
3. MALA VS ISTRINYA MARDI
Mala bernafas lega setelah suaminya diam tidak memanggilnya lagi dan lagi. Dia duduk menghadap keluar jendela menanti Mardi datang tapi sampai sekarang tak kunjung tiba. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Mala masih terbayang sentuhan Mardi tadi, benar-benar mampu membuat gairahnya sebagai seorang wanita bangkit.
"Astaga ... masak iya aku jatuh cinta dengan Mardi?" Mala berpikir dalam-dalam tentang Mardi.
Perlahan matanya terpejam membayangkan andai Mardi bercinta dengannya ... entah akan seperti apa rasanya?
Perlahan pikiran nakal memenuhi kepala Mala tapi saat ingat suaminya dan istrinya Mardi, Mala menepis pikiran tersebut.
"Apa sih!" serunya menepuk kepala sendiri. "Ingat, Mala. Kau sudah jadi istrinya Boni sedangkan Mardi sudah jadi suaminya Sinta," gumamnya.
Ddrrtt ... drrtt ....
Getar ponsel seseorang mengalihkan perhatian Mala. Setelah tahu itu ponsel Mardi, Mala langsung berdiri dan mengangkatnya, rupanya dari istrinya Mardi yaitu Sinta.
"Ha--"
"Halo, Sayang. Kau darimana saja?" Sebelum Mala sempat bersuara, orang di sana sudah berbicara lebih dulu.
"Sejak tadi aku hubungi tapi tidak kau angkat, Sayangku. Aku rindu kamu!" seru Sinta didengar oleh Mala.
"Oh ya ... terima kasih hadiah kalung emasnya, Suamiku. Aku suka," lanjut Sinta.
Mala yang mendengar suara Sinta, entah kenapa sakit hatinya. Emosi mendengar Sinta yang manja ke Mardi sementara Mardi begitu penuh sayang ke Sinta.
Tidak terima Mardi memperhatikan wanita lain meskipun itu adalah istrinya sendiri.
"Maaf ... Saya Mala! Bukan Mardi. Lagipula Mardi kerja di sini. Jadi ... jangan sering menghubungi atau Mardi akan Saya pecat! Seringkali bermain ponsel! Tidak tahunya kamu yang menelpon!" marah Mala.
"Eh! Ibu Mala? Maaf ... Saya pikir mas Mardi." Sinta tidak enak hati bicara pada Mala atau atasan suaminya.
"Mardi lagi keluar! Ponsel tertinggal di rumah. Mulai sekarang jauhi Mardi dan jangan menelepon terus! Mengerti?!" sengit Mala emosi pada istrinya Mardi.
"Saya hanya ingin bermanja dengan suami saya, Bu Mala. Lagipula ini di luar jam kerja, bukan? Biasanya juga tidak apa-apa," protes Sinta.
"Kamu ini tuli atau goblok ya! Saya bilang jangan ya jangan! Bebal banget jadi orang!" Mala tidak berpikir panjang sinis memaki Sinta.
"Itu suami saya loh, Bu. Kenapa Ibu yang melarang? Mas Mardi saja baik-baik saja!" Sinta tidak terima.
"Heh! Begini kalau gadis miskin yang bisanya hanya membuka selangkangan. Bodoh dan isi kepalanya cuma uang saja. Mardi kerja dengan Saya, dia milik Saya di sini. Jadi ... turuti dan jangan lagi ganggu Mardi. NGERTI?" bentak Mala di bagian akhir kalimat.
"Heh! Siapa kau berani melarang Aku agar tidak bertemu dengan suamiku? Kamu hanya atasan suamiku! Aku hormat padamu karena kau adalah istrinya Pak Boni. Andai bukan karena beliau! Aku larang suamiku kerja padamu! Dasar gatal!" Sinta tak tahan lagi ikut marah menghardik Mala.
"Kau lancang sekali memarahiku! Suamimu saja tidak pernah!" Mala membentak Sinta.
"Kau memang pantas untuk dibentak! Wanita tak tahu diri!" Sinta semakin emosi. "Kenapa?! Suamiku ganteng ya?! Sehat tidak seperti Pak Boni yang sakit-sakitan. Anda gatal ingin disentuh suami Saya, bukan? Pakai acara melarang. Dengar! Suami Saya tidak bakalan doyan! Terlebih dengan Anda yang bau karena seringnya membuang kotoran Pak Boni!" Sinta berapi-api tidak peduli lagi Mala mau memecat suaminya atau tidak.
"Setan! Justru suamimu yang menggoda Saya. Hanya saja Saya tidak mau. Lagipula apa yang patut dibanggakan dari wanita setan sepertimu? Sama sekali tidak ada. Kampungan! Miskin!" Mala ingin rasanya menjambak Sinta andai dekat.
"Apalagi?! Tentu saja karena aku cantik! Sehat! Bersih dan lembut. Tidak sepertimu yang ibarat iblis betina. Kasar! Tidak tahu aturan! Orang sepertimu tidak pantas disebut atasan!" Sinta makin geram. "Gatal ya apemnya? Bau sih!" ledek Sinta.
Suasana makin memanas. Hal yang tadinya hening atau menentramkan bagi Mala berubah jadi panas dengan ucapan-ucapan Sinta barusan.
"Wanita kampungan! Dengar baik-baik! Kau mengatai aku tidak tahu aturan, bukan? Maka dengar! Jangan salahkan aku jika aku merebut suamimu. Akan aku jamin! Kau yang cantik dan lembut itu akan diceraikan oleh Mardi setelah suamimu itu aku dekati! Lihat saja!" Mala mengancam Sinta.
"Sundal gatal! Coba saja jika kau bisa! Mardi tidak doyan dengan sundal sepertimu yang bau dan jahat!" Sinta sontak berdiri karena saking jengkelnya.
"Heh! Bukan mauku merebut suamimu. Akan tetapi karena kau terus menguji kesabaranku! Maka akan aku lakukan! Lihat saja siapa yang akan menang. Kau atau aku?! Dasar kampungan!" Mala langsung mematikan sambungan telepon malas meladeni ucapan Sinta yang mampu membuat emosinya memuncak.
"Bangsat! Ada manusia gila sepertimu!" Sinta di seberang sana murka tapi tak bisa apa-apa tentang suaminya. Dirinya butuh dana dari sang suami untuk ibunya yang saat ini ada di rumah sakit.
Klik!
Bunyi pintu dibuka mengagetkan hati Mala, dia sontak menoleh lega melihat Mardi di sana.
"Kau sudah pulang?" tanya Mala berubah lembut.
"Iya, Ibu. Apa Bapak rewel lagi?" Mardi mendekati Mala.
"Tidak. Dia tertidur, Pak Mardi. Oh, ya! Keran air di kamar saya bocor. Bisa perbaiki sebentar?" Mala penuh perasaan menatap Mardi.
"Bisa." Meski merasa heran, Mardi menuruti permintaan Mala. Mardi memasuki kamar Mala disusul Mala dari belakang.
Saat Mardi masuk ke kamar mandi, Mala bergegas melepas pakaian ganti dengan handuk yang kini ia lingkarkan ke badan. Hanya handuk selebihnya tidak memakai pakaian apapun lagi.
Mala pasang kamera video barangkali perlu untuk membalas Sinta. Setelahnya dengan pikiran yang waras Mala menggoda Pak Mardi.
"Ah!" seru Mala pura-pura terjatuh.
"Ibu! Apakah Ibu baik-baik saja?" Mardi yang kaget dan khawatir, mendekat menelan ludah melihat betapa seksi tubuh Mala.
"Saya mau ke kamar mandi, Pak Mardi. Lamun terpeleset. Aduh ... " Mala pura-pura kesakitan.
"Biar saya bantu, Ibu." Mardi meraih badan Mala dan tanpa sengaja Mala menjatuhkan dirinya ke pelukan Mardi.
"Aduh! Maaf, Pak Mardi. Kaki saya benar-benar sakit," bohong Mala. Pelukan tangannya di badan Mardi kian merapat.
"Apakah Ibu benar-benar banget ingin ke kamar mandi?" Mardi khawatir barangkali saja Mala ingin buang air kecil.
"Saya ingin kencing sekalian mandi, Pak. Tapi sepertinya tidak jadi." Mala berdalih agar lekas dibantu berjalan ke arah ranjang. Tidak nyaman lama-lama dekat dengan Mardi.
Pertama takut ketahuan suaminya meskipun mustahil, kedua Mala takut tanpa sebab. Seakan merasa berdosa dengan menggoda Mardi seperti saat ini.
Memang kasar sikap Mala, tapi ada kebaikan sedikit dalam dirinya yang hanya muncul sebentar saja kemudian lenyap jika rasa lelah mendera badannya.
"Kalau kencing jangan ditahan, Bu. Biar saya antar ke kamar mandi." Mardi memeluk rapat Mala mengangkat badan kecil itu ke kamar mandi.
"Eh! Tidak usah!" Mala tidak nyaman memberontak dari pelukan Mardi.
Mardi yang jujur sudah bangkit gairah liarnya, begitu rapat memeluk Mala. Tidak dia ingat istri di rumah mengharapkan kesetiaan dari dirinya.
"Pak Mardi, saya bisa sendiri! Silahkan kembali!" Mala sedikit emosi.
Jinak-jinak merpati sikap wanita itu. Didekati takut, tidak didekati menggoda ingin disayang. Bahkan sampai cemburu dan marah pada istrinya Mardi.
"Saya tidak akan keluar sampai ibu selesai buang air kecil. Kalau kenapa-kenapa siapa yang akan gaji Mardi nanti," goda Mardi.
"Kamu ini!" Mala jadi tenang sejenak tidak takut dengan Mardi. Memang pria itu murni merasa khawatir.
"Apa perlu saya bantu buka handuk, Ibu?" canda Mardi.
"Jangan kurang ajar kamu! Nanti Sinta marah," goda balik Mala.
"Istri Saya tidak cantik seperti, Ibu. Selain itu juga cepat lelah jika di ranjang. Mampunya cuma minta uang, ingin diperhatikan, tidak bisa mandiri seperti Ibu Mala. Sudahlah, Ibu lekas buang air kecil, saya tunggu di luar," jelas Mardi berjalan keluar meninggalkan Mala di kamar mandi sendirian.
Pipi Mala bersemu merah karena malu, tidak pernah dirinya merasa bangga seperti saat ini. Meski sering dipuji suami tapi rasanya berbeda saat dirinya dipuji oleh Mardi.
Mungkin benar kata pepatah, rumput tetangga terlihat jauh lebih hijau.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
