#1 - #3 Prolog

2
0
Deskripsi

Prolog dari cerita Antara Dua Semesta

#1
Hutan

Aku terbangun lemas, kurasakan punggungku dingin terbaring di sebuah alas yang terasa seperti batu yang dingin, kelopak mataku memberontak menahan rasa penasaranku, sedikit demi sedikit aku melihat cahaya bulan purnama menerangi dedaunan lebat pohon yang berada di atasku. Sayup-sayup aku mendengar suara samar, namun pendengaranku masih belum pulih sepenuhnya. Aku yakin suara-suara itu berasal dari seorang –tidak, beberapa laki-laki. Tapi ketika aku berusaha menolehkan kepalaku untuk melirik sekitar, pada saat itu pula aku kembali pingsan.

— — — — — —

Beberapa saat kemudian.

Mataku terbuka melihat bulan purnama yang sudah bergeser dari posisi tadi. Kelima panca inderaku langsung kembali kepadaku dengan cepat. Suara serangga khas seperti di dalam hutan terdengar sahut-menyahut, bau rumput basah menyeruak dalam hidungku. Dan dinginnya batu yang menusuk punggungku membuatku beranjak duduk seketika, lalu aku tersadar, aku sedang telanjang.

Aku melihat sekeliling, sepertinya beberapa orang tadi telah meninggalkanku sendirian, batu yang aku duduki merupakan sebuah altar berbentuk seperti tempat pemujaan-pemujaan yang sering kulihat di televisi. Dan batu itu dikelilingi oleh kolam air yang mengalir tetapi lambat sampai-sampai aku tidak mendengar suara alirannya namun aku melihat suatu ujung aliran kolam itu. Tepat di atas lubang aliran itu aku melihat terdapat sepotong kain, tak lama aku menyebrangi kolam menuju tepian tempat kain tersebut berada.

Seperti telah disediakan untukku, terdapat sepotong kain dan sebuah pakaian seperti celana dalam suku pedalaman. Sebelum kedinginan, aku segera memakainya, celana dalam tersebut dipakai dengan cara diikat ke belakang sehingga tidak sulit bagiku. Namun, sepotong kain yang tersedia sangatlah kecil karena ukuran tubuhku yang kekar berotot, sehingga aku hanya menyampirkannya di pundakku. Sekarang aku terlihat seperti bapak-bapak petani yang telanjang dada dari sebuah desa pedalaman.

Di sekeliling kolam tersebut terdapat batu-batu lebar yang tersusun seperti memagari kolam. Beberapa jejak kaki sisa tanah terlihat di beberapa titik di atas lingkaran batu tersebut. Namun, sepertinya aku tidak perlu berlama-lama di sini karena tiba-tiba perutku keroncongan dan memberikan tanda agar aku segera mencari sesuatu untuk dimakan atau mencari tempat untuk menghindari kedinginan.

Dalam gelapnya malam, aku hanya dibersamai oleh terangnya purnama sang bulan dalam meyusuri hutan ini. Tidak tahu arah, aku pun mengikuti jalan setapak yang cukup jelas untuk kutelusur. Hingga setelah hampir setengah jam aku berjalan, di kejauhan aku melihat beberapa titik terang seperti nyala api. Langkah demi langkah kupercepat sehingga aku tiba di sebuah gubuk dengan perapian di depannya.

Aku berjalan ke depan pintu gubuk tersebut. Belum sempat aku mengetuk, pintu tersebut terbuka dan terlihat seorang pria dengan badan besar berotot berkata kepadaku,

“Gnatad tamales, rou Rehtorb!”

#2
Hari Terakhir

Darmawan– Administrasi

Aku mengambil nametagku, mengalungkannya, meraih tas kantorku, dan segera berangkat untuk bekerja. Sepuluh tahun semenjak aku pertama kali bekerja pada usia seperempat abad menjadi seorang staf administrasi, tepat di ulang tahunku yang ke 35 dua bulan yang lalu aku dipromosikan menjadi kepala administrasi menggantikan senior yang pensiun. Tidak ada yang menduga seseorang yang berbadan kekar sepertiku bekerja menjadi admin.

Bukan tanpa alasan, aku menyisikan sisa waktuku untuk workout karena kehidupanku sebelum bekerja sangatlah suram. Badan krempeng, culun, dan pendiam menjadi bahan olok-olokan teman-temanku, terutama teman-teman cewekku yang memvonis bahwa tidak ada cewek yang mau berpacaran denganku. Sebenarnya aku tidak peduli, namun semakin hari semakin pedas yang kurasakan. Sehingga setelah mulai bekerja, akupun mulai untuk mencoba rutin gym di sekitar tempat kerja. Ingin membuktikan bahwa aku juga pantas untuk mendapatkan pacar.

Namun, lambat laun, karena keasyikan gym aku melupakan ocehan-ocehan temanku dulu dan fokus membentuk otot di tubuhku. Senior-seniorku kebanyakan cewek, bossku pun cewek, namun mereka rese dan sering memanfaatkanku waktu menjadi junior, sehingga aku kembali teringat olok-olokan dulu. Sehingga alam bawah sadarku membentuk pertahanan dengan rasa malas untuk berinteraksi dengan wanita, dan hal tersebut terus-menerus terjadi hingga rasa malas itu berubah menjadi rasa tidak suka lalu menjadi rasa benci.

Semuanya aku lampiaskan dengan gym rutin, tak pelak aku bertemu dan berteman dengan para pria yang juga sedang memulai, merutinkan, dan melatih pria lainnya. Suatu hari, pada saat aku gym bersama personal trainer ku waktu memulai dulu aku tanpa sadar melihat badan seksi berototnya dengan perasaan yang berbeda dari biasanya. Aku mengagumi bahu dan punggung lebarnya, lengan dan kaki kekarnya, dada bidang perkasanya, perut sixpacknya, pantat sekelnya, hingga jendolan di balik celana pendeknya yang bergoyang setiap set workoutnya.

Pak Yasa namanya. Pria yang lebih tua 10 tahun dariku itu merupakan seorang bapak 1 anak pada waktu aku memulai latihan dengannya. Lima tahun kemudian, dengan alasan yang tidak jelas, istrinya memintanya untuk bercerai dan anaknya ikut kepada istrinya. Sesaat setelah bercerai, aku melihatnya lebih sering melamun, hingga kurang lebih satu bulan kemudian dia mulai move on. Tak kuduga, Pak Yasa terlihat lebih bersemangat setelah itu. Wajah teduhnya, brewok rapi di kedua sisi jambangnya, badan kekar yang selalu terlatih, selalu memancarkan aura positif, yang terkadang juga erotis.

Sepertinya, aku menyukainya, namun perasaan itu tetap kutahan, namun ditambah dengan bumbu kebencian terhadap wanita akhirnya aku mulai melampiaskan nafsu seksualku dengan melihat video porno gay. Hingga aku sadar, aku menginginkan seorang pria untuk berhubungan seksual. Selama ini, aku telah melakukan seks dengan beberapa wanita, namun sama sekali tidak terpuaskan. Aku pun penasaran bagaimana kontol seorang pria bisa masuk ke dalam anus pria lain.

Aku merapikan meja kerjaku dan bersiap-siap untuk lanjut workout di gym. Sebelum pergi, aku melihat TV kantor memberitakan bahwa polisi saat itu sedang mengejar buron yang melarikan diri. Ada-ada saja. Batinku dalam hati. Lalu aku pun beranjak keluar kantor. Aku membuka hpku, membaca cerita gay tentang seorang pria membujuk personal trainer gymnya untuk melakukan seks di shower. Aku bersemangat dan ingin mencobanya dengan Pak Yasa.

Namun, karena terlalu fokus ke hp ku, saat menyeberang jalan kakiku tersungkur ke lubang, dan seketika aku mendengar sirine polisi dan suara decitan rem hingga ketika aku menoleh ke arah jalan, sebuah truk yang sedang mencoba mengerem melaju cepat sekali ke arahku. Dan…

BRAKKK

#3
Penjaga Hutan

“Gnatad tamales, rou Rehtorb!” ujar pria bertubuh besar dari dalam pintu itu. Pria itu bertelanjang dada, mengenakan kalung yang terbuat dari tulang-tulang kecil dan beberapa kayu. Pria itu lebih tinggi sedikit dari diriku, namun berbadan lebih besar, terlihat otot-otot basah di badannya. Bahunya lebar, dengan lengan gempal sedikit berotot. Lebar dadanya mengikuti bahunya, kedua dadanya membulat dengan kedua puting susu yang hitam menggantung sedikit ke bawah. Perutnya besar namun terlihat sedikit pahatan berbentuk kotak-kotak. Pria itu memakai celana dalam yang mirip seperti yang kupakai.

“Rapal umak hakapa? Halkusam!” ujar pria itu sambil menarik tanganku, tenaganya yang melebihiku membuatku tertarik langsung ke dalam rumahnya.

“Inis ek umnanalajrep anamiagab? Ay nakhalelem itsap?”

“Uluhad hibelret halkudud.”

Semua ucapannya tak kumengerti, aku hanya bisa menjawab “hah” pada setiap ucapannya kepadaku.

“Imak asahab itregnem asib muleb umak aynitrepes.” ujarnya sambil memandangku lalu pergi ke meja dan mengambil sebuah mangkuk kecil yang sepertinya telah berisi ramuan.

“Ulud ini naumar munim halaboc.” ujarnya sambil menyodorkan mangkuk tersebut kepadaku. Sepertinya aku diminta untuk meminumnya setelah melihat ia mengisyaratkan tangannya ke mulutnya. Cairan tersebut agak terasa pahit getir, namun tidak terasa aku menghabiskannya. Beberapa saat aku merasakan pening di kepalaku, berprasangka bahwa aku telah diracuni. Pikiranku seperti dibanjiri dengan pengetahuan-pengetahuan yang tidak bisa aku cerna, namun secara tiba-tiba merasuk ke dalam kepalaku. Hingga akhirnya aku memegangi kepalaku dan berangsur-angsur rasa pening tersebut hilang.

“Gnatad tamales” ujarnya, aku masih kebingungan.

—”Selamat datang” selamat datang? pikirku.

“Gimana? Sudah enakan?” ujarnya yang mengagetkanku.

“Hah, kenapa tiba-tiba bapak bisa berbicara dengan bahasa saya?” tanyaku.

“Bukan saya yang berbicara bahasamu, tapi karena ramuan yang kamu minum tadi lah yang membuatmu mengerti bahasa kami.” jawabnya.

“Ah bapak bohong.” tukasku tidak percaya.

“Kalau kamu tidak percaya, coba kamu baca tulisan ini.” ujarnya sambil mengambil sehelai kertas yang bertuliskan aksara yang awalnya tidak aku ketahui. Namun, ajaibnya beberapa saat aku langsung dapat membaca tulisan itu.

“Selamat datang di desa kami, nama saya Askar. Saya bertugas menjadi penjaga hutan sekaligus bertugas untuk mengetes saudara baru di desa ini.” ucapnya sambil mengulurkan tangannya kepadaku. Aku menyambut tangannya yang terasa kasar, namun ia menyalami tanganku dengan lembut.

“Terimakasih.” ucapku yang masih kebingungan sambil melirik ke wajahnya, dadanya, tubuhnya.

“Jadi, siapa namamu?” tanyanya sambil mengeraskan genggamannya mengejutkanku.

“Ah iya, namaku Darmawan.” ucapku spontan.

“Tenanglah, tidak perlu takut.” Pak Askar melepaskan genggaman tangannya dan beranjak mengambil sesuatu dari lemarinya. Dia melemparkan sesuatu seperti roti kepadaku, aku menangkapnya dengan sedikit terkejut.

“Makanlah, kamu pasti kelaparan saat sedang mencari jalan ke sini, bukan?” tanyanya. Seperti menjawab, perutku keroncongan dan aku pun segera memakan roti itu.

Selesai memakan, aku diberi minum olehnya. Dan ketika dia seperti sibuk mencari sesuatu aku bertanya kepadanya,

“Di mana anak dan istrimu, pak Askar?”

Dia hanya diam, dan ketika telah menemukan sesuatu itu dia berbalik tanya,

“Apa maksudmu, Darmawan? Anak? Istri? Apa itu?”

Aku kembali terkaget dengan jawabannya, aku lebih kebingungan menghadapi seorang pria kekar sepertinya mempertanyakan balik hal itu.

“Ah, maksudku, apakah bapak tinggal sendiri di sini?” aku melontarkan pertanyaan lain.

“Iya, saya tinggal sendiri di sini, desa yang aku katakan tadi berada di dekat sungai.” jawabnya sambil duduk di dipan kayu yang kududuki.

“Oh, lalu apa maksudnya mengetes saudara baru yang bapak katakan tadi?” tanyaku penasaran.

Pak Askar pun menoleh dan tersenyum kepadaku. Sambil ia mengelus-elus punggungku dengan tangannya, aku sedikit merinding namun setelah beberapa kali sentuhan, aku merasakan hangat.

“Kamu mau tahu?”

“Jadi, bukankah kamu kedinginan pada saat berjalan kemari, Pak Darmawan?” tanya pak Askar sambil mendekatkan dirinya kepadaku.

Belum sempat kujawab, Pak Askar menarik kepalaku dan mendekatkan wajahnya ke wajahku, tersenyum, lalu menciumku dengan lembut.

Cupp!

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya #4 Ujian
3
0
Ujian seperti apa yang akan diberikan oleh pak Askar?
Komentar dinonaktifkan
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan