[FF] HILARIOUS MARRIAGE Ch. 1 - 5

2
0
Deskripsi

Menikahi cinta pertama adalah sebuah anugerah terbesar dalam hidup, siapa bilang? Sekarang Winter sangat ingin menghajar siapapun orang yang mengatakan hal itu.

Nyatanya, menikah dengan Jaemin adalah cobaan terbesar dalam hidup Winter.

Camkan itu

Ch. 1

"Winter, kamu masih inget Jaemin, Sayang?"

Saat Winter menginjak usia 20 tahun, pertanyaan itu datang dari ibunya ketika mereka merayakan ulang tahun Winter dengan tatanan dekorasi meriah dan kue cokelat yang lezat di ruang makan.
 


 

Winter, anak semata wayang keluarga Kim itu, tampak merona saat mendengar kembali nama Na Jaemin disebut oleh sang ibu.
 


 

Na Jaemin, perlukah Winter tegaskan siapa Na Jaemin itu bagi Winter?
 


 

Na Jaemin adalah pria yang dijodohkan dengan Winter, bahkan sebelum Winter lahir ke dunia ini.
 


 

Alasan perjodohan di antara mereka cukup sederhana, yakni perjanjian kolot yang dilakukan Kakek Na dan Kakek Kim dengan tujuan untuk menjadi satu keluarga, selebihnya adalah keperluan bisnis keluarga.
 


 

Sama seperti Winter, Jaemin adalah anak tunggal dari keluarga kaya raya, Keluarga Na, yang mengelola perusahaan ternama, Na Corporation.
 


 

Bekerja sama dengan keluarga Kim tentu membantu hubungan mereka, baik secara kekeluargaan maupun bisnis. Dilihat dari sudut manapun, pernikahan Jaemin dan Winter tentu akan menguntungkan kedua belah pihak.
 


 

Terlebih lagi, Winter juga menyukai Jaemin.
 


 

Ya, Winter menyukai Jaemin saat mereka pertama kali bertemu. Kala itu Winter berusia 10 tahun dan Jaemin 11.
 


 

Terpaut usia 1 tahun membuat Jaemin menjadi sosok kakak laki-laki sekaligus pasangan yang diidam-idamkan Winter sedari dulu.
 


 

Jaemin usia 11 tahun merupakan sosok yang manis, penyayang, dan sering melindungi Winter dari bullyan anak-anak lain maupun dari hal-hal yang menimpa mereka saat bermain. Mereka memang sering bermain bersama dari kecil.
 


 

Tentu saja menikah dengan Jaemin adalah impian Winter sedari kecil. Perasaan dan keinginan Winter tak pernah pudar walau mereka sudah memakan waktu sepuluh tahun lamanya.
 


 

Tak ingin berlarut dalam pikirannya, Winter segera menjawab pertanyaan sang ibu. 
 


 

"I-ingat, Ma," Winter menjawab sembari tersipu malu, membayangkan bagaimana rupa Jaemin saat ini. Pasti Jaemin sudah menjadi pemuda tampan yang dikagumi banyak orang.
 


 

Nyonya Kim alias Kim Taeyeon melihat ke arah suaminya, lalu melihat Winter kembali sembari tersenyum, "Winter, mungkin ini terlalu mendadak bagimu, tapi kami ingin kamu bertemu dengan Jaemin untuk membicarakan rencana pernikahan kalian."
 


 

Pernikahan!
Sontak mata Winter terbelalak mendengar kata itu. Satu kata yang selama ini ia idam-idamkan itu akhirnya bermuara menjadi kenyataan.
 


 

Jaemin akan menikahinya. Winter akan menjadi istri Jaemin.
 


 

"Winter ..." Kembali Nyonya Kim memanggil Winter saat Winter menundukkan kepalanya, takut anak satu-satunya itu tidak dapat menerima kenyataan bahwa ia harus menjadi istri di usianya yang masih belia.
 


 

Nyonya Kim kemudian menggenggam tangan suaminya, "... Kamu enggak papa, Nak? Kalau Winter emamg enggak mau, Mama tentu enggak mau maksa Winter buat nikah dengan Jaemin. Mama bakal segera---"
 


 

"Enggak, Ma!" Winter menyela, tatapannya penuh dengan binar harapan. "Winter mau, Ma! Winter mau menikah dengan Jaemin!"
 


 

...
 


 

Ya, awalnya Winter memang mengatakannya seperti itu, tetapi setelah melihat Jaemin tepat di depan matanya, kenapa ia merasa ingin mundur dari perjodohan ini?
 


 

"Kamu yang namanya Winter?" Tanya Jaemin dengan nada dingin.
 


 

Jaemin kemudian membuka buku menu yang disediakan restoran, kemudian memilih salah satu makanan yang tertera di sana tanpa menanyakan terlebih dahulu pendapat Winter.
 


 

Mungkin ini salah satu bentuk perhatian Jaemin.
 


 

Winter hanya tersenyum saat waiters meninggalkan mereka berdua.
 


 

Sejujurnya meski Jaemin bersikap dingin pada Winter di pertemuan pertama mereka setelah 10 tahun tidak bertemu, nyatanya Winter tetap menyukai sosok Jaemin dan vibes restoran yang disiapkan Jaemin untuk makan malam mereka berdua.
 


 

Jaemin tampak sempurna dengan setelan formal yang menyatu dengan suasana restoran Italia yang remang dipadupadankan dengan alunan musik lembut yang memanjakan telinga.
 


 

Semuanya begitu indah dan sempurna bagi Winter yang lama mendambakan seorang Na Jaemin.
 


 

Makan malam romantis dengan cinta pertama yang membuai Winter dan membuat Winter nyaris terlena kalau saja kalimat panjang lebar Jaemin tidak pernah terjadi di antara mereka hingga membuat kacau segalanya.
 


 

"Oke, Winter, kita akan melangsungkan pernikahan sesuai dengan keinginan orang tua kita, tapi jangan pernah berharap aku akan mencintaimu."
 


 

Winter terdiam saat mendengar perkataan Jaemin. 
 


 

Kenapa? Bagaimana bisa?
 


 

Satu-satunya impian Winter selama hidupnya adalah menikah dengan Jaemin dan membangun keluarga bersama laki-laki itu.
 


 

Namun, saat ini Jaemin mengatakan ia tidak boleh berharap Jaemin akan mencintainya.
 


 

Lalu untuk apa pernikahan ini kalau Winter tidak bisa mendapatkan hati Jaemin?
 


 

...
 


 

"Selamat atas pernikahannya."
 


 

Winter tersenyum saat mendengar ucapan selamat datang membanjiri dirinya. Di sebelahnya ada Jaemin yang ia gandeng untuk dijadikannya sebagai pasangan sehidup-sematinya.
 


 

Cinta? Siapa yang peduli tentang itu. Winter akan membuat Jaemin mencintainya melalui pernikahan ini dan mengurung Jaemin dalam jeratan hati Winter.
 


 

Awalnya Winter optimis akan membuat Jaemin jatuh cinta kepadanya dengan cara mengingatkan Jaemin kembali mengenai kenangan mereka semasa kecil.
 


 

Akan tetapi, semakin lama Winter menjalani pernikahan dengan Jaemin, semakin sadar bahwa cinta Jaemin bukanlah yang diinginkan Winter, melainkan kewarasannya.
 


 

Ya, kalian tidak salah baca.
 


 

Ini tentang kewarasan Winter.
 


 

Menikahi Jaemin membuat Winter belajar akan satu hal; kesabaran.
 


 

Kenapa?
 


 

Karena di suatu waktu, Jaemin akan bersikap seperti om-om mesum yang selalu meminta jatah pada Winter dalam batas tak wajar. Jaemin menamainya sebagai Jay Collin dan memaksa Winter memanggilnya Daddy.
 


 

"Angkat pantatmu itu lebih tinggi, Sweetie. Dan basahi Daddy dengan cairan cintamu yang manis itu."
 


 

Atau terkadang Jaemin tiba-tiba mengaku pada Winter kalau ia tengah menyukai teman sekelas Winter dan sering memamerkan bokongnya pada mereka.
 


 

"Siapa namanya? Jung Sungchan? Aku menyukainya. Boleh kenalkan aku dengannya, Winter?"
 


 

Tak hanya itu, Jaemin juga bersikap seperti wanita remaja yang baru mengalami pubertas. Ia sering merebut alat make-up Winter, dan juga menendang bahkan menjambak rambut Winter. Jaemin yang seperti itu selalu mencari gara-gara dengan Winter setiap ia bertemu Winter.
 


 

"WINTER JELEK! Mana lipbalm yang Mina titip, hah?! Pasti kamu ambil, kan! Dasar Winter jelek, bau kayak kambing."
 


 

Seakan tak membolehkan Winter bernapas sebentar, Winter bertemu dengan Jaemin yang bernama Naresh, saudara kembar Naja, sisi gay Jaemin tadi. Naresh adalah sosok Jaemin yang tak dapat ditebak.
 


 

"Kamu punya tampang yang bagus, pantas si om mesum itu menyukaimu. Mau bermain denganku?"
 


 

Satu-satunya orang yang waras di antara mereka adalah Nana, anak kecil berusia 8 tahun yang selalu menghibur Winter.
 


 

"Kakak mau bermain denganku?"
 


 

Jadi, sosok Jaemin mana yang asli?
 

***

Ch. 2

"SUPRISSEEE!!"

Winter tersenyum saat melihat beberapa teman kelasnya berteriak sembari meniupkan terompet selamat ulang tahun padanya.

Ryujin menarik tangan Winter untuk bergabung dengan kumpulan teman, gadis muda itu kemudian menempatkan Winter di tengah, tepat di depan kue cokelat yang menggoda.

"Make a wish, Winter," ujar Ryujin, berbisik di sebelah Winter.

Winter segera mengepalkan dan menutup matanya.

Semoga bisa ketemu Jaemin tahun ini, Winter memohon di dalam hati.

Setelah melontarkan permohonannya, Winter membuka matanya dan meniup lilin yang kemudian disambut sorak sorai gembira teman-teman di belakangnya.

"Potong kuenya, potong kuenya," ujar mereka semangat, membuat Winter memotong kuenya.

"Potongan kue pertama, potongan kue pertama!" Sorak teman Winter dengan semangat.

Siapapun tahu betapa pentingnya potongan kue pertama bagi seseorang. Konon, orang yang pertama menerima potongan kue adalah orang yang spesial untuk si pemilik acara ulang tahun. jadi tak ada satupun orang yang melewatkan acara ini.

Kini tampak aba-aba, seluruh mata kompak tertuju pada dua orang yang berada dalam ruangan bersama mereka. Siapa lagi kalau bukan Choi Beomgyu dan Jung Sungchan. Laki-laki yang tengah gencar mendekati Winter dari tahun lalu itu.

Mereka mengantisipasi siapa yang akan mendapatkan potongan kue pertama dari Winter di antara kedua pria rupawan itu.

Apakah Winter akan menjatuhkan pilihannya tahun ini?

Namun, sayangnya, lagi-lagi seperti tahun lalu, Winter memupuskan harapan orang-orang.

Winter justru dengan santainya mengangkat garpu kuenya dan menyuapkan potongan kue tersebut kepada Ryuji dan Yunjin, teman dekatnya, hingga membuat semua orang yang menontoinya pun menghela napas kecewa.

Akan tetapi, semua orang dalam sekejap melupakan drama persaingan cinta di antara Winter, Beomgyu, dan Sungchan. Mereka memilih menghabiskan waktu untuk larut dalam acara ulang tahun Winter.

Sebab hari ini adalah hari ulang tahun Winter yang ke-20. Semua orang harus bersenang-senang.

Pun Winter selalu pemilik acara hanya tersenyum saat menemukan orang berbagi kebahagiaan dengannya. Senyum di bibir Winter tak pudar bahkan saat ia merasakan getaran ponsel di sakunya.

Winter memilih melipir dan mengangkat panggilan telepon dari ibunya.

"Halo, Ma."

"Winter, kamu di mana?" Tanya Ibu Winter saat mendengar suara berisik teman-teman Winter di balik ponsel.
 


 

"Masih di kampus, Ma."
 


 

"Kamu masih lama, Sayang?"
 


 

"Bentar lagi pulang, Ma."
 


 

"Oke, hati-hati ya, Nak."
 


 

Sambungan panggilan terputus saat Winter memberikan salam pamit pada ibunya. Winter kemudian bergabung kembali dalam kerumunan temannya, berbagi tawa dan cerita.
 


 

...
 


 

Tiga puluh menit bersama, Winter memutuskan untuk pulang terlebih dulu, meninggalkan teman-temannya yang masih memiliki kegiatan lain di kampus. Maklum, Winter bukan tipe mahasiswa kuliah nangkring atau kuliah rapat, dia adalah mahasiswa kuliah pulang.
 


 

"Gua balik dulu ya," pamit Winter.
 


 

"Hati-hati, Win," Yunjin menepuk bahu Winter yang hanya Winter tanggapi dengan senyuman.
 


 

"Jangan lupa traktirannya besok!" Sahut yang lain.
 


 

Winter hanya membentuk tanda OK dengan ibu jari dan telunjuknya, lalu berjalan pergi, meninggalkan teman-temannya.
 


 

"Winter, tunggu!"
 


 

Winter berhenti saat Sungchan menahannya dan kemudian ia menemukan Sungchan datang dengan napas yang sedikit terengah.
 


 

"Mau gua anter pulang?" Tanya Sungchan saat mendapati Winter terdiam sembari mengangkat alisnya, "Sekalian gua ada yang mau diomongin sama lu."
 


 

Winter melirik sebentar jam yang melingkar manis di tangannya. Pukul setengah empat sore. Masih ada waktu sebenarnya. Tetapi Winter tak ingin menghabiskan waktunya dengan Sungchan karena ada sesuatu yang lebih penting bagi Winter.
 


 

"Maaf, Chan. Gua udah ditunggu Mama gua," tolak Winter.
 


 

"Oh," Sungchan mengangguk kala mendengar penolakan Winter. Meski bibirnya tersenyum, tetapan kecewa tercetak jelas pada kedua netranya.
 


 

"Oke, kapan-kapan aja kalau gitu," lanjut Sungchan.
 


 

Winter mengangguk, lalu berlalu pergi dari hadapan Sungchan.
 


 

"Lu enggak berubah ya, Win. Masih dingin aja sikapnya ke gua."
 


 

***
 


 

Winter tiba di rumah setelah menghabiskan waktu 45 menit menempuh perjalanan. Begitu tiba, Winter langsung disambut beberapa pekerja di rumahnya.
 


 

"Duh, Non. Udah balik ya? Mau mandi dulu atau makan dulu, Non?"
 


 

Winter hanya tersenyum saat menanggapi pertanyaan Bibi Jung, asisten rumah tangga di rumahnya.
 


 

"Mau langsung ketemu Mama sama Papa aja, Bi. Mama sama Papa di mana?"
 


 

"Di ruang makan, Non."
 


 

Mendengar jawaban Bibi Jung, Winter segera ke ruang makan dan menemukan dekor ulang tahun setengah jadi yang sedang disiapkan ibu dan ayahnya beserta pekerja yang lain.
 


 

"Winter, selamat ulang tahun ya, Sayang."
 


 

"Mama~~" Winter dengan tatapan terharu segera menghambur ke pelukan sang ibu.
 


 

Melihat Winter dan istrinya berpelukan, Tuan Kim ikut berhambur dalam pelukan.
 


 

"Papa ..."
 


 

Winter meneteskan air mata saat merasakan kehangatan dalam pelukan kedua orang tuanya.
 


 

"Makasih, Ma, Pa," ujar Winter.
 


 

Mendengar suara Winter yang bergetar, kedua orang tua Winter melepaskan pelukannya dan menuntun Winter ke kursi meja makan yang berada di dekat mereka.
 


 

"Kenapa kamu menangis, Sayang?" Tanya Ibu Winter lembut.
 


 

Winter hanya menggeleng sembari menunduk.
 


 

"Winter ..." Ibu Winter memanggil nama anaknya sembari menggenggam lembut tangan Winter.
 


 

Winter yang berusaha menahan isak tangisnya pun berbicara, "W-winter hanya senang, Ma, Pa. Ma-makasih untuk semuanya."
 


 

"Ya ampun, Winter," Ibu Winter tersenyum, nadanya sedikit terharu saat melihat anak semata wayangnya itu menangis bahagia, sementara Ayah Winter menatap Winter bangga sembari mengusap pucuk kepala Winter.
 


 

Kedua orang tua Winter tidak menyangka anak tunggalnya itu sudah memasuki usia dewasa saat ini.
 


 

Perasaaan baru kemarin mereka melihat Winter bermain tanah di taman bermain dan sekarang mereka mendapati Winter sudah tumbuh menjadi gadis dewasa. 
 


 

Waktu berlalu dengan begitu cepat bagi kedua orang tua Winter. Sekarang saatnya mereka harus melepaskan gadis kesayangannya itu untuk laki-laki yang akan menjaganya selamanya.
 


 

Siapa lagi kalau bukan Na Jaemin, laki-laki yang sudah dijodohkan dengan Winter sedari kecil.
 


 

Meski kedua orang tua Winter harus berberat hati melepaskan Winter pergiz nyatanya Ibu Winter tahu luar dalam keluarga Na, karena Nyonya Na saat ini adalah teman karibnya.
 


 

15 menit setelah acara tangis Winter, Winter menyantap kue cokelat di hadapannya. Winter sangat suka dengan cokelat. Rasa manis dan pahit yang beradu dalam tiap lelehan sangat cocok dengan lidah Winter.
 


Ibu Winter melihat suaminya, kemudian memanggil Winter.

"Winter, ada yang mau Mama omongin sama kamu, Sayang."

Winter membulatkan matanya saat mendengar perkataan ibunya. Nyonya Kim menghela napasnya, terlihat begitu berat untuk melanjutkan perkataannya.

Kenapa ya?

Tanya Winter dalam hati saat melihat raut serius sang ibu. Ia segera menghentikan aksi mengunyahnya kala mendapati vibes di sekitarnya begitu mencekam.

Apa yang sebenarnya Mama ingin omongin? Jangan bilang ....

"Winter, kamu masih ingat Jaemin, Sayang?"

Deg,
Jantung Winter nyaris melompat dari tempat saat ibunya menyebutkan satu nama yang selalu dielu-elukan hatinya, yang selalu dirindukan kehadirannya.

Siapa lagi kalau bukan Na Jaemin, cinta pertama Winter yang tak pernah mengubah isi hati Winter selama 10 tahun belakangan ini.

Na Jaemin, tentu saja Winter selalu mengingatnya. Nama itu tak pernah lekang dari ingatan Winter.

***

Ch. 3

Na Jaemin, tentu saja Winter tidak pernah melupakan nama itu.

"I-ingat, Ma," Winter menjawab sembari tersipu malu.

Nyonya Kim yang duduk bersebrangan dengan Winter pun melihat ke arah suaminya, meminta persetujuan untuk melanjutkan pembicaraan. Melihat hal itu, Tuan Kim pun menganggukkan kepalanya sebagai respon pada Nyonya Kim.

Nyonya Kim kemudian melanjutkan kembali ucapannya, "Winter, mungkin ini terlalu mendadak bagimu, tapi kami ingin kamu bertemu dengan Jaemin untuk membicarakan rencana pernikahan kalian."

Pernikahan!
Sontak mata Winter terbelalak kala mendengar kata sakral itu keluar dari mulut sang ibu. Pernikahan, satu kata yang selama ini Winter idam-idamkan selama sepuluh tahun terakhir hidupnya itu akhinya bermuara menjadi kenyataan.

Jaemin akan menikahinya. Winter akan menjadi istri Jaemin.

"Winter ..." Kembali Nyonya Kim memanggil Winter saat Winter menundukkan kepalanya.

Di mata Nyonya Kim tentu Winter terlalu muda untuk menerima pernikahan ini. Bagi Nyonya Kim sendiri, pernikahan ini terasa begitu tiba-tiba, tetapi perjanjian yang mengikat di antara keluarga sudah tidak lagi dapat dicegah.

Tentu bagaimanapun juga Nyonya Kim sebagai orang tua tidak ingin Winter menjadi korban akibat keserakahan orang tua dan keluarganya.

Nyonya Kim tidak akan terima apabila nanti anak semata wayangnya itu tidak bahagia melalui pernikahan ini. Maka dari itu, Nyonya Kim dan suaminya memutuskan untuk tidak memaksakan pilihan Winter atas pernikahan ini.

Walau situasi terburuknya adalah Winter menolak perjodohan ini, Nyonya Kim akan tetap mendukung pilihannya.

Meski Nyonya Kim harus melanggar perjanjian, asal demi kebahagiaan Winter, Nyonya Kim siap menerima seluruh konsekuensinya untuk membatalkan pernikahan ini.

Begitu pula dengan Tuan Kim. Mereka saling menguatkan satu sama lain.

"... Kamu enggak papa, Nak? Kalau Winter enggak mau, Mama tentu enggak mau maksa Winter buat nikah dengan Jaemin. Mama bakal segera---"

Namun belum sempat Nyonya Kim menuntaskan kata-katanya, Winter lebih dahulu menyela perkataannya.

"Enggak, Ma!" Winter mengangkat kepalanya, memamerkan binaran di matanya. "Winter mau, Ma! Winter mau menikah dengan Jaemin!"

Mendengar jawaban Winter, orang tua Kim mengembuskan napas lega. Mereka bersyukur Winter memilih untuk menikah dengan Jaemin.

Dari apa yang mereka dengar, Jaemin adalah anak baik yang dikagumi banyak orang. Tak ada rumor buruk tentang anak tunggal keluarga Na itu.

Meski begitu, di satu sisi, orang tua Kim juga sedikit merasa tidak rela melepas anak gadisnya karena mereka merasa belum puas menghabiskan waktu dengan Winter.

"Kalau begitu, kamu bisa ketemu Jaemin besok malam, Winter? Jaemin mengajakmu makan malam."

Winter tampak berpikir terlebih dahulu langsung mengiyakan kata ayahnya.

"Besok malam? Oke, Pah." Winter berdiri, bersiap memilih pakaian apa yang harus dikenakannya, tetapi gerakannya terhenti saat melihat kembali ibu dan ayahnya. "Pah, Ma, punya foto Jaemin?"

Kedua orang tua Winter melihat satu sama lain, saling melemparkan tatapan penuh arti. Winter yang mengetahui orang tuanya mungkin akan menggoda dirinya pun segera menjelaskan apa maksud dari perkataannya.

"Enggak, enggak gitu!" Dengan muka yang semerah tomat, ia kembali menjelaskan, "Hm, Winter minta foto Jaemin karena Winter enggak mau salah orang besok."

Nyonya Kim tertawa kecil melihat Winter salah tingkah.

"Jaemin akan menjemputmu di depan kampus, Sayang."

Mendengar perkataan ibunya, wajah Winter semakin memerah. Rasa malu hampir menenggelamkannya.

"Ih, Mama! Kan enggak apa-apa Winter liat calon suami dulu."

"Iya, iya," Nyonya Kim berusaha menyembunyikan senyumnya, "Pah, tolong kasih Winter fotonya Jaemin."

Saat ayah Kim menyerahkan selembar foto ke arah Winter, segera Winter merebutnya. Ia belum siap melihat rupa Jaemin saat ini.

"K-kalo gitu, Winter naik ke atas dulu, Mah, Pah!"

Tanpa menunggu balasan orang tuanya, Winter berlari menuju tangga. Sementara itu, kedua orang tua Winter saat melihat tingkah menggemaskan Winter pun tak kuasa menahan senyum mereka.

Nyonya Kim menyandarkan kepalanya di atas bahu Tuan Kim sembari menatap lurus penampakan di depannya. "Winter akan bahagia, kan, Pah?"

"Tentu aja, Mah. Kalo Jaemin macem-macem, Papah yang bakal maju."

***
Pukul 18.00,
Kediaman Keluarga Na.

"Jaemin, kamu udah pulang, Sayang?" Adalah sapaan pertama yang datang dari Ibu Jaemin saat melihat anaknya masuk ke dalam ruang makan.

Ibu Jaemin membantu Jaemin melepaskan jas yang menyiksa Jaemin seharian. Meski baru memasuki usia kepala dua, kehidupan Jaemin terbelah menjadi 2; mahasiswa dan karyawan perusahaan keluarga Na.

"Makasih, Ma," ujar Jaemin sembari tersenyum. Jaemin memang tidak pernah lupa untuk selalu mengucapkan terima kasih pada ibu cantiknya setiap ibunya membantu dirinya tanpa ia minta.

Pernah sekali Jaemin meminta ibunya untuk tidak melakukan apa-apa untuknya, tetap saja Ibunya melakukannya.

Alasannya selalu sama. Ibu Jaemin hanya ingin memanjakan Jaemin sampai Jaemin menikah dan memiliki istri yang nanti akan membantunya.

Jadi, karena alasan itu, Jaemin membiarkan ibunya membantunya.

"Tidak apa-apa, Jaemin. Duduklah, Nak," balas Ibu Jaemin sembari menepuk bahu Jaemin pelan.

Jaemin tersenyum, kemudian menarik kursinya. Ia kemudian disungguhkan pemandangan harmonis kedua orang tuanya. Ibunya itu kini tengah menyendokkan nasi ke atas piring ayahnya.

"Segini cukup, Mas?"

"Cukup, Sayang."

Kemudian, ibu Jaemin mengambilkan beberapa lauk kesukaan suaminya.

Meski usianya sudah lagi tak muda, kecantikan dan keanggunan tak pernah pudar dari wajah Ibu Jaemin. Ibu Jaemin adalah istri idaman bagi Jaemin karena beliau dapat mengurus pekerjaan rumah dan mengurus anak dengan kebijaksanaanya.

"Jaemin perlu Mama ambilkan?"

Jaemin tersenyum kecil saat mendengar penawaran ibunya, "Enggak apa-apa, Ma. Jaemin ambil sendiri aja."

Ibu Jaemin tersenyum, kemudian duduk di sebelah kanan suaminya, berhadapan dengan Jaemin.

Tak lama suara dentingan peralatan makan mengudara di ruang makan. Keluarga inti Na itu fokus pada kegiatan makan malam mereka.

Keadaan senyap itu kemudian terpecah saat Tuan Na, kepala keluarga Na, membuka suara.

"Besok kamu harus ketemu Winter untuk membicarakan rencana pernikahan kalian."

Jaemin menolehkan kepalanya ke arah Tuan Na yang masih fokus dengan makan malamnya, "Pernikahan? Apa pembicaraan ini tidak terlalu cepat? Jaemin masih muda, Pa."

Tuk!
Suara garpu yang dihempas terdengar di sepenjuru ruang makan. Mata tajam Tuan Na menatap tak suka ke arah Jaemin.

"Kenapa kalau kalian masih muda? Dulu Papa dan Mama juga menikah saat seusia kalian."

Jaemin menghentikan kegiatannya. "Tapi aku bukan Papa dan Mama."

"NA JAEMIN!" Suara Tuan Na menggelegar, membuat Nyonya Na membuka suaranya.

"Jaemin, dengarkan Papa, ya, Sayang."

Jaemin membungkam mulutnya, tetapi dia tidak melepaskan tatapannya yang kini justru beradu dengan Tuan Na. Na Jaemin bersikap seakan dia tidak ingin kalah, hal itu tentu membuat Ayah Jaemin sakit kepala saat melihat tingkah anak satu-satunya itu.

"Jangan membantah, Jaemin. Mau-tidak mau, kamu harus melakukan pernikahan ini. Kakekmu sudah menetapkan tanggalnya. Jangan mengacau."

Ayah Jaemin bangkit dari duduknya.

"Jangan lupa apa saja yang Papa berikan padamu, Na Jaemin."

***

Ch. 4

m-Transfer:
Berhasil
19/05 19:10:52
ke 12xxxxxxx
SHIN RYUJIN
Rp. 35.000.000
***
 


 

Setelah Winter mengirimkan bukti transfer kepada Ryunjin di group chat, teman-temannya langsung heboh.
 


 

Kim Winter
buat traktiran besok ya
sori gua gabisa ikut
ada acara
 


 

Hyunsuk
sering-sering gak ikut aja ya, Winter
 


 

Somi
replied to Hyunsuk
yeee! 
itu mah mau lu aja kali
replied to Kim Winter 
oke, Winter
hati-hati yaaaaπŸ’žπŸ’ž
kita bakal kangen deh ga ketemu lu besok
 


 

Chenle
kurang banyak
mau gua tambahin enggak?
 


 

Chaeryeong
replied to Chenle
ngeselin banget sih lu Cina😀
replied to Kim Winter
ihh makasih sayaaangg❀️
p
 


adahal kita bisa nunggu lho, gaharus besok juga

Setelahnya, banyak balasan yang masuk ke dalam group chat Winter dan teman-temannya, tetapi rasa lelah yang menderanya membuat Winter segera menutup group chat itu. 
 


 

Jangankan untuk membalas pesan, saat ini saja Winter sudah terlalu lelah melihat apa saja balasan yang datang dari teman-temannya itu.
 


 

Kegiatan hari ini seolah telah menyedot habis tenaganya, hingga Winter tak sanggup untuk melakukan apa-apa, selain merebahkan dirinya di atas ranjang, bersiap untuk terlelap, tetapi pikirannya tetap berputar pada balasan yang sempat ia baca.
 


 

Mungkin benar kata Chaeryeong, seharusnya tidak besok juga tidak masalah.
 


 

Sepertinya Winter akan meneraktir  ulang teman-temannya saat ia sudah memiliki waktu luang. Apalagi Chenle tadi juga bilang bahwa uang yang dikirimkan Winter masih kurang untuk mereka.
 


 

Ting.
 


 

Jung Sungchan
kenapa besok enggak bisa ikut?
banyak urusan, ya?
 


 

Winter hanya menatap datar deretan pesan yang dikirimkan Sungchan padanya. Tak seperti Beomgyu yang mulai menyerah dengan perasaannya pada Winter, Sungchan masih tetap berpegang teguh pada pendiriannya untuk mengejar Winter.
 


 

Entah bagaimana lagi Winter harus menghadapi Sungchan.
 


 

Winter pun melemparkan ponselnya ke tempat kosong di sebelahnya tanpa membalas pesan Sungchan. Winter rasa ia tidak perlu melakukannya, mengingat dia akan segera menjadi istri Jaemin dan menyandang status Nyonya Muda keluarga Na.
 


 

Setidaknya ia harus menjaga perasaan Jaemin dan mulai mempertegas jarak antara dirinya dan Sungchan.
 


 

Memikirkan pernikahan dengan Jaemin membuat Winter tersenyum sendiri. Perasaan Jaemin, katanya. Winter jadi geli sendiri membayangkan hal yang bahkan belum terjadi. Perasaan lelahnya sontak sirna karena pemikiran bodohnya itu.
 


 

Jaemin bagai obat lelah bagi Winter, Jaemin mampu mengubah rasa lelah Winter menjadi perasaan yang menggebu-gebu.
 


 

Winter kemudian meraih lembar foto yang sengaja ia sembunyikan di bawah bantalnya. Berharap dengan itu, Jaemin akan datang ke mimpinya. Tapi belum apa-apa, Winter sudah rindu lebih dulu pada Jaemin. Winter hanya ingin mengintip sedikit wajah Jaemin.
 


 

Seperti apa rupa Jaemin saat ini?
 


 

Winter sengaja menutup bagian wajah Jaemin dengan tangannya, kemudian perlahan menurunkan tangannya sedikit demi sedikit hingga menampakkan sebagian wajah Jaemin. Winter dapat menemukan mata Jaemin menyembul dari balik tangannya.
 


 

Cantik! Mata Jaemin sangat cantik!
 


 

Winter tidak sabar menatap mata Jaemin besok.
 


 

"Selamat tidur, Jaemin." Winter memberikan salam tidur sembari memeluk lembar foto Jaemin di tangannya. Malam itu, senyum sama sekali tidak meninggalkan bibir Winter.
 

***

Keesokkan harinya,
pukul 16.00.

Winter dengan buku tebal yang berada dalam pelukannya kini sedang berdiri, menunggu di depan kampus. Beberapa kali ia melihat banyak mobil yang melintas  melewatinya, tapi tak ada satu pun dari mereka yang menghampiri Winter.

Winter menghela napasnya dan kembali melihat jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya. Jaemin sepertinya terlambat dari waktu yang dikatakan ibunya pada Winter saat sarapan tadi pagi.

Ting 
Satu pesan masuk ke ponsel Winter dan Winter mengecek pesan itu berasal dari ibunya.

Mama
Winter, maaf ya
Sepertinya Jaemin tidak bisa menjemputmu hari ini, Nak
Kalian langsung ketemu di resto aja ya
Nanti Pak Hadi yang jemput kamu
Kamu ke salon dulu aja ya, Sayang, sekalian siap-siap buat ketemu Jaemin

Hah...
Winter menghela napas kecewa saat melihat deretan pesan panjang yang dikirimkan sang ibu. Siapa yang tidak kecewa saat melihat isi pesan itu?

Winter bahkan sudah susah-susah membangun image mahasiswi rajin dengan menenteng buku tebal yang sama sekali tak pernah dibacanya itu.

Semuanya jadi sia-sia.

Ting!
Satu pesan lagi muncul dari sang ibu saat mendapati anaknya hanya membaca pesannya.

Mama
Winter, jangan marah ya, Sayang..

Winter mendesah, sebelum akhirnya membalas pesan ibunya yang mengkhawatirkan dirinya. Dia berusaha meredam perasaan kecewanya dengan berpikiran positif. Benar kata ibunya, dia dapat bersiap lebih baik lagi untuk bertemu Jaemin-nya.
 


 

Kim Winter
Enggak apa-apa kok, Mah
Winter juga pengen sekalian ke salon
Makasih ya Mah
 


 

Setelah membalas pesan ibunya, mobil keluarga Kim menghampiri Winter yang berdiri di depan kampus. Bagai sebuah kebetulan.
 


 

Pak Hadi lantas turun dan membukakan pintu penumpang untuk Winter.
 


 

"Udah nunggu lama, Non?"
 


 

Winter menggeleng, "Enggak, Pak. Nanti langsung ke salon aja, ya. Saya mau sekalian ganti baju sama make-up," ujar Winter sambil masuk ke dalam mobil.
 


 

"Ah, siap, Non," balas Pak Hadi, kemudian mengitari mobil dan duduk di kursi pengemudi dan mengendarai mobilnya.
 


 

***
 


 

Pada waktu yang sama,
di Perusahaan Na Corporation.
 


 

Seorang laki-laki muda tengah disibukkan dengan berkas di depannya, sebelum akhirnya perhatiannya buyar kala mendapati pintu ruangannya terbuka sehingga menimbulkan bunyi decitan yang menarik atensinya.
 


 

Na Jaemin, laki-laki yang sedari tadi sibuk dengan berkas di mejanya itu pun mengangkat kepala dan melepaskan kacamatanya saat melihat presensi teman dekatnya, Lee Jeno, masuk ke dalam ruang kerjanya.
 


 

"Lu enggak jadi berangkat?"
 


 

Mendengar pertanyaan Jeno, Jaemin melirikkan matanya ke arah jam yang terletak di dekstop komputer ruang kerjanya. Pukul 4 sore, jam yang sudah dijanjikan ayahnya untuk menjemput sang calon pengantin, Kim Winter.
 


 

Jaemin menyandarkan punggungnya pada kursi kerja, kemudian mendesah berat. Ia lupa. Pasti Siwon, ayahnya takkan melepaskannya kalau ia mengetahui ini. 
 


 

Akan tetapi, untuk mencapai kampus Winter dari kantor Jaemin cukup memakan banyak waktu. Jaemin takkan sempat menjemput Winter sesuai dengan jam yang telah dijanjikan sebelumnya.
 


 

"Jaem ..." Jeno memanggil saat Jaemin tak menjawab pertanyaannya.
 


 

"Hah ..." Sekali lagi Jaemin mendesah, kemudian mengangkat kepalanya. "... Tenang aja. Mama gua yang bakal nanganin ini."
 


 

Yoona, ibu Jaemin, memang seseorang yang selalu Jaemin andalkan untuk segala hal. Pasti ibunya itu sudah menangani masalah ini setelah tahu Jaemin tidak dapat dihubungi.
 


 

Akan tetapi, Jaemin tak bisa selalu mengandalkan ibunya itu. Ia segera berdiri, mengambil jas yang terlampir di atas kursi kerja.
 


 

"Gua balik dulu, No."
 


 

Jeno terdiam, menatap Jaemin sendu. "Jaem, gua harap keputusan lu enggak nyakitin dia dan diri lu."
 


 

Mendengar perkataan Jeno, Jaemin hanya terdiam dan tak membalas.
 

***

Ch. 5

Jaemin tahu maksud dari perkataan Jeno, tetapi ia memilih untuk tidak peduli. Bagaimanapun, keputusan yang sudah ditentukan ini bukanlah keputusan yang dilahirkan olehnya, tetapi oleh keluarganya. Jaemin sendiri tidak berdaya untuk menanganinya.

Satu-satunya harapan Jaemin kini hanyalah Winter. Jaemin harap Winter juga berkeinginan sama seperti dirinya; sama-sama ingin membatalkan pernikahan konyol ini.

Jaemin mematikan mesin mobilnya saat matanya menangkap penampkan sebuah restoran Italia yang berdiri megah di depannya. Restoran itulah tempat janji temunya dengan Winter malam ini.

Hari ini memang Jaemin dan Winter saja yang bertemu, untuk bertemu secara formalitas saja, karena keseluruhan rencana sudah dimatangkan oleh kedua pihak keluarga.

Pihak keluarga memang sudah memutuskan terlebih dahulu mengenai rencana pernikahan Jaemin dan Winter, bahkan sebelum para calon pengantin mengutarakan keinginan mereka. Lucu memang kedua keluarga ini.

Setengah tersenyum karena menertawakan kekolotan yang terjadi dalam keluarganya, Jaemin turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam restoran.

Saat Jaemin berdiri di pintu masuk, pelayan menyapa Jaemin dengan senyuman, "Selamat malam, Tuan. Apa Tuan sudah melakukan reservasi sebelumnya?"

Jaemin mengangguk, "Atas nama Na Jaemin."

"Baik, Tuan. Silakan ikuti saya."

Sang pelayan lantas menuntun Jaemin menuju salah satu meja bundar di restoran dan membiarkan Jaemin duduk di salah satu kursi yang terletak di barat laut restoran.

Setelah Jaemin duduk, Jaemin menatap kembali sang pelayan, "Terima kasih, saya akan memanggil kembali apabila saya ingin memesan. Saat ini saya sedang menunggu seseorang."

Sang pelayan mengangguk, "Baik, Tuan. Saya mengerti."

Pelayan yang tadi menuntun Jaemin pergi, entah kemana, meninggalkan Jaemin seorang diri yang menatap kagum dengan persiapan yang disiapkan Siwon malam ini.

Haruskah Jaemin bertepuk tangan untuk semua ini?

Lilin di tengah meja, ditemani sebatang mawar merah yang meninggalkan kesan aromatik yang manis di atas meja, belum lagi alunan musik merdu yang terdengar lembut di telinga. Betapa romantisnya makan malam ini.

Siapapun tahu bahwa makan malam ini disiapkan untuk mewujudkan konsep romantisme antara pria dan wanita dewasa.

Jaemin bahkan tidak tahu siapa yang memiliki ide gila ini.

Tak lama, Jaemin dapat melihat presensi gadis muda dengan rambut hitam sebahu yang ditata half up masuk ke restoran dan menyapa pelayan yang berdiri di pintu masuk.

Sekali lihat saja, Jaemin tahu gadis muda dengan gaun malam berwarna hitam kelam yang menyesuaikan lekuk tubuhnya itu adalah Winter, calon pengantinnya.

Senyum manis menghiasi bibir Winter, menampilkan deretan gigi putihnya, ditambah kelap-kelip yang menyembul di balik manik mata hitamnya yang bersembunyi dalam rasa malu, seakan memiliki magis tersendiri.

Pipi Winter yang merah sebab make-up yang dikenakannya semakin merona saat kedua tungkai panjangnya berjalan mendekati Jaemin yang terdiam di tempat, memperhatikannya.

"A-apa kamu sudah menunggu lama, Jaemin?" Tanya Winter malu-malu tanpa melepaskan senyumannya.

Jaemin mengembuskan napasnya. "Duduklah," balas Jaemin tanpa menjawab pertanyaan Winter.

Pupil mata Winter sempat melebar sepersekian detik saat menemukan reaksi dingin Jaemin, tetapi ia berusaha mengatur kembali ekspresinya dan duduk seperti yang Jaemin inginkan.

Melihat Jaemin yang berpakaian formal, Winter kembali membuka matanya.

"Aku dengar kamu tadi sedang sibuk di kantor. Saat ini kamu pasti sangat lelah, Jaemin. Bekerja dan menjadi mahasiswa, kamu sungguh mengagumkan."

Jaemin hanya berdeham sebagai tanggapan atas pujian Winter kepadanya, membuat Winter malu saat mendapati reaksi Jaemin yang dingin seperti kulkas.

Untuk menepis rasa malunya, Winter kembali berbicara, "Maaf membuatmu menunggu lama, Jaemin."

"Kamu yang namanya Winter?"

Winter lagi-lagi dibuat terkejut oleh sikap Jaemin. Tidak hanya bersikap dingin, saat ini Jaemin justru melemparkan tatapan penuh penilaian pada Winter.

Winter yakin sebelum ia pergi ia telah mengecek keseluruhan penampilannya dan semuanya baik-baik saja, tetapi kenapa Jaemin bersikap seperti ini? Jaemin seperti ... tidak senang dengan keberadaan Winter, apa ini hanya firasat Winter saja?

"I-iya. Apa aku tampak berubah di matamu, Jaemin?"

Jaemin tersenyum kecil, kemudian memanggil pelayan. Pelayan itu membawa dua buku menu bersamanya untuk diberikan kepada Jaemin dan Winter.

"Mari pesan makanan terlebih dulu," ujar Jaemin, kemudian membuka buku menu restorannya.

Winter dengan gerakan kikuk mengikuti Jaemin, membaca satu-satu menu makanan yang tertera di sana.

Tanpa menunggu Winter, Jaemin terlebih dahulu memesan makan malamnya, "Saya pesan Fettucini Alfredo dan Lacryma Christi."

Pelayan itu dengan cekatan menuliskan pesanan yang dipesan oleh Jaemin.

Jaemin melirik ke arah Winter yang berada di seberangnya, gadis muda itu masih tampak bingung dengan makanan yang ingin disantapnya.

"Kamu sudah menentukan pilihanmu, Winter?"

Winter menutup buku menunya dan tersenyum ke arah Jaemin, "Aku samakan saja sepertimu."

Jaemin melirik kembali ke pelayan restoran, "Tolong Fettucini Alfredo dan Lacryma Christi 2, ditambah Panna Conta."

"Baik, Tuan."

Setelah menuliskan pesanan Jaemin dan Winter, pelayan itu pamit membawa buku menu, dan meninggalkan Jaemin beserta Winter.

"Um, jadi Jaemin ..." Winter berusaha membuka pembicaraan, tetapi karena dirinya yang terlalu senang saat melihat Jaemin berada di depan matanya, otaknya tiba-tiba saja menjadi kosong dan dia bingung sendiri.

Sementara itu, Jaemin menatap Winter datar, "Winter, kamu sama sekali tidak berubah, ya."

Mendengar penuturan Jaemin, sontak kedua pipi Winter memerah. Winter senang saat Jaemin mengingat kenangan mereka, sampai-sampai ia tidak menyadari bola mata Jaemin menggelap setiap ia melihat gerak-gerik Winter.

"Aku tidak tahu apakah aku pernah mengatakan ini padamu atau belum, tapi sejujurnya aku tidak terlalu menyukai gadis yang manja, Winter."

Sontak senyum di bibir Winter raib entah kemana, kini kedua sudut bibirnya turun.

"Sepertinya kita tidak bisa melakukan pernikahan ini."

"Kenapa?" Pertanyaan Winter terlontarkan bersamaan dengan pelayan yang datang membawa minuman untuk Jaemin dan Winter.

Jaemin tidak buru-buru menjawab, ia memastikan pelayan itu pergi terlebih dahulu dari hadapan mereka.

"Karena kamu dan aku masih terlalu muda. Kita sama-sama belum dewasa dan hubungan kita akan rentan masalah. Aku tidak menginginkan pernikahan yang seperti itu. Kuharap kamu mengerti, Winter," jawab Jaemin.

Tentu saja jawaban Jaemin tidak memenuhi rasa puas Winter. Bagaimanapun, Winter sangat menyukai Jaemin sampai-sampai ia rela memberikan masa mudanya untuk laki-laki itu.

Tetapi, kenapa Jaemin justru melempar dirinya begitu saja? Kemana perginya janji Jaemin sewaktu kecil untuk menjaga Winter seumur hidupnya?

Winter tentu tidak terima dengan penjelasan Jaemin.

"Aku tidak ingin, Jaemin."

Mendengar jawaban Winter, Jaemin tersenyum, "Syukurlah apabila kamu juga memiliki pikiran yang sama sepertiku."

Winter memicingkan matanya saat mendapati Jaemin tersenyum puas.

"Aku tidak ingin membatalkan pernikahan ini, Jaemin. Sekalipun aku harus menghabiskan masa mudaku, asal bersamamu, aku menginginkannya."

Jaemin dibuat terdiam saat mendengar jawaban Winter.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi πŸ₯°

Selanjutnya [FF] DE(VI)LICIOUS SERIES Ch. 14 - 16
2
0
SERI I THIRSTY DE(VI)LICIOUS: SADISTIC LOVER Winter adalah succubus yang ditendang dari dunia iblis karena sampai usia dewasa belum pernah berhubungan intim dengan manusia, dan Jaemin adalah pria yang terancam divonis impoten karena penisnya tidak bisa berdiri, tidak peduli seberapa keras usahanya, penisnya sama sekali tak merespon apapun rangsangan dari luar. Keduanya kemudian bertemu tanpa sengaja di rak DVD dewasa. Bagaimana kelanjutan kisah keduanya?     
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan