Pencarian Raja Dahar #CeritadanRasaIndomie

20
30
Deskripsi

Konon kabarnya, ada berbagai versi sejarah lahirnya makanan terdahsyat sedunia: Indomie. Mungkin, bisa jadi inilah salah satunya.

Raja Dahar menyeka tetesan keringat yang besarnya sejagung-jagung. Sebagai pemimpin negeri, ia merasa perlu untuk menjaga kesehatan, stamina, dan bentuk tubuh dengan berolah raga. Seperti sore ini, ia menyempatkan diri untuk balap lari dengan kuda kerajaan.

“Sob, kira-kira butuh berapa lama lagi aku bisa menang balap lari sama kuda?” tanya Raja Dahar sambil memberikan handuknya kepada Patih Sobarudin. 

“Perlu dijawab banget nih, Paduka?”

“Enggak sih.” 

Paham bahwa Raja Dahar dan Patih Sobarudin akan duduk beristirahat sambil santap sore, para ajudan segera mempersiapkan kursi dan meja yang digotong dari istana. Ya, digotong. Dalam waktu kurang dari dua menit, di atas meja sudah terhampar berbagai menu kelas berat: lontong sayur, kambing panggang, sup kepala rusa, gorengan, dan hidangan penutup es krim vanila. Sebagai informasi, Raja Dahar memang pemamah biak sejati. Nanti malam juga makan lagi. Konon kabarnya, ia punya empat buah lambung di tubuhnya. Kayak sapi. 

Namun, hari ini ada yang berbeda. Dia tak berselera makan.

“Kenapa, Paduka? Lagi bokek?” Jangan heran dengan Patih Sobarudin yang cenderung tidak sopan. Mereka berdua memang sudah akrab sedari kecil layaknya tukang cendol dengan cendolnya.

“Enak aja. Aku bosan dengan menu-menu kerajaan, Sob. Aku butuh asupan baru, unik, dan bercita rasa tinggi. Aku muak dengan semua makanan ini!”

“Kayaknya Paduka lebih butuh obat kolesterol daripada menu baru.” Patih Sobarudin berkomentar sambil menyeruput kuah sop kepala rusa. “Paduka pengin ganti koki?”

“Ganti koki?” Ada jeda sejenak sebelum mata Raja Dahar membelalak. Satu ide muncul di kepalanya. “Ah, gimana kalau kita adakan sayembara? Setiap peserta harus menyajikan menu terbaiknya. Yang menang akan kujadikan kepala koki. Yang kalah akan kupenggal. Gimana, Sob?”

Patih Sobarudin garuk-garuk hidung. Enteng banget ni orang ngomong penggal.

“Kita itung-itungan kasar dulu deh, Paduka. Katakanlah ada 1000 peserta yang ikut. Artinya, Paduka harus memenggal 999 orang, kan? Enggak pegel apa?”

“Bener juga. Trus gimana dong?”

“Gimana kalau yang menang diangkat jadi kepala koki, terus yang kalah disuruh pulang?”

“Brilian!”

 

***

 

Tibalah pada hari H kompetisi. Lapangan kerajaan telah dipenuhi juru masak dari berbagai pelosok negeri. Mereka membawa menu andalan masing-masing bersama dengan harapan untuk mengubah nasib. Di podium, Raja Dahar sudah kebelet pengin mencicipi semua masakan. Tanpa banyak kata, Raja Dahar langsung membuka sayembara.

Peserta pertama maju. Dia meletakkan hidangannya di hadapan Raja Dahar dan Patih Sobarudin dengan hati-hati, kemudian mundur satu langkah.

“Ayam panggang?” dahi Raja Dahar mengerut. “Ini terlalu biasa.”

“Silakan dicoba dulu, Yang Mulia. Itu bukan ayam panggang biasa.”

Raja Dahar pun mencuil paha ayam yang ada di depannya. Makin dekat ke hidung, aroma masakan itu makin menusuk. Bukan tusukan yang menyakitkan, melainkan tusukan yang membawa Raja Dahar ke sebuah danau besar dengan airnya yang jernih. Di tengah danau, ada dua angsa yang sedang memadu kasih. Ketika potongan daging ayam masuk ke mulutnya, tujuh bidadari mendadak turun sembari menyanyikan lagu “Maju Tak Gentar”. Raja Dahar tak ambil pusing dengan pilihan lagu mereka yang agak di luar konteks sebab ia sangat menikmati sensasinya.

“Kau benar wahai rakyat jelata. Ini enak sekali. Bagaimana kau memasaknya?”

“Terima kasih, Yang Mulia. Pertama-tama, hamba panasi ayam ini selama tiga jam menggunakan tenaga dalam hamba. Lalu—”

“Tunggu dulu,” potong Raja Dahar. “Jadi kalau aku laper dan pengin makan masakan ini, aku harus nunggu tiga jam?”

“Kalau ditotal-total sampai plating, kira-kira lima jam, Yang Mulia.”

“Penjaga, gigit dia!” pekik Raja Dahar kesal. Patih Sobarudin gercep menenangkan dan berkata bahwa menggigit tidak akan menyelesaikan masalah. Lebih baik Raja Dahar beralih ke peserta selanjutnya. Raja Dahar pun menurut.

Peserta kedua maju dengan mendorong troli makanan. Di atas troli, terlihat piring raksasa dengan tudung besi yang tak kalah besarnya. Raja Dahar jadi penasaran. Jangan-jangan isinya pompa air? Dan, ketika tudung itu dibuka, mulutnya ikut menganga.

“Silakan mencicipi oseng-oseng banteng andalusia dengan saus gocujhang dan sambal krecek, Yang Mulia.”

Raja Dahar pun mendekati menu krisis identitas itu. Walau tampilannya agak mengerikan, aromanya sangat menggugah selera. Tanpa pikir panjang, Raja Dahar mencicipinya.

Dengan muka berseri-seri, Raja Dahar mengucap, “Aku baru pertama kali merasakan daging semenakjubkan ini. Rasanya seperti merasakan hangatnya cinta pertama. Waktu itu, di bangku sekolah, aku bertemu dengan Dek Lastri. Kecantikan wajahnya menerpa hatiku yang saat itu kosong dan pilu. Kemudian—” 

“Ehem, Paduka, jangan curhat,” colek Patih Sobarudin sambil berbisik. 

“OKE. Coba kau jelaskan keunggulan masakanmu, rakyatku.”

“Kuncinya ada di daging banteng ini, Yang Mulia. Ini bukan sembarang daging. Kita harus mengambilnya sendiri di peternakan yang ada di Andalusia. Kemudian untuk bumbunya—" 

“Sebentar,” sambar Raja Dahar. “Harus diambil sendiri ke Andalusia?”

“Sebenarnya ada syarat tambahan lagi, Yang Mulia. Kita harus menang adu banteng terlebih dahulu.”

Raja Dahar menarik napas dalam sebelum berteriak, “Pengawal, ambilkan tombak! Aku tiba-tiba ingin menombak manusia.”

Si peserta kaget dan langsung sesak napas. Patih Sobarudin kembali meredam emosi Raja Dahar dengan menjelaskan bahwa tombak menombak tidak bisa meningkatkan ketampanan. Sang raja menurut lalu memerintahkan tim kesehatan untuk membawa orang itu keluar.

Selanjutnya, satu demi satu peserta maju mencoba peruntungan. Ratusan hidangan telah melewati kerongkongan Raja Dahar, tetapi tidak ada yang menggetarkan hatinya. Hingga akhirnya, sayembara menyisakan satu peserta terakhir: seorang pria manula yang tidak ada menarik-menariknya. Seraya menggendong tas ransel yang terlihat berat dan penuh, dia menghadap Raja Dahar.

“Kau jangan membuang waktuku, Pak Tua. Mana masakanmu?”

“Justru hamba ingin menghemat waktumu, Yang Mulia,” jawab si peserta seraya mengeluarkan panci, kompor portabel, mie kering, telur ayam, sayuran, dan sejumlah plastik kecil yang berisi bubuk bumbu. “Saat ini hamba menawarkan lima menu kepada Yang Mulia. Empal gentong, soto lamongan, ayam pop, rendang, atau menu original. Silakan Yang Mulia pilih. Hamba akan memasaknya dalam waktu kurang dari tiga menit.”

Raja Dahar tercengang sekaligus penasaran dengan mulut besar orang tua itu. “Sajikan saja menu terbaikmu.”

“Baik, untuk pemula seperti Yang Mulia, hamba akan buatkan mi goreng original.”

Kakek itu langsung mengisi pancinya dengan air, lalu merebusnya hingga mendidih. Raja terkejut ketika peserta itu memasukkan potongan mi kering, telur ayam, dan sawi ke dalamnya.

“Katanya digoreng. Kok itu direbus?”

“Yang Mulia, izinkan pria renta ini memberikan nasihat. Untuk menjadi pemimpin yang bijaksana, sebaiknya berhenti mengotak-ngotakkan pekerjaan dengan dengan istilah-istilah tertentu. Itu bisa memecah belah bangsa.”

“Hmm, masuk akal. Lanjutkan pekerjaanmu.”

Ternyata, ucapan Kakek itu bukan isapan jempol. Setelah sibuk selama hampir tiga menit, di tangannya sudah ada semangkuk mi goreng hangat dengan telur dan sawi sebagai pelengkap. Raja Dahar menatap masakan itu dengan lekat.  Uap masakan itu mulai membombardir indera penciumannya. Masakan lain mungkin memiliki aroma yang memikat, tetapi yang ini lebih ….berkarakter. Aroma khas yang mengingatkannya pada kehangatan keluarga yang dulu pernah ia rasakan. Air matanya mengalir ketika melihat bayangan sang Ratu alias ibunya membelikan seperangkat mainan pedang-pedangan kayu yang bisa ia gunakan untuk mementung kepala prajurit kerajaan sesuka hati. Hangat sekali rasanya. 

Lidah Raja Dahar mulai mencicipi makanan itu. Tangisnya pecah kala mi goreng ajaib itu melenggang melewati kerongkongannya. Beban hidup yang selama ini membelenggu rasanya lenyap seketika. Ia merasa menjadi manusia bebas! Manusia seutuhnya!

Melihat pemandangan tidak normal itu, Patih Sobarudin melangkah mendekat sambil membatin: Makan mi goreng doang kenapa jadi gila sih? Karena penasaran, Patih Sobarudin mencicipi sesendok. Dampak instan pun langsung muncul, air mata Patih Sobarudin berlinang. Rasa mi goreng ini mengingatkannya pada adegan mendiang ibu yang tengah memasak mi goreng di dapur. Kala itu, ketika ibunya asyik menggoreng, Patih Sobarudin kecil iseng melempar petasan banting sehingga sang Ibu kaget dan tangannya tersenggol wajan panas. Patih Sobarudin langsung dijewer. Memori yang hangat sekali.

“Terima kasih telah membuat masakan seenak ini,” ucap Raja Dahar tulus. “Tadi katanya Anda membawa lima menu, coba masakkan sisanya untukku..”

Kakek itu segera menjalankan perintah sang Raja. Selama proses memasak, Raja Dahar mengajaknya mengobrol.

“Apa nama masakanmu, Pak Tua?”

“Masakan ini kuberi nama Mi Indonesia, Yang Mulia.”

“Dari mana datangnya nama itu?”

“Sejarahnya cukup panjang, Yang Mulia. Jadi, di malam yang sunyi, hamba tengah melamun. Tiba-tiba saja, muncul nama Indonesia.”

Raja Dahar dan Patih Sobarudin manggut-manggut. Satu menit berlalu, tidak ada kata-kata lagi yang keluar dari mulut Pak Tua. 

“Loh, udah gitu aja ceritanya, Pak Tua?”

“Udah.”

“Yeee… kirain mengandung filosofi yang dalem gitu. Oiya, siapa namamu, wahai Pak Tua?” tanya Raja Dahar lagi.

“Nama hamba Seleraku.”

“Hmm, nama yang aneh. Begini Pak Seleraku, berdasarkan ilmu branding, nama Mi Indonesia tidak terlalu oke. Kurang nendang. Terlalu panjang. Jadi, aku beri nama baru untuk masakanmu, mematenkannya, sekaligus mengangkatmu sebagai kepala koki kerajaan. Mulai detik ini, menu hebat yang kau sajikan akan kuberi nama: Indomie Seleraku.”

Pak Seleraku girang bukan kepalang. Mereka pun akhirnya menyantap Indomie Seleraku, masakan terbaik di negeri itu, dengan penuh tangis bahagia.

 

~TAMAT~

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya ENDING - Detektif Sekolah: Mengacak Jejak Perisak
0
0
ENDING: KAMI BISA JELASKAN
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan