Salah satu kutukan menjadi penulis komik adalah saya terlalu malas untuk menulis novel. Saya sudah berkali-kali *mencoba* menulis novel dengan achievement terbaiknya adalah ditolak Gagas Media. Saya merasa saya lebih cocok dengan gaya bercerita komik (apalagi saat itu saya lagi suka komik komedi) dan sulit sekali menuangkan komedi komik yang saya bayangkan ke tulisan. Padahal ketika disketsa, saya bisa cepat sekali. Sejak saat itu, saya memutuskan untuk mencoba menulis komik.
Kutukan kedua adalah...
Hal yang harus kita tentukan pertama kali adalah menentukan jenis hubungan kerja kamu.
Hubungan kerja yang paling mudah dan tidak ambigu adalah hubungan berdasarkan kontrak. Artinya, anggap kita commission gambar ke ilustrator. Bayar sesuai rate mereka, ikuti syarat mereka (misal hanya boleh berapa kali revisi), tentukan apa yang kita minta (misal: berapa halaman dalam berapa hari), berikan apa yang ilustrator butuhkan untuk mulai kerja. Ilustrator akan bekerja sesuai dengan perjanjian kerja dan memberikan hasil yang kamu inginkan (selama dia juga profesional).
Dengan cara ini, kita bisa meminimalisir ketidakpastian yang biasa terjadi kalau kita bekerja tanpa ketentuan tertulis, seperti satu pihak tiba-tiba tidak mood, satu pihak tiba-tiba sibuk, dan lain-lain. Semua komik di Daily Whatever dibuat dengan ini (walaupun saya tidak punya kontrak tertulis--sebenarnya ini bukan kebiasaan bagus)
Tapi sebagian besar orang yang bertanya pada saya bagaimana cara mencari partner yang baik adalah anak SMA dan kuliah, bukan pekerja yang punya lebih banyak disposable income. Tidak semua bisa langsung membayar commission pada ilustrator. Kalau budget tidak mencukupi, kamu butuh mencari parnter berkolaborasi.
Langkah terbaik mencari partner kolaborasi yang baik adalah dengan cara menjadi partner yang baik.
Ingatlah bahwa partnership itu setara. Jika kamu punya ide, partner ilustrator juga punya ide. Kamu punya cerita, partner ilustrator juga punya cerita. Memang rasanya tidak imbang dan akan ada perasaan "harusnya cerita urusan saya", tapi ini kenyataan yang dihadapi penulis. Ilustrator bisa menunjukkan keahliannya dengan menunjukkan hasil akhir gambarnya. Penulis tidak punya kemewahan itu: hasil akhir akhir tulisan komik kita adalah komiknya. Penulis memang harus kerja lebih keras untuk meyakinkan ilustrator, apalagi kalau kita yang mengajak kolaborasi.
Inilah kenapa jauh lebih sulit kalau kita hanya berperan sebagai "orang yang punya konsep cerita" dan belum belajar teknik-teknik penulisan komik. Tanpa naskah yang benar, ilustrator akan merasa dia bekerja lebih banyak untuk mewujudkan komik ini, dan lama-lama akan merasa dia membuat komik kita dengan gratis. Dia akan merasa dia menggambarkan komik untuk kita, bukan komik bersama. Ini hubungan yang harusnya dihindari dalam kolaborasi setara.
Kalau kita adalah penulis komik, maka orang pertama yang harus yakin dengan komik kita adalah ilustrator. Tujuan kita adalah meyakinkan ilustrator bahwa dia sedang membuat komik bagus. Caranya banyak sekali dan akan berbeda-beda untuk tiap ilustrator dan penulis. Cara yang paling nyaman bagi saya adalah dengam membuat storyboard--komik kasar yang tujuannya memantik imajinasi ilustrator untuk membuat komik aslinya*. Kamu mungkin punya cara lain yang lebih kamu kuasai.
Ingat bahwa tujuan dari partnership ini adalah membuat komik yang bagus, bukan membuat komik kamu.
Dalam bekerja, ilustrator akan punya ide-ide tambahan untuk memperbagus cerita kita, misal dengan menambahkan atau mengubah adegan. Akan ada saatnya kita merasa defensif terhadap apa yang kita tulis--apalagi jika ilustrator kurang pandai menyampaikan pendapat. Tapi, ilustrator adalah pembaca pertama. Apa yang mereka rasakan saat membaca naskahnya adalah apa yang akan pembaca rasakan ketika membaca komik akhirnya.
Menurut Neil Gaiman: "Remember: when people tell you something's wrong or doesn't work for them, they are almost always right. When they tell you exactly what they think is wrong and how to fix it, they are almost always wrong."
Artinya, apa yang orang rasakan (dalam hal ini ilustrator)--apakah kurang seru, kurang bagus--semuanya valid. Dan mereka pasti akan langsung ingin mengubah atau memberikan saran sesuai dengan kemampuan mereka. Di sinilah kita harus jeli mencari apa yang sebenarnya membuat mereka merasakan itu. Apakah penyampaiannya yang kurang tepat? Atau ada lompat di logika ceritanya? Apakah pemilihan adegan membuat perasaan yang ingin kita sampaikan ambigu?
Menentukan di mana diskusi kita sedang berlangsung membebaskan kita dari debat kusir dan ngotot-ngototan "pokoknya saya maunya ini". Inilah juga kenapa penulis harus tahu teknik-teknik visual yang digunakan dalam komik: mulai dari pacing, efek shot yang diambil, cara menyampaikan emosi, dan lain-lain.
Ingat bahwa dalam partnership, kalian bukan hanya harus jadi penulis yang baik, tapi partner yang baik. Kalau penulis yang baik ditentukan dari betapa bagusnya naskah yang dibuat, partner yang baik ditentukan dari seberapa bagusnya kita dalam bekerja sama. Pelajari cara berdiskusi dengan orang lain, tahu bedanya mempertahankan pendapat dengan ngotot, tahu mana yang opini dan mana yang fakta, tahu kapan kita mempertahankan pendapat dan kapan mengalah, cara bersikap dengan orang lain, cara profesional--yang, di luar partnership membuat komik, adalah skill yang harus memang harus dimiliki.
Salah satu budaya yang saya selalu saya terapkan dalam kolaborasi saya (termasuk di kantor Kosmik) adalah tidak boleh ada kata "I told you so"--"Saya bilang juga apa"--"Saya udah bilang dari awal--" dan segala variasinya. Keputusan yang diambil adalah keputusan bersama, meskipun lahirnya dari satu orang--dan semua kolaborator memegang keputusan itu.
Beberapa pertanyaan yang sering juga sampai ke saya adalah di mana mencari partner yang baik. Ini mungkin akan jadi saran yang klise, tapi salah satu cara menemukan partner yang baik adalah menjadi orang yang baik di tempat yang tepat. Kalau ada kamu bisa bergabung dengan komunitas komikus, baik online maupun offline, ikuti dan jadilah orang yang positif. (Tidak seperti fisika, sifat negatif tidak menarik sifat positif. Bukan tidak mungkin orang yang menyebalkan mendapat partner setara, tapi saya belum lihat hasil kerjasama yang memuaskan antara dua orang menyebalkan satu sama lain). Kalau kita tidak bisa diingat sebagai penulis yang sempurna, minimal kita harus bisa diingat sebagai partner yang baik.
Saran dari saya hanya begitu dulu. Semoga berhasil untuk kamu yang sedang mencari partner, dan sampai jumpa di lain kesempatan.
*Walaupun Bakuman meromantisasi kerja keras berlebihan (yang ini jangan ditiru, istirahatlah) tapi dia menggambarkan hubungan partner penulis dan ilustrator yang bagus: orang pertama yang harus tertarik dengan tulisan penulis adalah ilustrator!
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
