Bab 7. Dasar Bandot Tua!

3
2
Deskripsi

"Nyebelin banget. Ternyata kamu lagi asyik ngobrol sama calon istri kamu. Ngeselin, dasar bandot tua!" 


 

Sayangnya tingkat kewarasan Arra masih berfungsi dengan normal. Alhasil saat Axelle hendak melakukan hal yang lebih, Arra telah lebih dulu mencegahnya dengan melepaskan tautan bibir mereka.

"Why?" tanya Axelle sambil berbisik pelan.

Lewat sorot matanya pria tampan itu seolah mengatakan bahwa ia tidak suka atas tindakan Arra yang tiba-tiba saja menghentikan kegiatan pertukaran saliva yang baru saja mereka lakukan.

"Nggak di sini, Daddy," kata Arra lalu mengusap dada bidang Axelle dengan lembut. Berharap pria itu mau mengerti.

Axelle pun terdengar menghela nafas berat. "Apa salahnya? Kita belum pernah mencobanya di dalam mobil, Baby." 

Raut wajah Axelle berubah masam, pria itu bahkan langsung membuang pandangannya ke arah samping di iringi dengan gerutuan pelan yang keluar dari bibirnya.

Arra tertawa pelan, melihat sikap Axelle yang tengah merajuk wanita itu pun menjadi gemas. Ia lalu memegang erat lengan berotot Axelle lalu bergelayut manja di sana.

"Dirumah aja ya, Dadd," ucap Arra pelan. Ia mendongak sejenak lalu mengecup ceruk leher pria tampan itu.

Aliran darah di dalam tubuh Axelle berdesir hebat kala merasakan kecupan lembut di lehernya. Sontak ia pun menoleh ke arah Arra.

"What are you doing?" tanya Axelle dengan alis terangkat sebelah. 

Tangan kanannya mengapit pelan dagu Arra hingga wanita cantik itu membalas tatapan matanya.

"Menciummu, Dadd." 

Arra menjawab tanpa rasa bersalah dan dengan gerakan yang lucu lagi menggemaskan wanita itu pun menggerakkan kedua bulu matanya yang lentik itu.

Axelle gemas sekali dengan tingkah Arra barusan. Rasa-rasanya ia sudah tidak sabar dan ingin segera mengajak wanita cantik itu untuk bergulat di atas ranjang hangat miliknya.

"Jangan pernah mengedipkan matamu seperti tadi di hadapan pria lain," ujar Axelle pelan memberi peringatan. "Bahkan tersenyum pun kamu, Daddy larang. Tunjukan semuanya hanya di depan Daddy, bukan yang lain."

Entah mengapa sudut hatinya yang paling dalam, mulai memiliki rasa tidak suka atau lebih tepatnya rasa kesal. Axelle tidak akan rela apapun yang ia punya pada orang lain, termasuk senyuman manis Arra, dan tingkah laku menggemaskan wanita itu. Hanya dia lah yang boleh melihatnya.

"Kenapa gitu, Dadd?" tanya Arra penasaran. Keningnya pun berkerut bingung.

Sederet kalimat impulsif yang Axelle ucapkan tadi, nyatanya membuat Arra berpikir bahwa pria itu tengah bersikap posesif padanya dan lebih parahnya lagi Arra malah beranggapan jika Axelle mungkin tengah cemburu. Ah, harusnya Arra tak perlu berpikir sejauh ini. Seharusnya ia juga sadar jika hal itu tidak akan pernah terjadi.

"Ingat perjanjian itu, Arra. Prof Axelle nggak mungkin jatuh cinta apalagi cemburu sama lo. Harusnya lo sadar diri," gumam Arra bermonolog dalam hati.

Axelle hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban. Pria itu merasa tidak perlu menjelaskan, yang Axelle mau apapun yang ia perintah Arra wajib melaksanakannya tanpa membantah apalagi menanyakan alasannya.

"Ya sudah kita pulang sekarang." Axelle kembali bersuara, pria itu pun mulai menyalakan mesin mobilnya.

"Daddy?"

"Iya, Baby. Kenapa?" 

Kini mobil Axelle perlahan mulai meninggalkan halaman parkir cafe kenangan. Dan mulai memasuki jalanan raya. Pria itu terlihat begitu fokus menyetir dan hanya melirik Arra sekilas saja.

"Bahan makanan di kulkas habis, Dadd. Gimana kalau sekarang kita belanja bulanan aja?" ajak Arra. 

Wanita itu sudah kembali pada posisinya semula dan kini ia pun terlihat tengah melihat pemandangan jalanan ibu kota dari jendela samping.

"Boleh," jawab Axelle singkat.

Kemudian pria itu kembali menambah kecepatan mobilnya dan kini ia pun mengubah arah tujuannya menuju pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta.

*

*

*

Tiba disana Arra langsung mengambil troli dan memilih beberapa barang yang sudah habis. Sementara Axelle sendiri masih setia mengikuti kemanapun wanita itu pergi.

Di sela-sela kegiatan berbelanja bersama yang mereka lakukan, Axelle pun sempat terkekeh pelan. Bisa-bisanya ia tunduk dan patuh pada wanita ini, padahal jujur saja seumur hidup bahkan Axelle tak pernah sekalipun menemami mami Shafa berbelanja kebutuhan pokok seperti ini. 

"Prof, ada yang kurang nggak?" tanya Arra lalu mencolek lengan Axelle yang sejak tadi terlihat tengah melamun itu.

Axelle berdecak sebal. Selain di kampus Axelle selalu kesal jika Arra memanggilnya dengan sebutan 'prof' bukan 'daddy' seperti biasanya.

"Kita lagi nggak di kampus. Jadi stop panggil saya dengan sebutan profesor," ucap Axelle pelan, namun penuh penekanan.

"Tapi, kita lagi diluar, Prof eh Dadd. Aku takut orang lain mendengar percakapan kita."

"Apa masalahnya? Toh, kita juga nggak kenal dengan mereka. Daddy tanya memang apa yang kamu takutkan?"

Arra sempat menghela nafasnya sejenak sebelum akhirnya kembali berkata. "Aku bisa dikira simpanan om-om kalau terus menerus memanggil kamu dengan sebutan Daddy. Apalagi melihat penampilan kita yang kontras begini," jelas Arra.

Ya, memang benar siapapun orangnya pasti akan berpikiran jika Arra adalah simpanan om-om tua yang mapan lagi tampan. Bagaimana tidak? Axelle sendiri berpenampilan begitu formal, juga bulu-bulu halus yang tumbuh mengitari rahang pria itu. Menambah kesan tua, bagi siapa saja yang melihat Axelle saat ini. Sangat berbanding terbalik dengan penampilan Arra.

Axelle mendengus sebal. Tanpa menjawab perkataan Arra, ia pun memilih berjalan menuju kasir. Axelle ingin buru-buru tiba di apartemen dan mencukur habis bulu-bulu halus yang mengitari wajah tampan nya itu.

"Apa iya gue kelihatan setua itu?" gumam Axelle kesal dalam hati.

Sesekali pria itu menatap pantulan dirinya dari layar ponselnya.
 

*

*

*

Axelle dan Arra pun telah selesai berbelanja. Keduanya tak langsung pulang ke apartemen dan karena merasa lapar mereka pun memutuskan memesan makanan dulu di food court yang terletak di lantai dasar.

"Daddy, aku ke toilet dulu ya." Arra lalu beringsut dari duduknya. 

"Oke. Jangan lama-lama, Baby," kata Axelle mengingatkan. 

Sebab makanan mereka baru saja datang, jika dibiarkan terlalu lama tentu rasa sedap dan nikmat pada makanan itu sedikit berkurang.

Arra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dan tak lama ia pun sudah berjalan menuju toilet. Axelle sendiri memilih sibuk dengan gadget nya sambil menunggu Arra datang kembali.

"Abang Axelle?" panggil seorang wanita dan terlihat berjalan mendekat ke arah Axelle.

Merasa ada yang memanggil namanya Axelle pun buru-buru menoleh ke arah sumber suara itu. Manik mata setajam elang itu pun membelalak sempurna, saat tahu siapa sosok wanita yang ada di hadapannya saat ini.

"Mami? Ngapain di sini?" tanya Axelle gelagapan. 

Mami Shafa tersenyum dan tanpa menunggu persetujuan wanita paruh baya itu langsung mendudukkan dirinya di samping sang anak.

"Mami lagi belanja sama Nayla. Sini Nay duduk." Mami Shafa lalu menepuk kursi kosong di sebelahnya.

Nayla, wanita yang diketahui berprofesi sebagai dokter itu pun langsung duduk di sebelah mami Shafa. Wanita cantik itu sempat tersenyum lembut saat menatap Axelle barusan.

"Kenapa, Mami duduk di sini?'

Bukan maksud mengusir mami Shafa, hanya saja Axelle takut mami nya akan bertemu dengan Arra di sini. Gelagat pria itu semakin gusar, takut Arra tiba-tiba datang dan duduk manis di sampingnya. Hal itu pasti akan menimbulkan kecurigaan juga tanda tanya di dalam hati sang mami.

"Ya terus mami harus duduk di mana lagi, Bang? Semua meja udah penuh, dan lagipula tadi nggak sengaja mami lihat kamu lagi duduk sendiri. Ya udah mami samperin aja," jelas mami Shafa, pandangan wanita paruh baya itu beralih menatap dua kantong plastik berukuran besar yang berada tepat di samping tempat duduk sang anak. 

"Kamu abis belanja juga, Bang?" tanya mami Shafa.

"Iya, Mi." 

Axelle hanya menjawab singkat. Karena kini pria itu tengah fokus pada ponsel di tangan kanan nya. Axelle baru saja mengirim pesan pada Arra dan meminta wanita itu untuk tidak menemuinya dulu.

"Kamu sibuk belanja sendiri, Bang. Coba kalau kamu punya istri pasti semua kebutuhan kamu udah ada yang ngurusin," ucap mami Shafa. 

Wanita paruh baya lalu menatap Axelle dan Nayla secara bergantian. Mami Shafa pun tersenyum tipis, senyum yang mengandung banyak arti.

"Abang, gimana kalau mami jodohin kamu sama Nayla. Mau ya? Menurut mami kalian itu cocok lho," ujar Shafa tampak serius.

Memang sudah sejak lama mami Shafa ingin menjodohkan Axelle dengan Nayla. Anak dari rekan kerjanya saat di Kejaksaan dulu.

Nayla terlihat malu-malu. Tapi, ia sungguh mau jika benar dijodohkan dengan Axelle. Sedangkan Axelle sendiri bersikap cuek dan biasa saja. Sejak pertama mengenal Nayla bahkan pria tampan itu tidak sekalipun melirik atau tertarik pada wanita berkulit kuning langsat itu.

"Nyebelin banget. Ternyata kamu lagi asyik ngobrol sama calon istri kamu. Ngeselin, dasar bandot tua!" 

Arra menghentak-hentakkan kakinya kesal. Wajah wanita cantik itu langsung berubah masam dan cemberut. Ia mengurungkan langkah kakinya untuk mendekat ke arah Axelle dan memilih melihatnya dari kejauhan.

*

*

*

Besti, jangan lupa like dan komen nya ya. Biar aku semangat nulisnya. Oh iya jika berkenan kalian bisa mendukug aku dengan cara memberikan tips juga dukungan. Makasih ya Besti ๐Ÿ˜š Semoga rejeki kalian lancar selalu. Aamiin ๐Ÿคฒ

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya Bab 8. Shut Up, Baby!
3
4
Shut up, Baby! titah Axelle tegas dan karena gemas pria itu pun menepuk dua kali bokong Arra yang terlihat padat, sintal dan berisi itu.   
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan