Rumah Di Ujung Jalan

3
0
Deskripsi

“Kinan, bangun woy! bangun! Waktunya salat subuh!” Kak Gayatri menggoyangkan lenganku.

Sebentar lagi, ia akan memencet hidungku dengan sadis. Dan aku akan menjerit-jerit karena tidak bisa bernafas. Rasanya kayak mau meninggal. Aku buru-buru bangun sebelum terjadi kekerasan rumah tangga. Tempat tidur Kak Gaya sudah rapi. Wajah cewek 18 tahun itu nampak glowing terkena air wudhu. 

“Dek Laras, bangun, sayang!” Ia kini membangunkan Larasati, adik kami yang berusia 12 tahun. ...

                                                                                            PROLOG

 

“Kinan, bangun woy! bangun! Waktunya salat subuh!” Kak Gayatri menggoyangkan lenganku.

Sebentar lagi, ia akan memencet hidungku dengan sadis. Dan aku akan menjerit-jerit karena tidak bisa bernafas. Rasanya kayak mau meninggal. Aku buru-buru bangun sebelum terjadi kekerasan rumah tangga. Tempat tidur Kak Gaya sudah rapi. Wajah cewek 18 tahun itu nampak glowing terkena air wudhu. 

“Dek Laras, bangun, sayang!” Ia kini membangunkan Larasati, adik kami yang berusia 12 tahun. 

Nah, kalian lihat sendiri kan diskriminasi di rumah ini? Bak ibu peri yang lemah lembut, Kak Gaya membangunkan Laras. Sedangkan aku dibangunkan dengan gaya militer. Berasa sedang wamil bareng Park Chanyeol, huhu. Ugh, the power of maknae. Nasib. 

Aku keluar dari kamar tidur yang kami tempati bertiga. Iya, bentuk kamarnya memanjang dan muat ditempati tiga tempat tidur single. Nggak heran kan, kenapa aku selalu merasa sedang ikut wamil kayak Oppa Koreyah. Berasa tidur di barak yang tak ada privasi. Mau stalking berita Kpop di akun Instagram saja, pasti Kak Gaya dan Laras mendadak nongol di belakangku. Mereka tak bersuara sih hanya hela nafasnya yang terdengar. Creepy. Sumpah, ganggu banget!

Kesibukan pagi di rumah mungil kami bercat biru muda ini sudah mulai.

Di dapur, ada Bapak yang sudah berpakaian rapi siap berangkat kerja. Ia sedang bersiul-siul menirukan lagu POP-nya Nayeon dengan riang. Sebal! Kok, Bapak bisa tahu?

Pasti Bapak ikutan nguping semalam waktu aku belajar koreografi lagu Pop di kamar. Mumpung, Kak Gaya sedang main ke rumah sahabatnya dan Laras nonton TV di ruang tengah. 

“Selamat pagi, tuan putri! Hari ini, kepala koki membuatkan kalian menu omelet spesial dengan nasi putih pulen yang mengepul sedap!”

“Mantul, Chef!” aku nyengir, lalu bergegas ke kamar mandi untuk berwudhu dengan semangat.

Asyik. Sebenarnya omelet yang dibilang Bapak hanya telur dadar biasa diberi irisan bawang putih, bawang merah dan cabe rawit. Tapi, bagiku itu omelet paling enak sedunia. Setiap pagi, Bapak akan membuatkan kami sarapan sebelum berangkat bekerja. Biasanya sarapannya selang-seling antara roti bakar, nasi goreng dan nasi plus telur ceplok atau omelet, diulang lagi dari awal. Begitu urutannya, hehe.

**

Ke mana Ibu?

Hm, sebenarnya kami hanya tinggal berempat di rumah sederhana di sudut Jalan Kepodang ini. Bapak, aku dan kedua saudara perempuanku. Kenalan dulu ya, namaku Kinanti, si anak tengah. Kini usiaku 16 tahun dan duduk di bangku SMA kelas 11.

Bapak dan Ibu menikah muda saat itu. Usia Bapak 22 tahun dan Ibu 20 tahun. Ibu dan Bapak masih kuliah. Lalu setahun kemudian Kak Gayatri lahir, berikutnya aku Kinanti, dan terakhir Larasati. Saat adik bungsuku berusia 5 tahun, Ibu mendadak pergi dari rumah. Meninggalkan kami berempat menjalani kehidupan. 

Hanya Tuhan yang tahu bagaimana kami bisa bertahan. Bapak dengan pekerjaannya sebagai pegawai keuangan di sebuah perusahaan dan harus mengurus tiga anak perempuan sendirian. Bulan-bulan pertama, kapal kami oleng, nyaris karam. Bapak seperti orang depresi, mengurung diri di kamar dan tidak mau masuk kerja. Akhirnya, Bapak dipecat, huhu. Pahit deh kalau diingat lagi. Saat itu, kami masih kecil-kecil. 

Untunglah, ada Bude Tik, tetangga depan rumah yang anak-anaknya sudah besar dan tinggal di luar kota. Ia tinggal berdua dengan suaminya, Pakde Har dan tetangga-tetangga lain membantu mengurus kami. Ia selalu memasak dalam jumlah banyak dan memberikannya untuk kami. Begitu juga yang lainnya. Ada yang memberikan susu untuk adik dan kebutuhan lainnya. Sadar kalau Bapak terlalu shock, Kak Gayatri yang baru saja lulus SD saat itu mengambil alih tugas Bapak sekaligus Ibu. Ia mengurus aku dan adikku. 

 

**

Setiap hari, Kak Gayatri bangun pagi-pagi dan membangunkan kami semua. Membuat sarapan sederhana untuk orang rumah. Lalu memandikan adik. Saat itu liburan panjang. Jadi, Kak Gayatri mengajak kami membereskan rumah. Ia mengajariku merapikan tempat tidur, mengelap sedikit barang yang ada di rumah, lalu menyapu lantai. 

“Aku bisa kak, aku mau coba!” teriak Laras, menggapai tongkat pel, berusaha mencobanya. Langkah mungilnya limbung, lalu menyenggol ember untuk mengepel. Byurr!

Oh, tidaaak! Ruang tengah kami yang kecil kebanjiran! 

Kak Gayatri meringis, lelah. Lalu memberi kode untukku membawa adik ke depan. Ia akan mengeringkan lantai dan mengepel seluruh ruangan susah-payah. Badannya yang mungil sedikit goyah ketika harus memeras kain pel. Keringatnya bercucuran seperti orang sedang lomba lari saat selesai mengepel rumah kami yang hanya ada beberapa ruangan saja. 

Biasanya, aku akan membawakan ia segelas teh dingin yang kutuang dari botol di kulkas. Milik Bapak dan ia menerimanya dengan penuh syukur. 

“Terima kasih, Dek!”

Kami berbaring bertiga di atas dipan depan TV. Menikmati masterpiece kami. Rumah yang berdebu dan berantakan menjadi kinclong. 

Setelah bekerja keras dan meminum es teh manis, Kakak menyuruhku mandi, dan ia menjaga adik lalu setelah itu, ia mandi. Gantian aku yang menjaga adik. Kami adalah tim yang kompak. Aku paling suka membaca buku dan setelah mengerjakan tugas beberes, aku akan membaca buku yang kupinjam dari perpustakaan. 

Kak Gayatri beda. Ia akan mengajak adik ke rumah Bude Tik, membantunya memasak. Ia mengambil uang dari dompet Bapak dan memberikannya pada Bude. 

“Ini uang untuk beli sayur, Bude,” katanya.

Bude selalu menolak tapi kakak memaksa. Ia sejak kecil memang memiliki tekad yang kuat. Hehe. Sambil mengasuh adik, ia akan mengamati Bude menyiangi sayuran, memotong bumbu dapur, mencuci sayuran. Ia pun membantu Bude dan Bude pun menularkan ilmu memasaknya pada kakak. Mereka akan sibuk memasak sop, ayam opor dan banyak masakan lezat lain dan aku bertugas menemani adik bermain di dapur Bude. Kalau diingat-ingat, masa-masa itu tidak mudah. Tapi, terasa manis juga. Karena walau Ibu pergi, ada Bude Tik, Tante Lita, Oma Sari dan banyak tetangga lain yang menjaga kami bertiga. 

Tapi, bagian terberatnya adalah ketika malam tiba. Dalam kamar tidur kami bertiga.

Dik Laras akan merengek, menangis mencari Ibu. Ia kangen pada aroma Ibu, pelukan hangat Ibu dan cerita-cerita Ibu yang bersemangat. Kalau sudah begitu, Kak Gayatri akan menggendong adik berkeliling kamar sambil bersenandung padahal tubuh adik cukup bongsor. Sedangkan Kak Gayatri kurus, hehe. 

Tak lama kemudian, Ia akan tertidur pulas. Gantian aku yang terisak kangen Ibu. Kak Gayatri akan berbaring memelukku di atas dipan menepuk punggungku. Kadang hingga aku tertidur. Ya, ia selalu menghibur kami. Menjaga kami. Tapi, siapa yang menghibur dia ketika ia rindu Ibu? Siapa yang akan menjaga kakakku itu?

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Fobia Mi Untari #CeritadanRasaIndomie
18
9
Untari seorang cewek introvert yang punya fobia pada mi. Ia akan menggigil dan keringat dingin jika disuruh melahap semangkuk Indomie. Apa yang terjadi ketika dia jatuh cinta pada Arda, seorang cowok yang punya obsesi pada Indomie dan mendambakan cewek penggemar mi? Apakah cinta mampu mengalahkan segalanya, termasuk ketakutanmu?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan