakalan sampai tahap dikuntitin sih kayaknya. Semenjak itu, mister prik udah nggak ada jejaknya lagi, bahkan seminggu setelah laporan dicabut dia resign dari kantor tempat Ibra kerja.
Fakta lainnya adalah mister prik emang aneh, dia nggak punya temen di kantor tuh, padahal udah setahun kerja, terus orangnya emang suka terang-terangan kalau naksir cewek, bahkan ada dua korban kayak gue di kantornya Ibra.
Setelah kejadian itu, Ibra nggak ngizinin gue ngemall sendirian, juga dilarang ketemu temen-temen kantor dia. Ya dilarang gimana, orang yang sebelumnya juga nggak sengaja kan.
"Pokoknya kalo mau jalan tunggu gue.. jangan sendirian."
"Keburu jompo gue nungguin lo pulang kerja, lo kan lembur terus sekarang."
"Ck.."
"Kenapa gitu? Udah, jangan dijadiin parno, sayang.. lagian kan gue juga nggak papa ini."
"Dengerin gue sekali aja, Gi."
"Iya deh. Kalo sama Ayyi, Ken, boleh kan?"
Ada hal lucu lagi. Dulu pertama gue kenalin Ibra ke Ken dan Ayyi, dia sempet cemburu sama Ken, apalagi waktu tau kalau Ken mantan cinta monyet gue. Bener-bener Ibra nggak mau tau lagi tentang Ken, tapi setelah diberi penjelasan, sering diajak ketemu, akhirnya Ibra mulai menerima Ken meskipun ya.. kadang kayak masih ada aja beberapa waktu dia nunjukkin kecemburuannya gitu.
"Ken lagi.."
"Ya terus sama siapa dong? Masih mending sama mereka berdua kan daripada nggak kenal."
"Hmm.."
"Nah, gitu dong. Kalo harus nunggu lo tiap gue mau jalan kan kasihan lo nya, begitu lo ada waktu pasti kita berdua jalan bareng."
Setengah mati gue dulu mencoba mengimbangi Ibra, meredam emosinya yang cukup tinggi itu dan mengikuti yang menurutnya baik dalam hubungan kami. Mau dalam hubungan persahabatan maupun hubungan kami saat pacaran. Ya kadang gue juga kasih sedikit-sedikit masukan buat dia, dia mau ngerti.
Pada akhirnya tetep kami pisah sih. Mau sesempurna apapun kita mengatur hubungan supaya selalu baik-baik saja, tapi kalau takdir bilang cukup sampai disini ya mau gimana lagi.
Terkadang takdir pun kayak seolah mempermainkan kita nggak sih? Contoh nyata aja sekarang, kenapa gue mesti dipertemukan lagi sama Ibra dengan status yang seperti sekarang ini?
****
"Bu Gia. Untuk metode penelitian yang jurnal asia pasifik itu, pak Rady pakai yang mana ya?" Arifah terus memborbardir gue dengan pertanyataan-pertanyaan yang harusnya bisa Ia tanyakan langsung ke yang punya topik.
Kawan.. ada kabar terbaru ini, jadi, bukannya pak Pinto menyuruh gue hengkang dan digantikan oleh Arifah, tapi malah sekarang tim penelitian Rady bertambah 1 orang. Ya, Arifah.
Gue heran, kenapa harus membuang waktu 2 dosen yang juga sibuk mengajar hanya untuk seorang Rady?
Aneh ya gue ngomong gini? Kesannya kayak gue nggak suka banget sama Rady. Entahlah.. gue seperti ingin menolak mentah-mentah apa yang ada di pikiran gue tentang Rady. Untuk menjadikan gue bertahan supaya nggak terus terkesima oleh sosok Rady.
Kalian kan tau, gimana sosok Rady dalam kehidupan gue, sebelum akhirnya gue bertemu dengan sosok nyatanya? Kayak setengah hidup gue, dia yang menemani. Gue masih punya harga diri dan sadar juga kalau Rady itu suami orang dan ayah dari seorang anak. Makanya gue memutuskan untuk melupakan bayangan-bayangan Rady dalam benak gue.
Dibanding Ibra, gue masih sering kebayang Rady sebenarnya, sampai dengan kemarin gue dipertemukan lagi sama Ibra. Otak gue sekarang, selalu dibayangi Ibra, Ibra dan Ibra..
"Tanya aja sama pak Rady nya deh, Bu. Takut salah saya." Respon gue menjawab pertanyaan Arifah.
Oh iya, awalnya gue memang memanggil Rady dengan sebutan 'Mas' karena gue membahasakan sama seperti pak Pintoro, bukan karena gue kurang ajar nggak mau panggil Rady dengan sebutan 'Pak', karena gue sekarang bersama Arifah, gue jadi ikut menyesuaikan bu Arifah deh..
"Kalau bu Gia yang tanya gimana? Tolong Bu, nanti sebagai gantinya saya kerjakan semua bagian bu Gia."
Aneh bin ajaib manusia satu ini. Kemarin sok-sok an anti sama gue, ngatain gue genit selalu deket-deket Rady, sekarang gue kasih kesempatan langsung biar ngerasain kerja bareng Rady malah nyuruh-nyuruh gue.
"Saya juga sibuk, Bu. Gimana sih? Kemarin mau gabung, sekarang malah kayak gini."
Arifah memasang wajah masam dan memelas mendengar ucapan gue. Salah sendiri ya kan?
"Bu Gia.." suara Rady terdengar.
Nah. Itu.. yang diomongin dateng. Agak aneh, waktu gue mulai panggil Rady dengan sebutan 'Pak', Rady sedikit kaget tapi anehnya dia ikut panggil gue 'Bu' tanpa tanya alesan gue apa tiba-tiba merubah panggilannya.
Gue sama Rady kayak ada koneksi gitu nggak sih? Apa jangan-jangan kami ini saudara yang lama terpisah? Apa perlu gue kaji lagi ya tentang ini? Tentang gimana Rady bisa masuk ke khayalan gue terus menerus, dari beberapa tahun yang lalu padahal gue nggak kenal, sampai bisa bertemu di dunia nyata.
"Eh.. iya, Pak?"
"Jurnal yang terakhir kita submit sudah ada balasan belum ya?"
"Jurnal untuk seminar di Bali itu, Pak?"
"Iya. Harusnya hari ini diumumkan."
"Terakhir saya cek satu jam yang lalu belum ada, Pak. Coba nanti saya cek lagi."
"Oke. Nanti saya dikabari ya."
"Iya, Pak. Oh iya sama ini, bu Arifah ada yang mau ditanyakan katanya."
Sontak gue memalingkan pandangan ke Arifah yang terkejut, karena tanpa aba-aba gue bilang seperti itu ke Rady.
"Mau tanya apa, Bu?" Respon Rady ke Arifah.
Akhirnya mereka berdua berbincang yang gue nggak mau tau isi percakapannya seperti apa. Entah si Arifah gagap, entah keringat dingin, bodoh amat.
Pikiran gue jadi semrawut semenjak hari itu gue lihat lagi sosok Ibra di depan mata gue. Kasih tau ke gue dong, emang kayak gini ya kalau cerita cinta belum kelar?
Gue merasa waktu memutuskan Ibra gue sudah harus siap dengan konsekuensinya, memang gue putus disaat gue masih sayang-sayangnya. Entah gimana dengan Ibra. Kebanyakkan kalau cowok gampang ngelupain nggak sih.
TUH BUKTINYA IBRA LANGSUNG NIKAH, NINGGALIN GUE YANG BELUM MOVEON WAKTU ITU..
"Bu Gia.." Rady mengejutkan gue dengan kehadirannya yang tiba-tiba ada di depan meja gue, karena gue banyak pikiran, kelihatan dari luar gue ngelamun.
"Eh! Iya, kenapa pak?"
"Lagi mikir apa?"
Hmm.. gue paling nggak suka Rady tanya yang modelan begini. Gue paling nggak bisa kalau Rady tanyanya kayak yang dia peduli sama gue..
Gimana dong..
"Oh, nggak ada kok pak. Ini cari jurnal-jurnal aja buat seminar yang asia pasifik."
"Gelagatnya bukan seperti cari jurnal.."
"Cari kok ini."
"Oh.. ya sudah."
Nggak tau gue maksud Rady apa dengan mengakhiri percakapan seperti itu. Gue nggak mau ambil pusing mikirin Rady, karena gue lagi fokus Ibra.
Kenapa sih, Giiii..
****
Rady S3: Malam.. maaf ganggu, Gi. Jurnal semnas di bali sudah di acc, kita boleh berangkat kata pak Pinto. Saya tunggu konfirmasinya ya dari kamu.
Belum kelar gue melamun mikirin Ibra, Rady mengirimi gue chat yang isinya, konfirmasi gue tentang keikutsertaan gue seminar di Bali. Iya, penelitinya kan Rady dan gue, jadi gue diharuskan hadir. Tapi dalam posisi yang sekarang ini, gimana kalau kalian jadi gue?
Sudah sampai tahap ini gue berusaha keras supaya nggak terlalu intens berkomunikasi dengan Rady, tapi nyatanya nggak bisa. Ada aja hal yang membuat gue harus kerjasama sama dia.
Hmm, ngomong-ngomong, agak ada yang berubah dari gue. Gue berani bilang kalau untuk urusan Rady, beberapa waktu belakangan ini, gue bisa menyingkirkannya perlahan. Itu karena Ibra.
Iya! Gue belum bisa lupa sama Ibra. Gue merasa ada yang mengganjal di hati gue, padahal kalau dipikir lagi itu apa?
Gue sama dia putus udah lama, gue udah nggak komunikasi bertahun-tahun, tapi ngeliat Ibra sekali udah bisa bikin gue begini?
Gia: iya pak. Saya confirmed untuk hadir.
Oke, gue putuskan aja untuk ikut seminarnya. Kalau nggak hadir sia-sia dong tenaga dan pikiran gue buat bikin jurnal itu, ditambah kapan lagi gue ke Bali kan ya?
Apa gue ajak Ayyi sama Ken aja ya? Gue chat aja di grup.
Gia: guys.. gak ada yg mau ikut ke bali?
Ken: kapan?
Ayyi: heh kapan?
Gia: minggu depan. Berangkat minggu, disana sekitar 3 harian, kita extend aja klo mau.
Ken: gelasih, dadakan bgt lo. Gimana gue ajuin cuti.
Ayyi: gue bisa kayaknya, Gi. Yuk, pengen banget baliiii. Lo udh book tiket?
Semoga semua pada bisa deh, yuk bisa yuk. Biar gue nggak berduaan sama Rady.
Gia: belum. Sengaja krn nungguin kalian kan, ntar klo oke gue pesen.
Ken: asli lu parah, Gi. Huh, cb deh gue tny atasan dlu, lagian cuti besar gue blm keambil.
Ayyi: yuk Ken, kamu pasti bisa sayang.. semangat!
Gia: wkwkw.
Seru kan bisa liburan sama temen-temen, ihiiy.
Rady S3: ini saya mau pesan tiket pesawat, bisa kirimkan foto ktp, Gi?
Hahh, gue belum bilang ke Rady!
Gia: oh saya pesen sendiri aja mas, rencananya mau ajak temen soalnya. Gpp kan saya ajak temen?
Gue menunggu balasan Rady dengan agak deg-deg an.
..
..
Rady S3: boleh kok. Saya juga ajak Abel, mumpung bisa sekalian liburan.
Wahh, gue agak ketipu nih. Gue kira Rady bakal sendirian dan nanti kami berdua aja. Bagus lah kalau dia bawa keluarganya..
Gia: ok, ini masih tunggu konfirmasi temen saya.
Rady S3: kalau teman kamu nggak bisa, langsung hubungi saya ya, Gi. Biar jadi satu sama saya, takutnya nanti kamu sendirian.
Tapi kan gue bukan Abel, Rady.. nggak perlu dikhawatirin juga.
Gia: iya, ok
Oke.. selesai sudah tentang chat bersama Rady. Tadi gue sempat baca di grup alumni kuliah gue dan gue mendapati Ibra merespon komentar teman gue yang lain.
Setelah tau itu, hati gue nggak karuan, ada yang nggak beres kalau berhubungan sama Ibra.
Setau gue ya, Ibra jarang komentar di grup karena beberapa tahun yang gue tahu, Ibra habiskan waktunya di luar negeri untuk bekerja. Kemarin aja Ayyi bilang kan kalau Ibra di Singapore itu juga menurut informan dia, tapi kenapa bisa ketemu di car free day dan sekarang aktif respon komen anak-anak kuliah?
Bener Ibra udah balik ke Indonesia?
Otak gue belum bisa berhenti untuk kepo tentang Ibra.
Yusnan ME ‘12: weitss.. pak bos, apa kabar ini? Udah mulai beredar di grup, udah balik Indo ya?
Ibrahim Alykas: alhamdulillah, iya gw di indo.. bisa lah meet up ini.
Lalu gue baru sadar kalau nama Ibra belum gue rubah seperti nama teman-teman pada umumnya. Iya dari dulu gue simpan nama Ibra lengkap dan dibubuhi emoticon love.
Standard tapi manis nggak sih.. bedanya sekarang emoticon itu hilang.
Mario ME ‘12: yuk lah, gas! Posisi dmn bro? AJAK GIA BOLEH? Yuk @gianina.f gabung..
DEMI APA GUE DI TAG ANAK-ANAK? Cari perkara ajaa sih ya!
Gue balik ponsel gue, biar layarnya gue nggak bisa baca. Asli gue nggak mau, nggak bisa kayak gini..
Drrtt
Ibrahim Alykas: boleh..
((BOLEH))
Dia balas hanya dengan kata ‘boleh’.
Entah artinya apa, tapi hati gue agak tersentil sedikit membacanya. Gue terus tunggu tanggapan chat yang lain, tapi tidak ada lagi balasan dari Ibra.
Sepertinya memang cuma gue yang kelewat heboh menanggapi tentang Ibra..
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
