DESA TUMBAL Lemah Mayit Part 1 - Desa Tanpa Nama

11
5
Terkunci
Deskripsi

Desa Tumbal “Lemah Mayit”

Part 1 - Desa Tanpa Nama

Prolog :

Suara deru mesin bus terdengar berdesing di antara jalur lintas Jawa yang terasa begitu sepi. Aku menatap ke luar jendela, hanya sekumpulan pepohonan yang sedikit terlihat berkat cahaya temaram dari rembulan.

Setelah sebelumnya melewati beberapa kota, sebagian banyak penumpang sudah turun dan hanya tersisa sedikit penumpang yang berada di bus ini. Aku salah satunya, dan sepertinya tak lebih dari lima orang yang masih berada di kursi-kursi depanku....

1 file untuk di-download

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Paket
253 konten
Akses 30 hari
1,000
Karya
1 konten
Akses seumur hidup
150
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Selanjutnya Desa Tumbal Lemah Mayit Part 2 - Pemujaan
7
4
DESA TUMBAL "Lemah MayitPart 2 - Pemujaan Spoiler :             Krekk!            Pintu gubuk pun terbuka. Sekali lagi aku melihat pemandangan sosok itu, sang penari tanpa kepala. Walaupun sudah pernah melihat wujudnya, sepertinya aku tak akan pernah terbiasa.            “Ayu-ayu ra nduwe ndas..” (Cantik-cantik nggak punya kepala..) ucap Mas Cahyo dengan entengnya.            Plak!!!            Mas Danan memukul kepala temannya itu atas ucapan seenaknya yang ia lontarkan.            “Sing nggenah kalo ngomong!” (yang bener kalau ngomong)            “Nggak usah tegang-tegang gitu kenapa, Nan,”            “Nggak gitu! Yang bener aja, gimana bisa ngomong ayu kalau kepala aja nggak ada,” Ucap Danan.            Buggh!            Cahyo menyenggol bahu Danan dengan wajah kesalnya. “Assemm kowe, Nan.”             Jelas-jelas sebelum membuka pintu tadi mereka merasa tegang. Sepertinya perbincangan konyol mereka ini adalah cara mereka untuk menenangkan diri.            Tang…            “Wis tak kandani, ora usah ikut campur karo urusan deso iki!” (Sudah kukatakan tidak usah ikut campur dengan urusan desa ini)            Suara seorang kakek terdengar dari salah satu tempat. Cahyo menoleh dan mendapati kakek itu tengah duduk dengan santai di atas gubuk tempat kami berada.            “Bisa nggak, kalau dibalik. Urusan desa ini jangan ikut campur sama urusan dunia luar,” Balas Danan.            “Lha mbuh? Udu urusanku!” (Lha nggak tahu, bukan urusanku!) Balas kakek itu.            “Terus kenapa kau membawa mereka ke tempat ini? Mengancam?” Tanya Cahyo.            Aku belum bisa melihat dengan jelas. Yang terlihat olehku saat ini hanya penari tanpa kepala itu. Apa yang dimaksud oleh Mas Cahyo?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan