
BAB 10 SAMPAI BAB 12
BAB 10
Adam mendapatkan pesan singkat, dia langsung mengajak Elisse pergi dari tempat itu. Sebenarnya dia tahu ada Dandi yang mengawasi, tapi pura-pura tidak melihatnya. Dia berpikir itu akan jauh lebih baik. Kencan pertamanya tidak ingin diganggu oleh siapapun.
"Sayang maaf ya, aku ada kerjaan, kita nanti tidak jadi makan malam bersama di rumahku.." ucapnya di telinga Elisse sambil mengeluarkan napas hangat.
"Emm.. tidak.. tidak masalah," kata Elisse sambil mengawasi sekitarnya berharap tidak ada stalker maniak mengejar mereka berdua.
"Kamu tegang sekali, ada yang ngintipin kita ya?"
"Adam, itu.."
"Biarin aja, nanti kamu kuantarkan sampai rumah, biar nggak digangguin sama dia."
"Makasih."
"Tentu saja."
Elisse meleleh setiap kali mendengar rayuan demi rayuan Adam. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya kepada orang lain setelah itu. Dari mulai masuk bioskop, turun lantai satu, berjalan keluar Mall, sampai menuju lantai rumahnya.
Akan tetapi anehnya, dia tidak melihat Dandi dimanapun setelah itu. Padahal dia yakin laki-laki itu seperti hendak menelannya hidup-hidup. Amarahnya sangat memuncak saat melihatnya bersama Adam.
Lalu kini?
Tidak ada kabar. Ponselnya sunyi kecuali pesan-pesan singkat dari Adam. Tidak ada gangguan yang Samapi membuatnya kesal. Walaupun itu terlihat menenangkan, tapi Elisse merasa sedikit kesepian.
Bukan hanya itu, di kampus pun, dia tidak diikuti Dandi lagi. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya hingga dia melihatnya sekilas masuk ke gedung fakultasnya dengan memakai jas khususnya. Semua mahasiswi tampak mengelilinginya.
"Ya memang, dia'kan terkenal," ucapnya tidak sengaja melihat raut wajah Dandi yang dingin pada mereka.
Seperti bukan dia saja, pikirnya kemudian.
Itu berlangsung selama berhari-hari. Dandi tidak mengganggunya, sekalipun mereka bertatap muka, tidak ada satupun kata terlontar untuknya. Malahan, Dandi melengos pergi tanpa peduli lagi.
"Bercanda'kan?" Herannya saat melihat punggung lebar laki-laki itu menjauh.
Elisse terdiam lama di depan halaman gedung fakultasnya hanya untuk memahami situasi itu. Dia mulai berpikir kalau ada rencana tersembunyi yang tengah dia lakukan.
"Bagaimana kalau dia berniat memisahkan ku dengan Adam?" Ucapnya sambil mengepalkan tangan, "awas dia..awas.."
Seseorang menepuk pundaknya, "Hei.. ngapain sih?"
Elisse menoleh, "Evelina?"
"Dandi tadi udah kesini belum?"
"Kesini buat apa?"
"Ngasih tau, besok ada pesta pribadi di rumahnya, setelah kuliah langsung kesana aja. Kamu dan Adam harus datang ya.."
"Pesta? Kayaknya tidak perlu. Kami mana mungkin diundang."
"Ayolah datang ya, Dandi punya kejutan loh. Maksudku kami.."
"Apa maksudnya?"
Evelina malah tersenyum, "Entahlah, aku sendiri juga nggak tahu. Tapi pasti seru kok. Udah datang aja, gratis, kapan lagi? Seru pasti! Banyak yang datang juga.."
"Acara apa sih?"
"Nanti dijelasin dia."
"Ribet banget deh."
"Yang penting datang ya! Bye, aku mau belajar masak sama Dandi dulu!" Ucap Evelina menjauh sambil melambaikan tangan kanannya, "sampaikan salamku pada Adam!"
"Ngapain datang, pasti dia mau bully Adam. Geng-nya kan sialan.." gerutu Elisse mulai berjalan pulang sendirian. Entah mengapa beberapa saat dia merasa kesepian. Bagaimanapun, biasanya ada orang sialan yang mengikutinya, kini dia tidak ada.
Antara lega dan sepi.
Dia merasa cukup gundah hingga Adam datang menghampirinya. Pacarnya itu cepat sekali kalau mencari keberadaannya. Bahkan langkah kakinya tidak disadari sama sekali oleh seorang Elisse.
"Sayangku," panggil Adam, "kamu tadi ngobrol sama Eve ya?"
Elisse curiga, "Kamu nguping?"
"Nggak juga, Eve akhir-akhir ini menjauhiku, jadi aku heran saja kenapa dia mendekatimu tadi."
"Menjauhimu?" Ulang Elisse penasaran, "kenapa?"
"Entahlah. Tanpa dia, aku benar-benar tidak bisa makan enak lagi."
Elisse sedikit kecewa mendengarnya.
Adam langsung membenarkan, "Maksudku, dia teman yang baik hati karena selalu memasak untukku."
"Aku masih tidak bisa masak."
"Elisse, kita bisa belajar."
"Adam.." panggil Elisse mulai menatap sang kekasih dalam-dalam, "apa Evelina benar-benar tidak bisa hilang dari pikiranmu?"
"Kenapa kamu tiba-tiba bilang seperti itu?"
"Entahlah," Elisse menyentuh dadanya, "aku merasa kamu sangat cemas karena Evelina menjauhimu."
"Bukan cemas begitu, Sayang," ucap Adam mengelus rambut Elisse dengan lembut, "aku hanya heran. Takutnya dia mengatakan hal jahat padamu karena Dandi atau semacamnya."
"Dia hanya mengundang kita ke pestanya Dandi besok."
"Oh," Adam menjadi sumringah mendengarnya, "hanya itu, kita datang yuk.."
"Supaya kamu bisa bertemu Evelina?"
"Supaya kita bisa pamer hubungan kita."
"Beneran itu maumu?"
"Iya."
Elisse langsung tersenyum, "Aku mau kalau itu." Ia melingkarkan tangan ke lengan kiri pacarnya dengan sayang. Lalu menyandarkan kepala di pundaknya sepanjang mereka berjalan.
Adam hanya tersenyum. Senyuman kecil yang perlahan malah melebar sempurna.
Eve, Evelina, milikku, pikirnya kemudian. Meskipun pikirannya tertuju pada orang lain, dia tetap mengelus rambut pacarnya untuk membuatnya tenang.
"Kamu mau tidak kumasakkan sesuatu hari ini?" Tanya Elisse menatapnya sekilas.
"Boleh, Sayang. Ayo ke rumahku.."
"Belanja dulu bagaimana?"
"Tentu."
***
BAB 11
Elisse ke rumah Adam setelah berbelanja bersama. Meskipun semua kegiatan itu sangat membahagiakan baginya, namun bagi Adam terlihat membosankan. Pasti dalam benaknya hanya terlukis wajah Evelina. Kepalanya senantiasa dipenuhi suara manisnya.
Laki-laki ini baru bicara sesaat setelah menaruh kantong belanjaan di atas meja dapur, "Kita masak bareng ya.."
Pacarnya mengangguk sambil mulai mengeluarkan isi belanjaannya. Dia segera beradaptasi dengan suasana bersih dapur Adam. Menaruh semuanya di dalam lemari pendingin dengan rapi dan teratur. Kemudian mulai memotong-motong sayuran.
Karena dia hanya diam, Adam lantas menggodanya. Ia merangkul pinggangnya, "Kenapa kamu, Sayang? Diam terus, apa aku melakukan kesalahan?"
Elisse sedikit syok melihat kedua tangan Adam di perutnya itu, "Emm.. tidak apa-apa."
"Katakan padaku, pasti kamu kepikiran sesuatu 'kan?" Tanya Adam malah menurunkan tangannya ke bawah dress yang dia pakai.
"Adam.." Elisse sangat risih merasakan kulit jemari tangan lelaki itu sesekali menyentuh pahanya. Dia berbalik dan menyingkirkan tangan itu. Lalu berkata kembali, "kenapa kamu tidak mandi dulu, aku akan masak semuanya untukmu. Rasanya pasti enak kok.. aku jamin."
Adam tidak mau melepaskan lingkaran tangannya, "Tapi aku tidak mau pergi sebelum kamu beri tahu aku apa yang sedang mengganggu pikiranmu, Elisse."
"Adam.. aku tidak.."
"Kamu berpikir aku dari tadi kepikiran orang lain? Atau kamu sedih karena dijauhi Dandi?"
Elisse terdiam.
"Mana yang benar?" Adam sedikit tersinggung dengan diamnya gadis ini. Dia menaikkan dagunya seraya berbisik mesra, "kamu mencintaiku'kan?"
"I...ya," sahut Elisse malah terdengar ragu-ragu.
"Iya apa?"
"Aku.. menyukaimu."
"Elisse, tempo hari kamu sangat semangat mengatakannya, kenapa malah makin lama makin tidak bergairah begini? Kamu tidak suka padaku? Ternyata aku begini.. mengecewakan ya?"
"Begini apa, kamu baik kok.."
"Aku begini, Elisse.." ulang Adam sembari memeluknya lebih erat. Kemudian mencium leher harum gadis itu secara agresif. Kanan ke kiri, kiri ke kanan.
"Mm.." Elisse berusaha mendorong Adam untuk menyingkir, "Adam, please, aku harus membuat makanan."
Adam semakin menggodanya, "Kamu lucu sekali, Elisse."
"Adam.."
"Aku hanya bercanda, Sayang," Adam berusaha mencium bibir Elisse, tapi gadis itu membuang muka.
"Aku.. aku.."
"Iya udah, iya udah, aku mandi dulu ya!" Ucap Adam kemudian meninggalkannya.
Elisse malah membisu sendirian. Tangannya terus bekerja, sementara pikirannya kemana-mana. Dia sangat bimbang karena sadar kalau Adam terus memikirkan Evelina. Semakin lama dia bersama orang yang dia cintai ini, semakin dia terluka.
"Ternyata membuat hati orang berubah itu sulit," bisiknya saat mempersiapkan makan malam di meja. Olahan telur buatannya sangat kacau dan tidak enak dipandang.
Dia menulis pesan singkat berbunyi:
Selamat makan, Adam.
Lalu pergi meninggalkan tumah itu tanpa pamit. Dia beruntung bisa keluar tanpa diketahui karena Adam mandinya cukup lama.
•••
Keesokan harinya,
Elisse baru menanggapi pesan Adam saat dia diajak ke pesta pribadi Dandi. Awalnya gadis itu hanya ingin menyendiri dan menangisi perasaannya sendiri. Namun, pada akhirnya, pesona Adam mampu menaklukkannya kembali.
Bukan sehari atau seminggu dia menyukai seorang Adam, melainkan setahun. Tidak mudah baginya untuk menghilangkan perasaan itu. Menyakitkan memang, mau bagaimana lagi?
Mereka berdua memakai pakaian kasual berwarna senada, yaitu biru muda. Elisse dengan dress-nya, sedangkan Adam berkemeja. Sekilas keduanya terlihat seperti pengantin baru yang sedang berbulan madu. Cocok sekali. Sempurna.
Satunya cantik tampak feminim, satunya tampan bak profesor muda. Mereka berdua sangat serasi di mata semua tamu Dandi. Setiap mata seakan terpana pada mereka, tak terkecuali si tuan rumah.
Semua pandangan kagum tamu Dandi yang kebanyakan mahasiswa kampusnya juga itu membuat suasana hati Elisse berbunga. Dia sesekali tersenyum menatap wajah pacarnya, ya.. sampai akhirnya dia sadar kalau dari awal memang tujuan Adam kemari hanya untuk mendekati Evelina lagi.
"Adam?" Panggilnya.
Adam malah menghampiri salah satu meja samping kolam renang belakang rumah Dandi ini. Di sana berdiri seorang Evelina yang terbalut pakaian kaos dan jeans kasualnya. Dia terlihat begitu tomboy namun cantik jelita.
"Hei, Eve.." panggil Adam tersenyum padanya.
Evelina menyambutnya dengan memberikan segelas jus di meja, "Hei, apa kabar? Sudah lama tidak berbincang, mana pacarmu?"
Adam menoleh untuk menunjukkan Elisse, tapi sayangnya gadis itu malah tidak ada. Hanya wajah mahasiswa asing yang semakin memenuhi area kolam renang ini.
Dandi mendekati kedua orang tersebut dengan hanya memakai celana renang. Ya, dia sedang telanjang dada. Dia tampaknya sangat bangga memamerkan tubuh bidangnya, "Selamat siang, para bucin.."
"Apaan sih," Evelina menanggapinya dengan tawa lirih. Dia memberikannya segelas jus pula, "nggak ada minuman lain ya? Aku berasa sehat minum jus melulu ini.."
"Oh, mau minum apa? Yang lebih mahal ada itu di dalam," sahut Dandi mengedipkan mata, "mau nggak? Sama aku nanti.."
"Kau kepanasan ya?" Sindir Adam.
Dandi malah menyeringai, "Ini pool party, jangan norak. Yang terbiasa main sodoku di pojokan kamar, pulang saja ya.."
"Aku kemari hanya ingin menyenangkan Elisse," balas Adam tersenyum kecil, "karena dia kemarin sudah menemaniku, membuatkanku makan malam, berbagi ciuman.."
Bukan hanya Dandi yang tegang mendengarnya, melainkan Evelina juga. Gadis itu langsung melototi Adam seolah tidak percaya kalau dia bisa membahas tentang 'ciuman'.
Dandi menuding wajah Adam, "Kau.."
Mendadak teriak Jevan membuyarkan amarahnya, "Dandi! Kau kalah tadi, Sono masuk kolam!" Ia juga hanya memakai kolor renang. Dia menepuk punggung sobatnya itu dengan keras.
"Elisse.." bisik Dandi mengedarkan pandangan ke berbagai arah. Matanya baru menangkap keberadaan gadis itu sedang bersandar di tembok samping pintu di belakang kerumunan mahasiswa lain yang sedang mengobrol.
Dia baru ingin mendekatinya, tapi Jevan menarik kolornya dan langsung menjebur ke dalam kolam secara singkat. Akibatnya, air kolam menyembur ke semua orang dibarengi dengan uara sorak-sorai menggelegar. Semuanya malah bahagia melihat tuan rumah diperlakukan seperti itu.
"Dokter awas kedinginan!" Goda temannya, Jimmy.
Saudara kembarnya, Joshua, malah tertawa terpingkal-pingkal melihat Dandi dan Jevan yang saling menenggelamkan kepala masing-masing sebagai bentuk kemarahan.
"Itu Pak pengacara, hati-hati dituntut pak dokter!" sindirnya terus tertawa.
"Dokter VS Pengacara di kolam renang," ucap seorang gadis yang merekam kejadian itu sedari tadi.
Elisse tidak tertarik berada keramaian ini, apalagi melihat pacarnya sendiri malah menghampiri Evelina. Dia malah masuk ke dalam rumah Dandi tanpa peduli apapun lagi. Setidaknya ada tempat yang bisa dijadikan tempat menyendiri.
"Sudah kuduga, lebih baik aku diam saja di rumah," katanya sambil mengagumi desain interior dalam rumah mewah ini. Matanya mendelik menikmati langit-langit yang lebih putih ketimbang awan. Semuanya tampak bersih dan mengkilat.
Kakinya terus melangkah hingga sampai ke ruang tengah yang kosong. Ada televisi layar datar, sofa empuk, meja penuh camilan, terutama pop corn, ruangan ini sudah pantas disebut bioskop pribadi.
"Wah.." pujinya.
Tapi kenapa sepi sekali disini? Apa tidak ada penghuninya lain?, Pikirnya heran.
***
BAB 12
Klek..
Suara pintu yang dikunci dari dalam oleh Dandi. Dia bahagia sekali saat mengetahui kalau kelinci buruannya sudah masuk rumahnya. Bahkan tidak percaya kalau Elisse malah meninggalkan area pesta dan nyasar ke ruangan pribadi disini.
Elisse yang sedang menyandarkan diri bak bos di sofa langsung menoleh dengan wajah kaget, "Dandi!"
"Sayang, akhirnya kita dekat lagi.."
Saat Dandi mendekat, Elisse waspada karena laki-laki ini memakai celana kolor saja. Apalagi saat dia mengusap dada basahnya dengan handuk kecil serta mengibaskan rambut.
"Sudahlah.." ucap Elisse lirih malas memikirkan Dandi. Isi kepalanya hanya Adam, sedangkan hatinya terus diliputi kegalauan.
"Cemburu ya Sayang, masa pengantin baru cemburu.." heran Dandi duduk di sampingnya, lalu menyalakan televisi.
"Apaan sih, jangan lebai."
"Aku tahu kalau hati kamu sedang sakit."
"Lebai."
"Aku ini calon dokter loh, jadi aku peka kalau kamu kesakitan. Sini kuperiksa ya.."
"Lebai."
"Elisse."
"Bukannya kamu melengos aja kemarin itu, kenapa sekarang sok bucin lagi?" Tanya Elisse meliriknya tajam, "sok-sok cool menjauhiku.."
"Eh, kamu kangen? Ngomong dong, aku cuma kesal saja sama kamu, Elisse, kamu sih.. mesra amat dengan Adam."
"Adam.. tidak bisa berubah."
"Tuh'kan, apa kubilang, dia hanya menyukai Evelina."
"Bukannya kamu punya berita tentang Evelina juga? Itu tujuanmu membuat pesta ini'kan? Berita apa? Kalian jadian? Dekat? Terus apalagi?"
Dandi malah tersenyum puas, "Kayaknya kamu yang cemburu banget ini."
"Aku.. aku tidak cemburu!" Bantah Elisse membuang muka, "aku mencintai.. Adam."
" Eh, kok ragu-ragu gitu?"
Elisse meramas dadanya yang terasa sesak, "Adam.. Eve.. tega sekali mereka. Lalu kamu.. kamu juga pasti hanya mempermainkanku, kamu mau pacaran dengan Evelina? Katakan saja, umumkan.. rebutkan saja dia!"
"Kenapa kamu ini sulit sekali dipahami, aku bilang suka dibilang bohong, aku cuek dibilang sok cool, aku dekat dengan cewek lain, cemburu."
Elisse tidak mau meladeninya.
Dandi memegang punggung tangan kanan gadis itu, "Biar kuperiksa dada kamu gimana?"
"Aku.. sedang malas bercanda."
"Masa' kamu tidak mau main dokter-dokteran denganku."
Elisse menegaskan kepadanya tentang suasana hatinya, "Satu, kamu itu calon dokter hewan, dua, dokter tidak mesum sepertimu, tiga, jangan ganggu aku! Aku sedang galau!"
"Adam bilang, kamu dicium ya?"
"Tidak.."
"Kok ragu begitu."
"Ti..dak."
Melihat reaksi Elisse yang sedikit mencurigakan malah memicu kemarahan Dandi. Tanpa banyak bicara lagi, dia malah memegangi tengkuk gadis itu, lalu mendaratkan ciuman singkat padanya.
"A...apa.." Elisse kaget bukan main, dia mengusap bibirnya beberapa kali.
Dandi tersenyum menggoda, "Bagaimana?"
"Bagaimana apanya!" Kesal Elisse hendak berdiri, tapi malah ditarik ke dalam dekapan Dandi.
"Tunggu sebentar dong, baru juga mulai," goda Dandi menahan tubuh Elisse agar tetap duduk di pangkuannya, "aku tanggung jawab kok atas ciuman tadi, aku akan jadi pacarmu."
"Mendadak aku lebih suka waktu kamu melengos saat melihatku kemarin ketimbang bucin seperti ini."
"Kamu tahu tidak, obat galau itu?"
"Tidur?"
"Bukan.." Dandi memposisikan Elisse untuk duduk lagi di sofa, kemudian memaksanya berbaring. Sedangkan dia menikmati keindahan wajahnya dari atas.
"Kamu menyentuhku, akan kupotong tubuhmu jadi tiga," ancam Elisse tidak takut sama sekali meskipun dirinya sedang di apit oleh sofa dan dada telanjang seorang laki-laki.
"Santai, Sayang. Aku ini orangnya suka main pelan," Dandi malah sesekali meniup-niup telinga Elisse, "ayo kubantu balas dendam bagaimana?"
Elisse mulai tertarik, "Balas dendam?"
"Aku tidak tega orang yang kusayangi hanya dimanfaatkan seperti ini. Hanya dijadikan pembantu, alat permainan, lalu pemuas nafsu.."
"Tidak.. itu tidak benar," ucap Elisse berusaha menyingkirkan kebenaran itu, "Adam itu baik."
"Baik pada Evelina."
"Tidak. Dia pacarku!"
"Kamu yakin masih mau dengannya?"
"Tujuan kami kesini adalah untuk memamerkan kebersamaan kami. Tentu saja, aku masih.. ingin.. bersamanya.." terang Elisse sangat galau. Dia menjadi cemas memikirkan Evelina tadi.
"Tidak usah dilawan. Keluarkan saja kemarahanmu pada cowok setengah kadal itu."
Mata Elisse mulai berkaca-kaca, dia langsung mengalungkan kedua tangannya pada leher Dandi sekaligus mencurahkan isi hatinya, "Padahal aku selalu memikirkannya, berusaha sebaik mungkin untuknya, tapi dia hanya pura-pura menyukaiku, aku tahu! Tapi aku berharap dia menyukaiku.. tapi aku sekarang sadar, dia itu penuh tipu muslihat! Aku membencinya, Dandi!"
"Dia mendekatimu hanya untuk membuatku kesal, Elisse, dia membenciku karena Evelina menyukaiku. Dia melampiaskannya padamu.." kata Dandi bernada sedih, "aku sangat ingin menghajarnya, tapi kamu pasti.."
"Aku tidak tahu lagi sekarang."
"Kubantu meringankan kegundahan hatimu, nanti kuberitahu caranya membuat kadal kapok, Sayang."
"Bantu apa?"
Dandi menjawabnya dengan tindakan. Perlahan-lahan dia menciumi leher Elisse, sesekali menggigitnya kecil.
"Kam..Kamu mau ngapain?" Tanya Elisse sampai menggigit bibirnya agar tidak mengeluarkan suara aneh. Sebenarnya dia tidak tahan hanya karena merasakan embusan napas hangat Dandi.
"Sudah diam saja kamu, pasti suka," jawab Dandi bernada bisikan, "aku melakukan ini dengan love loh, bukan lust. Aku ini pengagummu nomor satu, Elisse sayang. Tidak ada orang yang mencintaimu melebihi diriku. Kamu, bibirmu, matamu, tubuhmu, jiwamu, semuanya adalah milikku. Jadi jangan kamu berikan pada orang yang salah lagi.."
Elisse malah tersenyum, "Aku tahu kamu itu gila, tapi aku sadar ternyata kamu jauh lebih gila, maniak, dan aneh."
"Sayang, kita itu sama."
"Maaf, aku.. aku tidak aneh.." kata Elisse tidak sengaja mendesah sesaat karena ciuman menggila Dandi.
Dandi tertawa, "Ah, barusan suara apa ya?"
"Bukan aku."
"Kita lihat saja sebentar lagi ya, Elisse. Akan kujadikan kamu, milikku, akan kuberitahu kamu enaknya menjadi milik Dandi."
Elisse sedikit waspada.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
