
Mendadak Jadi Istri - Chapter 18 “Kenyataan Selama Ini”
Tiga pemuda yang memprakasi diri bahwa tidak akan mengikat hubungan serius hingga ajal menjemput. Renjun si pelukis terkenal, Haechan sang bintang bersinar, dan Yangyang translator handal. Ketiganya hidup di tengah kota Seoul, berusaha keras mencari uang demi dapat bertahan di kota tersebut. Namun, akankah ketiganya terus melajang dan melakoni kehidupan bebas untuk selamanya?
Note: ini work dari Wattpad dengan judul yang sama.
Kenyataan Selama Ini
.
.
.
Hari-hari berlalu, Yangyang baru kembali ke Seoul dan menemui Renjun setelah dua hari beristirahat. Dia kelelahan dan masih harus mengurus beberapa barang bawaannya sedari Jerman. Dia juga membawakan sedikit oleh-oleh untuk kedua temannya, terutama Haechan. Ibunya sangat ingin ikut ke Seoul, tapi mengingat kondisi kesehatannya, Yangyang melarang.
“Bagaimana kabar ibumu?” adalah pertanyaan awal yang diajukan oleh Renjun.
Yangyang mengangguk sebagai respon Renjun yang hendak menuangkan teh di gelasnya. “Rematiknya kumat karena musim dingin di Jerman lebih menusuk dari tahun sebelumnya.”
Renjun menunjukkan raut terkejut, “Cuaca dingin bisa membuat orang rematik?!”
“Musim dingin di Eropa lebih mengerikan daripada di Asia, Renjun!” Yangyang mengurut keningnya, bukankah Renjun anak seorang perawat di rumah sakit? “Lagipula, Ibuku sudah tua. Kesehatannya memang naik-turun belakangan ini.”
“Kita perlu menengok Ibumu,” ujarnya spontan, “terutama setelah Haechan sudah pulih.”
“Ngaco, ah!” Yangyang mendelik. “Duit dari mana? Jangan sampai kalian bisa berangkat, tapi gak bisa pulang karena kehabisan uang!”
Renjun mendesah, “Teman-temanmu ini tidak semiskin itu, Yangyang.”
“Hah, kamu tidak ingat dulu kalian harus menabung hampir setengah tahun demi bisa berangkat ke Jerman? Itupun tidak ada uang akomodasi selama di sana.”
“Kan Ibumu sudah mengakomodasikan kita selama di rumahnya. Apa salahnya?”
“Sudahlah, urungkan saja. Kamu membuatku pusing,” keluh Yangyang.
“Ayolah, Yangyang,” suara Renjun melembut. Dia menggeser kursinya supaya lebih dekat dengan tempat duduk Yangyang. “Dulu butuh waktu lama untuk menabung karena kita baru saja mulai jadi bintang di kasur. Sekarang keadaannya berbeda, aku bisa meminta uang Jaemin.”
Yangyang mendelik kedua kalinya, “Bisa-bisanya kamu memanfaatkan suamimu! Lalu bagaimana dengan Haechan? Tidak mungkin Jaemin rela membayar tiketnya walau kamu lakukan hal tak senonoh sebagai jaminannya.”
“Yah, aku belum pernah mencobanya,” tanggap Renjun enteng.
“Goblok! Ngelantur ke mana-mana sekarang!” Yangyang kesal dan ditimpali suara tertawa oleh Renjun.
Tertawa Renjun cukup lama hingga ia memegangi perutnya sebab mulai terasa sakit, “Tapi sungguh, Yang,” Renjun berusaha mengusai dirinya untuk menyudahi tawanya. “Kamu tidak perlu risau tentang Haechan.”
“Apa dia menemukan sugar daddy baru?”
Sekarang Renjun yang dibuat kesal. “Bukan, Goblok!” sebuah sendok mendarat di kening Yangyang. “Ini hubungan yang lebih sehat.”
“Apa aku tertinggal sesuatu selama di Jerman?” Yangyang menaruh atensi penuh pada pembicaraan kali ini.
“Ya, dan ini ada kaitannya dengan Haechan yang sampai masuk rumah sakit.”
Cerita ini sedikit mengulur waktu ke belakang. Tepatnya ketika Jaemin dan Renjun hendak mengintai penjenguk misterius yang mendatangi kamar inap Haechan di rumah sakit. Saat itu Yangyang tidak berada di Korea Selatan sebab harus mengurusi ibunya yang sedang berjuang melawan hawa dingin di Jerman. Walaupun tidak bersama kawannya, Renjun akui bahwa ia cukup menikmati adrenalin yang mengembara dalam dadanya.
Hampir seharian Jaemin dan Renjun merumuskan rencana mereka, bahkan Jaemin menawarkan Renjun untuk membeli baju khusus agar dapat menyamar dengan sempurna. Namun Renjun tidak berpikir sejauh itu selama ia dan Jaemin bisa menjaga pandangan serta tidak sampai menatap muka secara langsung. Renjun masih ingat bagaimana muka kecewa Jaemin, tapi dia kembali bersemangat mengingat dia akan bermain penyamaran bersama Renjun.
Ada kemungkinan Mark akan mengenali Jaemin bila Jaemin tetap menggunakan gaya baju yang biasa dikenakannya. Maka, Renjun mendandani suaminya dengan gaya berpakaian miliknya. Jujur saja, Renjun takjub melihat hasilnya. Selama ini dia melihat Jaemin sebagai orang kalem berpenampilan rapi. Namun sekarang, Jaemin seperti anak muda pada umumnya, bahkan Renjun tercengang karena Jaemin terlihat seperti anak kuliahan. Bukan seorang pekerja yang sudah menikah.
Renjun meminjamkan buku tebal miliknya kepada Jaemin. Itu sebagai pelengkap agar tampilan penyamaran Jaemin berhasil, sedangkan Renjun cukup berpakaian biasa dengan tablet miliknya. Keduanya akan duduk di lorong dekat kamar Haechan dan pura-pura sibuk dengan urusan masing-masing. Tentu saja, sebagai dua orang yang tidak saling mengenal.
“Psstt, psstt,” ini suara Jaemin yang memanggil Renjun. Mereka duduk berseberangan. Renjun menaikkan sedikit kepalanya dari layar tablet, tanda dia mendengarkan. “Bukankah ini menyenangkan, Renjun?”
Renjun menurunkan kepalanya. “Hentikan, Jaemin. Tingkahmu malah membuat kita terlihat mencurigakan,” peringatnya, pasalnya Jaemin hampir sejam sekali selalu memanggilnya, padahal mereka sedang berpura-pura tidak saling mengenal.
“Apa benar itu Mark hyung? Ini sudah terlalu larut untuk membesuk,” Jaemin menaruh buku tebal Renjun. Itu buku tentang sketsa dan beberapa ada kertas hasil gambar Renjun yang membuat Jaemin terpana. Rupanya Jaemin tidak menghiraukan peringatan Renjun barusan.
Renjun ikut gemas dan menolehkan kepalanya ke arah Jaemin. “Ini ‘kan idemu, sabarlah sedikit. Kita—oh, Jaemin! Angkat bukunya lagi, ada yang datang!”
Syukurnya respon Jaemin tepat, dia langsung membuka bukunya kembali dan tidak menoleh ke arah sebaliknya, arah di mana orang yang dimaksud Renjun akan datang. Kesunyian di lorong itu membuat keduanya semakin tercekat. Mereka berusaha bersikap sebiasa dan setenang mungkin agar terlihat normal ataupun tidak menarik perhatian orang yang akan melewati keduanya. Jika diingat, sepertinya Renjun sampai menahan nafasnya dan baru menghirup udara setelah seorang pria melewatinya.
Renjun masih tetap duduk di tempatnya, tapi Jaemin sudah berdiri di depannya. Pria itu sudah masuk ke dalam kamar Haechan. “Ayo, Renjun.”
Entah apa tujuannya, Jaemin menggenggam tangan Renjun, menuntunnya ke arah kamar Haechan berada. Tidak menunggu lama, Jaemin membuka pintu dengan penuh keyakinan, sedangkan Renjun masih memproses apa yang terjadi.
“Hyung,” suara Jaemin terdengar tak bersahabat. Orang yang dipanggil membalikkan badan, sedikit terkejut dengan kehadiran yang tidak diperkirakannya. “Apa yang kau lakukan di sini?”
Seperti dugaan Renjun sebelumnya, pria itu benarlah Mark. Dia terlihat lebih pucat dari seingat Renjun dan sepertinya dia kekurangan tidur jika dilihat dari tebalnya kantung mata di bawah matanya. Sedikitnya Renjun enggan menuduh Mark melakukan tindakan sembrono seperti ini, tapi sepertinya Jaemin tidak peduli dengan rasa kepedulian atas nama kemanusiaan.
“Hyung, aku bertanya, sedang apa kau di sini? Ada hubungan apa kau dengan teman istriku?!” Jaemin sengaja meninggikan suaranya sedikit di akhir kalimat.
Renjun meremas tangan Jaemin. “Tenanglah, ini masih di rumah sakit.” Renjun melangkah mendahului. “Mark hyung, duduklah. Kami ingin berbicara denganmu,” Renjun mencoba menyairkan suasana.
Sebenarnya apa yang dilakukan Jaemin dan Renjun terbilang lancang terhadap orang lain karena sudah mengintai sekaligus menangkap basah tanpa adanya bukti tindakan kejahatan atau perbuatan berbahaya. Jika Mark merasa tak nyaman dan terganggu, dia dapat melaporkan Renjun dan Jaemin atas tuduhan telah melakukan perbuatan yang tak menyenangkan. Oleh karena itu, Renjun ingin Mark tidak berpikir bahwa mereka sudah mengelabuinya selama ini dengan mempertahankan sikap ramahnya.
“Kalian yang duduk di lorong tadi, bukan?” tanya Mark.
“Ya, kami sengaja memata-mataimu, Hyung.” Renjun cukup salut dengan Jaemin yang masih memberi respek kepada kakak kelasnya walaupun tingkah mengesalkannya telah tertangkap basah.
“Apa Mark hyung sering menjenguk Haechan secara diam-diam seperti ini?” Renjun memulai introgasi dan tidak ada alasan Mark berbohong, apalagi mengelak. “Mark hyung juga yang membawa buket bunga sebanyak itu?” dan Mark mengangguk lagi.
“Kenapa, Hyung?”
Mark melemparkan senyum. Senyum pengalihan. “Aku fansnya Haechan.”
Renjun menegakkan punggungnya. Selama dia berteman dengan Haechan, dia tidak pernah mendengar fans sedekat dan seloyal seperti Mark. Sedikitpun Haechan juga tidak pernah menyebut nama ataupun ciri-ciri khusus yang mengarah pada seorang Mark.
“Hyung tahu kalau Haechan itu seorang idol. Tindakanmu ini sudah kelewat batas dan bisa dikatakan Hyung adalah sasaeng. Hyung bisa dipidanakan!” tegur Renjun.
“Istriku benar, Hyung. Jika kau benar fans, kau seharusnya tahu batasan. Kelakuanmu ini dapat mengganggu ketenangan pasien yang sedang menjalani perawatan dan jika ketahuan oleh agensi, mereka bisa menuntutmu secara hukum,” tambah Jaemin.
Desakan Renjun dan Jaemin sudah membuat Mark terpojok. “Sungguh, aku fans saja. Tidak lebih. Aku akan berhenti kalau kalian tidak melaporkan perbuatanku ini.”
“Maaf, Hyung,” Renjun berdiri. Dia sudah muak melihat, apalagi mendengar kedustaan yang terlontar dari mulut Mark. “Jika Hyung terbukti melakukan tindakan kurang menyenangkan kepada Haechan dan menyebabkannya seperti ini, aku tidak berpikir dua kali untuk melaporkannya ke pihak berwenang.” Renjun merasa dirinya harus mengambil garis start lebih dahulu supaya tidak didahului oleh Mark.
Ketika Renjun hampir meninggalkan ruangan, suara tertahan mencegahnya, “Berhenti, Renjun!”
Itu suara Haechan dan tentu saja semua orang terkejut sekaligus tidak percaya. Bukankah selama ini Haechan masih belum sadarkan diri?
“Jangan laporkan Mark hyung dan tolong berhenti mengasarinya,” Haechan terisak. “Dia tidak bersalah.”
Renjun buru-buru menghampir Haechan. Tangannya mencari tangan Haechan, sedangkan Jaemin sudah memencet bel untuk memanggil suster jaga. “Syukurlah, kamu sadar, Haechan,” Renjun mengeluarkan puji-pujian dan semakin deras isak Haechan mendengar pujian itu. “Kami semua mencemaskanmu,” tambah Renjun dengan suara menggumam.
Suster datang tidak lama, dia mengecek beberapa hal dan mengatakan bahwa Haechan baik-baik saja, tapi jangan membahas hal berat karena kondisinya masih lemah.
“Apa teman istri saya baru saja sadar atau sudah pernah sadar sebelumnya?” tiba-tiba Jaemin bertanya seperti itu dan membuat Renjun bingung.
Suster itu diam sejenak, “Saya mohon maaf karena untuk ini saya tidak punya hak untuk menjawabnya,” katanya lalu segera pamit undur diri. Tidak lupa suster itu mengingatkan bila terjadi sesuatu, mohon segera memencet bel pemanggil.
“Kenapa kamu menanyakan itu? Bukannya Haechan baru saja sadar?” tanya Renjun setelah suster meninggalkan ruangan.
Namun pertanyaan itu justru dijawab oleh Haechan sendiri. “Maaf sudah membohongimu, Renjun. Sebenarnya aku sudah sadar dari beberapa hari yang lalu, bahkan saat kamu menjengukku hingga malam tiba.”
“A-apa?! Selama itu?!” Renjun tak habis pikir. “Bagaimana bisa Mamaku tak mengetahuinya?”
“Aku minta suster itu tadi untuk merahasiakannya.”
“Astaga, Haechan,” Renjun mendesah kasar. “Kau pasien yang buruk.”
Jaemin berdeham, “Jadi,” matanya melirik ke arah Mark dan Haechan secara bergantian, “ada hubungan apa di antara kalian?”
Baik Haechan maupun Mark hanya saling pandang, tapi tidak ada yang berani memulai pembicaraan. Jaemin sampai mengambilkan kursi untuk dirinya dan Renjun. Keadaan canggung yang luar biasa hingga Haechan mendesah cukup keras.
“Dulu kami pernah berpacaran,” aku Haechan. Sekejab Jaemin langsung menatap wajah Mark, terkejut. “Kami pacaran waktu awal aku debut,” tambah Haechan dengan segera.
Benar, Haechan dan Mark pernah menjalin hubungan kasih yang romantis. Tidak hanya itu, sekalipun Haechan adalah seorang idol, para penggemarnya menghargai, bahkan mendukung hubungan yang sedang dijalani idola mereka. Namun bukan berarti tidak ada penggemar yang membenci, tapi untuk sekarang fokus saja pada awal mereka merajut cinta.
Sebelum lulus sekolah menengah atas, Haechan sudah melakukan audisi dan diterima di salah satu agensi yang cukup populer. Setahun berlalu, Haechan sudah menandatangani kontrak eksklusif sebagai penyanyi solo. Dia akan debut setelah menyelesaikan pendidikannya dengan pertaruhan jika dia berhasil, maka dia akan menjadi idol dan jika gagal, dia akan melanjutkan studinya di perguruan tinggi.
Berkat strategi agensi yang sudah mengenalkan terlebih dahulu siapa Haechan, debutnya bisa dikatakan berhasil dengan sempurna. Dia sudah mengumpulkan penggemar lebih dulu, jauh hari dari tanggal debut, sehingga banyak penggemar yang menantikannya. Kemampuan bernyanyi dan suara merdu sangat digemari ditambah pula karakter Haechan yang supel. Dia menjadi idol muda yang talentanya cukup diperhitungkan.
“Debutmu sukses dan kita harus lebih bekerja keras,” terang manajer Haechan. “Jadwal comeback sedang dibahas oleh petinggi, tapi sepertinya kau juga harus berpikir hendak menampilkan apa.”
Raut kelelahan terpancar jelas pada wajahnya, tapi idol yang baru debut memang harus kerja rodi untuk melambungkan namanya. “Apa aku boleh berbincang dengan produser di perusahaan?”
“Tidak semua produser punya waktu bebas, jadi akan kulobi lebih dulu.”
“Baik, Hyung. Terima kasih.”
Singkat cerita, Johnny selaku manajer Haechan berhasil meluluhkan salah satu produser baru di perusahaan mereka. Dia produser yang baru saja menyelesaikan kuliah musiknya di luar negeri dan mempunyai bakat musik yang luar biasa. Andai kata dia mau dilatih lebih keras sebagai seorang trainee, pasti dia akan menjadi idol kelas atas.
“Hai, Mark. Terima kasih sudah meluangkan waktumu yang padat. Ini anak asuhku yang baru, Haechan. Katanya dia mau mengobrol dengan produser untuk persiapan comeback,” tutur Johnny di pertemuan pertama Haechan dan Mark.
“Aku sudah dengar tentangmu. Sebuah keberuntungan bisa berbincang lebih dekat dengan idol baru,” ujar Mark sambil menjabat tangan Haechan.
“Terima kasih, Anda terlalu melebih-lebihkan,” Haechan terpaksa memasang muka ramah, tapi dalam hatinya, dia merutuki sikap lancang Mark yang mengajaknya berjabat tangan tanpa menyebutkan namanya.
Pertemuan itu tidak ada yang spesial, malah cenderung menyebalkan. Haechan kira Mark adalah orang yang keren, tidak banyak bicara, dan jenius. Ya, dia memang jenius. Johnny sempat bilang kalau Mark kuliah musik di luar negeri, tapi dia terlalu cerewet. Lebih cerewet dari seorang perempuan yang sedang bergosip sampai-sampai Haechan tidak bisa menyela bila Mark sudah terlalu antusias membicarakan musik.
“Mark-sshi,” kepala Haechan berdenyut. Dia tidak ada waktu mendengar kuliah umum yang diberikan Mark, apalagi waktunya juga terbatas. “Aku hargai ilmu dan pengetahuanmu, tapi tujuanku ke sini ingin mendiskusikan musik dan lagu yang cocok untuk comeback terbaruku.”
“Ah, maaf, Sweetheart,” panggilan itu hanya ditujukan Mark kepada Haechan setelah dia tahu bahwa Haechan punya hati yang tulus terhadap musik dan para penggemarnya. “Kamu tidak bilang sedari awal,” Mark membalik kursinya dan mengambil buku catatan beserta bulpen. “Apa kamu sudah ada rencana?”
Haechan mengangguk. “Comeback-ku direncanakan pada musim dingin, aku membayangkan bisa mengeluarkan single bernada sendu, tapi tidak terlalu menyedihkan.”
“Apa ada tema khusus atau cerita yang lebih spesifik?” tanya Mark.
“Hmm, kupikir lagu yang mengisahkan penantian cinta cocok didengarkan pada musim dingin seperti kita yang menantikan musim semi,” Haechan memandang wajah Mark. “Bagaimana?”
“Bagus,” puji Mark singkat. “Aku akan membuat lirik dan mengomposernya. Kalau sudah jadi akan kuhubungi Johnny hyung.”
“Baik, Mark-sshi. Terima kasih banyak atas bantuannya,” Haechan membungkuk 90 derajat, lalu berjalan menuju pintu keluar.
“Oh, ada satu lagi, Sweetheart!” Haechan berbalik. “Jika aku berhasil membuat lagu yang cocok untukmu, jangan panggil aku Mark-sshi lagi.”
“Lantas apa?” tanya Haechan kebingungan.
“Babe.”
Tanpa menghiraukan norma kesopanan, Haechan keluar meninggalkan ruangan. Sengaja ia sedikit membanting pintu dengan harapan itu dapat mengembalikan kesadaran Mark. Selain cerewet, Mark juga genit.
.
.
.
Bersambung
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
