Lelaki Misterius (Part 1-4 FREE)

4
0
Deskripsi

S3lamat datang di dunia imaginasi DLista. Karya berikut adalah novel cetak saya yang ke-3. Saya revisi supaya sesuai bacaan di platform.

Genre: Roman young adult.

Semoga menghibur. Genre nya roman young adult seperti biasa yang aku suka. Biar semangat muda tetap ada. Happy endings lover😍

 

Dukung ceritaku ya. Tinggalkan jejak love atau komentar. Salam sehat selalu.

 

BLURB

Anne tidak menyangka berteman dengan laki-laki yang terlibat dalam proyek keamanan perusahaan. Pekerjaan yang menyangkut keselamatan...

Lelaki misterius


Bab 1


Suara denting sepatu menyusuri lorong kampus di mana dua orang muda mudi berlarian memburu waktu. Dialah Andian Pramatya yang akrab disapa Anne dan Panji Arseano atau biasa dipanggil Sean. Mereka berebut jalan untuk menuju ruangan tempat coding community bermarkas.

"Selamat pagi, Pak!" sapa Anne yang masih berusaha menetralkan napasnya.

"Pagi, Pak!" susul sapaan Sean kepada laki-laki yang berdiri di depan ruang kelas. Sudah bisa dipastikan bahwa laki-laki itu adalah orang penting di kelas ini. Buktinya mahasiswa yang duduk tenang sedang fokus mendengarkan penjelasan.

"Silakan duduk dan bergabung dengan teman-temannya!" titah laki-laki yang sedang bicara di depan. Dia tak lain adalah Raditya--- dosen muda yang berwajah tampan dan berwibawa. Kalau dilihat dari penampilannya sepertinya masih single. Anne mengedarkan pandangan mencari tempat duduk kosong. Tersisa kursi yang diduduki mahasiswa tak kalah tampan wajahnya dibanding Pak Radit. Namun, laki-laki itu tidak terlihat ramah sama sekali. Melihat ke arah Anne lalu memalingkan wajah, laki-laki itu tanpa senyum sedikitpun.

Anne kalah cepat dengan Sean yang memilih duduk di samping perempuan berambut pendek di belakang kursi kosong yg tersisa. Apa mau dikata, Anne harus duduk di samping laki-laki tidak ramah itu.

Anne menyapa dengan seulas, tetapi tidak ada balas senyuman saat Anne duduk di sebelah laki-laki itu. Padahal Anne berusaha ramah dengan menyapa lebih dulu. Anne memang pandai bergaul dan murah senyum terhadap semua orang.

Setelah perkuliahan dimulai, mereka semua mendengarkan penjelasan tentang coding community di bawah bimbingan dosen bernama Raditya Baskara. Kebenaran pun terungkap, Pak Radit Dosen tampan dan masih single seperti apa yang baru disampaikannya saat memperkenalkan diri.

Semua peserta yang terdiri dua puluh orang dengan enam mahasiswi terlihat bersemangat dibimbingnya. Selesai memberi penjelasan, Pak Radit meminta anggota grup saling berkenalan. Pun Anne yang sedari tadi menahan diri untuk tidak menoleh ke samping atau belakang.

"Hei, harusnya kamu duduk sini." Anne membalik tubuhnya mengarah belakang dengan maksud berkata pada Sean.

"Kenalan dulu kenapa? Belum kenal udah judes gitu. Namaku Sean, lengkapnya Panji Arseano." Anne menerima uluran tangan Sean dengan senang hati. Sejak pertemuan di awal, Anne sempat berlarian bersama Sean mengejar waktu. Pesona laki-laki itu melekat di ingatan Anne.

"Andian Pramatya, panggil saja Anne." Senyum yang Anne berikan tulus untuk memulai pertemanan.

"Senang berkenalan denganmu Anne," kata Sean dengan seulas senyum yang meluluhkan hati setiap wanita yang tidak menundukkan pandangannya. Anne berlalu ke perempuan di samping Sean lalu mengajaknya berkenalan.

"Namaku Anne, kuharap kita bisa menjadi teman baik," tawar Anne dengan wajah sumringah.

"Tentu, panggil namaku Hilda dan ini Marisa." Hilda mengenalkan perempuan di sebelah kirinya. Teman yang baru dikenalnya tadi sejak masuk ruangan.

"Senang berkenalan denganmu Hilda dan Marisa."

"Sama-sama Anne." Lalu mereka fokus memandang laki-laki yang sedari tadi belum bersuara.

"Kamu nggak berniat kenalan, nih?" tanya Anne ke laki-laki di sampingnya yang hanya dibalas dengan kedipan bahu.

"Ayo guys, buruan kenalan! Dah dilihatin Pak Radit tuh sedari tadi." Sean sedikit memaksa laki-laki di samping Anne.

"Satya," sahutnya sekejap tanpa membalas uluran tangan Anne yang sedari tadi menggantung di udara. Anne mencoba bersabar. Ia hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Satya yang tak acuh padanya saat menyebutkan nama.

Pertemuan perdana ditutup oleh Pak Radit dengan tugas yang siap menanti anggota grup untuk beraksi.

Di bawah pohon rindang, tiga mahasiswi menikmati semilir angin sembari bercanda ria. Anne, Hilda dan Marisa asyik dengan obrolannya tentang pertemuan pertama di klub coding.

"Eh yuk cerita dong, alasan dibalik ikut klub coding!" pinta Marisa dengan antusias.

"Kalau aku memang ingin bisa belajar program komputer gitu deh, biar nggak ngrepotin kakakku yang bawel kalau dimintai tolong," lanjutnya curhat ke Anne dan Hilda.

"Wah, bagus itu jadi mandiri. Luar biasa memang Risa ini,"puji Anne.

"Hilda gimana ceritanya bisa masuk klub ini?"

"Aku tuh ya, pengin banyakin network biar nanti kerja nggak susah nyarinya," jawab Hilda serius.

"Nah, gimana dengan kamu Anne?" tanya Hilda dan Marisa bersamaan.

"Kalau aku, hmm, aku suka tantangan seperti memecahkan algoritma-algoritma dalam dunia coding. Jadi sejak SMA aku sudah beberapa kali ikut kompetisi Coding. Nah, sekarang mau lanjutin hobi aku siapa tau jadi front-end atau back-end developer." Anne tak kalah antusias menceritakan alasan ikut klub ini.

"Wah keren sekali jawabanmu, Anne. Oya btw, dua cowok ganteng di kelas tadi gimana menurutmu, Anne?"

"Ishh, Risa kok jadi nggak nyambung tanyanya? Hilda tuh yang ditanya." Anne sudah menyengir menatap Marisa. Sungguh konyol kalau Anne ditanyain tentang kedua cowok yang memang belum dikenalnya.

"Lha kok aku yang kena?" Hilda nggak terima.

"Anne kan tadi lari-lari maraton sama Sean. Udah gitu duduk sampingan sama Satya laki-laki misterius," lanjut Hilda membela diri.

"Aku sih biasa aja, orang baru kenal juga." sahut Anne.

"Haha, jawaban Anne nih perlu kita buktikan besok ya, Da. Ada yang nyantol nggak diantara keduanya," kata Marisa membuat mereka bertiga tertawa bersama.

"Asyik sekali, lagi ngobrolin apa?" Tiba-tiba Sean dan Satya datang menghampiri mereka. Hilda dan Marisa spontan menutup mulutnya dengan tangan untuk menahan tawanya. Mereka baru sadar kalau orang yang dibicarakan ada didekatnya.

Sementara itu, Anne membuang muka karena takut ketahuan kalau lagi ngobrolin dua laki-laki beda karakter itu.

"Anne, mukamu kenapa?" tanya Sean membuat Anne bertahan memalingkan wajahnya ke samping. Tak disangka Anne justru bersitatap dengan Satya yang sontak beralih ke layar HPnya. Anne pun berdecak kesal.

"Ishh, ngapain ini anak curi-curi pandang lalu cuek ga karuan, menyebalkan."

 


Bab 2

 

"Pada laper nggak sih?" tanya Sean kepada teman-temannya yang sedang ngobrol.

"Asyik, Sean mau traktir kita-kita nih," sahut Marisa. Dia memang paling cerewet dan pede dibandingkan Anne dan Hilda yang kalem. Bahkan mungkin agak pemalu dan jaim.

"Hush, baru juga kenal minta ditraktir," omel Hilda.

"Iya nih Risa, malu tahu." Anne pun ikut menimpali ucapan Marisa.

"Santai aja, aku yang traktir. Itung-itung syukuran punya teman baru. Apalagi teman-temannya cantik macam Anne nih." Sean mulai menggombal ke teman-temannya membuat raut wajah Anne memerah seperti tomat. Sontak aja semua pada ketawa kecuali Satya hanya tersenyum tipis membuat Anne yang melihatnya tambah malu.

"Gitu ya, dasar Sean pintar nggombalin cewek." Anne sedang pura-pura marah.

"Lagian, perempuan kan suka digombalin." Tiba-tiba laki-laki yang sedari tadi diam menyahut, ia tak lain adalah Satya. Sahutan Satya menambah kadar kesal Anne semakin meningkat.

"Tahu apa, dasar laki-laki dingin dan misterius. Untung yang bilang cantik tadi Sean yang ganteng. Kalau kamu yang bilang udah tak maki-maki." Anne mengumpat dalam hati.

Hilda mencoba mengelus lembut lengan Anne yang membuat wajahnya kembali tersenyum.

"Udah-udah yuk Sean kita makan bareng!" ajak Marisa.

Akhirnya mereka berlima naik mobil Sean. Satya yang berucap tak enak didengar pun ikut hingga membuat Anne tak acuh padanya.

Anne sesekali melempar pandangan tajam ke Satya. Namun Satya yang dipandang hanya senyum tipis lalu sibuk dengan ponselnya. Lain lagi saat Anne berinteraksi dengan Sean justru hatinya menghangat. Entahlah dua laki-laki yang dikenalnya ini memberi warna baru dalam hidupnya.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang, karena mereka ingin bersantai tidak diburu waktu. Lalu Sean memilih restoran masakan Nusantara karena belum mengetahui kesukaan masing-masing temannya. Mereka menikmati makan siang sambil ngobrol untuk saling mengenal. Sepanjang obrolan, Anne menjadi pusat perhatian karena ia sosok yang mudah bergaul tapi memang tidak banyak bicara kalau tidak ada hal penting.

Sementara itu, Sean laki-laki yang pintar membuka obrolan membuat Anne sangat menyukainya. Berbeda dengan Hilda dan Marisa yang sesekali menyahut obrolan antara Sean dan Anne, Satya justru terkesan cuek dan tidak perduli. Anne yang merasa Satya tidak diperhatikan teman-temannya, mencoba mengajaknya bicara. Namun, yang didapatnya justru hal yang membuatnya kesal.

"Ishh nyebelin banget tu anak diperhatiin malah nglunjak nyuekin aku. Mending aku fokus sama Sean aja yang asyik diajak berteman," guman Anne.

"Habis ini pada ke mana?" tanya Sean sebelum mengakhiri makan siang mereka.

"Aku sama Hilda balik kampus, Sean. Nggak tahu kalau Anne," jawab Marisa.

"Maaf, aku langsung pulang aja, ya. Ada teman SMA mau main ke kos," sahut Anne.

"Oke, ntr aku turunin di depan kampus kalian bertiga ya. Anne kuantar sampai kos."

"Apa?! Jangan Sean...." Anne bimbang antara hatinya bersorak riang bisa pulang bareng Sean dan takut menjadi gosip sesama anak kos. Apa kata mereka anak baru, pulang diantar orang kaya naik mobil. Anne belum siap hal itu.

"Anne, seneng nih bisa berduaan sama Sean." sahut Marisa yang diangguki Hilda. Satya yang sedari tadi ada di antara mereka tak berkomentar sedikitpun.

Sampai kampus Hilda, Marisa dan Satya turun dan mengucapkan terima kasih pada Sean. Mereka melambaikan tangan dan berlalu, sedangkan Satya memisahkan diri dari keduanya.

Di dalam mobil, Anne mendadak merasa gugup. Tiba-tiba diajak pulang bareng satu mobil dengan Sean membuat hatinya bahagia luar biasa. Tapi lagi-lagi rasa itu segera ditepisnya. Ia tidak mau salah sangka, terlalu dini untuk mengatakan kalau Sean pun tertarik padanya.

"Ah, jangan-jangan aku kegeeran aja. Mana tahu Sean itu baik pada semua orang. Nggak lucu kan kalau aku kelihatan ngebet duluan." batin Anne menyadarkan dirinya dari mimpi yang melambung tinggi.

"Kamu kenapa Anne, geleng-geleng kepala gitu?"

"Ah enggak kok Sean, ak sedang mikir mau kasih makanan apa buat temanku yang datang ke kos." Anne mencoba berkilah agar Sean tidak menangkap wajahnya yang sudah memerah karena malu dengan angannya.

"Hmmm, Sean aku turun di depan aja. Temenku aku beliin cilok sama batagor aja. Dia suka jajanan ini tiap kali kami main dulu."

"Oh gitu, kamu perhatian sekali sama temanmu sampai ingat kesukaannya."

"Iyalah, dia sahabat baikku. Terima kasih ya Sean sudah traktir dan nganterin aku," ucap Anne dengan senyum simpulnya.

"Tidak masalah Anne, apa sih yang nggak untukmu," jawab Sean setengah tertawa membuat hati Anne berbunga-bunga.

"Dasar tukang nggombal, dah ah sana pulang!" Pinta Anne yang diangguki Sean sambil terbahak. Lalu mobilnya melaju meninggalkan dirinya di depan gerobak cilok dan batagor dekat taman kota yang masih sekitar dua kilometer dari kampus.

"Bang, cilok dan batagor dua porsi dibungkus ya. Trus satu porsi batagor lagi tidak pedas saya makan di sini."

"Siap ,Neng."

Anne menikmati jajanan sambil melihat-lihat orang yang sedang olahraga atau jalan-jalan di taman. Di tempat itu ada area untuk berolahraga seperti jogging, basket, lompat tali maupun lempar tangkap bola. Area berupa lapangan yang tidak terlalu luas sangat cocok untuk mengobati penat atau lelah karena bekerja maupun belajar di kampus.

"Yang tadi itu pacaranya ya, Neng?" Abang penjual cilok kepo sama Sean yang nganter Anne.

"Ishh, abang nih mau tahu aja. Saya nggak suka pacaran, Bang. Kalau mau ya langsung dihalalin gitu."

"Gimana caranya halalin kalau belum kenal, Neng?" tanya si abang serius.

"Iya makannya kenalan dulu lah, Bang. Kalau cocok dan memang berjodoh tak akan ke mana." Anne sudah seperti menggurui abang penjual cilok yang mengangguk-anggukkan kepala seraya tersenyum.

"Eh, kalau cowok yang sedang main basket itu ganteng juga lho, Neng."

"Mana, Bang?" Anne mengedarkan pandangan mencari orang yang dimaksud.

"Astaghfirullah. Kenapa ada dia lagi, sih?"

"Neng kenal orang itu? Ganteng atuh, Neng," goda abang cilok.

"Ishh, Si misterius lagi. Cowok kulkas gitu, abang bilang ganteng."

 


Bab 3

Panasnya mentari sudah mulai meredup hingga membuat taman kota mulai terlihat sedikit ramai. Jelas taman kota itu berisi orang-orang melepas lelahnya. Salah satunya Satya yang sedang mendribel bola basket untuk ditembakkan ke net.

Tak bisa dipungkiri, Anne terpesona memandang tubuh atletis Satya yang tingginya proporsional dengan berat badannya bak pemain Basket handal. Sesaat Satya memandang ke arahnya membuat degup jantung Anne bertambah cepat, malu ketahuan memandang pesona wajah tampannya. Anne memalingkan mukanya ke abang cilok dan membuat Si abang menoleh ke Satya. Ternyata Satya memberi kode pesanan biasanya. Si Abang yang sudah hafal lalu menyiapkan pesanan.

Saat ingin mengantar pesanan Satya, ada pelanggan datang memesan dalam jumlah banyak. Anne melihat raut Si abang kebingungan membuat Anne terbesit memberi bantuan.

"Itu pesanan mau dianter ke mana, Bang?"

"Hmm, pesanan Mas Satya, Neng."

"Sini, saya yang anterin."

Wajah Si Abang gembira karena dibantu kerjaannya. Lalu ia melayani pembeli yang sudah menantinya. Anne yang sudah selesai makan batagor segera pamit dengan penjualnya sembari mengantar pesanan Satya.

"Ampun deh, kenapa mau-maunya aku nganter ini pesanan Satya. Tadinya cuma tergerak mbantuin Si Abang. Hufh, nanti malah kena ledek bikin baper." Anne mulai merutuki diri sendiri dengan apa yang diperbuatnya. Dia berpikir ketemu Satya cuma akan mempermalukan dirinya sendiri.

"Satya, Sat..." Anne sedikit kesal meneriaki laki-laki itu tapi yang dipanggil justru fokus memainkan bolanya. Setelah tembakannya masuk barulah Satya menoleh ke dirinya.

"Ngapain disini, alih profesi, nih?" sindir Satya membuat Anne memutar bola matanya jengah.

"Eh nggak tahu terima kasih udah dibawain juga."

"Siapa yang nyuruh?"

"Astaghfirullah, Satya bisa nggak sih nggak membuat aku kesal sebentar aja!"pinta Anne sambil meletakkan pesanan Satya di rerumputan di pinggir lapangan yang teduh. Anne duduk selonjor menyandarkan badannya dipohon yang tumbuh di sekitar lapangan. Ia tak ingin memancing emosinya saat di depan Satya.

Sementara Satya malah menikmati pesanannya cilok dan es jeruk.

Anne sibuk mengotak-atik ponselnya berselancar di dunia maya.

"Serius amat, nih cobain enak lho," tawar Satya sambil menyodorkan satu tusuk cilok ke mulut Anne.

"Aaakkk." Anne yang fokus dengan ponselnya tiba-tiba melahap cilok yang disodorkan oleh Satya tanpa sadar.

"Enak ya, disuapin?" celetuk Satya sambil terkekeh.

Anne yang baru saja sadar langsung tidak bisa berkata apa-apa karena mulutnya sedang mengunyah cilok. Hanya tangannya saja yang memberikan tanda melambaikan tangan. Dengan susah payah iya menelan cilok yang sudah terkunyah.

"Maaf, lagian ngapain situ nyuapin. Aku pikir temanku yang nglakuin soalnya dulu sering makan cilok bareng." Anne memang kebiasaan makan cilok bareng dengan temannya saat SMA. Saat ia mengerjakan tugas, temannya suka menyuapinya dengan cilok.

"Alah, alasan aja. Nih mau lagi, nggak? Satya menyodorkan satu tusuk lagi. Kali ini tanpa sengaja Anne bertatapan secara dekat dengan laki-laki misterius itu hingga membuat jantungnya berdebar. Reflek ia istighfar.

"Jangan pandangan, Anne!"

Bisa dipastikan kalau Anne tidak segera mengalihkan pandangannya, mukanya tertangkap Satya sudah memerah seprti buah Cherry.

Akhirnya Anne menerima suapan kedua tanpa malu-malu. Namun yang terjadi tidak sesuai dengan dugaannya.

"Huaaahhhh, huuhh haaah. Ya, Allah Satya kamu apain ini cilok?" Anne memuntahkan isi mulutnya yang disuapin cilok. Satya pun tertawa keras karena berhasil mengerjai Anne. Wajah Anne seketika merah padam.

Anne kebingungan mencari minum, mendapati gelas Satya masih ada separo langsung ditenggaknya.

Anne marah-marah dan ingin meninggalkan Satya begitu saja. Awalnya Anne hanya ingin berteman baik dengan Satya yang pendiam untuk mengingatkannya supaya tidak pilih kasih dalam berteman. Jika dibandingkan dengan Satya, Sean memang terlihat pandai bergaul sehingga mudah mendapat teman.

Anne hanya terbesit supaya Satya juga bisa berteman dengan yang lain. Namun apa yang didapat, Anne justru dikerjai habis-habisan. Awalnya ia terpesona dengan aksi Satya, lalu hal romantis dengan menyuapinya. Tiba-tiba cilok yang diberikan ternyata dicelupkan dalam sambel. Tentu saja Anne tidak tahan makan pedas karena perutnya tidak terbiasa.

"Kamu kejam, Satya. Aku salah apa padamu. Aku cuma ingin berteman denganmu seperti dengan Sean, Hilda dan Marisa. Tapi sepertinya kamu nggak peduli dengan sekitarmu." Anne bergegas meninggalkan Satya yang diam mematung.

Satya melihat Anne mengusap air mata entah karena kepedasan atau kemarahannya.

"Maaf, Anne. Aku cuma bercanda. Huh, dasar perempuan cengeng." Satya sedikit menyesal mengerjai Anne. Tapi ia membiarkan perempuan itu berlalu tanpa berniat mengejarnya.

@@@@


Esok paginya, di markas Klub Coding beredar info kompetisi Coding Nasional. Tentu saja Anne bersemangat untuk ikut. Pun Sean yang sudah sering mendapat penghargaan. Mereka berdiskusi untuk mempersiapkan diri. Mereka harus bersaing secara sehat meski merupakan anggota klub yang sama.

"Ayo, Anne ikut kompetisi." Ajakan Sean membuat hati Anne menghangat, sejenak iya lupa kelakuan Satya tempo hari. Teman-teman lain pun bersemangat untuk berkompetisi. Sementara, Satya duduk diam di kursi belakang sedang fokus di depan layar laptopnya. Entah sedang mengerjakan apa, sepertinya dia tidak tertarik ikut kompetisi. Anne hanya menatap sekilas lalu membuang mukanya ke arah lain. Ia masih kesal dan malu dikerjai Satya.

"Sean, nanti kita diskusi bareng di taman ya!" ajak Anne yang entah mengapa ia sengaja ingin memecah konsentrasi Satya menatap laptopnya.

"Dengan senang hati, tuan putri." Jawaban Sean tentu saja membuat teman-temannya tergelak melihat interaksi keduanya yang semakin akrab.

Hilda dan Marisa curiga dengan kelakuan Anne yang berani bicara tidak seperti biasanya. Keduanya mendekati Anne lalu berbisik.

"Anne, tumben kamu bicara manis gitu sama Sean?"tanya Marisa penasaran. Padahal Anne yang polos dan sopan jarang menebar pesona.

"Ada apa gerangan?" lanjut Hilda.

"Ishhh, kita kan harus saling dukung dalam kompetisi. Tentunya sama kalian berdua juga lah diskusinya. Mana mungkin berduaan sama Sean." Penjelasan Anne membuat temannya mengangguk ber oh ria.

"Satya nggak diajak?"tanya Hilda pelan.

"Nggak!"

Ucapan spontan Anne yang terkesan ketus membuat kedua temannya ini saling pandang dan menggelengkan kepala.

Satya yang mencuri dengar ucapan Anne hanya menggeleng dan kembali fokus dengan laptopnya.

"Ayo, ke taman sekarang!" ajak Sean.

Lalu mereka berempat pun menuju taman tanpa Satya.

@@@

"Anne, tumben nggak ajak-ajak Satya?"tanya Sean penasaran.

"Nggak papa, lagi kesel aja. Mending ngajak kamu. Lagian udah dibaikin juga, yang ada aku malah dikerjain."

"Jangan segitunya sama teman. Memang Satya lebih nyaman sendiri kok," hibur Hilda.

"Aku tuh mau berteman dengan siapa aja tanpa pilih kasih. Tapi apa yang kudapat? Sia malah membuat aku kesal. Ya sudah aku cukup berteman dengan kalian aja," lanjut Anne.

"Eh, tunggu. Tuh anak nyusul ke sini." Marisa berucap pirih dan segera mengalihkan obrolan.

"Jadi, gimana Sean tentang persyaratan lombanya?" tanya Marisa. Sean pun mulai menjelaskan.

"Lombanya individual berarti ya?" tanya Anne yang dijawab anggukan oleh Sean.

Saat sedang asyik di taman, Satya pun muncul menghampiri Sean.

"Ni bukumu." Satya memberikan buku Anne membuatnya terkejut bagaimana buku itu ada sama Satya.

"Kok buku Anne, ada di kamu, Sat?" tanya Marisa.

"Bukunya dibuang di dekat abang tukang cilok." Anne melototkan matanya mendengar penjelasan Satya. Bisa-bisanya dia bilang kalau membuang buku milik sendiri.

"Awas ya, Satya! Gara-gara kemarin bukuku tercecer di taman." Batin Anne menjerit, ingin rasanya memaki laki-laki di depannya itu.

"Makasih," ucap Anne sesikit ketus dan memaksakan senyumnya.

"Sini Sat, ikut diskusi persiapan lomba!" ajak Sean.

"Nggak ah, aku ada urusan penting. Aku pergi dulu ya." Satya berlalu meninggalkan mereka berempat.

 

Bab 4

 

Anne yang merasa sedikit kesal pun melunak karena Satya dengan baik menyimpan bukunya yang tercecer. Sedetik kemudian, pikirannya berkelana jangan-jangan Satya mengembalikan bukunya karena merasa bersalah telah mengerjainya. Ia merasa nggak mungkin Satya yang suka bikin dirinya kesal tiba-tiba berbaik hati. Ia harus berjaga-jaga mana tahu dikerjai lagi sama orang itu.

Memikirkan hal itu membuat perut Anne protes. Mau ngajak teman-temannya makan, tetapi mereka sudah kembali ke aktivitas masing-masing. Tinggal Sean saja yang tersisa.

"Anne, pulang nggak? Bareng yuk, aku anter ke kosmu." Hati Anne langsung mengembang seolah kupu-kupu beterbangan di sekitarnya. Mendapat ajakan orang yang dikaguminya membuat Anne senang luar biasa. Sean laki-laki yang berambut lurus, wajah putih bersih, dan murah senyum ke semua orang. Lagi-lagi perasaan takut menghinggapi pikiran Anne. Bisa jadi Sean memang baik ke semua orang. Dia hanya terlalu kegeeran, Sean akan tertarik padanya.

"Ah, Anne apa yang kamu harapkan hanya menyiksa batin saja. Rasa kagum yang kamu pelihara hanya akan merusak hubungan pertemanan kalian." Kata hatinya mengingatkan.

"Sean, turunkan aku di abang cilok aja ya! Nanti aku pulang jalan kaki."

"Oh, kamu mau makan cilok? Ya ayo aku temenin." Anne bersorak gembira dalam hati. Tanpa ia sangka Sean mau menemaninya makan cilok.

Mereka sampai di gerobak cilok dekat taman lalu memesan dua porsi, satu batagor untuk Anne dan satu cilok untuk Sean. Anne yang memang lapar memilih batagor daripada cilok karena makan satu porsi batagor lebih cocok saat perutnya minta asupan.

"Bang, satu porsi cilok, satunya batagor ya."

"Minumnya, apa?" tanya abang cilok.

"Jeruk anget." Keduanya menjawab kompak membuat si abang tertawa.

"Idih...kompak bener ini pasangan cocok nian."

Ucapan si abang penjual cilok membuat keduanya tertawa bersama.

"Kamu udah siap ikut kompetisi,  Anne?"

"Insyaallah, Sean. Aku akan berusaha yang terbaik. Seperti pesan Pak Radit tadi, kan."


Flashback on


"Assalamu'alaikum. Selamat pagi semuanya."

"Wa'alaikumsalam."

"Jadi, hari ini saya ingin menyampaikan akan ada kompetisi Coding Nasional. Saya harap kalian bersiap diri untuk berpartisipasi."

"Siap, Pak Radit!" jawab mahasiswa mahasiswi dengan kompak

"Bukan hanya hadiah yang menjadi target utama, melainkan effort dan semangat kalian yang harus dilatih."

Setelah mendengar info dari pembimbing, mereka memasang strategi apa saja yang perlu disiapkan untuk kompetisi tersebut. Mereka saling mendukung untuk berkompetisi secara sehat. Demi membawa nama baik klub coding, mereka saling berdiskusi jika menemui kesulitan. Satu larangan yang tidak boleh dilanggar adalah kegiatan cheating script orang lain.


Flashback off


"Halo, ada apa Ma? Oh ya, aku jemput sekarang."

"Anne, maaf aku tidak bisa nemenin makan sampai selesai. Mama minta jemput nih lagi di rumah temannya acara arisan atau apa entahlah." Sean merasa tak enak hati dengan Anne yang wajahnya senang saat ditemani makan jajanan kaki lima ini.

"Nggak papa, Sean. Kasian mama kamu kalau nungguin lama. Buruan gih jemput!" Anne meminta Sean segera pergi menjemput mamanya.

Dan tinggalah Anne sendirian di meja makan abang cilok.

"Bang, aku bawa batagor dan jeruknya di bawah pohon ya. Mau berselancar, nih."

"Siap, Neng. Tapi jangan ketiduran ya." Si abang sudah menahan ketawa mengingat Anne pernah ketiduran di bawah pohon setelah makan cilok dengan laptop di pangkuan.

Semilir angin menyapu wajah cantik gadis berkerudung maroon. Anne yang lagi fokus searching materi untuk kompetisi coding tergerak mengunjungi kawan lamanya di dunia maya. Mereka sama-sama menyukai dunia Coding. Anne yang menggunakan akun berinisial AP (akronim dari nama lengkapnya). Sementara teman dunia mayanya menggunakan akun PA. Lucu juga dengan akun mereka yang hurufnya berkebalikan.

Anne mulai masuk ke forum diskusi dan bercerita kalau dirinya akan aktif ikut kompetisi kembali setelah terakhir ikut waktu SMA kelas XII. Artinya sudah 2,5 tahun baru aktif lagi.

"Hai PA, apa kabarmu? Mau ada kompetisi coding nih, yuk ikutan!"

Anne tahu kalau temannya sedang tidak online maka balasan chatnya bisa beberapa jam atau bahkan sehari setelahnya. Ia memilih mencari-cari materi kembali untuk dipelajari sambil menikmati batagornya.

Beberapa menit kemudian muncul notif balasan chatnya.

"Hai AP, kabarku baik. Bagus itu, semangat berkompetisi ya."

"Iya,tapi pesaingku berat nih. Teman satu klub yang jelas-jelas langganan juara."

"Jangan pesimis dulu AP. Tunjukkan kemampuan yang kamu miliki."

"Kamu sendiri, ikut nggak PA?"

"Nggak. Biar berkurang pesaingmu hahaha."

"Ishhh, belum tanding sudah ngaku kalah duluan nih." Anne menambahkan emot menjulurkan lidah. Melakukan chat di dunia maya terkadnag membuatnya terhibur saat menemukan orang yang cocok seperti contohnya dengan PA.

Mereka memang sering saling ledek di forum tapi tidak ada yang merasa sakit hati, melainkan semangat yang muncul di hati Anne.

"Sayangnya aku kagum padanya PA. Gimana dong. Kalau aku kalah juga malu-maluin, kan?"

"Oh, jadi pesaingnya idolamu toh? Pantes aja nggak pede gitu."

Anne senyum-senyum sendiri di bawah pohon membuat Satya yang sedang memesan cilok mengerutkan keningnya. Tangannya masih aktif memainkan layar ponsel sambil bergantian melihat Anne yang fokus pada laptop.

"Ni anak sudah kena gangguan jin apa, ya? Senyum-senyum sendiri nggak jelas." Sambil fokus memandangi Anne, ponsel yang ia pegang berbunyi.

"Assalamu'alaikum,"

"Kamu dimana Satya?"

"Lagi di kampus. Ada apa Pa?"

"Ada kompetisi Coding, kamu jangan ikutan lho Sat. Awas ya, Papa sudah ajuin kamu jadi juri."

"Eh, Papa gimana sih. Satya lagi fokus ngerjain project perusahaan kerjasama dengan Belanda. Mana tahu Satya bisa jalan-jalan kesana lho Pa." Satya menjauh dan berusaha menjawab panggilan dengan lirih.

"Lha, kamu kok nggak bilang-bilang Papa sih. Huff..." Terdengar desahan dari seberang.

"Papa juga nggak nanya-nanya sebelumnya."

"Oke, nanti Papa cari gantinya deh. Kamu fokus project itu dulu aja."

"Oke siap, Pa."

"Mas ciloknya siap, nih," teriak si abang cilok.

"Eh,iya Bang. Makasih."

Satya kembali berselancar di dunia maya menyapa teman-temannya. Sudah lama dia tidak chat di forum web miliknya dengan akun PA. Tak disangka beberapa menit yang lalu ada chat dari AP belum dibalas lagi. Satya senang dengan dunia maya, yang  membuatnya merasa punya teman. Obrolan mereka nyambung, sesekali diledekin tapi tanpa ada rasa kesal.

Dilihatnya AP akan mengikuti kompetisi yang diadakan oleh tim salah satunya perusahaan ayahnya. Tentu saja Satya memberi dukungan supaya AP saling berkompetisi dengan temannya secara sehat. Terlebih lagi AP bersaing dengan seseorang yang diidolakannya.

Saat makan cilok tusukan ketiga, pandangannya beralih ke perempuan yang sedang fokus menatap layar laptop sambil menikmati batagor. Satya membawa mangkuk dan es jeruknya mendekati Anne.

Saat tiba di samping Anne, tak ada reaksi apapun. Anne masih saja fokus dengan kegiatannya. Satya penasaran lalu menyodorkan setusuk cilok di depan mulut Anne. Anne yang memang penyuka cilok langsung melahapnya tanpa melihat siapa yang menyodorkannya. Satya tertawa dalam hatinya berhasil mengerjai Anne lagi.

Anne yang sadar disampingnya ternyata ada Satya langsung melototkan matanya.

"Hai, apa-apain ini kamu mau nyuapin cilok pedas lagi ke aku?"

"Nggaklah, buktinya kamu makan nggak kepedasan. Serius amat, ngapain sih?"

"Kepo ni ye." Anne segera menghabiskan batagornya agar tidak diganggu Satya.

Anne meninggalkan Satya sejenak untuk memgembalikan mangkuk dan gelas ke abang cilok. Satya masih penasaran dengan dengan Anne yang fokus menatap layar laptop. Diliriknya web yang sedang dibuka gadis itu. Mata Satya membulat sempurna menangkap web yang dibuka Anne tadi adalah miliknya. Iya segera menscroll ke bawah di bagian menu forum.

Satya kaget tak percaya, kalau Anne merupakan salah satu pengunjung webnya yang sering chat bersama. Belum sampai Satya mengecek akun yang dipakai Anne, segera Satya menyingkir dari laptop itu. Takut Anne curiga karena sudah hampir menuju tempatnya berteduh, Satya memilih melanjutkan aktivitas makan ciloknya.


"AP. Apakah itu Akun Anne?" 

 

 

Nantikan next part. Jangan lupa like dan komentar ya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Lelaki Misterius (Part 5-6 Free)
2
0
Lanjutan kisah Anne, Sean dan Satya
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan