
Konsep bangunannya apartemen kelas atas, Nya. Pastinya mereka mau desain interior yang kesannya berkelas, tapi penataan perabotannya sesimpel mungkin. Terus pemilihan warna juga harus diperhatikan tuh." Pak Andra ngoceh, aku semaput.
Ini orang kalau kasih kerjaan nggak tanggung-tanggung. Padahal klien Jogja masih bikin aku was-was, kalau-kalau menolak desainku lagi. Alamat bubar jalan kalau sampai iya.
"Deadline, Pak?"
"Sabtu malam kamu sudah harus kirim ke saya, ya!" Gusti... rasanya aku mau...
Kalau tidak salah ingat, seharusnya hari Jumat itu memberi euforia, karena besok artinya sabtu sama dengan libur yang kesimpulannya adalah bisa tidur seharian. Tapi, nyatanya itu hanyalah wacana belaka.
Pak Andra pasti cinta banget sama aku. Karena, jumat pagi dia telpon untuk membuat presentasi pada calon klien kami. "Kelas kakap nih, Nya," katanya dengan suara yang amat sangat bersemangat.
Jadilah, sedari sore setelah jam kantor berakhir, aku masih menekuri laptop sambil berpikir, kira-kira mau kasih penawaran desain kayak gimana?
Duh!
"Konsep bangunannya apartemen kelas atas, Nya. Pastinya mereka mau desain interior yang kesannya berkelas, tapi penataan perabotannya sesimpel mungkin. Terus pemilihan warna juga harus diperhatikan tuh." Pak Andra ngoceh, aku semaput.
Ini orang kalau kasih kerjaan nggak tanggung-tanggung. Padahal klien Jogja masih bikin aku was-was, kalau-kalau menolak desainku lagi. Alamat bubar jalan kalau sampai iya.
"Deadline, Pak?"
"Sabtu malam kamu sudah harus kirim ke saya, ya!" Gusti... rasanya aku mau semaput beneran saja. "Tolong ya, Nya," tambah Pak Andra dengan wajah penuh permohonan saat melihat gelagatku yang tampak keberatan.
"Bapak bosnya'kan?" balasku pasrah.
###
Mampus! Laptopku mati. Modar. Nggak mau nyala. Pet... tiba-tiba begitu, padahal kerjaanku tadi belum tersimpan.
Rasanya mau nangis. Duh, Biyung... cari duit kok gini banget, ya?
Aku mulai panik. Kalau sampai file tadi tidak salamat, masa harus ngulang dari awal lagi? Malas mikirnya. Bumpet cari inspirasinya.
Aku harus gimana?
Oke... tenang, Nya. You can solve this problems. Ini masalah gampang. Nggak akan ngaruh sama kinerja kamu. Kamu cuma butuh tenang dan mikir.
Raka.
Iya, Raka. Anak itu kan sebelas dua belas sama Farhan. Jadi, pasti mudenglah soal beginian.
Bergegas aku tinggalkan mejaku sambil menenteng laptop sekarat itu menuju ruangan Raka. Semoga bocah itu belum pulang. Please Tuhan! Sekali saja tolong biarkan keadaan berkonspirasi denganku.
Aku tersenyum sumringah saat mendapati Raka yang tengah takzim menatap layar monitornya. Sekali-kali kening bocah itu berkerut, tampak begitu serius sekaligus... eh kok jadi ngelantur begini?
Buru-buru kuhampiri dia sebelum pikiranku berkelana kemana-mana?
"Kenapa, Mbak?" tanya Raka dengan nada heran.
"Laptop saya mati, Ka. Padahal kerjaan saya tadi belum sempat ke save," kataku sambil menyerahkan laptop itu pada Raka.
"Coba saya lihat dulu," Raka mencoba menekan tombol power laptopku, "Mbak duduk dulu, deh," katanya tanpa mengalihkan perhatian.
"Bawa chargernya?" Aku mengangguk, mengangsurkan charger yang untungnya tadi segera kusambar.
Raka memasang charger tersebut. Tapi, laptopku tetap tidak mau hidup. Aku mulai panik lagi, menatap pria itu dengan wajah cemas. Ini gimana coba? Males banget kalau harus ngulang dari awal. Bisa-bisa aku baru pulang subuh.
"Kayaknya ada masalah sama baterainya, Mbak."
"Nggak bisa diusahain, Ka? Padahal kerjaan saya sudah hampir selesai," keluhku. Raka menggeleng. Kali ini aku benar-benar lemas dalam artian sebenarnya--bahu terkulai dan sorot mata pasrah.
"Deadline banget?"
Aku hanya mengangguk. Sudah kehabisan tenaga untuk mengeluarkan suara.
Raka menghela nasfas. Yang tidak terduga sebelumnya, pria itu tiba-tiba saja mengulurkan tangan untuk menepuk bahuku beberapa kali. Aku terkejut. Rasanya kayak ada setrumam ringan yang mengalir ditubuhku, membuat otakku seketika kacau. Ada dentuman-dentuman aneh yang saling berkejaran dalam kepalaku.
Mata kami saling terkunci. Gerakan tangan Raka terhenti dan suasana yang sudah sepi mendadak menjadi semakin sepi.
Aku jadi teringat kata-kata Dimas tempo hari. Katanya, "Kalau lembur ati-ati, Mbak. Orang bilang banyak demit dikantor kita. Meleng sedikit, bisa kesambet entar." Awalnya aku nggak percaya. Tapi, sekarang omongan Dimas malah terus berputar dikepalaku.
Demit. Kesambet.
Setan!!! Rasa-rasanya kok mendadak jadi panas gini?
###
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
