BAD GAMES (6-10)

4
0
Deskripsi

Konten ini berisi BAB 6 - 10 yang bisa dibaca secara gratis di Wattpad dan juga Karyakarsa 

https://www.wattpad.com/story/334648109

 

06 - Berhutang nyawa

"Sesuai titik yah, Bu."

"Bisa tolong nanti pas perempatan lampu merah depan belok kanan. Rumah saya nggak jauh dari sini. Panas kalau siang-siang begini jalan kaki."

"Baik," jawab Abel seramah mungkin pada penumpang yang kini tengah menggunakan jasanya. Sebisa mungkin ia bersikap ramah, santun dan full senyum meski dalam suasana hati yang buruk sekali pun.

Sebagai supir taksi online wannabe, ia harus jaga sikap agar tidak diberi rating bintang satu. Bisa bahaya urusannya jika sampai akunnya ditangguhkan. Walau bagaimanapun ia masih membutuhkan pekerjaan ini disaat belum ada satu perusahaan pun yang menerima lamarannya.

Ya, benar. Abel sudah melamar ke berbagai tempat atas rekomendasi dari salah satus situs lowongan kerja di internet tapi hingga saat ini ia belum dapat panggilan satu pun. Jika pun ada dan ia sudah melakukan interview, ia justru kalah saing dengan pelamar yang memiliki pendidikan jauh diatasnya dan juga lewat jalur orang dalam.

"Apa masih jauh Bu?" tanya Abel saat di rasa jarak dari perempatan lampu merah ke tempat ini sudah lumayan jauh.

"Sebentar lagi. Nggak jauh dari Masjid kok. Nanti saya lebihin ongkosnya."

"Baik, Bu."

Setelah tiga menit kemudian, Abel pun berhenti di tempat yang dimaksud oleh penumpang itu.

"Makasih yah Mbak."

"Sama-sama, Ibu."

"Oh ya Mbak. Ada keluhan sedikit. Ac nya kurang dingin. Untung aja deket. Kalau jauh mah saya udah ganti driver lain," keluh Ibu itu sebelum akhirnya mengeluarkan uang dari dalam dompetnya.

Abel meminta maaf atas ketidaknyamanan itu dan tetap tersenyum, senyum penuh kepalsuan. Ia berusaha sabar sekali meskipun penumpangnya kali ini luar biasa banyak bicara. Abel memakluminya. Namanya juga Ibu-ibu. Abel beralasan pada Ibu itu kalau mobil tuanya sudah seharusnya di servis.

"Tiga puluh ribu yah Mbak?"

"Betul Ibu."

"Duh kurang goceng lagi." Ibu itu terlihat mencari uang recehan di selipan-selipan dompet. "Gocengnya bisa di transfer?"

Jika boleh jujur Abel benar-benar sudah muak dan sedari tadi ia mencoba menahan rasa kesalnya atas perilaku Ibu itu. Sepanjang perjalanan selama sepuluh menit lamanya, banyak sekali yang dikeluhkan olehnya. Mulai dari jalanan yang dilewatinya karena banyak kerusakan, kemacetannya, urusan keluarganya di rumah. Abel seolah menjelma menjadi pendengar yang baik Ibu itu. Abel seperti mendengar kaset kusut yang tengah di putar. Bahkan Ibu itu meminta Abel mematikan siaran radio yang Abel putar agar supaya Abel fokus mendengarnya saja.

"Nggak apa-apa, Bu. Lima ribu lagi nggak usah."

"Beneran nih, Mbak. Ah jadi enak." Ibu itu terkekeh kecil sembari memberikan uang pada Abel. "Nanti kapan-kapan kalau ketemu lagi, saya kasih gocengnya lagi ke Mbak."

"Nggak apa-apa, Bu. Saya ikhlas," balas Abel. "Jadi bisa turun sekarang juga," batinnya geram.

Dan pada akhirnya setelah kembali mengucapkan terima kasih, Ibu itu pun turun juga.

Abel menghela napas lega. Sepanjang dirinya menjadi supir taksi online, ada banyak sekali penumpang serupa seperti Ibu itu tapi kali ini benar-benar menjengkelkan. Abel dianggap seperti seorang supir pribadi yang bekerja untuknya. Tapi itu jauh lebih baik daripada mendapat penumpang pria genit yang sepanjang perjalanan tak lelah menggodanya dengan gombalan-gombalan memuakkan dan menawarinya sebagai selingkuhan.

***

Tiba di rumah Abel di sambut hangat oleh adik-adiknya yang tengah memainkan permainan tradisional di pekarangan rumah. Beruntungnya hari ini Abel mendapatkan tips yang cukup lumayan jadi ia bisa membelikan snack dan juga es krim untuk adik-adiknya yang berjumlah 15 orang.

Dan mereka terlihat bahagia sekali kala Abel membagikan es krim dan snack itu.

"Loh, kok cuma 14 orang. Sisi mana? Kok nggak ikutan main?"

"Sisi badannya panas. Lagi di kompres tuh sama Ibu," jawab seorang anak sembari menikmati snack pemberian Abel.

Setelah mendapat informasi itu, Abel bergegas menuju kamar menemui Sisi dan Ibunya.

"Bu, Sisi sakit?" tanya Abel menghampiri Ibunya, menyalaminya dan mengecup punggung tangan Ibunya.

"Pulang sekolah dia pucet banget terus menggigil."

"Ibu udah panggil Dokter Tirta buat datang ke sini?"

"Dokter Tirta lagi di luar kota."

"Kan ada Dokter lain, Bu."

"Tapi—"

"Ayo kita bawa Sisi ke Dokter. Biar Abel yang tanggung biayanya."

"Bel. Urusan kamu sama cowok kemarin gimana? Bukannya kamu harus ngumpulin uang buat ganti biaya kerusakan mobilnya."

Ahh, Abel lupa menceritakan hal ini pada Ibunya. Kemarin ia terlalu banyak pikiran dan belum sempat menceritakan perihal ini pada Ibunya.

"Nanti Abel ceritain. Sekarang Ibu bantu Abel bawa Sisi ke rumah sakit dulu yuk."

***

Galaksi benar-benar dibuat heran dengan titik koordinat GPS yang salah satu relasinya kirim padanya. Di tambah lagi mobil Galaksi mogok di tengah jalan. Galaksi sendiri bingung ia berada dimana karena sebelumnya ia tak pernah melewati jalanan ini. Ia sudah menghubungi Adam, tapi Adam tak juga menerima panggilan telepon darinya.

Galaksi tak menyangka mobil keluaran terbaru hadiah pemberian Papanya yang biasanya tidak pernah seperti ini, itu mogok di tengah jalan. Galaksi sudah mencoba memperbaikinya dengan alat seadanya tapi tetap saja tidak bisa. Galaksi sendiri heran, alat-alat perbaikan miliknya entah hilang kemana. Ia ingat ia bisa meletakkannya di bagasi mobil, tapi ini?

Saat Galaksi akan meminta bantuan ponsel miliknya kehabisan baterai dan ponsel yang satunya lagi tidak ada signal.

"Shit!" Galaksi mengumpat marah. Sebelumnya tidak pernah ia seapes ini.

Galaksi mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Suasana jalanan yang tengah ia pijak itu minim penerangan. Dan sialnya tidak ada satupun kendaraan yang lewat. Terbersit di pikiran Galaksi untuk tetap berada di dalam mobil sampai ia mendapatkan bantuan.

Saat Galaksi akan masuk ke dalam mobilnya, Galaksi merasa mendapatkan keajaiban. Dari kejauhan ia melihat iringan dua buah sepeda motor melewati jalan itu.

Galaksi tak ingin membuang kesempatan. Galaksi melambaikan tangannya berusaha meminta pertolongan. Dan alhasil motor-motor itu pun berhenti di tempatnya berpijak.

"Kenapa mobilnya, Om?"

"Mogok," jawab Galaksi. "Saya sudah ... " Galaksi menjeda ucapannya saat melihat salah satu teman dari pengendara motor itu membuka pintu mobil dan berusaha mengambil barang berharga miliknya.

Galaksi segera bertindak cepat menggagalkan aksi pencurian itu dengan memencet tombol di kunci mobilnya agar supaya kaca mobilnya terkunci. Galaksi sadar bahwa ia salah meminta pertolongan. Ketiga pria dihadapannya bukan lah orang baik melainkan ...

Kepala Galaksi mendadak pening kala mendapat pukulan dari belakang tubuhnya. Galaksi menoleh dan membalas pukulan itu. Namun karena kalah jumlah, Galaksi kewalahan menghadapi ketiga pria jahat itu. Tapi Galaksi tetap bertahan melawan ketiganya dengan tangan kosong.

Secara kebetulan, ada sebuah motor melewati jalanan itu disaat Galaksi tengah berjibaku melawan para pria yang berusaha merampoknya.

"Pak Galaksi!" seru seseorang yang tidak Galaksi kenali tapi orang itu memanggil namanya. Galaksi bahkan tidak sempat menoleh pada orang itu karena jika ia lengah maka ia kalah.

Tanpa Galaksi sadari, orang itu putar arah kemudian menabrakkan motornya pada salah satu pria jahat itu sampai tersungkur ke tanah. Kemudian orang itu menabrakkan motornya lagi pada pria lainnya namun pria itu berhasil menghindar.

"Pak Galaksi cepat naik." Galaksi mencari celah untuk bisa menghampiri orang yang menolongnya.

"Ayo, Pak."

Galaksi yang masih berjibaku dengan kedua pria itu perlahan mundur menghampiri orang yang berusaha menolongnya. Dan Galaksi baru menyadari bahwa yang tengah menolongnya adalah gadis yang ia usir dari ruangannya kemarin siang. Entah siapa namanya, Galaksi tidak ingat.

"Awas!" seru gadis itu saat melihat pria yang tadi tersungkur bangkit berdiri kemudian mengeluarkan sesuatu dan hendak melukai Galaksi namun ...

Gadis itu berhasil mendorong tubuh pria itu menjauh dari Galaksi.

"Gantian, sekarang Bapak yang bawa motor," ucap gadis itu seraya berusaha melawan kedua pria lainnya. Untung saja ia pernah belajar teknik dasar bela diri.

"Saya nggak bisa bawa motor."

Gadis itu berdecak kesal. Sial! Disaat genting seperti ini Galaksi malah tak bisa diandalkan.

Dan saat gadis itu akan kembali naik ke atas motornya, ia melihat pria lainnya seperti mengeluarkan belati dan hendak menusuk Galaksi namun gadis itu berusaha mencegahnya tapi sialnya belati itu mengenai lengannya yang terbuka.

Galaksi terkejut? Tentu saja. Apalagi gadis itu kala melihat noda darah segar mengalir dilengannya.

Dan entah apa yang merasuki gadis itu, setelah lengannya terluka ia justru pasang badan melindungi Galaksi dari tikaman senjata tajam salah satu pria jahat itu hingga menyebabkan luka tusukan di perutnya.

Melihat gadis yang menolongnya terluka, Galaksi menarik kerah kemeja pria jahat itu kemudian menghajarnya bertubi-tubi dan memakinya dengan sumpah serapah sehingga membuat belatinya jatuh entah kemana. Sementara kedua pria pengecut lainnya lari terbirit-birit setelah melihat gadis itu terluka cukup parah.

Melihat gadis itu terluka serta merintih kesakitan, Galaksi mendorong pria itu hingga jatuh tersungkur ke tanah.

"Bertahan lah, saya akan mencari bantuan." Galaksi menghampiri gadis yang terluka itu tanpa peduli pada pria jahat dibelakangnya yang juga ikut melarikan diri mengejar teman-temannya.

Galaksi mengumpat marah. Sial! Ia harus mencari bantuan kemana? Ia bahkan tak tahu saat ini ia berada dimana? Jika ia mencari bantuan dengan meninggalkan gadis itu, ia tidak yakin nyawa gadis itu akan tertolong.

"Ada rumah sakit di dekat sini," ucap gadis itu sangat pelan seraya merintih menahan sakit.

Tanpa membuang waktu, Galaksi menggendong tubuh gadis itu untuk mencari bantuan. Andai saja ia bisa mengendarai motor maka ia bisa membawa gadis itu mendapatkan perawatan lebih cepat. Dan baru kali ini Galaksi merasa dirinya sangat lah tidak berguna. Ia seperti pengecut sudah membiarkan gadis itu terluka karena menolongnya. Galaksi benar-benar BERHUTANG NYAWA pada gadis itu. Jika bukan karena pertolongan gadis itu maka ia lah yang terluka.

Galaksi setengah berlari sembari menggendong tubuh gadis yang bersimbah darah itu.

"Tolong bertahanlah. Jangan membuatku semakin merasa bersalah." Galaksi terlihat panik luar biasa terlebih melihat mata gadis itu seperti akan terpejam. "Ku mohon jangan tutup matamu."

Gadis itu berusaha membuka matanya meski di rasa sulit. Rasanya dirinya seperti akan mati setelah sok-sokan menjadi penyelamat dari pria yang tempo hari memandang rendah dirinya.

Sejujurnya gadis itu sudah berencana untuk merealisasikan kejadian dramatis sesuai dengan drama yang ditontonnya kemarin malam bersama Ibunya dengan tujuan untuk membuat Galaksi berhutang nyawa padanya dan tersentuh pada pertolongannya. Namun sebelum ia merealisasikannya, justru Galaksi sudah di todong para pria jahat itu lebih dulu. Dan sialnya ia terluka karena sok-sokan membantu Galaksi. Gadis itu merasa ini seperti karma instan untuknya karena sudah memiliki niat yang tidak baik.

Dan beruntungnya, saat Galaksi terus berjalan bahkan setengah berlari, ada dua buah motor menghampirinya. Galaksi pikir orang jahat lagi yang menghampirinya tapi ternyata dugaannya salah besar. Orang-orang itu justru segera membantunya untuk membawa gadis yang entah sejak kapan sudah tidak sadarkan diri itu ke rumah sakit terdekat dengan berboncengan sepeda motor.

________

07 - Rasa bersalah

Galaksi tertegun mengamati gadis yang telah menolongnya itu masih memejamkan matanya hingga saat ini setelah gadis itu mendapatkan perawatan serta luka jahitan di lengan sebelah kiri dan juga di perutnya.

Dokter mengatakan bahwa luka tusukan itu begitu dalam dan hampir mengenai organ penting dalam tubuh gadis itu tapi untung saja gadis itu masih diberi kesempatan untuk hidup. Jika terlambat sedikit saja mungkin nyawa gadis itu tidak akan bisa diselamatkan.

Ya Tuhan ... Sungguh! Hanya dengan membayangkannya saja membuat Galaksi merasa iba dan bersalah. Jika gadis itu tidak menolongnya maka sudah dapat dipastikan, dirinya lah yang kini berbaring di kamar rawat tersebut.

Setelah gadis itu ditangani tim medis dan mendapatkan luka jahitan di perutnya, Galaksi terus berusaha menghubungi Adam sampai akhirnya Adam menerima panggilan telepon darinya. Galaksi mencaci maki Adam yang sudah keterlaluan karena mengabaikan panggilan teleponnya berkali-kali. Adam pun meminta maaf dan beralasan ia tidur lebih cepat setelah minum obat untuk meredakan sakit di kepalanya.

Kala Galaksi menceritakan hal yang baru saja dilaluinya itu pada Adam sedetail mungkin, Adam terkejut setengah mati mendengarnya. Galaksi pun segera memberikan perintah agar supaya Adam mengirim orang-orang untuk datang ke TKP, mengecek semuanya, mengumpulkan bukti-bukti dan segera melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib agar supaya para pelakunya bisa tertangkap.

Kemudian setelah itu Galaksi menghubungi sendiri pihak keluarga dari gadis itu yang hingga saat ini belum jua datang ke rumah sakit. Galaksi mendapatkan nomor itu dari ponsel gadis yang terbaring lemah dihadapannya.

Galaksi berjanji akan mengurus tuntas masalah ini dengan bantuan orang-orangnya dan menjebloskan para penjahat itu ke dalam jeruji besi, secepatnya.

Galaksi merahasiakan hal ini dari para dari Papa dan Mamanya karena Galaksi tidak ingin membuat mereka cemas dan menambah beban pikiran mereka. Galaksi tahu sifat Papanya itu akan bagaimana jika Papanya tahu ia dalam bahaya. Galaksi merasa ia bukan anak-anak lagi, jadi Galaksi merasa ia bisa menangani masalah ini sendiri tanpa campur tangan kedua orang tuanya.

"Abel," gumam Galaksi. Benar! Sekarang ia ingat kalau gadis ini memiliki nama yang sama dengan nama yang ia berikan mobil kesayangannya yang kini berada di bengkel.

Galaksi teringat pada pertemuan pertamanya dengan Abel kemudian Abel datang ke kantornya, mencoba bernegosiasi dengannya sampai akhirnya Galaksi mengusirnya dan tidak ingin lagi berurusan dengannya. Galaksi bahkan berdoa pada Tuhan agar supaya Tuhan tak mempertemukannya dengan Abel lagi. Tapi pada kenyataannya, justru kini ia berhutang nyawa pada gadis aneh sekaligus pemberani ini.

Galaksi memperhatikan setiap inci wajah Abel dengan seksama. Dengan mata terpejam seperti itu meski wajah dan bibirnya pucat pasi, justru Abel terlihat dua kali lebih cantik dari terakhir kali ia melihatnya.

Ya, Galaksi akui, Abel memang cantik bahkan Galaksi sempat berpikir jika usia Abel lebih muda darinya. Tapi nyatanya Abel lebih tua dua tahun diatasnya. Meski demikian, Abel terlihat awet muda dan ...

Ceklek!!

Galaksi menoleh ke arah pintu. Ternyata Adam lah yang masuk.

"Pak Galaksi. Ini pakaian yang anda minta." Adam memberikan paper bag yang berisikan pakaian ganti untuk Galaksi.

"Terima kasih." Galaksi bangkit berdiri. Ia baru menyadari bahwa kemeja putih yang dikenakannya itu berlumuran darah yang sudah mengering. Galaksi tak bisa membayangkan bagaimana rasa sakit yang dirasakan oleh Abel yang hingga kini belum sadarkan diri.

"Apa sudah ada informasi terkini dari TKP?"

Adam menggelengkan kepalanya. "Belum, Pak. Jikapun ada maka saya akan memberikan informasi itu tanpa Bapak memintanya."

Galaksi menghela napas dalam-dalam. Ia percaya pada Adam dan ia yakin apa yang Adam lakukan sudah sesuai dengan perintahnya. Adam memang paling bisa diandalkan untuk segala macam perintah yang Galaksi berikan. Baiklah, Galaksi harus sedikit bersabar menunggu informasi lebih lanjut dari Adam.

"Jaga dia sebentar. Saya ganti pakaian saya dulu."

***

"Abel sayang. Bangun, nak."

Saat keluar dari toilet, Galaksi dibuat terkejut kala mendapati dua orang wanita paruh baya sedang bersama Abel. Kedua wanita itu terlihat menangis tersedu-sedu. Galaksi yakin salah satu diantara kedua wanita itu merupakan Ibu dari Abel.

Galaksi setengah berbisik pada Adam.

"Sudah lama mereka masuk?"

"Sejak dua menit yang lalu."

Galaksi merasa ia terlalu lama berganti pakaian di kamar mandi sampai orang tua Abel tiba.

Galaksi memberikan paper bag berisi baju dan celana kotor pada Adam kemudian meminta Adam supaya pergi dari sana.

Galaksi menghampiri kedua wanita paruh baya itu kemudian menyapa mereka, menyalami keduanya satu persatu, mengenalkan dirinya sesopan mungkin kemudian Galaksi menceritakan kejadian yang baru saja ia dan Abel alami tanpa ada satupun yang ia tutup-tutupi.

Sepanjang Galaksi menceritakan kejadian yang sebenarnya, kedua wanita paruh baya itu tak banyak bicara dan bertanya selain hanya mendengarkan dengan seksama. Wanita paruh baya yang mengenakan pakaian berwarna putih bernama Mala yang tak lain merupakan Ibu dari Abel. Sementara wanita paruh baya yang mengenakan pakaian motif bunga mawar, adalah Maya, adik dari Mala yang merupakan Tante dari Abel.

"Saya berhutang nyawa pada Abel. Saya merasa bersalah karena Abel seperti ini adalah karena saya."

"Abel itu gadis yang baik. Dia paling nggak bisa ngelihat orang lain susah." Maya bersuara. Ya, benar. Keponakannya itu adalah gadis baik-baik. Bukan hanya baik tapi Abel juga rela berkorban untuk orang-orang tersayangnya.

Galaksi tak merespon karena ia tidak mengenal Abel sebelumnya. Ya, benar. Sebelumnya Galaksi benar-benar tak mengenal siapa itu Abel tapi kini memaksa dirinya harus berurusan dengan Abel bahkan berhutang nyawa padanya.

"Sekali lagi maafkan saya. Abel seperti ini karena dia sudah menolong saya." Galaksi membungkukkan tubuhnya sebagai bentuk permintaan maaf terdalamnya pada keluarga Abel.

Mala menepuk-nepuk bahu Galaksi. "Tidak perlu minta maaf, nak. Ini musibah. Tidak ada yang tahu kapan musibah ini akan datang. Ini sudah kehendak yang diatas."

Benar! Musibah itu datang seperti kematian yang datang tanpa di duga-duga. Galaksi merasa tersentuh dengan pernyataan bijak Mala. Ia pikir Mala akan marah padanya, memakinya karena sudah mengakibatkan anak gadisnya seperti ini. Tapi nyatanya, sebagai orang tua, Mala sungguh bijaksana.

"Sekarang lebih baik kita berdoa supaya Abel cepat siuman."

Ya! Galaksi juga sangat berharap Abel segera siuman agar rasa bersalahnya tidak semakin dalam.

***

Keesokan paginya, Galaksi masih tetap setia berada di rumah sakit menemani Mala menunggu Abel siuman. Galaksi hanya akan keluar sebentar untuk bertemu klien di luar. Sementara untuk pekerjaan yang lainnya, Galaksi undur untuk sementara waktu.

Galaksi sendiri tak mengerti kenapa ia tak bisa meninggalkan Abel sedikit pun jika kondisi Abel masih tetap sama seperti kemarin. Mungkin ini terjadi karena Galaksi benar-benar merasa bersalah dan berhutang nyawa pada Abel. Jika bukan karena Abel, maka ia lah yang terluka atau mungkin nyawanya tak bisa diselamatkan mengingat ketiga pria jahat itu membawa senjata tajam.

Drrrt!! Drrrt!! Drrrt!!

Galaksi menghela napas panjang kala melihat ponsel keluaran terbaru miliknya yang ia beli tempo hari melalui Adam itu bergetar hebat menunjukkan ada seseorang yang menghubungkannya.

"Audy," batin Galaksi jengah. Ahh, ia sampai lupa kalau hari ini ia belum memberikan alasan apapun agar supaya Audy tak mengganggunya.

Galaksi pun izin pada Mala untuk keluar sebentar menerima telepon dari seseorang.

"Hm."

"Morning my honey, bunny. Kenapa dari semalam kamu susah—"

"Aku di rumah sakit," sela Galaksi jujur. Ya, ia memang tengah berada di rumah sakit menunggui Abel.

"Huh?" Audy terkejut. "Siapa yang sakit, honey?"

"Aku," bohong Galaksi. "Aku drop dan—"

"Aku ke rumah sakit sekarang juga. Aku mau nemenin kamu. Sebagai pacar aku harus selalu ada di saat kamu sakit. Kirim alamatnya sekarang juga. Oh ya kamu mau aku bawain makanan apa? Aku ... "

Galaksi menjauhkan ponsel dari telinganya. Ia tak lagi mendengar Audy yang terus saja berbicara dengan segala perhatian menjijikkannya.

"Honey."

"Honey."

Sesungguhnya Galaksi tak suka dengan panggilan menjijikkan itu. Tapi ia membiarkannya saja agar supaya Audy bahagia.

"Udah?" Galaksi jengah.

"Udah, honey."

"Cukup jangan ganggu aku, biarkan aku beristirahat total selama beberapa hari ke depan." Ya, Galaksi berharap Audy tak mengganggunya untuk sementara waktu.

"Jadi aku ganggu kamu?"

"Sangat-sangat mengganggu sampai-sampai membuatku muak!" batin Galaksi.

"Berhubung kamu sakit, aku nggak keberatan untuk sementara waktu nggak wa dan telepon kamu dulu. Lagipula ... "

Galaksi menunggu Audy melanjutkan ucapannya.

"Aku ... lagi di Sydney nemenin Mami ketemu relasinya. Maaf banget honey. Bukannya aku nggak sayang sama kamu tapi ini karena Mami ... "

Galaksi tersenyum puas tak lagi peduli pada apa yang Audy sampaikan. Ia justru senang Audy berada di luar negeri, jauh darinya. Ia berharap Audy sering-sering ke luar negeri seperti ini.

"Kalau nggak ada kendala hari kamis aku pulang. Berhubung dua hari lagi itu anniversary satu bulan kita, aku mau kita merayakannya."

Galaksi memutar bola matanya jengah. Ahh tidak terasa ia berpacaran palsu dengan Audy sudah satu bulan lamanya. Meski berkali-kali Audy ia abaikan, Audy tak mempermasalahkannya. Audy memaklumi Galaksi yang super sibuk.

"Aku mau kita dinner, nonton. Pokoknya melakukan kegiatan yang menyenangkan."

"Tapi aku nggak tahu kapan keluar dari rumah sakit."

Terdengar helaan napas kecewa Audy diseberang telepon sana.

"Aku mengerti. Yang terpenting kamu sembuh dulu kita bisa merayakannya nanti setelah kamu sembuh."

Setelah itu Galaksi beralasan Dokter datang untuk memeriksanya kemudian Galaksi mengakhiri panggilan teleponnya secara sepihak di saat Audy masih berbicara.

Galaksi tersenyum miring kala teringat pada apa yang pernah Audy katakan padanya ...

"Karena aku mencintaimu, sangat-sangat mencintaimu, aku percaya pada apa pun yang kamu katakan."

Audy memang mencintainya, tanpa sungkan berkali-kali Audy mengutarakannya. Tapi hingga saat ini hati Galaksi tidak tergerak sedikit pun untuk membalas perasaan Audy. Justru ia muak berpura-pura mencintai Audy lebih lama lagi demi permainan ini.

Seperti yang sudah pernah ia katakan bahwa ia ingin segera mengakhiri permainan sialan ini, tapi sialnya keinginannya itu akan terwujud lebih lama dikarenakan Dastan dan Andrew sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Dastan tengah berada di luar kota, sementara Andrew tengah berada di Cebu, Filipina, untuk urusan pekerjaan dan juga urusan kekasih barunya yang tinggal di sana. Nanti, setelah Andrew dan Dastan kembali ke Jakarta, Galaksi akan kembali mencoba bernegosiasi dengan mereka berdua.
 

_______

08 - Sebuah penawaran

Sydney, Australia

Audy menghela napas kecewa karena lagi-lagi Galaksi mengakhiri panggilan teleponnya di saat ia belum selesai berbicara. Kebiasaan Galaksi yang sering ia maklumi ya seperti ini, mengakhiri panggilan teleponnya begitu saja.

Kali ini Audy tidak kesal karena ia sedang bahagia. Ya, ia bahagia karena tengah menemani Maminya liburan di Sydney untuk beberapa hari ke depan. Benar! Mereka sejujurnya tengah berlibur, bukan menemui relasi Maminya melainkan murni untuk liburan semata.

Tadinya tujuan Audy menelepon Galaksi adalah untuk meminta Galaksi supaya menyusulnya ke Sydney meski terdengar mustahil. Tapi pada kenyataannya, Galaksi tengah berada di rumah sakit. Audy rasa ini adalah karma dari Tuhan karena berkali-kali sudah Galaksi mengabaikannya. Tuhan murka karena Galaksi seperti tak menganggapnya kekasih padahal Galaksi lah yang malam itu menembaknya, menyatakan cinta padanya, mencium dahinya, memeluknya di depan puluhan pasang mata. Dan setelah malam itu mereka pun resmi menjalin kasih.

Audy saja masih ingat betapa manisnya perlakuan Galaksi malam itu padanya. Setelah bertahun-tahun lamanya memendam cinta untuk Galaksi, pada akhirnya perasaan itu terbalas. Dan tanpa membuang kesempatan, Audy menerima Galaksi, detik itu juga.

Setelah mereka berpacaran, justru Galaksi semakin sibuk dengan dunianya sendiri, dengan pekerjaan-pekerjaan sialannya. Tak pernah sekalipun Galaksi yang lebih dulu menghubunginya. Selalu Audy yang memulai chat duluan.

Tapi Audy memakluminya. Ia sadar bahwa kekasih tercintanya itu bukan lah orang sembarangan. Galaksi merupakan presiden direktur dari salah satu perusahaan Advertising ternama di Indonesia.

Audy menatap pantulan dirinya di cermin, memperhatikan penampilannya sendiri yang selalu saja anggun dan memukau di setiap kesempatan. Galaksi begitu beruntung memilikinya. Ia cantik, berbakat dengan karir yang cemerlang dan juga kaya raya. Ia dan Galaksi adalah perpaduan yang sangat cocok sebagai pasangan kekasih. Sayangnya hingga saat ini Galaksi tak pernah tahu dan tak pernah bertanya perihal pekerjaan dan perusahaan keluarganya. Namun Audy tetap berpikiran positif. Ia yakin Galaksi mencintainya karena dirinya yang seperti itu tanpa peduli pada latar belakang keluarganya.

Audy sendiri memiliki beberapa usaha butik yang sudah memiliki tiga cabang yang tersebar di Utara, Selatan dan Pusat Jakarta. Selain itu ia juga sibuk membantu Maminya mengurus perusahaan keluarga.

Meski Stella, Maminya itu masih memiliki suami yang tak lain adalah Ayah kandung Audy sendiri, tapi pria tua itu sangat tidak berguna. Pria itu lumpuh, penyakitan yang hanya menghabiskan hidupnya di kursi roda dengan merepotkan banyak orang termasuk dirinya. Jika boleh jujur, Audy malu mengakui pria tua tak berguna itu sebagai Ayah kandungnya.

Audy membuka dan membaca chat WhatsApp yang masuk ke ponselnya. Stella mengatakan bahwa teman lama Maminya itu sudah tiba untuk berpesta bersama. Ya, Audy dan Stella memang gemar berpesta pora. Bahkan kali ini keduanya tengah berada di salah satu klub malam terkenal di Sydney.

Audy memberikan sentuhan lipstik berwarna merah menyala di bibirnya. Jangan salahkan dirinya yang malah asyik berpesta di saat Galaksi berada di rumah sakit. Salahkan Galaksi karena segala sesuatu yang pria itu lakukan tak pernah diberitahukan pada Audy jika Audy tidak berinisiatif bertanya lebih dulu.

Seperti yang sudah ia katakan diatas, mungkin ini adalah karma dari Tuhan karena selama ini Galaksi kerap kali mengabaikannya dan bersikap seperti bukan kekasihnya. Ternyata Tuhan masih berada di pihaknya, memberikan balasan pada pria yang berkali-kali menyia-nyiakannya. Tapi meski demikian, hati dan jiwanya tetap akan menjadi milik Galaksi, sampai kapan pun.

***

Jakarta, Indonesia

Galaksi, Mala dan Maya menghela napas lega setelah hampir sebelas jam lamanya pada akhirnya Abel siuman juga. Doa-doa tak luput terus keluar dari mulut Mala atas siumannya Abel.

"I-ibu ... " Kata pertama yang keluar dari mulut Abel ditujukan untuk wanita paruh baya yang duduk disebelahnya. Jika boleh jujur Abel merasakan sakit luar biasa di lengan kirinya dan yang paling parah adalah perutnya. Selang infus bahkan menancap sempurna di punggung tangannya.

Abel baru menyadari bahwa ternyata kondisinya lumayan parah setelah sok-sokan menjadi penyelamat untuk Galaksi.

"Bu, Abel, ahh!"

"Ssstt!! Kamu jangan banyak bicara dulu, Bel. Abel mau apa? Abel butuh apa?" tanya Mala penuh perhatian.

Terlihat Abel menitikkan air mata dan hal itu membuat hati Galaksi terenyuh.

Abel merentangkan kedua tangannya ingin memeluk Ibunya. Dan Mala pun memeluk Abel secara perlahan, khawatir menyentuh luka di lengan dan perut Abel.

"Abel pikir, Abel nggak akan selamat." Benar! Setelah kejadian itu Abel merasa seperti akan mati saja.

Saat pandangan mata Abel tertuju pada Maya, Abel juga menangkap sosok Galaksi yang berdiri tepat di sebelah Maya. Galaksi tersenyum hangat pada Abel namun ditanggapi dingin oleh Abel. Abel segera membuang pandangannya ke sembarang arah. Entah kenapa ia kesal melihat pria itu.

Abel masih mengingat dengan jelas ucapan-ucapan pria arogan itu tempo hari yang menyudutkannya, memandang rendah dirinya. Abel tahu ia memang bersalah tapi tidak sepatutnya Galaksi bersikap dan berkata tajam hingga melukai hatinya. Ia memang gadis miskin tidak berpendidikan tinggi tapi tidak sepatutnya Galaksi merendahkannya. Ia cukup sadar diri. Ia hanya mencoba bertanggung jawab tapi respon pria arogan itu begitu melukai hatinya.

Tak lama kemudian, Dokter dan Suster datang untuk memeriksa kondisi Abel. Mala terutama Galaksi mendengarkan dengan seksama apa yang Dokter itu sampaikan perihal Abel. Galaksi bisa bernapas lega karena Abel sudah melewati masa kritisnya.

***

Tiga hari kemudian ...

Selama masa pemulihan, Galaksi tak berjarak sedikit pun dari Abel. Ia hanya keluar sebentar saat memiliki janji dengan klien. Dan ia baru akan pulang ke kediamannya malam harinya setelah Mala datang untuk menggantikannya. Ya, Galaksi dan Mala bergantian menunggui Abel.

Dan selama tiga hari itu pula lah, Abel bersikap dingin pada Galaksi. Galaksi yakin Abel masih tersinggung karena ucapan-ucapannya tempo hari. Ah, andai Galaksi tahu akan begini jadinya, maka ia akan bersikap dan berkata lembut pada gadis penyelamat hidupnya.

Jika diperhatikan dengan seksama, Abel tidak jelek-jelek amat. Meski dalam kondisi sakit tanpa sentuhan make up sedikit pun, aura kecantikan alami Abel itu terpancar nyata. Bibir merah alaminya, hidung minimalisnya, mata bulat bernetra hitam pekat, kulit putih mulusnya, semakin menunjang pesona Abel. Galaksi akui ...

Galaksi segera menggelengkan kepalanya, menepis pikiran tentang Abel yang berbaring di ranjang memunggunginya. Abel terlihat tak suka dengan kehadirannya karena itu Abel mengabaikannya.

Galaksi menutup MacBook dihadapannya yang sedari pagi menemaninya bekerja kemudian meletakkan ponsel di meja kemudian melangkah menghampiri Abel. Galaksi mendudukkan dirinya di pinggiran ranjang di sebelah Abel.

"Maaf."

Abel yang hendak memejamkan matanya untuk berpura-pura tidur itu seperti biasanya itu cukup terkejut mendengar permintaan maaf dari pria arogan itu.

"Saya tahu kamu bersikap seperti ini karena kamu tersinggung dengan perkataan saya tempo hari. Jika saya tahu kamu akan datang dan menolong saya malam itu saya nggak akan—"

"Jika bukan saya yang menolong anda apa anda akan melakukan hal yang sama? Meminta maaf pada saya atas arogansi anda tempo hari?" sela Abel tanpa merubah posisinya, memunggungi Galaksi.

"Nggak akan." Galaksi bukan lah pria naif. Jika bukan Abel yang menolongnya maka ia tidak akan pernah minta maaf atas sikapnya tempo hari. Abel lah yang salah dan untuk apa ia meminta maaf. Namun kini keadaan lah yang mengharuskan dirinya meminta maaf atas sikap dan perkataannya tempo hari pada Abel.

"Arogan," gumam Abel terdengar seperti bisikan tapi Galaksi bisa mendengarnya dengan baik.

Dengan perlahan, penuh kehati-hatian, Abel merubah posisinya menghadap ke arah Galaksi membuat kedua pasang mata itu bertemu dan mulut keduanya terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya Abel kembali berbicara.

"Sebagai pimpinan sebuah perusahaan besar tidak sepatutnya sikap anda terlebih perkataan anda merendahkan seseorang. Sebagai sesama manusia di mata Tuhan itu kita sama. Anda hanya beruntung diberikan kelebihan dengan kekayaan karena itu anda tidak perlu bekerja keras seperti saya. Anda sudah kaya sejak lahir karena anda berasal dari keluarga kaya raya, sementara saya sudah terbiasa bekerja keras sejak kecil. Jadi saat anda meminta saya untuk bertanggung jawab, saya mencoba bernegosiasi untuk memenuhi tanggung jawab saya dengan berbagai cara meski bukan dengan uang karena saya tidak memiliki cukup uang. Anda sendiri tahu isi dompet saya yang hanya terdiri dari recehan tak berharga di mata anda. Tapi lihat apa respon anda? Anda justru merendahkan saya dan mengusir saya. Saya cukup sadar diri, saya siapa dan anda siapa. Pendidikan saya, status sosial saya memang jauh dibawah anda tapi saya datang pada anda adalah murni untuk memenuhi tanggung jawab saya atas kecerobohan saya bukan untuk direndahkan sesuka hati anda."

Abel menghela napas panjang setelah berbicara panjang lebar. Sedari tiga hari yang lalu ia memendam apa yang ia rasakan ini. Dan saat tanpa sengaja tatapan matanya mengharuskannya bertemu dengan tatapan mata Galaksi maka sebisa mungkin Abel menghindar. Dan baru hari ini ia memiliki kesempatan untuk mengeluarkan kegundahan hatinya. Ia tersinggung, amat sangat tersinggung dengan perkataan Galaksi tempo hari.

Galaksi termangu mendengar pernyataan panjang lebar Abel. Tapi ia tidak merasa bersalah sedikit pun karena saat itu Abel juga salah dan Abel memancing emosinya. Ia berhak berkata demikian. Ia berhak marah karena saat itu Abel terlalu bertele-tele dan membuang waktu berharganya. Ia berhak ...

"Maaf. Sekali lagi maafkan perkataan saya tempo hari. Saya terpancing emosi karena kamu terlalu banyak bicara saat itu." Damn! Apa yang sudah ia katakan. Ia tidak menyesal sama sekali tapi untuk apa ia meminta maaf? Hati dan mulutnya benar-benar tidak sejalan. Hatinya tetap teguh pada pendiriannya yang tak merasa bersalah sedikit pun, tapi sialnya! Mulutnya justru mengatakan sebaliknya.

Ahh, mungkin ini terjadi karena pengorbanan Abel untuknya sampai-sampai Abel terluka cukup parah seperti ini. Benar! Ini terjadi karena ia berhutang nyawa pada Abel. Tidak lebih dari itu.

Abel menatap langit-langit kamar untuk menghindari agar tatapan matanya tak bertemu dengan tatapan Galaksi. Sepertinya pria itu tulus saat mengatakannya meski rasa kesal di hati Abel itu masih ada.

"Mari kita selesaikan untuk kedua kalinya permasalahan ini." Galaksi kembali bernegosiasi meski sejujurnya ia tidak ingin membahas masalah ini lagi karena semuanya sudah clear. Ia sudah mengikhlaskannya.

"Nggak perlu," balas Abel kesal. "Anda sudah menolak permintaan saya tempo hari."

"Saya memang menolaknya tapi saya punya penawaran untuk kamu."

Abel terlihat berpikir tapi tatapan matanya tetap tertuju pada langit-langit kamar.

"Kamu bisa bekerja di perusahaan saya. Kamu bebas memilih posisi apa yang kamu mau. Anggap saja ini sebagai balas budi karena saya berhutang nyawa sama kamu."

Abel mengigit bibir bawahnya terlihat menimang-nimang penawaran Galaksi. Hei! Kesempatan emas ini tidak datang dua kali. Ia bisa pamer pada sahabat-sahabatnya bahwa ia bisa bekerja di perusahaan besar, jadi karyawan kantoran meski hanya tamatan sekolah menengah atas tanpa perlu bersaing dengan pelamar lainnya dan tanpa jalur orang dalam. Dan itu artinya ia bukan pengangguran lagi.

"Dan untuk masalah gaji, kamu bisa bernegosiasi dengan bagian—"

"Saya nggak tertarik," balas Abel seraya menatap tajam mata Galaksi membuat Galaksi bingung. Apa Abel selamanya hanya ingin menjadi supir taksi online?

"Why?"

"Alasannya karena sejak dulu saya nggak suka jadi karyawan kantoran. Saya nggak suka sama berkas-berkas menumpuk di meja. Saya nggak bisa komputer. Saya nggak suka kerja ngandelin otak. Saya lebih suka bekerja di luar, di lapangan, ketemu orang yang berbeda setiap harinya."

Kurang lebih seperti itu lah gambaran pekerja kantoran yang Abel lihat dalam serial drama. Penuh tekanan dan setiap hari harus bertemu dengan berkas-berkas memuakkan di meja.

Abel sendiri pernah bekerja sebagai buruh pabrik, penjaga toko ponsel dan dulu sekali ia pernah beberapa kali menjadi sales promotion girl. Abel lebih suka pekerjaan yang penuh tantangan seperti yang ia sebutkan tadi. Bertemu dengan orang yang berbeda setiap harinya, bukan dengan berkas-berkas memuakkan di meja kerjanya. Mohon maaf sekali jika ada yang tersinggung dengan perkataannya tapi itu lah yang Abel rasakan.

Galaksi mencerna perkataan Abel dengan perasaan heran dan juga bingung. Baiklah Galaksi masih memiliki penawaran lainnya.

"Apa kamu masih memiliki keinginan untuk menjadi asisten dan supir pribadi saya?"

"Anda ingat sebelum anda mengusir saya, anda bilang tempo hari anda tidak membutuhkan karyawan untuk posisi itu terlebih orang pemaksa seperti saya?"

Damn! Galaksi tidak bodoh. Perkataan yang keluar dari mulut Abel adalah perkataan yang ia lontarkan untuknya tempo hari. Abel benar-benar mengingat semuanya dengan baik.

"Sekali lagi saya tanyakan dan kamu cukup menjawab ya atau nggak tanpa perlu menjelaskan alasannya. Yang saya butuhkan jawaban, bukan alasan." Galaksi merubah intonasi nada berbicaranya menjadi lebih serius. Ia merasa Abel seperti tengah mempermainkannya melalui jawaban-jawaban yang diberikan. Ia tidak marah mengingat ia berhutang nyawa pada Abel.

"Kamu mau bekerja untuk saya dengan menjadi asisten dan supir pribadi ... " Galaksi tak melanjutkan ucapannya setelah mendengar deheman dan anggukan kepala Abel.

Galaksi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Agak lain memang pemikiran gadis satu ini.
 

________

09 - Makan malam

Tujuh hari sudah Abel dirawat di rumah dan kini kondisinya berangsur-angsur membaik meski luka diperutnya belum sepenuhnya sembuh. Abel harus rutin check up ke Dokter sampai luka diperutnya itu benar-benar sembuh. Dan Galaksi berjanji akan menanggung seluruh biaya Abel sampai Abel benar-benar sembuh.

Galaksi pun mengantar Abel dan Mala ke kediamannya dengan mengendarai mobil yang malam itu menjadi saksi bisu atas insiden yang membuat Abel terluka. Mobil keluaran terbaru hadiah pemberian Gabriel untuk Galaksi. Tapi bukan Galaksi yang menyetir melainkan Abel sendiri. Benar! Terhitung mulai hari ini Abel adalah asisten dan juga supir pribadinya.

Mala senang karena pada akhirnya Abel kembali memiliki pekerjaan tetap. Bahkan setelah Galaksi menerimanya menjadi supir pribadinya dan Galaksi menawarkan gaji yang sangat besar di sepanjang Abel bekerja dimana pun, Abel langsung menceritakan hal itu pada Mala.

Namun Abel menolak gaji yang sangat besar dari Galaksi. Abel ingin di gaji selayaknya gaji supir pribadi pada umumnya karena niat Abel adalah tulus untuk bekerja bukan untuk memanfaatkan Galaksi.

Ditengah perjalanan menuju kediaman Abel, Galaksi mendapatkan pesan dari Audy yang mengabarkan bahwa lusa ia akan kembali ke Jakarta. Dalam pesan itu Audy juga bertanya apa ada yang Galaksi inginkan. Dan respon Galaksi adalah mengabaikan pesan itu karena Galaksi sungguh tak peduli. Ia bisa membeli apa pun yang ia mau dengan uangnya sendiri. Ia justru senang dan berharap Audy lebih lama lagi berada di Sydney.

***

Galaksi mengernyitkan dahinya bingung kala Abel menghentikan mobilnya di pekarangan sebuah panti asuhan. Galaksi menoleh pada Mala yang duduk disebelahnya.

"Panti asuhan?" tanyanya bingung.

Mala tersenyum tipis. "Selamat datang di rumah kami."

Jadi Abel tinggal di sebuah panti asuhan. Apakah Abel merupakan salah satu anak panti yang sudah sejak lama tinggal di sana? Atau apakah Abel dan Ibunya memang memiliki panti asuhan? Atau ... ada banyak sekali pertanyaan yang memenuhi pemikiran Galaksi saat dirinya berpijak di tempat ini.

Tak lama setelah Abel dan Mala keluar dari mobil, rombongan anak-anak kecil dari berbagai macam usia berlarian ingin memeluk Abel yang baru kembali ke panti. Ada yang tersenyum bahagia, ada yang bersedih dengan kepulangan Abel dan ada yang tidak ingin melepaskan pelukannya dari Abel.

"Pelan-pelan ya. Perut Kak Abel terluka. Satu-satu kalau mau peluk," pinta Mala dengan senyuman yang ramah. Dan anak-anak pun menuruti ucapannya.

Dan hal tersebut pun tak luput dari pengamatan Galaksi yang masih berada di dalam mobil. Ia menyimpulkan betapa berharganya Abel untuk anak-anak itu dan betapa dicintainya Abel oleh mereka. Dan dari belasan anak-anak itu, memang hanya Abel lah yang memiliki usia jauh diatas mereka. Abel lah paling tua.

Galaksi menyimpulkan jika Abel adalah anak kandung Mala yang memiliki panti asuhan ini.

Setelah berpelukan dengan keempat belas adik-adiknya yang menyambut kepulangannya dengan riang gembira, penuh suka cita, Abel mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

"Kak Abel cari siapa?"

"Hm, teman. Maksud Kak Abel bos Kak Abel yang antar Kak Abel sama Ibu pulang. Kak Abel mau kenalin kalian sama dia tapi dia nya nggak ada."

Anak-anak itu pun kompak mencari-cari keberadaan bos yang Abel maksud.

Dan seolah peka bahwa Abel dan anak-anak sedang mencari keberadaannya, Galaksi pun turun dari mobil.

"Itu bukan orangnya, Kak?"

"Benar. Itu dia." Abel pun meminta adik-adiknya menyambut hangat kedatangan Galaksi dengan bersalaman dan berkenalan dengan Galaksi.

Saat bersalaman dan berkenalan dengan anak perempuan yang paling kecil, Abel mengatakan usianya lima tahun, Galaksi mencubit gemas kedua pipi chubby gadis kecil itu. Namanya adalah Alesha. Dan Galaksi benar-benar menyukainya. Selain imut nan menggemaskan, Alesha juga terlihat sangat cantik. Jika digambarkan mungkin versi kecilnya dari Abel. Ya, benar. Alesha memiliki kemiripan wajah yang hampir sama dengan Abel. Bak pinang dibelah dua.

Setelah bersalaman dan berkenalan satu persatu, dari keempat belas anak-anak itu, ada satu orang anak lelaki berusia 10 tahun yang enggan melakukan hal yang sama dengan yang lainnya. Terlihat kebencian yang terpancar dari sorot matanya saat melihat Galaksi.

"Gilang, kenapa nggak salaman? Kenapa ... " Abel menjeda ucapannya kala Gilang berlalu begitu saja meninggalkan mereka yang terlihat kebingungan dengan sikap Gilang.

"Gilang kenapa, Des? Apa dia sakit?" tanya Abel pada Desta, anak lelaki berusia 11 tahun yang tidur satu kamar dengan Gilang.

Desta mengendikkan bahunya tanda tak tahu.

Mala pun mengajak Galaksi, Abel dan anak-anak untuk masuk mengingat cuaca di luar berubah mendung seperti akan turun hujan. Untuk urusan Gilang, biar nanti ia yang urus. Gilang memang typikal anak yang sukar dekat dengan orang yang baru ditemuinya.

***

Entah kenapa Galaksi merasa senang berada di panti asuhan ini. Suasananya, keriuhan oleh anak-anak yang bersenda gurau, ada yang bermain dan ada yang belajar, tanpa sadar membuat Galaksi tersenyum.

Sembari memperhatikan mereka satu persatu yang tengah bermain, berinteraksi satu sama lain dan sembari menunggu Abel menyelesaikan urusannya di toilet dan karena di luar juga hujan deras, Galaksi tak menemukan sosok bocah laki-laki yang tadi enggan berkenalan dengannya. Entah dimana bocah itu berada.

Galaksi hanya penasaran mengenai kenapa bocah laki-laki itu tak ingin berkenalan dengannya dan bocah laki-laki itu terlihat membencinya.

"Kopinya mau tambah lagi, Pak Galaksi?"

Galaksi menoleh ke sumber suara. Abel lah yang menghampirinya dan mendudukkan dirinya di hadapannya.

Galaksi menggelengkan kepalanya. Sejujurnya ia tak terbiasa meminum kopi sachet-an seperti yang Abel buat untuknya. Namun karena tidak ingin mengecewakan Abel, dengan sangat terpaksa Galaksi meminumnya. Dan ternyata rasanya lumayan meski sangat jauh berbeda dengan kopi murni hasil racikannya sendiri dengan menggunakan mesin kopi.

"Berhubung sebentar lagi makan malam, apa Bapak nggak keberatan makan malam di sini bersama kami?" tawar Abel. Tidak ada salahnya juga menawarkan supaya Galaksi makan malam disini meski Abel yakin Galaksi akan ...

"Saya terima penawarannya."

Abel mengerjap. Ia pikir Galaksi akan menolak, tapi nyatanya Galaksi menerima tawaran ini.

"Bapak tunggu di sini. Saya mau siapkan makan malam khas dari panti asuhan ini."

"Jangan." Galaksi mencegah kepergian Abel. "Untuk perkenalan dengan anak-anak, biar malam ini saya yang traktir."

Saat Abel akan membuka mulutnya untuk menolak, buru-buru Galaksi berbicara lebih dulu.

"Saya marah kalau kamu menolak tawaran ini."

"Tapi ... " Abel menjeda ucapannya kala melihat Galaksi berjalan menghampiri Alesha kemudian menanyakan pada Alesha mengenai apa yang Alesha inginkan untuk makan malam. Bukan hanya pada Alesha saja, tapi pada anak-anak lainnya pun Galaksi menawarkan hal yang sama dengan jawaban yang berbeda-beda.

Kemudian setelah itu Galaksi menghubungi Adam, memberi instruksi pada Adam untuk membelikan makanan yang anak-anak mau. Galaksi menyebut jenis-jenis makanan itu secara spesifik seperti salah satunya pizza dengan topping daging sapi, pizza tanpa topping keju dan masih banyak yang lainnya.

Adam bahkan sampai bertanya kebingungan karena ini pertama kalinya Galaksi memesan makanan sebanyak itu. Namun setelah Galaksi menjelaskan bahwa kini ia tengah berada di kediaman Abel, yang tak lain adalah panti asuhan, Adam pun mengerti. Dibalik sikap Galaksi yang terkadang arogan, tegas dan tak sedikit karyawan di kantor mengatakan bahwa Galaksi otoriter, Galaksi sebenarnya adalah pria yang baik, tulus dan penyayang karena tumbuh dan dibesarkan oleh lingkungan keluarga baik-baik yang juga memiliki sifat dan hati yang tulus.

"Kalau kamu mau, kamu bisa datang dan bergabung bersama kami."

"Pak, saya ingin sekali bergabung tapi apa anda nggak ingat kalau malam ini saya harus menghadiri pertemuan berbalut makan malam dengan Pak Darius? Berkali-kali sudah anda mengundur pertemuan ini."

Galaksi menepuk dahinya sendiri. Ahh, kenapa bisa ia melupakan hal ini. Ia sendiri yang meminta Adam menggantikannya karena ia benar-benar sibuk. Baik lah, mungkin lain kali Adam bisa ikut bergabung.

***

Abel duduk terdiam dengan memegangi sendok di tangan kanannya dan garpu di tangan kirinya. Ia bingung mau menyendok makanan yang mana dulu karena saking banyaknya.

Abel memperhatikan satu persatu adik-adiknya yang begitu lahap, menikmati santap malam yang Abel sendiri yakin ia dan adik-adiknya tidak akan sanggup menghabiskannya. Yang tersaji di meja saja sebanyak ini, belum lagi yang masih ada di dalam dus dan paper bag berlogo nama restoran-restoran ternama.

Abel sempat protes pada Galaksi karena Galaksi benar-benar berlebihan. Tapi justru Mala, Maya dan pengurus panti lainnya membela Galaksi. Lagi pula tidak setiap malam anak-anak bisa makan malam enak dan banyak seperti ini. Dan Galaksi juga terlihat senang mentraktir anak-anak. Itu terbukti dari senyum manis Galaksi yang terbit di kedua sudut bibirnya saat melihat anak-anak makan dengan begitu lahapnya.

"Om ganteng, apa Om ganteng lagi ulang tahun? Karena itu Om ganteng pesan makanan sebanyak ini?" tanya Alesha seraya memasukkan potongan pizza dengan topping sapi panggang ke dalam mulutnya. Ada berbagai jenis makanan berbeda dalam piring Alesha yang Galaksi ambil khusus untuk Alesha. Menurut Alesha, biasanya orang yang sedang berulang tahun lah yang seroyal ini mentraktir makan.

Benar! Abel setuju dengan pendapat Alesha yang duduk ditengah-tengah antara ia dan Galaksi. Galaksi seolah terlihat sedang merayakan ulang tahunnya di tempat ini dengan mentraktir seluruh penghuni panti dengan berbagai jenis makanan.

Galaksi terkekeh kecil mendengar julukan —Om Ganteng— dari Alesha. Sedari tadi Alesha memanggilnya dengan panggilan itu padahal Galaksi sudah meminta Alesha memanggil namanya saja.

"Ale suka makanannya? Mau nambah lagi?"

Alesha menggelengkan kepalanya. Makanan di piringnya yang terdiri dari lima jenis makanan yang berbeda saja belum habis tapi ia sudah merasa kenyang.

"Simpan buat besok aja. Ale kenyang."

Galaksi menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. Ia sendiri tidak makan karena ia benar-benar tidak lapar. Melihat anak-anak makan dengan begitu lahap sudah membuatnya kenyang.

Alesha mengedarkan pandangannya ke sekeliling saat dirasa ada yang aneh.

"Kak Gilang kenapa nggak ikut makan, Kak Abel?"

Abel dan Galaksi baru menyadari bahwa ternyata Gilang tak ikut serta makan malam bersama.

"Gilang udah tidur," jawab Mala menjawab rasa penasaran Abel dan Galaksi. "Nanti biar Ibu simpan makanan untuk Gilang, yah."

Dan makan malam itu pun berlangsung hangat. Perbincangan ringan seputaran panti asuhan dan anak-anak mengalir begitu saja. Entah kenapa Abel merasa Galaksi terlihat begitu menyayangi Alesha. Galaksi bahkan bersikap seperti seorang Ayah yang begitu perhatian pada Alesha.

Ya, Abel akui, Alesha memang benar-benar lucu dan menggemaskan. Mungkin karena itu juga Galaksi menyukainya. Bukan hanya pada Alesha saja, pada anak lainnya pun Galaksi begitu ramah dan lembut. Abel tak menyangka Galaksi menyukai keluarganya dan tempat tinggalnya ini.

***

Usai makan malam kemudian satu persatu anak-anak berpamitan untuk tidur, Galaksi pun pamit undur diri. Abel mengantarkan Galaksi sampai pekarangan depan kemudian membuka pintu pagarnya.

Sepanjang perjalanan menuju mobilnya yang terparkir, Galaksi bertanya mengenai luka-luka Abel. Galaksi lega kala Abel mengatakan ia baik-baik saja. Galaksi pun masuk ke dalam mobilnya.

"Pak, tunggu." Abel menghentikan mobil mewah Galaksi yang perlahan melaju dihadapannya.

"Berhubung saya sudah bekerja dengan Bapak, besok saya langsung ke kantor atau kemana?"

"Jam enam pagi kamu harus sudah tiba di kediaman saya."

"Baik. Tapi tunggu. Saya tidak tahu alamat rumah Pak Galaksi."

Galaksi pun menyebutkan alamat rumahnya kemudian memberikan kartu namanya pada Abel.

Abel menerimanya dan ... Ya Tuhan! Bukan hanya tubuhnya dan mobilnya saja yang harum, tapi kartu nama pemberian pria itu juga sangat harum. Entah parfum sejenis apa yang Galaksi pakai, Abel yakin ia tak akan mampu membelinya. Bau parfumnya benar-benar menusuk indera penciumannya dan baunya juga sangat enak, segar dan tahan lama.

"Abel."

Parfum seharga tiga ratus ribu rupiah saja yang katanya asli pun Abel berpikir puluhan kali untuk membelinya apalagi parfum milik Galaksi. Ia yakin harganya ...

"Abel."

Abel terkesiap kala Galaksi berseru memanggil namanya.

"Iya saya."

"Tutup pagarnya, kenapa malah diam?"

Abel gelagapan. "Ah iya." Gara-gara wangi parfum, ia jadi kehilangan fokusnya.

"Pak Galaksi tunggu."

Galaksi pun menurunkan kembali kaca mobilnya. "Ada apa lagi, Abel?"

"Terima kasih atas traktiran makan malamnya. Terima kasih sudah membuat anak-anak bahagia. Anak-anak bilang makan malam kali ini adalah makan malam yang tak akan terlupakan oleh mereka."

Galaksi tersenyum lebar. Senyum penuh ketulusan dan senyuman itu menular pada Abel.

"Anak-anak bahagia, saya juga ikut bahagia, Abel."
 

_______

10 - Tuan sombong

Di hari keduanya bekerja sebagai supir pribadi Galaksi, dan karena Abel tidak ingin terlambat karena jika ia terlambat maka Galaksi juga akan terlambat ke kantor, Abel sudah tiba pukul lima lewat lima belas menit di kediaman Galaksi. Ia bahkan mengatur alarm-nya pukul empat pagi. Ia bangun dua jam lebih pagi dari hari-hari sebelumnya.

Ya, benar. Biasanya Abel bangun pukul enam pagi. Dan mulai sekarang ia harus terbiasa bangun sepagi ini.

Abel memencet bel berkali-kali seraya berdiri di depan pintu pagar yang menjulang tinggi. Belum ada satu orang pun yang ...

Abel tersenyum kala perlahan tapi pasti pintu pagar yang bagian kecilnya yang hanya muat untuk ukuran satu orang itu pun terbuka.

"Mbak Abel yah?"

Abel tersenyum ramah membenarkan kemudian mengulurkan tangannya pada wanita paruh baya yang membukakan pintu. Dan setelah berkenalan dengannya, ternyata wanita paruh baya itu merupakan salah satu asisten rumah tangga di kediaman Galaksi.

Bu Sukma, asisten rumah tangga itu mengajak Abel masuk kemudian menunjukkan garasinya dan memberikan kunci mobilnya pada Abel agar supaya Abel segera memanaskan mobilnya.

"Pukul lima pagi, Tuan muda biasanya sedang berolahraga di ruang gym pribadinya. Jam enam pagi Tuan muda sudah rapi kemudian turun untuk sarapan. Dan jam setengah tujuh, Tuan muda berangkat ke kantor."

Abel mengangguk-angguk mengerti kala Bu Sukma menjelaskan kebiasaan Galaksi yang sudah sangat dipahaminya. Jelas saja karena Bu Sukma sudah bekerja cukup lama dengan keluarga ini sejak Gia dan Gabriel menikah. Bisa dikatakan Bu Sukma adalah asisten rumah tangga serta orang kepercayaan Gia dan Gabriel yang sudah mereka Angga seperti keluarga sendiri.

"Untuk hari Sabtu dan Minggu, supir kadang libur tapi kadang masuk juga. Tergantung Tuan muda ada kesibukan di luar atau nggak. Tapi keseringan sih libur."

"Tuan muda kadang pergi jalan-jalan sama Tuan besar, Ibu Gia dan juga teman-temannya."

"Tuan besar?" ulang Abel.

"Papanya Tuan muda. Dan Ibu Gia, Mamanya Tuan muda. Nanti saya perkenalkan kamu sama mereka. Saat ini mereka masih berada di kamarnya."

Setelah Bu Sukma menjelaskan, Bu Sukma pamit undur diri untuk kembali membantu pelayan lain menyiapkan sarapan. Dan Abel kembali pada pekerjaannya selayaknya supir pribadi pada umumnya.

Sembari memanaskan mobil, Abel berdecak kagum melihat koleksi-koleksi mobil yang berjejer rapi di garasi. Dari sekian banyaknya mobil-mobil mewah itu, Abel tak mendapati mobil keluaran lama yang ia tabrak tempo hari.

"Apa mobilnya masih di bengkel?" tanya Abel pada dirinya sendiri.

***

Baru beberapa langkah Galaksi menuruni anak tangga, Galaksi merasa aneh dengan tatapan tak biasa dari Gia dan Gabriel.

Galaksi duduk bergabung dengan mereka untuk sarapan. Dan tatapan mata kedua orang tuanya itu tetap sama, penasaran dan penuh tanya entah karena masalah apa?

Galaksi meraba wajahnya. Apa mungkin ada sesuatu yang aneh dari wajahnya?

"Ma, Pa. Kenapa?"

"Jujur sama Mama, cewek yang sekarang jadi supir kamu itu pasti pacar kamu kan?"

Ahh, Galaksi mengerti siapa yang Mamanya maksudkan.

"Maksud Mama, Abel?"

"Huh?" Gia refleks berseru membuat Galaksi terkaget-kaget. Jangankan Galaksi, Gabriel saja kaget mendengar seruan lantang Gia.

"A-abel? Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin namanya sama persis seperti nama mobil kamu?"

Galaksi mengendikkan bahu seraya mengoleskan selai kacang pada roti gandum yang sudah ia ambil. Ia juga tidak tahu bagaimana bisa Abel memiliki nama yang sama dengan mobilnya. Tapi ayolah! Itu hanya sebuah nama, kenapa juga Mamanya itu terlalu membesar-besarkan? Apalah arti sebuah nama.

"Abel itu supir pribadi Galaksi. Bukan pacar," jelas Galaksi jujur. Ia sengaja tidak menceritakan kejadian malam itu yang membuatnya berhutang nyawa pada Abel dan alasan kuat dirinya menerima Abel bekerja sebagai supir pribadinya. Cukup dirinya saja yang merasa berhutang nyawa pada Abel, jangan kedua orang tuanya.

"Kok Mama nggak percaya yah. Cewek itu nggak ada tampang buat jadi supir. Malah lebih cocok jadi pacar kamu, tahu."

Galaksi terkekeh kecil.

"Kenapa ketawa? Mama nggak lagi ngelawak loh," protes Gia.

"Ma. She is not my type. Mama lupa type Galaksi itu kayak Mama, kayak Gege. Anggun, wanita karir, berpendidikan tinggi dan berkelas. Mana mungkin Galaksi suka sama cewek sekelas supir kayak Abel."

Gabriel dan Gia saling melempar pandangan.

"Hush. Nggak baik ngomong begitu," protes Gia. "Supir juga manusia."

"Papa setuju," timpal Gabriel. "Kalau Abel dengar gimana? Sebagai seorang wanita Abel cukup cantik."

"Bukan cukup cantik tapi sangat cantik dan juga imut." Gia menambahkan.

Galaksi tersenyum miring. Cantik dan imut katanya. Hei! Teman-teman wanitanya, relasi-relasinya bisnisnya bahkan banyak yang lebih cantik dan lebih imut dibandingkan Abel. Ia juga memiliki relasi yang bekerja di dunia showbiz dan entertainment seperti artis, model dan pemain film. Ia tidak setuju dengan pendapat Papa dan Mamanya.

"Papa dan Mama udah ketemu Abel?" Galaksi memasukkan potongan roti itu ke dalam mulutnya.

Gabriel berdehem. Ia hanya melihat Abel sekilas saat tadi ia ke garasi untuk mengambil barang miliknya yang ketinggalan di mobil. Karena Gabriel buru-buru, Abel hanya mengenalkan namanya dan pekerjaan barunya sebagai supir pribadi Galaksi. Kemudian Gabriel memberitahukan hal itu pada Gia dan Gia langsung menghampiri Abel di garasi.

"Cantik aja nggak cukup." Galaksi menggelengkan kepalanya. "Galaksi mau gadis berpendidikan tinggi dan punya karir yang bagus."

Dan benar saja tanpa mereka sadari, Abel yang hendak ke dapur untuk menemui Bu Sukma, itu pun mendadak terdiam ditempatnya berpijak. Ya, ia mendengar perbincangan mereka dengan jelas.

"Siapa juga yang minta disukai sama orang sombong kayak kamu," gerutu Abel kesal. "Iya kamu, Tuan sombong. " Abel mengepalkan tangannya.

"Berpendidikan tinggi, karir yang bagus?" Abel tersenyum miring. Siapa pun, bukan hanya Galaksi pasti mendambakan pasangan yang seperti demikian. Abel juga ingin seperti itu tapi yang jadi permasalahannya, keadaan lah yang tidak memungkinkan bagi Abel. Ia tidak bisa memilih selain menjalani apa yang sudah Tuhan gariskan untuknya.

***

Dari sejak Galaksi naik ke mobil untuk menuju kantor, Galaksi sibuk berkutat dengan ponsel dan MacBook diatas pangkuannya. Sesekali Galaksi menerima panggilan telepon dari kliennya membahas pekerjaan dan membalas email yang masuk. Sementara Abel fokus menyetir. Sesekali Abel menggerutu kesal karena jalanan yang dilewatinya itu macet. Padahal mereka sudah berangkat sepagi mungkin menuju kantor.

Dua puluh lima menit kemudian mereka pun tiba di halaman parkiran di kantor. Saat Abel akan turun untuk membantu Galaksi membawa barang-barangnya yang ada di bagasi, Galaksi mencegahnya.

"Perut kamu masih terluka jadi jangan angkat barang dulu. Saya sudah telepon Adam buat bantuin saya."

Abel mengangguk-angguk mengerti. Tadi juga saat Galaksi memasukkan barang-barang itu ke mobil, Abel di larang membantunya karena alasan perutnya yang masih terluka. Karena itu Galaksi dibantu oleh pelayan dan penjaga rumah.

"Oh yah Pak, setelah ini apa yang harus saya lakukan?"

"Terserah. Kamu bisa pulang dan beristirahat di rumah karena seharian ini saya hanya akan di kantor. Setelah makan siang saya ada meeting di kantor sampai sore."

Apa Abel tidak salah dengar? Ia disuruh beristirahat selama Galaksi bekerja?

"Kamu masih belum sembuh total maka dari itu lebih baik kamu beristirahat yang cukup. Rabu minggu depan ingatkan saya untuk menemanimu check up ke Dokter."

Hei! Abel saja lupa jika hari rabu adalah jadwalnya untuk check up. Daya ingat Galaksi sungguh luar biasa. Tidak! Bukan daya ingat saja. Ini terjadi adalah karena Abel terluka setelah menolongnya. Ia yakin jika kejadian malam itu tidak terjadi, maka ia dan Galaksi tak akan bisa sedekat ini. Galaksi hanya akan jadi pria arogan yang memandang rendah dirinya.

"Apa saya perlu bawakan Bapak makan siang?"

"Nggak perlu. Biar Adam saja. Kamu nanti jemput saya jam empat sore."

"Tapi saya—"

"Abel. Ini perintah bukan penawaran. Saya paling tidak suka perintah saya dapat bantahan."

Abel menghela napas. Walaupun ia sedang tidak baik-baik saja tapi ia tidak ingin makan gaji buta. Ia kerja dibayar tapi percuma jika ia tidak bekerja maksimal.

Setelah Galaksi keluar dari mobil, Abel menunggu Adam datang untuk menurunkan barang-barang dari mobil. Dan tak lama kemudian Adam bersama seorang karyawan pria datang dan melakukan tugasnya. Setelah itu, Abel pun pulang ke kediamannya sesuai perintah Galaksi.

***

Saat Abel tiba di panti asuhan, Abel menangkap sosok Mala dan Alesha tengah berada di taman di pekarangan rumah.

"Loh Ale nggak sekolah?" tanya Galaksi pada Mala seraya mencium punggung tangan Mala.

"Gurunya sakit. Kamu sendiri kenapa pulang?"

Abel mendudukkan dirinya di sebelah Alesha yang terlihat sibuk dengan sulamannya. Ya, Alesha suka menyulam sama seperti Mala.

"Pak Galaksi nyuruh aku pulang dan istirahat karena seharian ini dia cuma di kantor, nggak pergi kemana-mana."

Mala terheran-heran. "Istirahat di jam kerja?"

Abel menganggukkan kepalanya.

"Dia serius atau cuma iseng ngasih kamu kerjaan ini?"

Abel menggelengkan kepalanya. Mau serius atau pun iseng Abel tak peduli karena yang paling penting Abel mendapatkan kepercayaan Galaksi dan bisa masuk ke dalam kehidupan Galaksi karena suatu tujuan.

"Bu, ada hal yang mau Abel ... " Abel menjeda ucapannya. Tidak! Ini terlalu dini untuk memberitahu Mala mengenai rahasia dan rencananya. Abel yakin Mala pasti tidak akan menyetujuinya. Ini baru permulaan dan Abel tidak ingin mengakhiri ini disaat ia baru memulai.

"Apa, Bel?"

"Nggak jadi." Abel nyengir menampilkan deretan gigi putihnya. Tatapan mata Abel berdalih pada sapu tangan yang Alesha sulam.

"Itu gambar siapa, Le?"

"Gambar Om ganteng," jawab Alesha membuat Abel dan Mala saling melempar pandangan bingung. Ya meski gambar yang Alesha sulam itu tidak mirip dengan wajah asli Galaksi, tapi setidaknya itu sudah cukup bagus untuk ukuran anak lima tahun seperti Alesha. Jika bakat Alesha diasah lebih jauh lagi maka Alesha akan semakin terampil dan pandai menguasai teknik sulam menyulam ini.

"Kok Alesha nyulam gambar Om ganteng?"

"Sebagai ucapan terima kasih karena semalam Om ganteng traktir Ale dan Kakak-kakak makan malam."

Abel dan Mala saling melempar senyum. Keramahtamahan, adab, sopan santun dan juga hati yang tulus anak-anak panti termasuk Alesha memang paling utama diajarkan disini. Mala selaku pemilik panti asuhan ini sukses mendidik anak-anak sejak usia dini seperti Alesha.

"Nanti Ale titip ini buat Om ganteng ya, Kak Abel."

Seraya tersenyum hangat Abel menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Tapi Abel ragu, apakah Galaksi akan senang menerima hadiah sebagai ucapan terima kasih ini?

***

Setelah membantu pengurus panti termasuk dengan bersih-bersih, dan karena kelelahan, Abel pun ketiduran. Abel bangun tepat pukul dua sore. Ah, jika seperti ini terus, Abel benar-benar merasa bersalah karena makan gaji buta.

Abel melangkahkan kakinya menuju dapur. Setelah bangun tidur ia jadi lapar. Tadi ia juga belum makan siang.

Saat sudah berada di dapur, ekor mata Abel menangkap satu sosok anak lelaki yang tengah membuat minuman.

"Gilang."

Gilang tak merespon dan sibuk mengaduk susu coklatnya.

"Gilang, Kak Abel boleh nanya?"

"Apa ini menyangkut Om-om yang semalam?"

Abel menganggukkan kepalanya. "Gilang kena—"

"Gilang nggak suka sama Om itu karena setelah nolongin dia Kak Abel jadi terluka parah."

Abel mengerjap. Setahunya tidak ada satu pun dari anak panti yang diberitahu bahwa ia terluka parah. Mala terpaksa berbohong dengan mengatakan Abel sakit yang mengharuskan dirawat di rumah sakit dan tidak bisa dijenguk. Itu saja. Lantas bagaimana Gilang bisa tahu?

"Gilang tahu darimana? Kak Abel nggak—"

"Maaf karena Gilang nggak sengaja dengerin obrolan Ibu sama Tante Maya."

Pantas saja. Abel menghela napas dalam-dalam.

"Kak Abel nolongin Om itu karena Kak Abel suka sama dia?"

Abel terkekeh kecil. Bagaimana bisa Gilang menyimpulkan demikian?

"Jangan suka sama dia. Dia nggak pantas buat Kak Abel. Kak Abel kan udah janji mau nunggu Gilang gede."

Abel menganga mendengar pernyataan Gilang. Demi Tuhan! Gilang masih mengingat ucapan asalnya dua tahun yang lalu saat Abel putus dengan mantan kekasihnya yang mendua dibelakangnya.

Saat itu Gilang melihatnya menangis kemudian Gilang menghiburnya kemudian Abel mengatakan kalimat konyol itu yang ternyata diingat oleh Gilang. Hei! Abel tidak serius mengatakannya. Ia hanya asal bicara saja. Tapi bocah lelaki itu menganggapnya serius ucapannya.

"Gilang nggak mau lihat Kak Abel sedih lagi gara-gara cowok. Jadi, daripada Kak Abel sakit hati, mending Kak Abel tungguin Gilang gede."

Abel menepuk bahu bocah lelaki yang terdengar cemburu pada sosok Galaksi.

"Kak Abel nggak akan pernah sedih lagi gara-gara cowok. Kak Abel cuma kerja sama Pak Galaksi, nggak lebih dari itu."

"Jadi ini artinya Kak Abel mau nunggu Gilang gede?"

Abel menahan tawanya kemudian mengalihkan topik pembicaraan lain sembari mengajak Gilang untuk menemaninya makan siang.

***

Abel tak menyangka ternyata Galaksi akan menyukai hadiah sederhana pemberian Alesha. Ia pikir Galaksi akan membuangnya tapi nyatanya Galaksi langsung menyimpannya di dalam saku jas yang dikenakannya.

"Kamu beli pengharum mobil?"

Abel mengiyakan sembari fokus menyetir. "Tadi sekalian mampir ke supermarket, beli minum terus saya ingat di mobil Bapak pengharum mobilnya abis."

"Kenapa terpikirkan coffe?"

"Karena baunya harum dan enak. Apa Pak Galaksi nggak suka? Kalau nggak suka nanti saya buang."

"Jangan. Mubazir kalau dibuang," timpal Galaksi. Justru bau harum coffe adalah favoritnya. Kenapa selera Abel bisa sama dengannya?

"Berhubung Alesha sudah memberi saya hadiah, kapan ulang tahun Alesha?"

Abel tersenyum. Ia tak menyangka Galaksi akan menanyakan ini. Abel mencoba mengingat-ingat. "Kalau nggak salah, bulan kelahiran Alesha sama dengan saya. Yang membedakan cuma harinya saja."

"Jelaskan secara lebih spesifik, Abel."

Abel pun menyebut tanggal dan bulan kelahiran Alesha. Jadi antara Abel dan Alesha hanya berjarak tujuh hari. Alesha lah yang lebih dulu merayakan ulang tahunnya.

"Kalau begitu tolong ingatkan saya saat harinya sudah tiba. Jangan beritahu Alesha soal ini. Biarkan ini menjadi rahasia antara kita berdua."

"Rahasia macam apa ini?" batin Abel. Abel pun berdehem sebagai jawaban. Kemudian setelah itu perbincangan seputar Alesha dan mengenai kenapa Alesha bisa tinggal di panti pun mengalir begitu saja.

Ahh, Abel tak menyangka Galaksi sangat ingin tahu perihal Alesha. Abel juga tak menyangka Galaksi akan bersikap sehangat ini pada Alesha. Abel baru mengetahui bahwa ternyata Galaksi menyukai anak kecil. Jika seperti itu, kenapa Galaksi tidak cepat-cepat menikah saja dan memiliki anak sendiri mengingat Galaksi sudah pantas sekali menjadi seorang Ayah?

"Pak Galaksi punya pacar kan? Cepat nikahin pacarnya Pak, biar cepat punya satu yang kayak Ale." Ya. Abel pun mengutarakan pertanyaan itu yang membuat Galaksi mendadak diam, tak lagi bertanya dan tak lagi berbicara.

To be continued …
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Bad Games
Selanjutnya BAD GAMES (11-12)
4
0
Konten ini berisi 2 BAB lanjutan dari BAD GAMES (BAB 11 & 12) yang bisa kalian temukan juga di Wattpad https://www.wattpad.com/story/334648109 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan