TUMBAL MANTEN Part 1 - Sang Bahurekso

8
6
Terkunci
Deskripsi

Tumbal Manten

Part 1 - Sang Bahurekso

Sinopsis : 

Ada ritual terkutuk yang wajib dilakukan di Desa Sandialas setiap sepuluh tahun sekali. Sang sosok demit penunggu yang dipuja warga desa selalu meminta mempelai wanita dari desa untuk dinikahi. Namun kali ini giliran Nuri…

Walau tidak berkutik, Dinda kakak Nuri berusaha untuk mencari cara untuk menolong adiknya. Sayangnya  berbagai kejadian aneh terjadi. bahkan dinda ditemukan di mulut hutan sembari menikmati memakan ayam mentah dengan darahnya...

1 file untuk di-download

Unlock to support the creator

Choose Your Support Type

Paket
200 konten
Akses 30 hari
1,000 (IDR 100,000)
Post
1 konten
Akses seumur hidup
150 (IDR 15,000)
Berapa nilai Kakoin dalam Rupiah?
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Kategori karya
Tumbal Manten
Selanjutnya TUMBAL MANTEN Part 2 - Pengantin di Tengah Hutan
6
2
Tumbal MantenPart 2 - Pengantin di Tengah hutanSpoiler :            Suara arus air yang deras perlahan terdengar semakin tenang. Aku terlarut pada alam pikirku yang membawaku pada sebuah ingatan.             Saat itu aku masih kecil ketika bapak mengenalkanku dengan eyang-eyang kami. Mereka menyambut bapak dengan baik dan merasa senang dengan kehadiran kami. Aku tak pernah bisa mengingat nama-nama mereka, namun yang aku tahu mereka adalah orang yang menjaga peninggalan Trah Sambara entah itu catatan silsilah, pusaka, atau bahkan ilmu kanuragan.            “Semoga Bisma bisa menjadi anak yang meneruskan kebanggaan Trah sambara ya, Eyang..” Ucap bapak.            “Kamu ini ngomong apa, kamu juga bagian dari Trah Sambara. Kami Pun bangga memiliki kamu..” Sahut eyang.            Dulu aku tidak mengerti tentang perbincangan mereka, namun saat sudah cukup dewasa aku mulai mengerti tentang apa yang bapak maksud. Selama ini aku berpikir bahwa aku dan Bimo adalah anak yang berbeda. Ibu dan bapak sering kerepotan dengan keberadaan kami yang lahir dengan membawa hal yang berbeda. Keberadaan kami sangat dekat dengan hal berbau gaib. Diikuti setan, ketindihan, bahkan terkadang kami tak mampu membedakan sosok gaib dan manusia hidup. Walau sebegitunya merepotkan, bapak dan ibu tetap berusaha melindungi kami. Kalau masalah yang kami hadapi sudah kelewatan, biasanya Bapak meminta tolong kerabatnya untuk mengobati kami.Tapi saat berada diantara sesepuh-sesepuh keluarga Sambara, entah mengapa justru aku merasa bahwa aku merasa sama dengan mereka. Saat itu aku diajak di sebuah rumah sederhana namun cukup luas. Bapak mengenalkanku satu persatu pada eyang-eyang yang ada di sana. Tak hanya mengajakku bercanda, mereka juga menyentuh dahiku dengan jempolnya seolah memberiku restu. Aku melihat wajah bangga bapak saat itu walau aku belum tahu bahwa ia bangga atas apa?“Bapakmu itu orang yang hebat, Le.. Sangat hebat. Saat kamu tumbuh besar nanti dan menjadi seseorang yang lebih besar dari ayahmu, kamu harus ingat pesan ini ya..” ucap salah satu dari eyang yang ada di tempat itu.“Iya, Eyang…”Setelah selesai meminta restu pada semua sesepuh samar-samar aku melihat sosok-sosok tak kasat mata berada di sekitar mereka. Ada sosok kakek bungkuk, prajurit gagah, pendekar, dan sosok lain yang tidak dapat kulihat dengan jelas. Di sebuah meja juga tersusun dengan rapi beberapa buah keris dan perhiasan yang aku yakin merupakan pusaka yang tidak biasa. Saat itu ada sebuah pusaka yang sangat menarik perhatianku. Sebuah keris, keris itu tidak memiliki warangka dan dibiarkan tergeletak begitu saja di meja.Entah aku seperti merasa keris itu memiliki ikatan denganku tapi aku tidak bisa menggambarkan bagaimana aku bisa merasakannya. Ada salah satu eyang yang memperhatikan ekspresiku dan keris itu. Ia sedikit tersenyum dan mengangguk.Pertemuan itu berakhir cukup singkat layaknya pertemuan keluarga yang saling berbagi cerita. Di situ aku sangat bersyukur memiliki kerabat yang sangat baik dan pengertian. Tidak ada satupun hal di tempat itu yang membuatku tidak nyaman.“Tadi kenalan sama berapa eyang, Bisma?” Tanya bapak saat perjalanan pulang ke rumah.“Tujuh, Pak. Tapi Bisma nggak hafal nama-namanya,” balasku saat itu.“Wajah mereka gimana? Seneng nggak?” “Iya, Pak.. walau sudah berumur tapi nggak canggung sama Bisma. Kenapa bapak nanya gitu?”“Haha.. nggak papa, Nak. Bapak bisa ngeliat lima...
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan