Ada chapter baru minggu ini!
Santri Alam Kubur (Jasad Hidup Sang Santri)
Prolog :“Di Pesantren belajar yang bener ya, jangan ngerepotin Pak Ustad” Ucap seorang ibu sembari mengelus kepala putranya. Suara bising klakson kendaraan mengiringi perjalanan mereka melintasi batas propinsi. “Iya Bu, yang penting Ibu jangan lupa aja kalau punya anak yang tinggal di pesantren,” balas anak itu. Ibu itu tersenyum, Ia mengelus kepala anak itu berusaha menghargai keteguhan hati anaknya. “Ndak mungkin to Le, nanti tiap ada libur ibu pasti datang,” balas ibu itu. Perjalanan cukup panjang mereka lalui untuk mencapai sebuah kota di Jawa Barat. Cahaya rembulan menemani perjalanan mereka menembus jalur pegunungan yang berkelak-kelok. Sayangnya penerangan di sana masih jauh dari cukup. Hanya cahaya dari mobil tua yang mereka sewa yang menerangi perjalanan mereka. “Hati-hati Mas, jangan ngebut-ngebut.. jalananya gelap.” Ucap ibu itu. Sopir itu mengangguk, “Iya bu, biar kita bisa cepet lewatin jalur ini bu. Udah merinding dari tadi,” “Heh, ngomongnya..” Baru beberapa saat menutup perbincangan mereka, jalanan yang mereka lalui menjadi gelap. Lampu sorot mobil yang mereka gunakan tiba-tiba mati. sopir itu berniat meminggirkan sesaat mobil mereka, namun mereka sedang berada di jalan turunan. “Mas, minggir mas… jangan ngebut!” teriak ibu itu. “I—iya bu, ini dari tadi mau minggir tapi turunan, rem nya nggak makan,” balasnya sopir itu dengan suara panik. Nasib sial tidak dapat mereka hindari. Jalanan itu membawa kepada jalan turunan yang semakin tajam. Berkali-kali sopir itu menginjak rem untuk menghentikan mobilnya, namun gagal. Sebuah tebing besar menyambut mobil tua yang meluncur dengan kecepatan penuh dan akhirnya menghancurkanya. … Ibu itu tersadar dan mendapati tubuhnya penuh dengan luka. Ia merayap ke bagian mobil yang telah hancur itu dan mencari keberadaan anaknya. Namun sebuah luka menggores hatinya dengan kejam. Sang ibu menemukan anaknya penuh luka dan tidak merasakan nafas dari tubuh anaknya itu. Berkali-kali ia mencoba memanggil nama anaknya, namun tidak ada tanda-tanda anak itu akan membuka matanya. “Nak.. jangan tinggalin ibu nak, biar ibu saja yang mati, jangan kamu nak…” tangis ibu itu memecah keheningan malam di jalur yang tak jauh dari tepian jurang itu. Ibu itu berteriak berkali-kali meminta pertolongan, namun jalur malam tempat mereka berada saat ini hampir tidak terlihat satupun kendaraan yang melintas. Ia hampir putus asa dan menangis sejadi-jadinya. “Tolong.. siapa saja, tolong anak saya. Apa saja akan saya lakukan, tapi tolong anak saya..” isak ibu itu. Hanya gelapnya malam dan suara serangga dari hutan sekitar mereka yang menyahut isak tangis ibu itu. Di tengah keputus asaanya, samar-samar akhirnya ibu itu melihat ada seseorang yang melintas di jalan itu seorang diri. Orang itu menembus kegelapan dan berjalan dengan kaki telanjang. Ibu itupun mencoba memperhatikan sosok itu dan menemukan seorang kakek berjanggut yang menghampirinya. Kakek itu mendekati jasad anak yang sudah tidak bernyawa itu. Ia hanya menunduk memperhatikan wajahnya sementara ibu itu masih heran dengan gerak-gerik kakek itu. Tapi setelahnya, tiba-tiba kakek itu menyeringai dan perlahan menoleh ke arah sang ibu. “Mungkin saya bisa menolong anak ibu…” ucapnya dengan memamerkan senyumnya yang sedikit terlihat mencurigakan***