
Kehidupan baru seorang ibu
Menjadi seorang ibu bukanlah suatu hal yang mudah, Kanaya merasakanya saat ini dimana tidur nya yang tidak teratur makan yang tidak teratur pula hanya karena anak menangis Kanaya rasakan. Seperti saat ini Kanaya yang belum makan sekalipun dari pagi karena sang anak yang membutuhkan nya. Januar memang sering ikut begadang merasakan apa yang Kanaya rasakan, tetapi hanya saja waktu mereka berdua benar-benar tak ada.
“Ibu naya makan dulu saya bawakan makanan” ucap Mba dirumah.
“Iya mba, biar nanti saya makan.”
“Udah siang bu , biar adek Gavin saya yang jaga”
“Gak usah mba, Gavin kalau dipindahin nanti nangis lagi” ucap Kanaya yang masih menimang Gavin.
“Saya suapin mau bu? Kata Adek ibu gak baik tunda makan, ibu punya masalah lambung.”
“Bener mba, saya gapapa. Mba lanjut cuci aja gapapa, nanti saya makan” kata Kanaya final.
“Yasudah kalau gitu saya permisi bu.”
“Iya mba.”
Kanaya terdiam, bukanya Kanaya egois terhadap Januar tapi Kanaya butuh Januar saat ini, Januar selalu berangkat pagi ketika Kanaya masih tertidur dan pulang nya Januar selalu bermain dan menyita waktunya dengan Gavin. Benar-benar tak ada waktu untuk mereka berdua bisa berbincang-bincang. Kanaya ingin menceritakan bagaimana ia menjadi ibu, menceritakan keluh kesah nya menjadi ibu.
Air matanya lolos mengalir diantara pipi mulusnya itu “Bu, Kanaya cape.. bener-bener cape..” Kanaya selalu mengingat ibunya dikala cape.
Rasanya Kanaya ingin menumpahkan semua keluh kesahnya kepada sang ibu.
Komunikasi Kanaya memang masih terjalin di chat, tapi Kanaya hanya ingin dirinya mendapatkan atensi Januar hanya untuk menanyakan kabar tentang dirinya.
Dirinya tak pernah mengeluh perihal anak, tapi hanya ingin bercerita bagaimana ia mengurusi ini semuanya.
Kanaya menatap Gavin anaknya. “Gavin ibu harus gimana? harus jagain kamu kayak gimana nak? Ibu kadang capek"
Kanaya menangis sadar dirinya, waktu yang terasa amat sangat cepat dan terburu-buru.
Pernah suatu hari ketika Januar sibuk dengan persiapan wisuda nya, dan tidak ada satu orangpun membantunya. Padahal sebelum melahirkan Kanaya sudah belajar tentang parenting, bagaimana cara mengurus bayi sejak lahir tetapi dihari tersebut Kanaya hanya menangis tak tahu harus apa. Selepas Januar pulang pun, Januar langsung menemui anaknya tapi tidak pernah sekali ada waktu untuk dirinya.
Suatu malam pun ketika Gavin terbangun tengah malam, Kanaya bahkan tidak terbangun karena kecapekan dan tak tahu harus bagaimana. Januar yang terbangun menemani anaknya sampe terlelap kembali. Benar-benar melelahkan.
“Ada mba Tya di depan bu” kata Mba.
“Ke dalam aja mba.”
Tak lama Sintya memasuki kamar Kanaya.
“Haloo anak ganteng, lagi ngapain?” Tanya Sintya duduk di samping ranjang Kanaya.
“Ssstt.. baru bobo lagi” ucap Kanaya.
“Upss sorry naya..”
Kanaya tersenyum.
“Tumben kesini?” Tanya Kanaya.
“Mau main sama si ganteng, bosen gue dirumah terus.”
“Lo belum makan nay? Mau makan tah? Gue jagain Gavin lo makan dulu aja” kata Sintya melihat nampan berisi makanan itu.
“Tya.. gue cape, boleh gak si gue ngeluh gue cape?” Tanya Kanaya.
Sintya yang mengerti sahabat nya itu, memeluk nya. Dia paham betul menjadi seorang ibu bukan lah hal mudah, terlebih Kanaya yang mengalami nya dengan mendadak dan begitu banyak kejadian setelah nya.
“Kenapa? Lo cape? Boleh kok sini keluarin semua apa yang mau lo keluarin”
“Gue cuma cape, waktu gue memang kesita sama adanya Gavin sekarang, bahkan waktu gue dengan Januar pun kesita. Gue cuma pengen di dengar aja Tya bukan mau ngeluh, gue seneng kok jadi ibu. Tapi ya gue juga bisa cape gue pengen ceritain ini semua keluh kesah gue ke orang terdekat gue. Andai ibu masih ada gue bisa berbagi semua nya ke ibu tya, sekarang gak ada yang bisa ajak gue untuk berbagi semuanya. Januar yang selalu sibuk dengan Gavin, gue juga bisa Cape tya.” Tangis Kanaya pecah ketika menceritakan keluhan itu.
Sintya harus berbicara dengan Januar, bagaimana pun mental seorang ibu setelah melahirkan itu harus diperhatikan. Dan itu akan berpengaruh pada perkembangan si bayi, karena produksi ASI juga berpengaruh dengan mental ibu.
“Gue gak tau, gue harus ngelakuin apa sama diri gue supaya gue gak gini. Tapi gak bisa tya."
“Gue ngomong ya sama Januar, biar dia bisa merhatiin lo lebih.”
“Gak, gue gak bisa tya. Gue bukan ibu yang baik kalau kayak gini, cukup penderitaan yang gue kasih ke Januar.”
“Nay, Januar gak akan gitu. Januar pasti ngertiin lo kalian bukan lagi orang asing, kalian itu suami istri apapun yang kalian alami harus dibicarakan dengan baik-baik. Januar harus tau apa yang lo alami, jadi orangtua itu tanggungjawab nya bareng-bareng bukan cuma ibunya aja.”
Sintya mencoba memberikan saran.
Kanaya terdiam.
“Lo makan dulu, udah mau jam makan siang nay. Lo harus makan yang banyak, makan yang sehat buat bayi lo.”
“Gue belum mau makan tya.”
“Makan nay, gue bilang nih kalau lo gak makan?”
“Iya gue makan deh”
“Makan dulu, gue jagain anak gue" gurau sintya.
“Enak aja..”
Sintya sedikit tersenyum meskipun masih terlihat raut kesedihan dimata Kanaya.
**
Setelah tahu pesan dari Sintya Januar bergegas pergi menuju rumahnya, fokusnya hanya kepada Kanaya di rumah.
Apakah ia terlalu jahat pada Kanaya? Dia memang sadar bahwa dia belum menjadi pemimpin yang baik untuk keluarga nya.
Setelah sampai dirumahnya, Januar melihat Kanaya yang tertidur di samping anaknya yang juga sedang tertidur. Ditatap istrinya raut wajah yang memperlihatkan lelah nya Kanaya, Sintya betul Kanaya butuh dirinya.
“Maafin aku ya nay, belum bisa jadi suami yang baik buat kamu” ucap Januar membelai rambut Kanaya, dibawanya untaian rambut yang menutupi wajahnya.
“Eungh..” Kanaya sedikit terusik dengan kehadiran Januar.
“Kamu udah pulang? Tumben masih jam 5nu, Aku ambil minum dulu buat kamu.” Kata Kanaya yang langsung terbangun melihat Januar.
Januar menahan tangannya, “Gak usah sayang..”
Membawa Kanaya dalam dekapannya.
“Nu kenapa?” Tanya Kanaya.
“Maafin aku Nay, aku yang belum bisa jadi suami yang baik buat kamu. Belum bisa bikin kamu bahagia aku yang terlalu sibuk sama keadaan aku sekarang jadi lupa sama kamu yang bener-bener butuh aku.” Ucap Januar.
Kanaya terdiam. Air matanya tiba-tiba mengalir begitu saja
“Nangis aja sayang, gapapa jangan dipaksa” ucap Januar ketika mendengar isakan yang tertahan dari Kanaya.
“Aku cape nu..” ucap nya Kanaya yang saat itu pertahanan nya melemah ketika Januar berbicara.
“Aku bukan nya gak suka jadi ibu, tapi aku cuma pengen bilang aja aku cape.. Kamu yang setiap harinya abis pulang kerja selalu ada waktu main sama adek, tapi gak punya waktu buat aku. Bukan aku cemburu tapi aku cuma pengen ngomong gimana hari ini aku sama adek, capeknya aku ngurus adek nu. Aku butuh kamu” ucap Kanaya membuat Januar tak mampu menahan tangis nya juga. Dirinya benar-benar jahat pada sang istri, Januar benar-benar tidak tahu apa yang terjadi pada Kanaya jika sahabat nya tidak memberitahu.
“Maafin aku nay, aku belum bisa jadi suami yang baik buat kamu, aku gak peka sama keadaan kamu. Aku bener-bener belum bisa jadi suami yang baik nay."
Januar mengeratkan pelukannya pada Kanaya.
Mereka hanya perlu waktu untuk berbicara, Mereka yang sedang berjuang untuk kehidupan barunya. Mereka yang saling membutuhkan Sandaran masing-masing.
“Aku cuma punya kamu buat cerita nu, aku bener-bener cuma butuh kamu saat ini.”
“Maaf nay.. maafin aku”
Kanaya terdiam, ditengah hangat nya pelukan mereka. Gavin menangis seolah tau apa yang dirasakan kedua orangtuanya.
“Maafin ibu ya Gavin, ibu belum bisa jadi ibu yang baik buat Gavin.”
“Ayah juga nak, ayah masih belajar jadi ayah yang baik buat kamu. Bantu ayah dan ibu untuk jadi ibu yang baik buat kamu ya nak” ucap Januar menggendong bayi nya itu.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
