Jadikan Aku Cantik | Chapter 01

4
0
Deskripsi

Pilihan hidup untuk cantik adalah pilihanku—terlepas dari apapun jenis kelaminku. Kebahagiaanku tidak akan bisa diatur oleh siapapun itu.


 

Di sebuah rumah yang terletak di sebuah kawasan perumahan di daerah ibu kota. Di dalam sebuah kamar, nampak dua orang yang sedang asyik bersenda gurau, saling bercanda-canda di depan cermin dengan kata-kata yang genit dan manja. Mereka sedang bersiap-siap untuk berdandan secantik mungkin dan menyiapkan pakaian yang seksi dan anggun untuk dipakai malam ini.

Tapi … tunggu dulu! Berdandan? Menyiapkan baju-baju yang anggun dan cantik? Masalahnya, mereka berdua bukanlah wanita. Mereka adalah dua orang pemuda bernama Lano dan Erik. Ya, mereka berdua adalah lelaki. Lelaki normal, dengan rupa fisik normal lelaki, dan kehidupan sehari-hari yang juga normal sebagai layaknya lelaki.

Namun lantas, apa yang mereka lakukan?

Berdandan dan tampil seperti wanita?

Karena, mereka hanyalah para lelaki yang sebatas mempunyai sebuah kegemaran berbusana dan berpenampilan wanita. Mereka berbeda dengan kategori yang mungkin lebih kita kenal sebutannya sebagai; waria atau transgender. Kegemaran yang dilakukan oleh mereka berdua adalah sesuatu yang istilahnya disebut sebagai ‘Crossdressing’, atau bisa disebut juga ‘berlintas busana’.

Waria atau transgender, adalah mereka yang sudah jelas-jelas dan dengan sengaja mengubah sebagian hingga keseluruhan tubuh mereka. Seperti misalkan; melakukan suntik hormon untuk kecantikan dan menumbuhkan payudara, melakukan perubahan juga pada bentuk tubuh dan wajah dengan operasi plastik agar semakin menyerupai wanita, dan bahkan yang paling puncaknya adalah yang sampai melakukan bedah pergantian kelamin untuk menyempurnakan identitas. Semua itu karena mereka punya tujuan; agar dapat merasakan menyatu seutuhnya, sepenuhnya, setiap saat, setiap waktu, dengan kejiwaan yang ada dalam dirinya.

Bagi kalangan yang disebutkan barusan, menjadi wanita adalah kebutuhan purna waktu. Sedangkan bagi kalangan seperti Lano dan Erik, berpenampilan wanita hanyalah sebuah kebutuhan akan kesenangan kesenangan paruh waktu.

Lelaki Crossdresser hanya berpenampilan feminim untuk sebatas kepuasan dan kesenangan pribadinya saja. Mereka punya peralatan-peralatan khusus untuk mendukung penampilan tanpa perlu mengubah tubuh dengan macam suntik hormon dan sejenisnya. Setelah mendapat kepuasan, mereka akan menanggalkan pakaian wanita yang dikenakannya, dan otomatis akan kembali normal menjadi laki-laki. Jadi bukan untuk purna waktu menjadi wanita, seperti waria atau transgender.

 

 

Crossdress—istilah dalam bahasa asing tersebut, secara harfiah diterjemahkan sebagai; lintas busana. Suatu kegiatan, yang merupakan sebuah kegemaran untuk berpenampilan layaknya lawan jenis. Pria menjadi wanita, dan sebaliknya yang wanita menjadi pria. Semacam permainan pertukaran peran dan gender yang ditampilkan hanya sebatas dalam bentuk penampakan visual. Hanya bersifat sementara dan ditujukan untuk kesenangan pribadi semata. Seorang pelaku crossdressing disebut sebagai crossdresser.

Kegiatan crossdresser menjadi sebuah fenomena tersendiri karena entah kenapa kegiatan ini kelihatan jauh lebih digemari, digeluti, bahkan ditekuni dan menjadi sebuah obsesi tersendiri pada kalangan pria dibandingkan dengan kalangan wanita. Sangat teramat jarang, wanita memakai busana laki-laki untuk bersenang-senang. Biasanya wanita hanya memakai busana lelaki sebatas keadaan darurat. Misalnya, ada kejadian yang menyebabkan ia terpaksa untuk meminjam baju saudara lelaki (kakak), teman cowok atau bisa juga pacarnya. Akan tetapi, pada laki-laki, hal ini justru menjadi sebuah kegiatan yang … katakan saja, jauh lebih eksploratif.

Beberapa lelaki di dunia ini, ada yang entah bagaimana memiliki kecenderungan dan kesenangan terpendam untuk mengeksplorasi sisi feminim dalam dirinya, meski kenyataannya mereka adalah lelaki maskulin di kehidupan sehari-hari.

Ada lelaki crossdresser yang hanya menikmati berpenampilan wanita karena menyukai sebuah nilai fashion. Namun ada juga yang melibatkan suatu hasrat terpendam, atau bisa dikatakan sebuah kebutuhan khusus. Dalam hal ini langsung saja kita sebutkan secara terang-terangan; yaitu kebutuhan seksual yang melibatkan sebuah hasrat fetish.

Sebuah kenyataan bahwa; seorang lelaki normal bisa sangat terangsang ketika menyentuh, bahkan, mengenakan busana lawan jenis. Hal tersebut karena adanya pengaruh fetish seksualitas. Namun beda halnya pada wanita—hal tersebut tidak pernah terjadi pada kaum wanita. Sehingga, kegiatan crossdressing bukanlah sesuatu yang dianggap eksploratif bagi kaum wanita. Dan fenomena misterius ini terjadi hampir di seluruh dunia. Di mana pun—belahan dunia manapun—pasti selalu ada lelaki yang menjadi pelaku lintas busana.

Crossdresser masih merupakan suatu hal yang dianggap kurang lazim di mata masyarakat awam. Hal tersebut mungkin dikarenakan prinsip hidup patriakis dan superior maskulinitas yang sampai sekarang masih dianut oleh kehidupan masyarakat normal. Dalam prinsip hidup dunia patriakis; Laki-laki selalu dituntut harus keras dan ‘jantan’, tidak boleh feminim seperti perempuan yang dianggap lemah. Terlebih lagi kalau yang digadang-gadang sudah persoalan yang membawa kepercayaan religius; dalil-dalil agama yang menyebutkan; larangan bagi laki-laki untuk menyerupai perempuan.

Intinya; adalah suatu hal yang sangat terlarang bagi laki-laki untuk tampil menyerupai wanita. Dalam kondisi apapun, dalam keadaan apapun, dalam bentuk apapun dan baik dengan alasan apapun.

Di jaman modern ini, semakin banyak para lelaki-lelaki crossdresser cantik hadir dengan penampilan mereka yang sempurna. Hingga seringnya malah—nyaris—tidak dapat dibedakan dengan wanita asli. Mereka hidup seperti biasa dan tanpa kita sadari berada di antara kita, di kehidupan sehari-hari kita.

Eksistensi crossdresser bagi kalangan masyarakat awam tetap cenderung dianggap tak lazim dan tidak jauh berbeda seperti halnya keberadaan kaum yang mereka sebut sebagai—jenis kelamin ketiga, yaitu kelompok waria. Dianggap sama-sama memiliki perilaku seksual menyimpang LGBTQ yang sangat mereka kutuk keberadaannya.

 

Satu hal lagi yang menarik perhatian; seringnya juga ada yang membuat rancu antara sosok crossdresser dengan kalangan banci-banci transvestite. Hal ini adalah yang paling sensitif karena sudah benar-benar menyangkut urusan orientasi seksual.

Untuk menjelaskan hal tersebut; kembali seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya—jika waria atau transgender adalah kalangan yang menyatukan jiwa dan raga dengan tujuan menyamakan bentuk fisik agar bertemu dengan kejiwaan yang ada dalam dirinya. Dan crossdresser adalah wanita feminim paruh waktu. Di antara keduanya, ada kalangan banci-banci transvestite. Yang satu ini agak tersamar dengan kategori crossdresser. Kesamaannya adalah; karena mereka sama-sama lelaki yang memakai pakaian wanita, dan ditujukan untuk mendapatkan kesenangan. Akan tetapi, secara karakter—antara banci dan crossdresser—keduanya memiliki sebuah perbedaan yang sangat signifikan.

Crossdresser—saat ia berbusana dan berpenampilan wanita—ia akan menjiwai sepenuhnya kewanitaan yang ditampilkannya. Ia memakai busana yang fashionable, padu padan yang indah dan anggun, berbinar, cantik dan glamor, dengan pulasan makeup yang rapih dan terlatih. Ia menjadi layaknya wanita, dari segi berbicara, gestur, dan bertingkah laku sefeminim mungkin. Ia menutup dan menyembunyikan sisi maskulinnya secara keseluruhan.

Sedangkan bagi para banci; mereka merasa tidak perlu harus menjadi cantik yang paripurna. Mereka tetap membiarkan sisi maskulin pada diri mereka yang menonjol—yang bahkan menyatakan dengan jelas bahwa mereka adalah lelaki. Pakaian yang dikenakannya lebih kepada atribut untuk membangkitkan gairah-gairah erotis, pakaian-pakaian yang bisa membangkitkan hasrat seksual dan fetish dalam dirinya. Mereka juga sangat minim dalam memakai makeup, dan bahkan ada yang merasa tidak perlu bermakeup sama sekali. Wajah lelaki kadang justru ditampilkan apa adanya. Karena fokus tujuan utama adalah bukan untuk cantik dan fashionable seperti crossdresser. Tapi lebih kepada kepuasan, di-wanita-kan sebagai lelaki. Ada suatu hasrat dan kepuasan untuk menunjukkan agar orang melihat dengan jelas bahwa dirinya adalah lelaki yang kewanita-wanitaan. Bahasa tubuh dan ekspresi mereka dengan gamblang mengatakan; “Lihatlah … aku lelaki, tapi aku kewanita-wanitaan. Dan aku ingin kamu tahu itu. Aku adalah banci.”

 

* * *

 

Kembali kepada Lano dan Erik. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka bekerja di sebuah kompleks perkantoran di distrik pusat bisnis ibu kota. Lano bekerja di sebuah perusahaan industri pemasaran digital (Digital Marketing). Sedangkan Erik mendapat kerja di sebuah coporate office, kantor cabang dari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang bisnis distribusi.

Lano dan Erik bertemu dan berkenalan saat mereka sama-sama berkuliah di satu kampus yang sama. Mereka adalah teman satu angkatan juga dalam satu fakultas yang sama. Mereka berkuliah di salah satu kampus yang ada di ibu kota. Keduanya sama-sama pendatang dari kota Bandung.

Sejarah kegemaran mereka akan hobi fenomenal yang satu ini, dimulai dari ketika masa-masa silam kala mereka duduk di bangku perkuliahan.

 

 

–––––––––Flashback sejenak ke masa lalu–––––––––

Kala itu sedang ada sebuah event panggung pentas seni di sebuah kampus yang terletak di daerah ibukota. Seorang pemain Band dengan piawai dan lihai memainkan gitar melodi di atas panggung hiburan. Dia adalah seorang cowok bernama Erik Damian Fransisko. Dia bersama teman-teman satu bandnya baru saja menyelesaikan satu lagu yang menghibur semua penonton yang menyaksikannya.

Acara berlanjut dengan panggung acara cosplay cabaret; sebuah ajang permainan menampilkan pentas kostum dari karakter fiksi sebuah film animasi atau komik. Di atas panggung nampak sosok gadis cantik yang berlenggak-lenggok dan berpose dengan molek. Akan tetapi, sosok ‘gadis cantik’ yang sedang tampil tersebut bukanlah cewek sungguhan, melainkan seorang cowok, yang berbalut penampilan karakter cewek. Dia adalah Lano Aristefan. Semua orang sudah cukup mengenalnya karena kepiawaiannya bermain kostum dan makeup, menampilkan sosok karakter lawan jenis dengan sangat sempurna, cantik, memikat, dan totalitas.

Erik dan Lano sama-sama teman satu angkatan dalam perkuliahan, keduanya juga satu fakultas hanya berbeda kelas. Mereka cukup saling mengetahui satu sama lain, tetapi masih kurang saling mengenal dekat pada kala itu.

Erik diam-diam selalu terpana dan kagum melihat penampilan Lano. Entah bagaimana dirinya memendam suatu hasrat, keinginan untuk bisa merasakan sebuah pengalaman tampil menjadi cantik layaknya seorang wanita. Erik sudah lama memendam hasrat aneh tersebut. Awalnya dia hanya sering menonton video-video vlog yang beredar di internet—video konten yang diunggah oleh para crossdresser. Diam-diam dia juga sering membaca kisah-kisah fantasi crossdressing. Rasa penasaran tersebut semakin lama semakin menumpuk di dalam batinnya. Akan tetapi Erik tidak pernah berani untuk memulainya.

Lano aktif di kegiatan theater. Dia memang sudah terbiasa dan tidak malu-malu memerankan karakter cewek. Dia juga seringkali ikut lomba cosplay sebagai karakter-karakter cewek dalam film animasi Jepang—atau yang istilahnya disebut crossplay (crossdresser cosplayer)—setiap ada event copslay di kampus. Terkadang Lano juga tampil dengan dandanan feminim pada hari-hari tertentu. Tapi tentunya hanya busana casual dan makeup yang minimalis, bukan kostum heboh macam ketika lomba cosplay. Di kampus mereka, hal itu sudah bukan sesuatu yang aneh. Mayoritas berpikiran terbuka untuk sesuatu yang dianggap seni. Kalaupun ada minoritas yang tidak menyukainya, mereka hanya akan diam saja. Oleh karena itu, teman-temannya di kampus sudah tidak heran lagi dengan kelakuannya, mereka mengenal dan menganggapnya sebagai tipikal cowok feminim—atau istilah sebutan gaulnya; femboy (femme boy). Di kampus, Lano punya beberapa teman dekat wanita, tapi dia tidak pernah berpacaran dengan siapapun.

Sedangkan Erik aktif di club musik. Dia anggota gitaris sebuah band kampus. Dia tergolong cowok yang keren, gagah dan good looking, sangat mudah bergaul dengan siapapun, terutama dalam hal mendekati wanita. Akan tetapi, Erik tidak pernah serius dalam menjalin sebuah hubungan, sehingga hubungan pacarannya tidak pernah awet dan bertahan.

 

 

Hingga suatu hari—Erik mengajak Lano untuk ketemuan secara pribadi, dan saat mereka bertemu empat mata, Erik pun menyampaikan keinginannya di hadapan Lano; dia meminta kepada Lano agar mau mendandaninya menjadi cewek.

Tentu saja Lano sangat terkejut mendengar permintaan Erik.

‘Erik? … seorang cowok yang ganteng, gagah, anak band, idola banyak wanita. Dan sekarang dia … minta untuk di-makeover menjadi seorang … crossdresser?’ ujar batin Lano.

Pada awalnya Lano merasa sungkan untuk mendandani Erik. Karena dia juga belum pernah melakukan makeover orang lain, disamping itu dia juga tidak punya peralatan yang memadai. Dia hanya punya properti pribadi, dan yang pasti baju-bajunya juga ukurannya sudah pasti tidak akan muat di badan Erik. Lano menyarankan untuk memperkenalkan Erik dengan temannya di club theater yang merupakan seorang MUA alias Make Up Artist yang memang sudah pro untuk mendandani orang. Tapi Erik yang malu tidak mau dirinya dimakeup oleh orang lain, dia hanya ingin mempercayakan perihal keinginannya yang ‘terdengar kurang lazim’ ini secara private kepada Lano saja.

“Bb– berapa … kira-kira yang lu minta?” tanya Erik. Dia lantas langsung menyodorkan Lano sejumlah uang untuk menunjukkan keseriusannya.

Lano seketika terdiam.

Erik meneruskan pembicaraannya, “anggap aja … ini DP dulu. Tapi, berapa … kira-kira yang lu butuhkan, supaya lu mau membantu gue?”

Lano kembali menimang-nimang karena melihat keseriusan Erik. Sebenarnya uang bukanlah hal utama yang menjadi kepentingan baginya. Hanya saja di satu sisi, dia bisa memahami hasrat terpendam yang diinginkan oleh Erik. Dia juga mengerti ‘perasaan itu’, sehingga dia pada akhirnya menyetujui untuk membantu Erik.

“Oke … oke …, gue bakal coba bantuin lu.” ujarnya pada Erik.

Lantas, Lano pun mengundang Erik ke kosannya agar bisa mendandani Erik di sana. Dia sampai harus meminjam baju cewek yang ukurannya paling besar dari properti theater, karena baju koleksi yang dia miliki sudah pasti tidak ada yang pas dengan ukuran badan Erik.

Di kosan Lano—Erik terkejut dengan koleksi baju-baju cewek milik Lano yang ada di satu lemari terpisah.

Tidak hanya baju-baju kostum yang biasa dipakai saat cosplay, tapi banyak juga baju-baju wanita yang biasa dipakai sehari-hari. Ada tanktop, celana pendek hotpants, daster, gaun malam untuk tidur, hingga pakaian-pakaian seksi seperti lingerie, juga baju renang cewek leotard dan bikini.

Bahkan pakaian dalam wanita seperti BH dan CD pun ada berbagai jenis. Salah satunya ada celana dalam model g-string—celana yang modelnya hanya sepucuk kain segitiga mungil yang sangat pas menutup bagian intim, bagian bokongnya terbuka hanya berupa seutas tali yang lewat di pantat. Sungguh seksi dan sangat menggoda sekali. Memandanginya saja sudah membuat ‘si dedek kecil’ Erik diam-diam berdenyut dan bergerak-gerak sendiri di balik celananya.

“Iya, ini semua gue pakai kalau lagi santai sehari-hari di kamar.” tutur Lano sambil memamerkan koleksi baju-bajunya. “Terutama baju renang nih,” katanya lagi sambil memperlihatkan sebuah pakaian renang wanita yang modelnya satu helai menyambung, seperti yang dikenakan oleh aktris cewek di film jadul Baywatch. Swimsuit cewek model leotard berbahan kain campuran; serat spandeks yang elastis dan katun yang lembut dan halus. Ketat, rapat melekat, namun elastis dan fleksibel mengikuti lekuk bentuk tubuh saat dikenakan.

“Gue paling suka sama bahannya. Serat kainnya halus, tapi kuat dan juga berasa banget menyatu melekat dengan bentuk tubuh.” ungkap Lano. “Rasanya seperti berpakaian … tapi juga sensasinya seperti lagi telanjang! Hmm … gimana tuh ya jelasinnya … ya gitu deh.”

Erik memandangi ekspresi Lano yang menyiratkan sebuah rasa dari pengalaman menakjubkan yang dialaminya.

“Mana ada dunia fashion cowok punya produk-produk seperti ini.” ujar Lano sambil kembali melipat baju renang seksi tersebut.

“Ada koq baju seksi juga buat cowok.” ucap Erik.

“Cowok, pakai baju seksi? Hahahahaha—,” Lano tertawa nyaring. “Coba aja lu pikir, apa yang mau dipamer dari tubuh cowok? Tubuh cowok itu nggak punya nilai estetika seperti tubuh cewek.” Lano melanjutkan kata-katanya, “kalau lu pakai baju-baju seksi yang buat cowok? V-neck misalnya? Skinny body fit shirt? Bakalan menjijikkan banget penampilan lu.”

“Ah, tapi tetap kan … ada juga baju yang bervariasi di dunia fashion cowok?” balas Erik.

“Oke, sekarang apa gunanya cowok tampil seksi? Buat menarik cewek? Lawan jenis lu, cewek, bukan jenis yang bisa dirayu dengan cara visual.” Lano membalas. “Buktinya … lu sendiri juga punya banyak fans cewek kan? Dan lu nggak perlu baju seksi kan buat menarik perhatian cewek?”

“Kalo lu tampil seksi sebagai cowok … justru lu akan sangat menarik buat … para GAY.” ujar Lano.

“Kan ada tuh, celana g-string juga yang buat cowok.” kata Erik lagi.

“Iya, dan kalau lu memakainya … gue katakan sekali lagi, lu akan tampak seperti … seorang cowok GAY, homoseksual …” ujar Lano. “HO–MO–SEKS!” dia mengulangi kata-katanya lagi dengan penekanan.

“Terus, kalau cowok pakai baju cewek … lantas apa?” balas Erik.

“Crossdresser!” jawab Lano dengan tegas dan singkat.

“Apa bedanya? sama-sama ya di luar kewajaran kan?” tanya Erik lagi.

Lano pun lantas mendekat pada Erik dan memperlihatkan sebuah foto yang dipotret pada sebuah latar studio.

Di foto tersebut terlihat seorang wanita yang berpose di atas sebuah kasur besar yang memiliki tirai-tirai tiang yang menyangga kelambu. Posisi tidurnya menyamping ala mermaid style. Wanita tersebut mengenakan gaun pesta berwarna merah mawar, dengan makeup yang sangat glamor, eyeshadownya menerangi kelopak matanya, pensil alis membentuk garis alisnya menjadi lancip melengkung dan sangat lentik, lipstik warna merah glossy nya juga senada dengan warna merah gaun yang dikenakannya. Seksi, anggun, auranya begitu mistis, sangat teramat menggoda.

Foto tersebut adalah potret Lano sendiri yang dirias full makeup oleh make up artist professional dan juga difoto oleh seorang fotografer profesional.

“Apa pendapat lu?” tanya Lano.

Erik sedari tadi terdiam, kagum dalam hati. Nafasnya serasa berhenti sejenak ketika memandang foto yang ditunjukkan oleh Lano. Ada sesuatu yang tidak dapat dia ungkapkan. Hanya satu kata yang kemudian keluar dari lisannya, “cantik …” – Kata-kata tersebut terucap dengan jelas, dan meluncur keluar begitu saja.

“Nah, paham kan maksud gue?” kata Lano.

Ya, Erik paham apa yang ingin disampaikan Lano melalui foto tersebut. Secara insting lelaki, Erik baru saja terpana memuja dan memuji kecantikan wanita—namun ditampilkan oleh seorang yang berjenis kelamin sama dengannya. Apakah hal itu membuatnya menjadi lelaki gay? Lelaki penyuka sesama lelaki? Sungguh sebuah perasaan yang aneh. Penuh ambigu dan sulit terjawabkan. Erik tidak merasa sedang memuji dan memuja sosok yang maskulin, tampan, dan gagah seperti dirinya. Walaupun otaknya terus berulang kali mengingatkan jika seseorang yang di dalam foto tersebut adalah sama-sama laki-laki namun batin dan jiwa lelakinya tetap tergugah sebagaimana melihat sosok wanita cantik.

“Gue nggak mau membahas panjang lebar tentang masalah orientasi gender dan seksualitas. Tapi … kalau lu mau membahas tentang masalah wajar atau tidak wajar, gue kembalikan aja sama diri lu sendiri, gimana kata hati lu.” ucap Lano.

Erik hanya nampak terdiam, namun dalam batinnya yang akhirnya berbicara, ‘benar juga sih …’

Ah, sudahlah, Erik pun memutuskan untuk untuk melupakan diskusi tentang baik dan benar, wajar dan tidak wajar. Membahas hal tersebut tidak akan ada habisnya. Sama saja seperti kelakuan umat agama mayoritas di Negeri Tanah Air. Ada ajaran agama tersebut yang bilang; “makan babi itu haram” lantas tidak ada satu pun yang berani makan babi. Ajaran agama tersebut juga bilang; “minum alkohol itu haram” tapi kenyataannya, banyak umatnya yang jelas di kartu identitas kependudukannya menyatakan dirinya beragama tersebut, namun ramai dan tak sungkan mengkonsumsi minuman beralkohol di berbagai acara-acara pesta.

Intinya—kesimpulannya—kalau mau melakukan sesuatu ya dilakukan ya lakukan saja. Toh tanggung jawab urusan masing-masing.

Erik kembali fokus ke tujuannya semula.

Sekarang ini, ada sebuah perasaan misterius yang timbul di dalam dirinya saat melihat baju-baju yang unik dan seksi tersebut. Terlebih lagi saat menyentuhnya. Gairahnya bangkit! Dia belum pernah merasakan sensasi misterius ini sebelum-sebelumnya. Dia jadi begitu penasaran ingin sekali mencoba memakai semua pakaian-pakaian seperti yang Lano miliki. Dia juga ingin merasakan pengalaman-pengalaman luar biasa seperti yang diungkapkan oleh temannya itu.

 

Tanpa banyak basa basi lagi, Lano pun menyiapkan peralatannya dan mulai melakukan makeover kepada Erik. Jantung Erik berdebar keras. Untuk pertama kalinya, dia akan merasakan sebuah pengalaman baru dalam hidupnya; mengenakan pakaian lawan jenis dan berpenampilan layaknya lawan jenis.

Dengan perlahan namun pasti, Lano mendandani wajah Erik. Prosesi dandan memang akan membutuhkan waktu, karena kontur wajah Erik yang maskulin. Seperti yang Lano akui sebelumnya, dia memang bisa mendandani wajahnya sendiri, namun dia tidak sepandai itu untuk mendandani wajah orang lain. Terlebih lagi makeup crossdresser itu penuh trik, guna agar dapat menyembunyikan gurat-gurat kelelakian.

Sementara Erik, hanya diam, memejamkan dan membuka mata ketika disuruh, menoleh, mendongak, sesuai instruksi Lano. Jantungnya semakin berdebar ketika merasakan kain kapas yang lembut berlapis cairan pembersih menyaput di wajahnya, perlahan demi perlahan, membersihkan dan melembabkan wajahnya agar permukaan kulit wajahnya siap untuk dirias. Kemudian, mulailah satu persatu produk-produk kosmetik kecantikan wanita itu dipulaskan pada wajahnya. Rasa lembut dan harum wangi cream foundation, bedak, perona pipi, pemulas bibir …, ‘oh, wangi-wangi wanita …’ bisiknya dalam batin. Semua itu mendatangkan sebuah sensasi tersendiri baginya. Ada sesuatu yang aneh yang dia rasakan di dalam dirinya. Sebuah perasaan misterius. Aneh, tapi … menyenangkan juga menakjubkan.

“Oke, udah selesai.” kata Lano, setelah prosesi dandan yang lumayan lama itu akhirnya selesai. Kemudian dia menghadapkan wajah Erik ke arah cermin.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Jadikan Aku Cantik | Chapter 02
3
0
“Hah? Keluar kayak gini?” kata Erik.“Iya, kenapa lu malu? Peralatan lu udah komplit gitu, mana mahal pula, trus dandanan lu juga udah bagus banget. Masa kita cuma foto-foto di kamar aja?”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan