Philodendron 1 - After Wedding

109
0
Deskripsi

After wedding

21+

Andin Astuti. Mengamati dalam diam menjadi kebiasannya akhir-akhir ini. Wanita yang baru saja melepas masa lajang lima hari lalu itu sekarang mulai menyukai pagi hari-nya. Kenapa? Karena setiap membuka mata, ia menemukan Abyasa yang sedang terlelap di sisi ranjang berlawanan dengan dirinya. Jika beruntung, wanita itu bahkan terbangun dalam dekapan suaminya.

Setelah menyelesaikan serangkaian acara panjang yang menguras energi dan pikiran, akhirnya ... pagi ini ia sudah tidur di sebuah ranjang empuk kamar hotel mewah di Bali. Meskipun hanya sebentar, tiga hari, tapi Andin cukup bersyukur bisa merasakan indahnya bulan madu.

Andin dan Aby, memutuskan memilih tempat untuk bulan madu di dalam negeri. Apalagi alasannya jika bukan karena pekerjaan. Pernikahan yang cukup dibilang mendadak, satu bulan, ditengah proses akreditasi rumah sakit yang seharusnya membutuhkan fokus Abyasa sebagai direktur pelayanan. Mereka berdua masih beruntung karena mendapatkan cuti menikah, setelah paksaan Abyasa ke papanya, dan serentetan alasan yang memaksa Pak Artawan mengiyakan permintaan anak laki-lakinya.

Di sinilah mereka berada saat ini. Di pagi yang cerah di tanah Bali. Mata Andin tak pernah bosan, mengamati wajah Abyasa yang sedang terlelap dalam tidur. Sudah lima hari mereka sah menjadi sepasang suami istri, artinya kebiasaan ini baru ia lakukan selama lima kali, dan ia berharap seterusnya tetap akan terjadi. Mata Abyasa yang terpejam, dengan bibir yang setengah terbuka. Aroma tubuh khas seorang Abyasa yang selalu mampu membuat Andin mabuk kepayang. Rambut hitam yang biasanya tersisir rapi kali ini terlihat tak beraturan. Sedetik kemudian tubuh Andin meremang, mengingat jika jari jemarinya lah yang mengacak rambut suaminya semalam.

Benar kata orang, cinta itu memabukan meskipun tak selamanya indah.

Saat cahaya matahari masuk melalui sela-sela gorden kamar hotel yang tinggi, tubuh Abyasa mulai bergerak. Laki-laki itu mengerutkan wajah, hingga membentuk garis-garis tipis di sekitar mata dan bibir. Lalu saat manik mata hitam itu terbuka, Abyasa melepaskan senyuman terbaiknya untuk Andin.

"Lihatin Mas tidur lagi?" tanyanya bernada serak. Laki-laki itu memposisikan tubuhnya menghadap Andin lalu memeluk tubuh kecil istrinya. Saat merasakan anggukan kepala Andin di dalam dekapannya, Abyasa semakin menguatkan pelukan. "Mas tahu kalau Mas itu ganteng," ujarnya jenaka, lalu laki-laki itu mengaduh saat Andin menggigit ringan dadanya.

"Sakit tauu, Yaang."

Istrinya tak menanggapi, justru semakin mengeratkan pelukan dan menyamankan posisi kepalanya di dada Abyasa. Cukup lama, mereka saling mendiamkan, seakan sedang menikmati kebersamaan. Sebagai seorang wanita yang pernah memuja Abyasa, Andin terkadang masih merasa kalau pernikahannya dengan Abyasa hanyalah sebatas mimpi. Dia takut kembali terbangun, lalu Abyasa berubah menjadi Abyasa-nya dulu yang sering mengabaikan dan mengeluarkan kalimat pedas.

Satu kecupan ringan di puncak kepala Andin membuyarkan lamunan Andin, kecupan yang terasa nyata, dan Andin kembali tersadar bahwa semua ini bukanlah mimpi. Yaa, dia sudah menjadi seorang istri sah Abyasa Bramantya.

Abyasa mengurai pelukan itu pertama kali, lalu beranjak berdiri. Dan sekali lagi, Andin seakan sedang menikmati salah satu keajaiban dunia yang saat ini sedang berdiri membelakangi tubuhnya. Pahatan sempurna bentuk fisik suaminya yang ... entahlah, Andin bingung mendeskripsikannya. Bagi Andin, semua bagian tubuh Abyasa selalu mampu membuatnya terkagum. Laki-laki itu berdiri dengan tubuh polos tanpa berniat menutupi beberapa bagian intim yang selalu mampu membuat Andin mengerang panas.

"Sudah siang ternyata," ucap Abyasa sambil mengecek ponsel di samping nakas. Aby berdiri menutupi cahaya yang masuk melalui gorden.

"Mas ..."

"Hem," jawab Aby tanpa berniat mengalihkan perhatiannya ke arah Andin. Laki-laki itu masih disibukan dengan ponselnya. Meskipun tema acara keduanya adalah bulan madu, beberapa kali Abyasa masih disibukan dengan pekerjaan.

Menyebalkan, bukan?

"Mas ..." panggil Andin lagi. Kali ini ia sengaja membubuhkan nada manja di akhir panggilannya.

"Iya, Sayaaaaang," jawab Abyasa tak kalah manja, meskipun tatapan mata laki-laki itu tak berubah.

"Bisa nggak? Pakai baju dulu, parno tau." Andin melemparkan kaos dan celana pendek yang semalam Aby lepaskan dengan tergesa. "Nanti masuk angin."

Tangan laki-laki itu menangkap kedua benda yang tadi dilemparkan Andin ke arahnya. Sambil terkekeh, Abyasa justru kembali membuang benda itu ke sofa. "Kenapa harus pakai baju kalau nantinya juga akan dilepas."

Andin mengeratkan selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang polos. Merasa kalimat yang baru saja dilontarkan suaminya adalah ancaman. "Dih! Kita kan mau main ke pantai, Mas."

Suara ponsel diletakan di meja menarik perhatian Andin. Dan wanita itu terkejut saat tiba-tiba suaminya sudah berada di ranjang yang sama dengan dirinya. "Satu jam lagi, setelah ini."

Tanpa sempat menghindar, Andin sudah berada di bawah tubuh Abyasa yang besar. Laki-laki itu mengunci tubuh Andin dengan kedua tangan yang ia letakan di kedua sisi. Wajah laki-laki itu bergerak mendekat mencari bibir Andin, namun dengan sengaja Andin menolak.

"Kan semalam udah, Mas. Capek."

"Mumpung lagi bulan madu, Yaang. Kalau udah di Jakarta, pasti aku kerja terus," jawab Abyasa disela-sela aktivitas memancing gairah istrinya. Tangan laki-laki itu bergerak cepat, menyibak selimut lalu menyusuri kulit Andin yang terbuka.

"Aargh, Maasssh." Andin tak pernah mampu menahan gejolak, saat tangan kekar Abyasa yang dulu sulit untuk digapai kini sedang bermain di area sensitifnya. Laki-laki itu meremas, sedikit memberikan cubitan ringan di puncak dada Andin yang membusung tinggi.

Andin memilih memejamkan mata, merasa kelimpungan dengan kenikmatan yang begitu banyak. Mulut laki-laki itu menggantikan tangannya bermain di puncak dada Andin, sedangkan tangannya berpindah ke titik sensitif yang sudah basah di bawah sana.

Bunyi permainan bibir dan tangan Aby semakin menciptakan gejolak di tubuh Andin. Rasanya geli, bercampur nikmat yang memuncak. "Mas ... nggak kuat," rengeknya memelas. Dia ingin Aby segera menuntaskan hasratnya.

"Mas masukin yaa," mohon Aby bernada frustasi. Menemukan persetujuan dari istrinya, Abyasa pelan-pelan mulai memposisikan tubuhnya. "Masih ... sakit nggak, Yang," tanya Aby tersengal.

Andin mengangguk sekilas. "Nggak apa-apa, lanjutin aja," jawabnya tak kalah tegang.

Sedetik kemudian ia merasakan tubuhnya penuh, dan semakin gila saat Abyasa mulai bergerak tak beraturan. Desahan demi desahan keduanya saling bersahutan, Andin yang lelah hanya bisa terbuka menerima gejolak gairah yang diluapkan suaminya.

"Mas ..."

"Hm ..."

"Pelaan."

"Nggak bisa pelan!" Cengkeraman tangan Aby menahan pinggul Andin untuk tetap berada di bawahnya. "Jangan hmm ... geraak."

Abyasa bergerak cepat, tanpa jeda dan nyaris pecah. "Aku mau keluar," ucapnya setelah sekian lama mereka menyatu. Aby melepaskan semuanya, menumpahkan seluruhnya di dalam tubuh Andin. "Habis ini mandi bareng, ya?"

Mata Andin yang sempat terpejam untuk menetralkan lelah kembali terbuka. Tidak lagi, batinnya dalam hati.

***

Sore yang indah di pinggir pantai Kuta yang terkenal dengan sunset-nya. Andin dan Aby duduk berdua di bibir pantai, melihat ke arah langit yang sedang menyuguhkan pemandangan menakjubkan. Setelah pagi yang panas di kamar mandi, akhirnya mereka baru menapakan kakinya di pantai saat sore menjelang.

"Kamu suka pantai?" tanya Aby memecah sepi. Meskipun mereka sudah kenal dalam waktu yang lama, tapi kedekatan keduanya hanya terjalin dalam waktu yang singkat. Banyak kebiasaan dan beberapa hal yang mereka tidak ketahui. Terlebih, bagi Abyasa, karena jika itu tentang Andin, wanita itu sudah menghafal hampir semua hal yang disukai Abyasa dan hal yang tidak disukai laki-laki itu.

"Suka pantai, suka gunung, suka langit, suka pemandangan alam, yang tidak disukai adalah keramaian dan kesibukan di dalamnya," jawab Andin panjang.

"Kenapa tinggal di Jakarta?"

"Karena demi pendidikan dan pekerjaan yang bagus."

Aby mengunci pandangan ke mata Andin, dan wanita itu rakus mengamati manik mata hitam yang sejak dulu selalu mampu menggetarkan hatinya. Aby mengucap melalui mata, seakan sedang ingin menyampaikan sesuatu, namun kembali tertahan di ujung lidahnya.

"Kenapa?" tanya Andin penasaran.

Abyasa mengalihkan perhatiannya kembali ke arah pantai. "Tidak ada."

"Maaas," panggil Andin lagi. Kedua tangannya merangkup wajah suaminya untuk bersitatap dengan matanya. "Kita sudah menjadi suami istri, kita harus belajar terbuka."

Satu helaaan nafas kasar kembali terlepas. "Mas ... cuma bangga sama Andin."

Meskipun sedikit ragu dengan jawaban Abyasa, Andin tetap mengiyakan. Wanita itu memeluk lengan suaminya, meletakan kepalanya di sana. "Berasa mimpi, Andin duduk sama Mas Aby di pantai, melihat senja, sebagai sepasang suami istri."

"Mas cinta sama Andin," ucap Abyasa.

"Sejak kapan?"

Laki-laki itu mengerutkan kedua alisnya, berfikir lama, seakan pertanyaan yang baru saja Andin ucapkan sulitnya melebihi rumus fisika diventri. "Sejaaaak ... sejak percakapan kita dengan Lita, mulai detik itu Mas mulai tertarik dengan Andin."

"Lalu cintanya, kapan?"

Abyasa sendiri pun bingung menjawabnya, Aby hanya ingin Andin menjadi istrinya, dia ingin Andin menemaninya, untuk cinta, bukankah itu sama sekali tidak penting untuk dibahas?

"Kapan?" tanya Andin sekali lagi.

"Mungkin, sejak ... Mas mengatakan mau jadi pacar Andin."

Andin tergelak tawa. "Ngomongnya kapan, jawabnya kapan, seperti nasi yang lama dianggurin, permintaan Andin udah basi."

"Yaa, anggap saja dibalik, kalau udah basi, giliran Mas yang minta Andin untuk jadi kekasih."  

"Pacar," sela Andin. Dia mengkoreksi kalimat Aby, karena dulu ia meminta Aby menjadi pacarnya.

"Geli tau, Yang. Punya pacar di usia matang, dih."

"Lucu tau, Mas."

Hati Andin menghangat, saat jemari Abyasa menyusup di sela-sela tangannya yang sedang membelit lengannya. "Andin takut, punya suami seorang dokter anestesi, pemilik rumah sakit, gantengnya nggak ketulungan lagi."

"Terima kasih, Mas tahu Mas ganteng." ucap Abyasa mencubit pipi Andin gemas.

"Ganteng siih tapi Botula."

Mendengar kalimat Andin, kali ini Aby menggigit ringan tangan wanita itu yang ada di dalam genggamannya.

"Aduh, iiissh, dasar bocah tua labil!" goda Andin sekali lagi, lalu Aby mengeratkan pelukan tangan Andin di lengannya. "Mas janji kan nggak lirik-lirik wanita lain?" Andin masih berniat bertanya, menelisik perasaan Abyasa yang terlalu rapi disimpan di dalam hati.

"Di rumah sakit ada banyak sekali temanmu, banyak mata-mata, nggak mungkin Mas aneh-aneh. Lagipula, kamu aja udah lebih dari cukup buat, Mas."

"Dih, mulutnya manis beneer kaya gulaaa."

Mereka berdua kembali tertawa, lepas, menikmati kebersamaan sebelum pulang bulan madu menghadapi dunia nyata. Meskipun keduanya dekat hanya dalam kurun waktu yang singkat, Andin yakin dengan pernikahannya dengan Abyasa.

"Kenapa?" tanya Aby mengawasi Andin yang senyum-senyum sendiri.

"Andin cinta sama Mas Aby."

"Mas tahu, dan Mas juga cinta sama Andin."

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Philodendron 2 - (Pulang) Bulan Madu.
93
1
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan