
Setelah beberapa hari berlibur dadakan di kampung halaman ku, akhirnya kami sekeluarga sudah kembali ke rumah. Dan sejak kembali aku merasa ada yang berbeda dengan sikap Jungkook. Pria itu seperti sedang menjaga jarak denganku.
Aku memang tahu kalau Jungkook adalah pribadi yang sangat pendiam dan tidak peka dengan keadaan sekitarㅡtentu saja hal itu tidak berlaku tentang pekerjaan dan bisnis.
Dia seperti itu hanya kepadaku saja. Bahkan aku saja tidak mengerti kenapa dia berubah menjadi lebih dingin dan tak berperasaan dibanding sebelumnya. Aku kira perubahan sikapnya akhir-akhir ini terjadi karena dia sudah mulai peduli denganku. Nampak nya aku yang terlalu berlebihan menilai.
Tidak ingin terlalu memikirkan tentang perubahan sikap Jungkook. Biar Saja pria itu melakukan apapun yang disukainya. Rasanya apa yang akan keluar dari mulutku tidak akan dia dengarkan juga.
Aku memilih untuk menemui Yeonjun dan meminta bantuan pria itu untuk membantuku belajar mengurus keuangan rumah tangga. Lee Jiyeon yang sudah resmi menjadi pegawaiku pun selalu mengikutiku tanpa harus disuruh.
Beruntung sekali aku menemukannya waktu itu, karena aku yakin Jiyeon mampu bekerja dengan baik.
“Apakah anda akan menemui tuan Yeonjun lagi, nyonya?” tanya Jiyeon saat kami berjalan di koridor menuju ruang kerja Yeonjun.
“Ya begitulah. Aku masih harus banyak belajar dengan Yeonjun. Mengurus keuangan keluarga kaya raya ternyata tidak semudah yang aku pikirkan.” jawabku.
“Lalu bagaimana dengan perintah tuan Jungkook? Bukankah tuan menyuruh anda untuk tidak terlalu sering menemui tuan Yeonjun.”
“Jangan khawatir, Jiyeon. Aku menemui Yeonjun bukan untuk macam-macam. Aku sedang butuh bantuan dia.”
Lee Jiyeon tidak memiliki alasan lagi untuk mencegah majikan nya untuk bertemu Yeonjun. Mungkin gadis itu mengerti dengan maksud ucapanku. Dan aku rasa Jiyeon tidak perlu terlalu sentimen dengan Yeonjun. Pria muda itu sangat baik dan bijaksana. Aku sempat berpikir untuk menjodohkan Jiyeon dengan Yeonjun.
Aku mengetuk pintu ruangan Yeonjun sebelum membuka nya. Pria muda itu kelihatan sedikit terkejut saat melihat kedatanganku.
“Selamat siang, Yeonjun. Apa aku mengganggumu bekerja?” tanyaku sekedar basa-basi.
Yeonjun menggeleng dan langsung menyapaku dengan sopan. “Tentu saja tidak, nyonya Yerim. Tapi ada perlu apa sampai anda yang datang sendiri menemui saya?”
Aku menyerahkan sebungkus makanan ringan yang aku rampas dari dapur dan menaruhnya di atas meja kerja nya. “Apa lagi kalau bukan berguru denganmu. Bukankah aku sudah memintamu untuk mengajariku tentang mengurus keuangan rumah tangga.”
“Sebelumnya saya minta maaf, nyonya. Bukannya saya ingin menolak niat baik anda, tapi tuan Jungkook sepertinya tidak suka kalau anda terlalu dekat-dekat dengan saya.” ujar Yeonjun dengan raut wajah tak nyaman.
Aku mendengus mendengarnya. Pasti Jeon Jungkook sudah melakukan sesuatu sampai Yeonjun yang bijaksana ini menolak membantuku.
“Apa suamiku sudah mengancam mu, Yeonjun? Katakan padaku apa yang dia lakukan padamu.”
Yeonjun menggeleng. Aku tahu dia tidak akan mengatakannya kepadaku. Nasib nya berada di ujung tanduk kalau Jungkook sampai tahu dia sudah mengadu yang tidak-tidak kepadaku.
Pria berhati dingin dan tak beperasaan itu kenapa senang sekali membuatku kesulitan.
“Aku tahu kau tidak akan mengatakannya. Mana mungkin bawahan yang bijaksana sepertimu mengadu yang tidak-tidak tentang majikan nya. Aku paham keadaanmu, tapi aku menemui mu bukan dengan niat buruk. Aku butuh pengajar handal untuk membantuku, dan satu-satunya yang bisa ku mintai tolong di rumah ini hanya kau saja.”
Aku berharap dari kata-kata yang keluar dari mulutku barusan bisa menyentil perasaan iba dari hati Yeonjun agar dia mau membantuku.
“Perintah tuan Jungkook selalu benar dan seorang pun tidak boleh membantah nya. Maafkan saya, nyonya Yerim. Sepertinya anda tidak bisa berharap banyak kepada saya.”
Ah sial!
Apa aku perlu memohon agar Yeonjun mau membantuku?
“Jeon Jungkook memang majikan mu dan kata-katanya harus selalu di hormati. Tapi aku adalah istrinya Jeon Jungkook, sudah jelas kalau aku juga termasuk majikan mu, Yeonjun. Apa kau bisa membantah perintah majikanmu seperti ini?”
Bingo!
Aku yakin Yeonjun sudah tidak akan berkutik lagi setelah mendengar ucapanku barusan. Terlihat jelas sekali ekspresi wajahnya sedang mengerut karena merasa tertohok oleh ucapanku.
“Aku tidak akan membiarkan suamiku mengetahui tentang pertemuan kita. Dia adalah orang yang sangat sibuk dan tidak peka dengan keadaan sekitar. Kau tidak perlu ketakutan karena aku bisa menjamin kalau suamiku tidak akan mengetahuinya dan pekerjaan mu aman.”
Entah kenapa aku merasa saat ini seperti sedang merayu Yeonjun melakukan permainan kotor tanpa sepengetahuan suami. Tapi aku tidak peduli, setidaknya aku harus menjadikan Yeonjun sebagai orang yang berada disisi ku.
“Baiklah, saya akan melakukan apa yang nyonya inginkan. Asalkan nyonya bisa menjamin kalau pekerjaan saya akan baik-baik saja.”
Aku tersenyum puas setelah berhasil merayu Yeonjun. “Kau bisa memegang janjiku, Yeonjun. Tidak mungkin aku mengelabui orang yang mempercayaiku.”
“Terimakasih karena sudah mempercayai saya, nyonya.”
“Aku sanggup menilai potensi baik seseorang. Kau beruntung karena aku sudah memilihmu.”
Yeonjun mempersilahkan aku untuk duduk di kursi yang tersedia di ruangan kerja nya. Pria muda itu begitu fokus dan telaten saat mengajariku tentang pengelolaan keuangan rumah tangga yang sebentar lagi akan menjadi hak dan tugasku.
Sedikit banyak aku mulai memahami cara pengelolaan harta keluarga. Mulai dari dana yang disiapkan setiap bulan nya untuk keperluan dapur, interior seluruh ruangan di rumah ini, dan juga gaji para pegawai yang bekerja di rumah ini.
Semua Yeonjun jelaskan dengan detail dan membuatku cepat memahami nya. Tapi entah kenapa ada satu hal yang membuatku janggal. Aku langsung menanyakan nya pada Yeonjun.
“Apa benar dana yang di berikan untuk keperluan dapur dan kebutuhan rumah tangga sebanyak ini jumlah nya?” tanyaku sambil meneliti data yang di jabarkan oleh Yeonjun.
“Saya selalu memberikan jumlah yang sama setiap bulan nya, nyonya. Apa ada yang membuat anda terganggu?”
Aku menunjuk ke arah salinan data yang menjabarkan tentang pengeluaran dapur dan kebutuhan rumah tangga. “Bagian ini dan ini seharusnya tidak lebih besar dari bagian yang lain.”
“Tuan Jungkook ingin keluarganya mendapat hak pangan yang terjamin dan kondisi rumah yang nyaman. Bukankah wajar apabila bagian keperluan dapur dan perawatan rumah membutuhkan dana yang lebih besar daripada yang lain.”
“Ya itu memang benar. Tapi aku tidak pernah mendapat asupan pangan yang cukup terjamin. Para pelayan sangat jarang menyajikan daging berkualitas tinggi untuk makan siang ku. Dan aku juga hanya mendapat roti bakar, kentang tumbuk, dan susu dingin untuk sarapanku. Semua itu tidak sama seperti dalam daftar yang tertera disini, Yeonjun.”
“Untuk perawatan rumah yang membutuhkan lebih dari 200 juta won setiap bulan nya sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan nya. Kau tahu, saat aku dan Jiyeon berjalan-jalan sore di taman belakang paviliun utama, aku melihat taman disana sangat tandus dan tidak terawat. Aku juga sering mendapati beberapa barang di rumah ini tidak lengkap dan sudah kelihatan rusak. Gordyn di paviliun ku bahkan sangat jarang diganti. Menurutku dana sebesar ini tidak wajar kalau kenyataan nya tidak sesuai dengan yang tertera di data ini.”
Ucapanku barusan membuat Yeonjun langsung berpikir keras. Aku mulai sadar kalau pria ini sepertinya tidak mengamati lebih jauh dana yang dia siapkan dialokasikan dengan baik atau tidak.
“Aku hanya mengatakan apa yang aku rasakan. Jangan berpikir kalau aku sedang merencanakan pemberontakan dan menuduh kau memanipulasi semua laporan keuangan di rumah ini. Aku sudah katakan kalau aku mempercayaimu, Yeonjun.” ucapku.
“Tidak. Akan sangat lancang apabila saya berani menuduh anda. Lebih dari itu saya malah merasa di sadari setelah mendengar penjelasan anda.”
“Apa sekarang kau memiliki pemikiran yang sama denganku?”
“Saya tidak bisa menarik kesimpulan secepat itu, nyonya. Dari perkataan anda memang bisa membuat saya curiga, tapi kecurigaan tanpa bukti hanya akan menjadi masalah baru. Saya akan memeriksa laporan keuangan ini dan melihat apa saja yang menjadi keluhan anda.”
“Baiklah kalau begitu. Aku memang tidak salah mempercayai orang pintar dan cepat tanggap sepertimu.”
“Setelah di cermati lebih jauh ternyata anda memiliki kepekaan yang tinggi. Saya merasa cukup terbantu dengan ketelitian anda, nyonya. Dengan begini sepertinya anda tidak memerlukan banyak waktu untuk menguasi sistem pengelolaan keuangan dan kebutuhan rumah tangga.”
Aku tersenyum senang mendengar pujian bernada positif dari Yeonjun. Hal itu membawaku semakin dekat dengan rencanaku.
“Jiyeon, apa kau bisa ke dapur dan minta orang dapur untuk menyiapkan jus buah? Tiba-tiba aku ingin minum yang segar-segar. Dan siapkan makanan sederhana untuk makan siang nanti, aku sedang tidak ingin makan daging di hari yang terik ini.” ucapku.
Jiyeon yang sejak tadi hanya diam pun mengangguk dan menuruti perintah majikan nya.
Aku berusaha bersikap santai agar tidak di curigai oleh Yeonjun, tapi sepertinya pria muda itu sangat pintar sampai bisa mengetahui rencanaku.
“Apa ada yang ingin anda tanyakan, nyonya?” tanya Yeonjun.
“Apa maksudmu? Aku rasa sudah cukup belajarnya.”
“Saya tahu alasan anda menyuruh pelayan anda pergi. Pasti ada yang ingin anda tanyakan pada saya. Dan itu sesuatu yang cukup penting, bukan?”
Aku tertawa pelan untuk menutupi ekspresiku. Bagaimana bisa Yeonjun se-peka ini.
“Kau memang orang yang jenius.”
“Jadi apa yang ingin anda tanyakan?”
“Aku mengerti sekali kalau ini pertanyaan yang tidak akan kau jawab dengan mudah. Tapi kau tahu kan kalau aku sudah mempercayaimu.” ucapku. Dan Yeonjun malah menatapku dengan tatapan menyelidik.
“Apa kau tahu latar belakang istri terdahulu Jeon Jungkook yang sudah meninggal?”
Raut wajah Yeonjun langsung berubah drastis. Pria itu memalingkan wajahnya dan pura-pura sibuk merapikan meja nya.
“Bukan hak saya menceritakan tentang mendiang majikan saya, nyonya.”
“Aku hanya bertanya tentang latar belakang nya dan orang seperti apa dia. Karena aku ibu sambung Joowon, aku ingin meniru bagaimana ibu kandung nya dulu merawatnya. Tolong jangan berpikir yang macam-macam tentangku, Yeonjun.”
“Saya tidak tahu banyak tentang mendiang nyonya Miran. Yang saya tahu dia adalah sosok wanita berhati lembut dan rapuh.”
“Kau tahu sesuatu lebih banyak tentang wanita itu?”
Yeonjun menggeleng dengan mantap. Seolah menolak untuk menjawab pertanyaanku lebih jauh. “Saya bekerja disini saat nyonya Miran sedang hamil tua. Tidak banyak yang saya tahu tentang nyonya Miran karena beliau tidak aktif menjalankan peran nya sebagai ibu rumah tangga di kediaman ini.”
Penjelasan Yeonjun masih belum bisa memuaskan rasa penasaranku. Tapi aku yakin pria itu tidak akan mau menjelaskannya lebih lengkap.
“Apa kau tahu dimana tempat peristirahatan terakhir nyonya Miran?”
“Saya tidak tahu, nyonya. Saat hari pemakaman nyonya Miran, saya sedang di tugaskan di luar kota.”
Aku menghela napas kecewa. Kenapa rasanya sangat sulit sekali mengulik tentang latar belakang mendiang istri Jeon Jungkook. Seseorang seperti sengaja menyembunyikan fakta tentang wanita itu dengan sangat baik. Sampai kabarnya tidak berhembus lagi ke permukaan.
“Saya rasa kelas hari ini sudah cukup. Setelah ini saya akan pergi ke bank, apa anda akan tetap disini?”
Ucapan Yeonjun barusan seperti mengindikasi kalau dia sedang mengusirku secara sopan. Aku cukup peka dengan maksudnya, jadi aku tidak akan lama-lama disini.
“Baiklah kalau begitu. Terimakasih untuk bantuan nya hari ini, Yeonjun. Sampai jumpa.”
Aku keluar dari ruangan Yeonjun dengan rasa kecewa dan penasaran yang semakin meningkat. Keinginanku untuk mencari tahu tentang mendiang istri Jeon Jungkook mulai menggebu-gebu dan aku harus cari cara supaya aku menemukan orang yang bisa memberitahu ku tentang mendiang istri Jeon Jungkook.
Malam nya aku tidak juga bisa tidur walaupun rasa kantuk sudah sejak tadi mengganggu. Hanya ada satu alasan kenapa aku rela menahan kantuk, itu karena sampai selarut ini suamiku masih belum pulang dari bekerja.
Aku sudah bertanya ke asisten nya, tapi dia bilang kalau suamiku ada rapat mendadak dengan beberapa kolega penting. Kalau tahu begitu kenapa Jeon Jungkook tidak mengabariku terlebih dahulu. Kalau tahu begitu aku tidak perlu menahan kantuk sampai selarut ini.
Saat aku merasa sudah tidak lagi sanggup menahan kantuk, aku pun memutuskan untuk kembali ke kamar dan tidur. Lagipula Jungkook juga tidak akan peduli kalau aku tidur lebih dulu.
Tetapi nyatanya aku salah besar. Baru saja mataku terpejam beberapa menit, tiba-tiba aku mendengar pintu kamar terbuka dengan cukup keras. Aku yang terkejut langsung bangun dari tidurku.
Kedua mata ku melotot lebar melihat kedatangan suamiku yang kelihatan janggal. Jeon Jungkook terlihat acak-acakan dengan kancing kemeja nya yang sudah tidak terkancing dengan rapi.
Asisten nya tiba-tiba muncul dan langsung menyapaku dengan sopan.
“Maaf mengganggu waktu istirahat anda, nyonya Yerim. Saya mengantar tuan Jungkook sampai kamar.”
Aku turun dari ranjang dan berjalan mendekati suamiku yang hampir kehilangan kesadarannya.
“Apa yang dia lakukan sampai semabuk ini?” tanyaku kepada asisten suamiku.
“Beberapa kolega mengajak tuan Jungkook pesta minuman.”
“Apa kau tidak mencoba untuk menahannya?”
“Saya sudah melakukannya, tapi tuan Jungkook marah saat saya mencegahnya minum terlalu banyak.”
“Berisik! Jangan banyak bicara, Yerim. Lebih baik kau buka semua baju mu dan tidurkan dirimu di atas ranjang. Suamimu merasa sangat panas malam ini.” ujar Jungkook sambil meracau khas orang yang sudah hilang kesadaran karena mabuk berat.
Aku tercengang mendengar suamiku berani berbicara tak senonoh seperti itu. Terlebih bukan cuma ada kami berdua disini. Aku jadi merona malu melihat asisten Jungkook langsung memalingkan wajahnya seolah-olah tidak memahami maksud ucapan atasannya barusam.
“Kau bisa pergi sekarang. Biar aku yang mengurus suamiku.” ucapku yang langsung di lakukan oleh asisten Jungkook.
Aku memapah tubuh suamiku sambil mengernyitkan hidung menahan napas. Dari tubuh Jungkook menguar aroma alkohol yang sangat kuat. Aku tidak pernah terbiasa dengan bau alkohol yang menyengat seperti ini.
“Aku heran kenapa orang kaya sangat menyukai alkohol dan meminumnya terlalu berlebihan seperti ini.” gumam ku sambil memapah tubuh Jungkook duduk di atas ranjang.
Kedua mata Jungkook sudah terpejam namun dari mulutnya masih mengeluarkan racauan tidak jelas.
“Hei sadarlah. Kau perlu melepas baju dan mandi, suamiku. Tubuhmu bau sekali.” ucapku berusaha menyadarkan Jungkook dari mabuk nya.
“Istriku sangat cantik. Istriku yang selalu membuatku gila setiap detik.”
Hah.. kenapa juga aku harus mendengar racauan tidak jelas yang terdengar menggelikan itu dari mulut suamiku yang sedang tak sadarkan diri karena mabuk.
“Suamiku, ku mohon sadarlah. Kau sudah terlalu mabuk. Apa kau mau aku buatkan jahe hangat?”
“Tidak.. Aku tidak mau apapun. Aku hanya mau istriku yang cantik.”
Aku jadi merinding saat mendengar Jungkook merajuk seperti anak kecil. Berbulan-bulan menikah dengannya baru pertama kali aku melihat sisi tersembunyi dari suamiku. Apa saat sedang mabuk Jungkook selalu merajuk begini?
“Baiklah, izinkan istrimu yang cantik ini melepas baju mu dan menyuruhmu untuk mandi.”
Untungnya Jungkook sudah tidak lagi meracau yang aneh-aneh. Pria ini menurut seperti anak kecil saat aku melepaskan kemeja nya. Dalam hati aku bertekat akan membuang kemeja seharga puluhan juta ini ke tong sampah karena bau alkohol nya sudah melekat kuat dan tidak akan pernah hilang meskipun sudah di cuci berulang kali.
“Sekarang pergi ke kamar mandi. Kau harus membersihkan dirimu sebelum tidur.” ujarku setelah melepas kemeja Jungkook dan membuatnya bertelanjang dada.
“Kau tidak mau memandikan aku, Yerim? Banyak wanita yang mengantre melihat langsung tubuh telanjangku. Kau wanita paling beruntung karena bisa melakukannya sampai puas.” ujar Jungkook sambil menyeringai melihatku.
“Kau bukan anak bayi, jadi aku tidak perlu memandikanmu.”
Terdengar dengusan sebal dari mulut Jungkook. “Sial, aku menikahi wanita yang sangat sulit digoda.”
Sudahlah, aku terlalu lelah meladeni suami yang tengah mabuk berat.
“Bergegaslah ke kamar mandi. Ini sudah terlalu larut, pastikan kau mandi dengan air hangat.”
Aku berjalan menjauhi ranjang menuju walk in closet di kamar kami sebelum langkahku terhenti saat mendengar ucapan Jungkook barusan.
“Yerim, apa kau masih penasaran tentang Miran?”
“Aku hanya ingin mengenal lebih dekat wanita yang pernah menjadi pasanganmu.”
“Tidak perlu.”
“Kenapa begitu?”
“Karena tidak ada yang menarik dari wanita itu. Kau tidak perlu bersusah payah mencari tahu tentang Miran. Dia sudah jadi orang dari masa lalu ku.”
Aku syok dan tidak habis pikir dengan ucapan Jungkook barusan. Bagaimana bisa pria itu berbicara begitu tentang mendiang istrinya?
“Suamiku, kenapa kau bicara seperti itu? Dia itu pernah jadi istrimu.”
Jungkook beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah kamar mandi.
“Istriku sekarang adalah Jeon Yerim, bukan Jeon Miran. Yang perlu ku perhatikan adalah tentang dirimu, bukan tentang wanita yang sudah mati itu.”
“Suamiku!” aku semakin syok mendengarnya berbicara kasar seperti itu.
“Diam, jangan berisik. Kepala ku sakit sekali.”
Dan setelahnya aku di tinggalkan oleh suamiku yang masuk ke dalam kamar mandi. Aku masih merasa tidak habis pikir mendengar Jeon Jungkook berbicara seperti itu tentang mendiang istrinya.
“Dia hanya membuatku semakin penasaran dengan Jeon Miran.” ucapku.
To be Continued..
Hai guys maaf banget baru bisa update story ini lagi setelah sekian lama gak update.
Hope you enjoy and like this.
Tolong share, like, dan komen untuk mendukung semua story aku. Yang berkenan boleh kasih tip untuk aku juga loh.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
