
=
Namaku Fiki Fernando—Aku punya sebuah hobi yang terbilang unik dan tidak biasa, yaitu keisenganku di dunia maya untuk bermain crossdressing, atau dikenal juga dengan istilah nge-trap. Aku suka berdandan dan berpakaian untuk berpura-pura menjadi cewek, hal tersebut kulakukan semata untuk tak lebih dari sekedar bersenang-senang. Biasanya orang-orang seperti diriku kerap disebut sebagai crossdresser.
Hal ini sangat menyenangkan sekali, karena ada sebuah sensasi tersendiri ketika kita berhasil mengelabui orang lain yang melihat—terutama para cowok. Karena tidak sedikit penampilan para Trap yang begitu totalitas, ada yang makeup-nya benar-benar terlihat cantik seperti cewek asli, bahkan sampai ada juga yang berani tampil seksi dengan pakaian serba terbuka karena bodinya juga sangat mendukung (mulus dan ramping menyerupai cewek padahal aslinya berbatang).
Jaman sekarang sudah bukan hal yang sulit untuk tampil seksi di depan kamera meski sebagai crossdresser. Kalau punya modal yang cukup, kita tinggal membeli perlengkapan crossdressing; ada skinsuit atau bodysuit, juga breast form dan hip-pads. Sekarang semua itu sudah bisa dipesan dengan mudah lewat online—asalkan kamu punya modal. Dengan semua peralatan itu kita bisa tampil totalitas hingga benar-benar menyerupai cewek. Dan terbukti banyak sekali yang sudah tertipu oleh penampilan pemakai body/skinsuit ini (terutama cowok).
Para cowok yang sudah terlanjur kepincut, entah sampai nafsu atau bagaimana, pada akhirnya hanya harus menelan rasa kecewa—karena ternyata tititnya udah ngaceng kepada objek yang salah. Maklum lah … sebenarnya cowok itu makhluk yang lemah, tititnya bisa jauh lebih jujur daripada isi kepalanya (ada siapapun yang menarik dan seksi, si titit udah langsung ngaceng keedanan).
≡

≡
Hobi crossdress ini dimulai ketika aku duduk di bangku SMA. Kala itu aku sedang menggemari budaya populer dari Jepang yang namanya anime (kartun animasi), manga (komik Jepang), dan juga Cosplay (costume play).
Cosplay adalah sebuah permainan kostum di mana kita meniru kostum dan riasan untuk bisa tampil menjadi tokoh idola kita. Banyak karakter dari tokoh-tokoh kartun Jepang yang menarik untuk di-cosplaykan, hobi ini sangat digemari oleh pecinta kartun animasi Jepang diseluruh belahan dunia.
Pada saat mengenal cosplay, aku baru tahu kalau ternyata banyak juga cowok-cowok yang memerankan tokoh lawan jenis. Hal ini dinamakan crossplaying alias crossdressing cosplay. Buatku itu seperti sebuah seni tersendiri, karena aku begitu kagum melihat bagaimana seorang cowok bisa tampil begitu sempurna sebagai karakter cewek, bahkan (jujur saja) ada yang benar-benar lebih cantik dari cewek asli!
Sejak itu aku pun jadi mulai tertarik mendalami segala sesuatunya tentang dunia cosplay dan crossdressing. Awalnya aku melakukan video chat dengan para teman onlineku—mereka adalah para cosplayer yang sudah lebih senior—aku minta diajari tips dan trik untuk melakukan Crossdress Cosplay.
Karena ternyata ada banyak cara untuk membuat seorang cowok terlihat lebih feminim. Mulai dari teknik makeup yang tepat, hingga trik untuk membentuk tubuh. Bahkan ada cara untuk membuat cowok bisa terlihat seakan seperti punya cleavage (belahan dada), sehingga membuatnya jadi lebih menarik perhatian.
Apalagi mereka bilang kalau wajahku sangat gampang sekali untuk di-makeover jadi cewek, tubuhku yang langsing juga semakin mendukung untuk tampil dengan kostum-kostum cewek.
Tubuhku kecil? … Ya memang benar sih apa yang dikatakan oleh orang-orang. Kalau aku melihat tubuhku sendiri … entah kenapa aku memang tidak seperti anak cowok pada umumnya, karena tubuhku terbilang sangat kecil. Di saat teman-teman cowokku semua sudah punya tubuh cowok puber yang sempurna, lebar dan gagah—akan tetapi—kelas 1 SMA ini tinggi badanku hanya 137 cm. Apalagi kulitku juga putih—dan juga putihnya tidak lazim seperti cowok, tapi malah cerah dan glowing ketika diterpa cahaya, juga cenderung halus dan lembut, benar-benar seperti kulit cewek.
Paras wajahku pun juga tidak ada kesan maskulin sama sekali. Raut wajahku cenderung manis kemayu, alisku hitam dan tipis melengkung sempurna seperti alis cewek, bulu mataku lentik, dan lingkar mataku cenderung lebar seperti mata cewek, bibirku juga warnanya pink alami.
Rambut pendek saja kadang aku dikira cewek tomboy. Apalagi kalau rambutku panjang sedikit saja, orang-orang pasti bakal banyak yang menganggap aku ini anak cewek.
Dengan rupaku yang seperti ini, seringkali aku diledek sebagai banci, bencong, cupu, dan sejenisnya. Padahal aku sudah berusaha agar bisa tampil sejantan mungkin, seperti mencoba menggelapkan kulit dengan berjemur ketika hari libur. Tapi yang ada kulitku malah jadi merah-merah kemudian terkelupas dan malah kembali ke warna semula. Kemudian aku juga heran kenapa badanku sulit bertambah tinggi.
Teman-temanku sudah pada tumbuh kumis dan rambut ketiak, hanya aku saja yang masih mulus seperti anak cewek. Bahkan rambut kemaluan pun juga belum kunjung tumbuh sama sekali. Rambut-rambut yang ada di tubuhku sangat amat jarang, dan kalaupun ada di beberapa bagian—seperti di kulit tangan dan di kulit paha—tapi cenderung halus dan sangat tipis seperti rambut cewek.
Dan yang paling parah dari semua itu adalah … suaraku! Karena suaraku belum juga berubah. Padahal seharusnya usiaku sudah masuk usia akil baligh, tapi suaraku masih saja seperti anak SD, tinggi dan bisa melengking seperti anak cewek. Kalau paduan suara aku malah disuruh bernyanyi di deretan anak cewek, karena aku mampu mengeluarkan suara sopran (suara tinggi cewek).
Sementara anak-anak cowok lainnya sudah pada pecah dan ngebass semua. Kalau aku ngomong biasa saja suaraku benar-benar seperti cewek, jadi kadang aku suka sok-sok merendahkan biar terdengar sedikit lebih cowok—tapi itu malah membuatku semakin terlihat konyol.
Dari dulu tubuhku juga sangat lemah, aku tidak pandai dalam olahraga apapun juga, karena aku selalu cepat lelah kalau banyak bergerak. Entah apa yang menyebabkan pertumbuhan tubuhku begitu sangat amat terlambat. Aku pernah iseng membaca-baca di beberapa literatur online, sepertinya aku mengalami kekurangan hormon testosterone atau mungkin bisa juga aku mengalami kelainan pada kromosom. Entahlah … tapi yang pasti orang tuaku malas memeriksakan diriku ke dokter, karena mereka merasa tidak ada yang aneh pada diriku.
Lanjut kepada hobi cosplay dan crossdress. Untuk dapat mewujudkan hobi tersebut, maka terlebih dahulu aku harus menguasai caranya berdandan. Tapi aku masih bingung siapa yang bisa membantuku belajar dandan. Tidak mungkin aku minta mamaku yang mendandaniku, apalagi adikku.
Oh iya, aku punya adik perempuan namanya Cyntia, kami beda tiga tahun. Tapi sayangnya aku sama sekali tidak dekat dengan Cyntia, kami berdua bahkan tidak seperti kakak-adik, mungkin lebih seperti tetangga kamar yang tinggal serumah. Tapi jika dilihat, orang yang tetanggaan kamar kos pun sepertinya masih lebih saling bisa dekat ketimbang aku dan Cyntia.
Pokoknya dari kecil kami jarang bicara dan selalu saling cuek. Aku tidak mengerti kenapa tapi dari kecil Cyntia memang sangat cuek dan menganggapku seperti tak pernah ada. Mungkin karena dia merasa besar kepala sebagai anak yang paling diperhatikan. Toh memang semenjak dirinya lahir, perhatian Mama dan Papa seratus persen lebih fokus pada anak perempuan bungsunya itu. Aku sih seakan seperti sudah dianggap tidak ada, cuma nyawaku yang masih gentayangan di rumah ini. Ah … aku juga tidak peduli lah, karena aku sudah punya kesenanganku sendiri. Aku punya kehidupanku, dan Cyntia punya kehidupannya.
≡
* * *
≡
Lanjut cerita — untungnya sekarang sudah zaman dengan teknologi yang serba maju, jadi aku belajar sendiri tutorial makeup dari berbagai channel video streaming yang ada di Youtube. Sebagai modal awal, diam-diam aku mengambil alat-alat makeup Mama, lagipula toh ia juga sudah lama sekali tak pernah menggunakannya. Semenjak punya dua anak, Mama sudah sangat jarang—bahkan bisa dibilang tak pernah lagi menyentuh yang namanya makeup.
Setelah beberapa kali latihan secara otodidak, tak kusangka aku sudah bisa merias wajahku dengan makeup minimalis. Sepertinya aku memang berbakat dalam hal ini. Dan kurasa ini bukan hal yang aneh, karena toh banyak juga cowok yang berprofesi sebagai makeup artist.
Selanjutnya—dengan uang tabunganku—aku pun mulai membeli beberapa baju-baju cewek yang casual seperti blouse dan rok mini, juga kaus kaki legging dan sepatu sandal cewek. Sebagai pelengkap, tentu saja tidak ketinggalan aku juga harus punya wig alias rambut palsu.
Sejak itu aku jadi semakin girang bereksperimen, memadu padankan berbagai jenis pakaian cewek, bahkan aku juga semakin berimprovisasi dengan skill meriasku.
Aku sempat takut apabila aku ternyata memiliki kelainan sebagai cowok, karena suka berdandan seperti cewek. Tapi kata teman-teman cosplayku, selama aku tak pernah punya ketertarikan dengan sesama jenis seperti gay, hobi crossdressing itu normal-normal saja. Teman-temanku yang para trap dan crossdresser juga semuanya tetap cowok normal di kehidupan sehari-hari, mereka punya pacar dan memiliki keseharian yang sebagaimana lazimnya cowok normal. Intinya, cosplay dan crossdress hanya sebatas hobi yang dilakukan pada waktu tertentu saja.
Secara seksual aku memang masih merasa sangat sehat, buktinya aku tetap normal dan terangsang kalau melihat cewek seksi. Hanya saja … herannya aku sulit sekali mengingat mimpi basahku, tau-tau begitu bangun aku mendapati celana dalamku sudah basah.
≡
Aku membuat akun media sosial khusus untuk aktivitas cosplay dan crossdress; lengkap mulai dari; Facebook, Youtube, Instagram, Snapchat, Tiktok. Aku membuat nama alter ego-ku yaitu Vika Vernanda. Entah dari mana aku terpikirkan begitu saja akan nama tersebut.
Aku selalu rutin mengupload foto-foto selfie dan video-video crossdressingku. Aku juga melakukan live streaming untuk sekedar iseng saja pansos di dunia maya memviralkan sosok Vika Vernanda. Semua kulakukan di kamarku sendiri.
Tak kusangka banyak sekali yang langsung mengikuti akun media sosial Vika. Aku juga senang sekali karena teman-temanku yang para sesama crossdresser dan cosplayer pada memuji hasil riasanku. Padahal aku hanya makeup minimalis saja dengan peralatan seadanya. Saat ini aku hanya punya foundation, bedak, eyeliner, pensil alis, serta lipstick. Aku bahkan belum punya eyeshadow, perona pipi, dan aku juga belum mengerti cara membuat kontur dan shading. Tapi banyak yang bilang karena wajahku mendukung jadi tidak sulit untuk dirias jadi cewek. Banyak sekali teman-teman crossdress cosplayer yang mengajakku untuk ketemuan, banyak juga yang penasaran ingin meriaskan wajahku.
Berkat akun Vika Vernanda, aku jadi banyak dapat teman-teman baru meskipun semuanya hanya di dunia maya.
Sedangkan di sekolah juga lingkungan rumahku—aku malah hampir tidak punya teman. Di mata anak cewek aku kurang populer dan dianggap tidak menarik. Di pergaulan cowok pun aku juga tidak dianggap sama sekali, disamping karena aku juga sangat payah dalam kegiatan olahraga. Tapi kini, hobi cosplay dan crossdressing telah memberikan dunia baru untukku.
Oh iya, tapi aku punya satu teman main namanya Rino. Dia tetangga dekat rumahku, kebetulan kami juga satu sekolah hanya saja kami beda kelas. Rino juga penggemar anime dan manga Jepang, dia punya koleksi video dan gambar-gambar hentai (anime dewasa) yang sangat banyak. Dari semua teman sekolah, hanya Rino saja yang tau rahasiaku sebagai crossdresser di dunia maya. Dia juga mengikuti akun Vika Vernanda tapi hanya sebatas jadi stalker tetapku, tidak pernah ikut komen atau posting apapun.
≡
* * *
≡
Lanjut kepada rutinitas kehidupanku di sekolah — setiap jam istirahat aku akan selalu mencari pojokan paling nyaman untuk mojok sendiri sambil main HP ditemani segelas es teh. Untungnya di sekolahku bebas menggunakan HP, tapi dengan syarat hanya diperbolehkan pada jam istirahat saja. Selama jam pelajaran HP wajib disimpan di dalam tas dan di-silent atau dimatikan. Kalau ada yang melanggar, maka sebagai sanksinya HP-nya akan disita oleh pihak sekolah.
Aku sangat jarang jajan di sekolah, aku lebih suka membawa makanan apa yang ada dari rumah. Kalau tidak ada makanan ya aku baru akan makan ketika sudah pulang ke rumah—oleh karena itu aku jadi kadang suka telat makan. Tapi selera makanku kebetulan juga memang tidak besar, makan sedikit saja sudah membuatku kekenyangan dan mual. Mungkin itu salah satu sebab kenapa aku jadi kurus dan sulit gemuk. Tapi karena hal itu aku jadi irit dan uang tabunganku jadi banyak.
"Woi, mojok sendirian mulu lo …" tegur Rino.
Nah itu dia si Rino, tetanggaku sekaligus satu-satunya temanku yang paling dekat di sekolah meski kami beda kelas. Penggemar hentai kelas berat berbagai genre, dari yang normal sampai yang hardcore. Pokoknya yang penting ada suara cewek ngerang-ngerang dan suara becek ceplak-ceplak. Karakter hentai kesukaannya adalah yang modelnya seperti anak SD tapi toketnya segede semangka. Yah, namanya juga anime alias kartun animasi semua khayalan bisa jadi kenyataan.
"Wow followers lu di akun Vika nambah terus lho, friendlist facebook lu aja udah poll tuh 5000 orang." kata Rino.
"Hahaha … ga tau tuh Rin, koq bisa ya? Emang dasar netizen—terutama cowok, paling ga tahan lihat cewek apalagi yang bening-bening. Padahal dia nggak tau aja tuh kalau yang di-add juga sama-sama cowok." kataku sambil tertawa.
"Facebook gue nih nggak ada lagi yang add, malah yang gue add aja juga belum pada respon." kata Rino.
"Sini lu gue permak jadi cewek deh, gue jamin daftar pertemanan lu bakal mendadak jadi banyak deh."
"Idih … najong dah, kagak perlu! Gue nggak mau ikut-ikutan jadi banci." katanya. "Eh– eh– itu si Icha tuh! Gebetan lu … lagi gandengan mesra sama pacarnya, ha–ha–ha!!" tunjuk Rino sambil meledek.
≡
Isyana Saraswati yang biasa dipanggil Icha adalah anak gadis yang menurutku paling cantik di sekolah. Rambutnya hitam lurus dan panjang, matanya bulat dan indah menghiasi wajahnya yang imut, kulitnya putih dan sangat cerah. Tidak hanya cantik, ia pun juga pintar, cerdas dan berprestasi. Di sekolah ia juara tarian daerah dan lomba pidato bahasa Inggris.
Begitu banyak cowok-cowok yang mengidolakan Icha, tapi semua pada mundur terhormat karena mereka tahu tidak mungkin bersaing dengan pacarnya Icha yang juga superstar sekolahan bernama Johan.
Apalagi diriku—yang hanya sebatas secret admirer-nya saja, untuk kenalan dan bertegur sapa dengan Icha saja aku takut. Lagian yang namanya cewek populer, cantik dan cerdas macam Icha mana level sama cowok kutu kupret dan culun macam diriku.
Meskipun sebenarnya aku nggak bisa dibilang kutu buku sih, karena kalau kutu buku kan pintar dan jenius … sedangkan aku—sudah cupu juga malah nggak pintar-pintar amat. Mungkin aku malah lebih cocok disebut kutu kupret.
Icha sudah berpacaran dengan Johan dari awal masuk sekolah. Johan juga adalah anak lelaki paling populer di sekolah, walau masih kelas 1 SMA tapi tinggi badannya sudah mencapai 170 cm, kulitnya putih, tubuhnya juga gagah dan atletis. Di sekolah dia juara olahraga basket dan renang. Semua anak cewek pada mengidolakannya.
Ya begitulah caranya dunia berputar … kalau kamu punya penampilan yang mendukung, masalah hidupmu bakal beres. Tapi kalau butek culun seperti diriku, pasti hidupnya bakal banyak masalah dan suram.
"Eh bro … semua orang di sekolah ini koq pada punya prestasi ya. Ada yang juara pidato, kesenian, olah-raga, bahkan cerdas cermat. Nah kita doank yang belum jadi apa-apa nih bro." celetuk Rino.
"Udah koq gue punya kegiatan ekskul (ekstrakurikuler)." jawabku.
"Apa tuh?"
"Catur."
"Woi kunyuk … ekskul itu kan udah dibubarin karena udah nggak ada peminatnya lagi. Delapan puluh persen cowok di sekolah ini tuh pilih basket, sisanya antara renang sama bulu tangkis." kata Rino.
"Udah lah Rin … kita berdua nih emang kenyataannya payah di bidang olahraga, fisik kita nggak mendukung sama sekali.
Terus kalau di bidang akademik, misalnya mo ikut lomba pidato? Juga kayaknya nggak mungkin deh, ngomong di depan orang aja kita gagap apalagi di atas panggung. Trus kalo misalnya mo kesenian lu bisa apa? Lukis? Nyanyi? Baca Puisi?" kataku. "Udah lah, jadi populer di sekolah tuh nggak penting. Yang penting kita tuh cepet lulus, cepet bebas."
Tidak terasa akhirnya jam istirahat pun habis, dan kami harus kembali melanjutkan pelajaran sampai waktunya jam pulang.
≡
Jam pulang sekolah — Saat keluar kelas dan baru saja hendak berjalan pulang, kulihat Icha lagi berdiri sendiri sambil memainkan HP-nya. Sejenak terbesit keinginan untuk mendekatinya sekedar untuk menyapa dan berkenalan saja, tapi masalahnya … aku begitu gugup dan takut.
Dari dulu aku memang sangat takut mendekati lawan jenis, karena jujur saja aku malu dan tidak tahu bagaimana cara memulai perkenalan dengan lawan jenis. Aku selalu tidak percaya diri kalau sudah berada dekat cewek. Lagipula apa yang bisa kujadikan modal buat deketin cewek? Tampang aja nggak punya, kepintaran dan daya tarik juga nggak ada sama sekali.
Akhirnya keburu si Johan lah yang datang dan mendekati Icha. Cowok tinggi dan gagah itu tanpa tedeng aling-aling langsung serta merta nyosor ke pipi Icha—dan Icha pun juga dengan sukarela menerima ciuman dari cowoknya di pipinya. Johan memang tidak malu-malu untuk memamerkan kemesraan di depan umum, sekarang pun dia lagi merangkul pinggang Icha.
‘Duh, kapan ya gue bisa menyentuh cewek kayak gitu. Ah, jangankan menyentuh, deketin aja nggak berani.’ ucapku dalam hati.
Walhasil semua khayalan itu hanyalah fantasi yang menjadi angin lalu. Si Icha naik ke boncengan motor Kawaskaki Tinja 250 cc milik Johan sambil berpelukan mesra. Pokoknya menempel begitu rapat sampai tidak ada celah sedikitpun bahkan buat lalat numpang lewat—saking rapatnya ia memeluk Johan.
Brrrmmmm … dan kemudian hanya suara knalpot motornya saja yang melambaikan salam perpisahan kepadaku—yang selama ini hanya bisa menjadi penonton dari jauh.
"Woi duluan ya Bro!" kata si Rino yang juga lewat di sampingku, mendahuluiku dengan sepedanya.
Di sekolah ini ada yang punya mobil, ada yang dijemput supir, ada yang punya motor mulai dari bebek dan skuter matic sampai motor 250 cc. Yang paling low cost ya hanya si Rino, satu-satunya yang pakai sepeda.
Sedangkan aku … ya cukup jalan kaki aja. Padahal sih keadaan ekonomi keluargaku tergolong lebih dari mampu, orang tuaku bisa aja kalau mau beliin aku motor merk apapun. Tapi entah kenapa mereka nggak mau … aku disuruh jalan kaki aja.
Kalau kuhitung-hitung … dari rumah ke sekolahku jaraknya sekitar dua puluh menitan dengan berjalan kaki. Apalagi kalau pulang siang gini gerah dan panasnya bukan main rasanya. Meski yang mengherankannya sih aku tetap aja putih walau sudah sering kepanasan di bawah terik matahari begini.
Selain itu, mungkin ini juga salah satu alasan kenapa badanku sulit bertambah tinggi. Yaitu karena buku pelajaran sekolahku itu sangat banyak dan berat, dan bayangkan saja setiap hari aku harus memanggul tas seberat ini dengan jalan kaki.
Itulah bagaimana teganya orang tuaku … membiarkan anaknya tumbuh menjadi seperti ini. Aku juga tidak pernah diberikan suplemen penambah tinggi badan selama masa pertumbuhan.
≡
* * *
≡
Suatu hari aku melihat di group cosplayer yang aku follow di facebook, ada pengumuman sebuah acara gelar Jepang yang akan diselenggarakan di kampus DP Jakarta Timur. Kebetulan kampus itu dekat sekali dengan tempat tinggalku di Pondok Kelapa.
Tampil depan umum? Padahal baca puisi di kelas saja aku sudah gemetaran. Tapi entah kenapa untuk yang satu ini aku begitu penasaran, seperti apa ya rasanya tampil bercosplay di depan banyak orang.
Teman-teman onlineku juga sudah pada ribut, semua sudah pada memaksa-maksa diriku untuk ikut turun ke event, sekalian kami semua jadi bisa ketemuan. Karena selama ini aku hanya berhubungan lewat online dengan mereka.
Kupikir-pikir untuk apa juga aku malu, itu kan di kampus orang, tak akan ada yang mengenali diriku. Meskipun aku kelihatan malu-maluin juga tidak bakalan ada yang peduli. Lagipula banyak teman-teman sesama cosplayer juga akan mendampingiku di sana.
Aku lantas memberitahukan juga kepada Rino soal acara gelar Jepang itu. "Lu nggak mau ikut Rin? Siapa tau aja banyak cosplayer yang cantik-cantik bening-bening, nanti kan lu bisa foto-foto bareng sama mereka." kataku.
"Cosplayernya cewek asli apa jejadian macam lu? … Kalau macam lu mah gue kagak minat lah."
"Ya kan banyak juga cosplayer cewek asli, cuma masalahnya … lu bisa bedain apa kagak, mana yang asli sama mana yang sembunyiin batangannya?"
"Ah, ya bisa lah, insting cowok kan kuat." kata Rino.
"Ah yakin lu?"
"Ya iya lah, mau dandan segimana cantiknya juga kalau namanya cowok ya pasti ketahuan."
"Nah itu temen-temen online gue yang lu add dan mutualan sama lu, tuh kan cowok semua aslinya."
"Ah masa sih??" Rino langsung kaget dan melongo.
"Iya! Ha–ha–ha!!" aku pun ngakak menertawakan Rino yang kelihatan shock. "Eh udah lah, mending hari ini lu temenin gue. Kita jalan ke mall yuk, gue mau beli alat makeup nih buat cosplay besok."
≡
Siang itu aku dan Rino pergi ke Mall yang sudah terkenal sebagai salah satu spot tongkrongan anak gaul di Jakarta Utara. Di sana juga ada banyak toko hobby untuk komunitas penggemar Jepang yang menjual barang-barang merchandise Anime. Kalau jaman dahulu kita masih suka berburu komik dan DVD anime, tapi sekarang semua itu bisa dicari dengan mudah di internet. Jadi toko hobby kini lebih banyak menjual barang-barang koleksi seperti model kit, action figure, aksesoris kostum dan baju-baju cosplay.
Sewaktu sedang berjalan-jalan, tidak sengaja kami berdua berpapasan dengan Icha yang lagi gandengan mesra sama Johan.
"Wahahaha … lihat tuh gebetan lu, lagi mesra banget jalan berdua sama pacarnya!" Rino langsung otomatis meledekku.
Penampilan Icha kelihatan berbeda sekali daripada sewaktu pakai seragam sekolah. Di sini Icha begitu bebasnya pakai kaus cewek lapis cardigan, dan bawahan celana hotpants yang memperlihatkan sepasang pahanya yang mulus. Wajahnya juga begitu cerah dengan dandanan makeup yang chic style, rambut panjangnya dipakaikan bando yang ada kuping kucingnya—membuatnya kelihatan semakin imut.
Yah, aku sih tetap aja cuma bisa mupeng doank—jadi penonton yang mengkhayalkan banyak hal tentang wanita cantik, namun semua itu tak akan pernah jadi bagian dari hidupku.
Akhirnya aku lanjut dengan tujuanku semula, yaitu beli alat makeup untuk keperluan cosplay.
Waktu aku masuk ke toko kosmetik Rino langsung pergi menjauh. Aku sudah maklum, pasti dia malu melihat teman cowoknya yang belanja alat-alat rias cewek. Padahal menurutku cowok belanja alat rias itu sudah tidak aneh, karena toh banyak juga makeup artist cowok, dan mereka pasti juga sering belanja alat makeup.
Btw, kalau belanja properti cosplay aku tidak pernah belanja di Hobby Shop, karena harganya pasti akan sangat mahal. Jadi aku beli di toko biasa yang harganya lebih murah. Contohnya seperti Wig, aku membelinya di butik kecantikan, nanti tinggal aku modif sendiri yang penting dapat warna yang sesuai.
Baju-baju untuk kostum juga aku tidak pernah membeli yang langsung jadi (seperti yang biasa dijual di toko hobby). Tapi aku akan mencari baju di toko baju biasa, yang kira-kira sesuai, kemudian aku modifikasi sendiri.
≡
Setelah mendapatkan segala keperluanku, aku lanjut menemani Rino yang masih mau melihat-lihat ke toko hobby, ia suka mengoleksi action figure seksi.
Saat sedang melihat-lihat, rupanya tak disangka Icha pun juga berada di sana. Dia sedang berada di rak gantungan kunci yang ada di sampingku. Kulihat Johan tidak ada bersamanya, mendadak jantungku langsung degdegan, rasanya aku sudah ingin pergi saja dari sana supaya jangan sampai berpapasan dengannya.
Aku semakin gugup dan gelagapan saat Icha malah berpindah ke rak pajangan yang sedang kulihat-lihat. Saking gugupnya aku mundur dan malah terjatuh menabrak tumpukan bantal model Waifu 2D—dan aku jatuh tepat di bagian toket bantal waifu 2D tersebut.
Spontan saja orang-orang yang melihat pada menertawakan diriku. Tapi untung saja aku tidak menyenggol apa-apa yang rawan pecah, kalau nggak kan berabe banget.
Mas penjaga toko juga tertawa sambil membantuku bangun. "Gimana mas? Empuk yaa? Enak kan? Kenyal dan empuk kayak toket asli, kualitas nomor satu tuh. Lagi ada diskon mas khusus buat member, mungkin masnya berminat? Asik lho buat temenin bobo, apalagi kalau masih jomblo." si mas penjaga toko juga langsung oportunis mengambil kesempatan untuk jualan.
Sementara semua orang masih saja menontonku sambil tertawa-tawa. Si Rino malah sudah pergi menjauh, dia melihatku tapi pura-pura tidak mengenalku, ya pastinya karena dia tidak mau ikut menanggung malu.
Tapi tak disangka-sangka Icha di sana dan ikut menolongku berdiri.
Kerumunan orang-orang pun akhirnya bubar.
"Waduh … kenapa sih kamu sampai jatuh? Emang nggak kelihatan apa rak segede gitu?" kata Icha sambil tertawa kecil dengan suara lembutnya itu. Kemudian ia pun memperhatikan rupaku dari atas sampai bawah. "Eh, kayaknya aku pernah lihat kamu di mana yaa?"
Aku yang sudah kepalang malu rasanya sudah mau kabur aja, kalau punya jurus menghilang aku mau melenyapkan diri sekarang juga.
"Oooh iyaa … kamu bukannya satu sekolah sama aku yaa? Aku sering lihat kamu mojok di kantin sama temen kamu juga tuh yang item pendek rambutnya pitak." kata Icha. "Sorii, hehehe … soalnya aku nggak tau nama kalian. Eh kamu kelas mana sih aku koq juga nggak tau … kupikir aku kenal satu sekolah tapi aku malah nggak tau kamu."
Hanya Icha saja yang dari tadi cerewet dan bicara sendiri, sementara aku malah kaku gemetaran. Akhirnya aku mulai memberanikan mengeluarkan suaraku.
"Ehm, gue … Fiki." kataku sambil masih gugup dan gemetaran. "Dan yang di sana itu temen gue … namanya Rino." sambil kutunjuk ke arah Rino yang lagi sembunyi di samping rak yang tidak jauh dari kami.
Setelah yakin kerumunan sudah benar-benar bubar barulah Rino keluar dari persembunyiannya.
"Oh, gue Icha, eh koq kita nggak pernah kenalan di sekolah sih?" katanya padaku.
"Hm, ya… ehehehe …" aku pun hanya cengengesan saja. Baru kali ini aku menjabat tangan cewek yang terasa begitu halus dan lembut, apalagi bisa mendengar suaranya yang imut langsung di hadapanku. Jantungku jadi makin jedag jedug ga jelas.
Tapi baru saja kami mengobrol sebentar Johan sudah datang. Seperti biasa dia mau nyosor dan kali ini sasarannya adalah bibir Icha, tapi kali ini Icha meng
hindar dengan menoleh, jadi hanya kena di pipi.
"Ah ayank … ciyum dulu donk, ini kan udah aku beliin es thai tea bobanya." kata Johan sambil mendusel ke pipi dan leher Icha.
"Eh yank, ini lho ada teman sekolah kita juga." kata Icha sambil mundur mengalihkan perhatian—sekaligus supaya lepas dari duselan genit Johan.
Johan memperhatikan kami berdua dari atas sampai bawah. "Hm … ooh iya gue inget! Elu kan anak kelas B itu!" katanya padaku.
"Eh, kamu kenal mereka yank?" kata Icha pada Johan.
"Ini lho yank, anak kelas B yang pernah lari-lari telanjang waktu acara perkemahan jambore kemarin. Wahahaha … iya bener kan elu? Anak aneh yang lari-lari telanjang selesai mandi di kali itu?" ledek Johan padaku.
≡
Aku jadi teringat kejadian waktu acara perkemahan beberapa waktu lalu. Sewaktu acara mandi di sungai tiba-tiba aku dikerjain oleh teman-teman cowok. Aku ditelanjangi kemudian diceburin ke sungai, dan saat aku kembali ke pinggir semua bajuku sudah dibawa pergi. Aku kebingungan dan hanya bisa diam telanjang di tengah sungai sampai kedinginan. Akhirnya aku nekat lari-lari telanjang menyelinap ke camp, tapi apesnya aku ketahuan dan akhirnya diteriakin. Jadilah aku tontonan orang-orang.
Banyak yang merekam kejadian memalukan itu, sampai pada menyebarluaskan lewat akun twitter mereka. Hingga akhirnya jejak digital memalukan itu jadi keributan antara pihak sekolah juga para orang tua murid, termasuk orang tuaku. Akhirnya semua yang punya rekaman itu sudah dihapus satu per satu. Namun biarpun dihapus dan sudah tidak viral lagi, namanya jejak digital pastinya tetap masih ada saja sisa-sisanya di luar sana.
Herannya orang tuaku malah menyalahkan aku, mereka bilang aku lah yang salah dan memalukan nama baik keluarga. Tidak ada satupun yang memberikan dukungan moral padaku.
Bahkan Rino pun saat itu juga menjauh karena malu untuk dekat denganku. Barulah pada akhirnya setelah hal itu berlalu dan tidak viral lagi, Rino mau lagi untuk kembali bermain denganku.
≡
Johan menceritakan semua hal itu depan Icha sambil tertawa terbahak-bahak.
Yah, nasib … rusak lah sudah pencitraanku di depan gadis gebetanku.
"Eh, Johan nggak boleh gitu! Bercandanya kelewatan banget sih anak-anak itu, kamu waktu itu nggak ikut-ikutan kan?" kata Icha ke Johan.
"Wah sayangnya aku nggak ikut, coba aku ikut pasti aku kerjain lebih parah lagi." kata Johan sambil tertawa-tawa.
"Ih ayank, nggak baik kayak gitu!" kata Icha.
"Biarin, lagian tampang culun kayak gini tuh enaknya dikerjain. Udah ah yank, ngapain kamu ngobrol bareng pecundang kelas macam dia. Tinggalin aja dia sama homoannya tuh, cocok banget tuyul putih sama dedemit item pitak." seru Johan sambil ngakak.
Rino nampak kesal tapi ia diam saja.
"Yuk ah cabut, main ke Timezone." kata Johan ke Icha.
Ekspresi Icha nampak tidak enak karena kelakuan Johan, tapi tanpa sempat mengobrol apapun lagi dia sudah digandeng Johan dan diseret pergi dari sana.
"Udah ah, kita balik yuk, udah nggak ada yang mau dicari lagi kan." kataku pada Rino.
Akhirnya kami berdua pun pulang. Yah setidaknya aku jadi bisa kenalan dengan Icha, entah apakah dia masih ingat aku besok kalau di sekolah, pikirku. Paling dia juga udah lupa, dia akan kembali asik dengan dunianya bersama pacarnya. Mereka berdua kan selebriti sekolah, sedangkan aku hanya ampas kehidupan.
≈
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
