
Mengandung konten 18+. Diharapkan kebijaksanaan pembaca. Ini adalah bab terakhir ya, guys.
Stay tune di karya-karyaku selanjutnya. โค๏ธ
BAB 38 (END)
Mengandung konten 18+. Diharapkan kebijaksanaan pembaca.
Setibanya di rumah, Gita dan Bibi Mahda langsung berbagi tugas untuk membersihkan rumah, sementara Ezra dipegang oleh Kevin. Kondisi rumah sedikit berantakan karena kemarin Gita pergi buru-buru menemui Kevin ke kafe. Bi Mahda juga tidak sempat merapikan mainan Ezra saat tadi malam Rafael tiba-tiba datang menjemput mereka.
Gita sedang berada di dapur. Dia bersenandung pelan sambil membilas satu per satu piring dan gelas yang menumpuk di wastafel. Dia menoleh ke belakang saat mendengar suara langkah kaki yang sangat ia kenali.
"Ezra mana?" tanyanya.
"Udah tidur."
Kevin berdiri di belakang Gita lalu memeluknya erat. Tangannya melingkari pundak dan perut Gita dan pipinya menempeli pipi Gita dari samping.
"Kangen," bisiknya dengan suara berat.
Gita berusaha melepaskan diri dari pelukan Kevin karena dia tidak bisa leluasa mencuci piring. "Tangan aku gak bisa gerak ini," keluhnya.
Kevin mengabaikan protes Gita dan malah menciumi tengkuk, leher, hingga telinga wanita itu. Tubuh Gita bereaksi dengan cepat. Dia meremas kuat pinggiran wastafel dan menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan untuk memberi akses pada Kevin. Tapi saat melihat tumpukan piring kotor di wastafel, kesadarannya segera kembali. Dia berbalik dan menahan dada Kevin.
"Gak usah aneh-aneh. Ini di dapur. Kalau Bi Mahda tiba-tiba datang gimana?"
"Ke ruang kerja aku bentar yuk." Kevin memegang pergelangan tangan Gita dengan wajah memelas.
Gita mengusap lengan Kevin untuk menenangkannya. Dia paham apa yang sedang diinginkan oleh suaminya itu. "Maaf, Sayang. Aku lagi mens," sesalnya.
Kevin langsung menarik wajahnya ke belakang untuk melihat kejujuran di wajah perempuan itu. Dia curiga kalau Gita sedang mengerjainya. "Kamu becanda, kan? Tadi pagi belum ada."
"Tadi pagi memang belum. Tapi pas di jalan pulang tadi aku ngerasa agak nyeri di bawah perut aku. Terus sampai rumah aku langsung ngecek ke kamar mandi dan ternyata memang lagi mens."
Kevin melanglah mundur hingga bokongnya menyentuh meja dapur. Dia menghela nafas kecewa. "Baru juga buka, udah disuruh puasa lagi," keluhnya.
Gita terkekeh. "Drama banget sih," ledeknya. Kemudian dia menarik pergelangan tangan Kevin. "Mending kamu bantuin aku beresin rumah biar kita punya banyak waktu untuk cudling-cudling di kamar."
Akhirnya, dengan berat hati Kevin berdiri di samping Gita untuk membilas piring-piring yang sudah digosok. Gita semakin terkekeh melihat wajah lesu suaminya itu. Diciumnya lengan Kevin yang sejajar dengan wajahnya. "Kamu mau honeymoon nggak?" tanyanya.
Kevin sontak menoleh dengan semangat. "Mau!" Dia mengangguk dengan wajah berseri-seri.
"Semangat banget," cibir Gita.
"Wajarlah! Jadi kapan kita honeymoon? Besok? Eh tapi kamu masih mens." Wajahnya kembali lesu.
"Minggu depan, ya. Setelah selesai ujian semester aku ada libur 2 minggu."
"Oke! Tentuin aja tempatnya. Nanti aku yang atur semua akomodasinya. Kamu tinggal terima beres aja."
Gita mengangguk setuju dan mereka pun kembali melanjutkan kegiatan mencuci piring.
"Ngomong-ngomong mens kamu berapa hari?" tanya Kevin tiba-tiba.
"Biasanya di hari ke empat udah berhenti, tapi masih ada sisa-sisa sedikit. Kalau yang benar-benar bersih biasanya di hari kelima."
"Berarti hari kelima udah bisa?"
Gita mengusap-usap punggung Kevin. "Iya, Sayang. Sabar ya."
"Ah kamu curang! Kamu sengaja ngusap punggung aku untuk ngelapin tangan kamu, kan?"
Gita tersenyum cengengesan. "Tau aja," ucapnya tanpa merasa bersalah. Sebelum Kevin membalasnya, dia segera mengambil kain lap bersih dan mengeringkan tangannya yang basah. Setelah selesai mencuci piring, mereka pun berpindah ke ruang cuci jemur di belakang rumah untuk mencuci baju.
Mereka kembali berbagi tugas. Gita bertugas memilah-milah pakaian yang menumpuk di keranjang- mana yang bisa dimasukkan ke mesin cuci dan mana yang harus dicuci manual dengan tangan, dan mengecek isi kantong. Sementara Kevin bertugas memasukkan pakaian itu ke mesin cuci. Walaupun keberadaan Kevin tidak terlalu membantu, tapi mereka senang menikmati quality time berdua.
"Sayang, kayaknya si Rafa masih suka deh sama kamu," celetuk Kevin tiba-tiba.
Gita menatap heran pada suaminya dengan kening berkerut. "Ada-ada aja kamu mah," gumamnya sambil terus memilah-milah pakaian yang didominasi oleh pakaian Ezra. Dia tidak menanggapi serius ucapan Kevin.
"Beneran, Sayang. Kamu gak usah terlalu dekat ya sama dia."
"Ngaco kamu ah! Kak Rafa itu adik kamu, loh. Lagian Kak Rafa udah punya pacar tau."
"Masa sih? Kok dia gak pernah cerita. Biasanya dia suka pamer di medsos kalo punya pacar baru."
"Kak Rafa ceritanya sama aku sama mama. Kalau sesama cowok kan gengsinya tinggi. Kayak kamu sama papa," ucap Gita dengan nada menyindir.
"Kok jadi bawa-bawa aku sama papa? Apa hubungannya?" Kevin mengelak meski dia sadar maksud ucapan istrinya itu.
Dia memang sangat jarang mengobrol lama dengan ayahnya. Bukan karena dia tidak hormat atau tidak sayang. Hanya saja sangat sulit untuk memulai sesuatu yang tidak biasa dilakukan. Mereka hampir tidak pernah duduk berdua.
"Kamu kenapa sih dari dulu jarang banget ngobrol sama Papa. Beda sama Kak Rafa."
"Jadi Rafa beneran udah punya pacar?" Kevin mengembalikan topik pembicaraan. Dia sendiri tidak tahu jawaban atas pertanyaan itu.
"Iya. Rencananya pas acara wisuda bulan depan mau dikenalin ke keluarga. Semacam perkenalan antarkeluarga gitu."
Kevin bergumam sambil manggut-manggut. "Baguslah. Jadi dia gak gangguin kamu lagi," ucapnya.
Gita hanya geleng-geleng kepala. Bisa-bisanya Kevin merasa terancam dengan adiknya sendiri.
****
Gita baru saja berhasil menidurkan Ezra dan meletakkannya di atas ranjang. Saat dia bersiap untuk tidur, ponselnya yang berada di atas nakas berdenting menandakan ada pesan masuk.
Gita pun meraih ponselnya. Ternyata notifikasi pesan dari Kevin. Pria itu mengirim sebuah video berdurasi 4 menit 45 detik.
Sebelum menonton video itu, Gita mengambil earpods dari dalam laci nakas dan memasangkannya di kedua telinganya. Setelah earpods terhubung ke ponsel melalui bluetooth, dia menekan tombol play di video itu.
Dilihat dari latarnya, sepertinya video itu direkam di ruang privat mereka. Dalam video itu Kevin sedang duduk di depan keyboard dan bersiap untuk memainkannya. Gita menontonnya dengan serius- dengan jantung yang berdebar kasmaran.
"Ehem!" Kevin berdehem lalu menggaruk pipinya. Dia kelihatan gugup. "Halo, Sayang. Lagu ini aku persembahkan untuk kamu, istriku tercinta- Sagita Olivia, sebagai ungkapan rasa bahagiaku karena akhirnya aku bisa membuatmu jatuh kepadaku meski kau tidak cinta."
Air mata haru menetes membasahi pipi Gita. Dia mengecup layar ponselnya ke arah wajah Kevin yang sedang memainkan intro lagu dengan serius. Pria itu terlihat sangat tampan saat sedang memainkan alat musik. Lagu yang Kevin mainkan adalah lagu dari band idolanya- Risalah Hati dari Dewa 19.
Air mata Gita semakin mengucur saat mendengar nyanyian dari hati pria bersuara merdu itu. Makna dari setiap lirik yang dia lantunkan berhasil menyentuh hati Gita. Terlebih saat Kevin menyanyikan bagian akhir sambil melihat ke kamera.
๐ต
Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku
Meski kau tak cinta kepadaku
Beri sedikit waktu
Biar cinta datang karena telah terbiasa
Hidupku tanpa cintamu
Bagai malam tanpa bintang
Cintaku tanpa sambutmu
Bagai panas tanpa hujan
Setelah video selesai, Gita segera bergegas keluar dari kamarnya. Dia sudah tidak sabar ingin memeluk dan mencium pria yang sudah berhasil meluluhkan hatinya itu.
Gita membuka pintu ruang musik yang sudah dialihfungsikan menjadi ruang pribadi mereka. Semua alat musik disana sudah dipindahkan ke gudang, selain keyboard. Sekarang ruangan itu telah berisi ranjang springbed ukuran sedang, TV, sofa tantra atau dikenal dengan sebutan sofa bercinta, dan alat musik keyboard di sudut ruangan. Di ruang kedap suara itulah mereka bisa mengekspresikan cinta dengan bebas tanpa batas. Mereka menamai ruangan itu "love corner disingkat LC". Hanya mereka berdua yang tahu kode itu.
Melihat suaminya yang masih duduk di depan keyboard, Gita segera mengunci pintu lalu duduk di pangkuannya. Tanpa aba-aba, dia menangkup pipi Kevin dan mencium bibirnya dengan penuh damba.
Gita melepas ciuman mereka dan menatap mata Kevin lekat-lekat. "Kamulah pemenangnya, Sayang," ucapnya haru.
Kevin menyunggingkan senyum tipis. Kali ini dia yang menarik tengkuk Gita lalu mencium bibirnya dengan panas. Mereka pun saling melumat dan mendorong lidah mereka bergantian. Tangan Gita bergerak mengangkat kaos hitam yang dipakai oleh Kevin dan meloloskannya dari kepala. Dengan agresif, Gita menciumi leher dan telinga Kevin hingga membuat pria itu mengerang sampai mendongakkan kepala.
Kevin mengambil alih permainan. Dia menggendong Gita di depan dan Gita melilitkan kedua tungkai kakinya di pinggang Kevin. Sambil meremasi bokong dan menciumi dada Gita, Kevin membopongnya ke tempat yang lebih nyaman untuk melanjutkan permainan yang sesungguhnya.
Kevin terus melangkah melewati ranjang. Dia menurunkan Gita di sofa tantra lalu dengan tidak sabaran melucuti semua pakaiannya. Setelah tubuh sintal istrinya terpampang di hadapannya, Kevin membaringkannya di atas sofa dengan posisi kepala lebih tinggi dari pinggang dan kedua kakinya menjuntai di sisi kiri dan kanan sofa.

Setelah posisi Gita cukup nyaman, Kevin juga segera melepas semua pakaiannya tanpa sisa. Sebelum bertempur, dia terlebih dahulu membungkus miliknya dengan karet pengaman untuk mencegah kehamilan. Setelah itu dia duduk mengangkang di depan Gita lalu meletakkan kedua paha Gita di atas pahanya. Posisi selangkangan mereka sangat dekat dan saling bergesekan.
Mereka kembali menyatukan bibir mereka- saling melumat dan mengisap. Ciuman Kevin merambat sampai ke leher dan buah dada kesukaannya. Dia selalu meninggalkan banyak kissmark di area dada. Gita terus mendesah menikmati hisapan Kevin di pucuk dadanya- salah satu bagian yang sangat sensitif di tubuhnya. Dia memeluk erat kepala Kevin dan sesekali menjambak rambutnya.
"Ahh!"
Desah panjang itu keluar dari mulut Gita saat dia merasa sesak di inti tubuhnya. Kevin telah berhasil menyatukan tubuh mereka untuk yang kesekian kali. Honeymoon berdua selama seminggu di Bali tidak membuat Kevin merasa bosan sedikitpun dengan tubuh istrinya. Semangatnya masih sama seperti saat pertama kali mereka melakukannya.
"You're so damn tight." Kevin menggeram di telinga Gita lalu menggigit telinganya untuk menggodanya.
Pinggul Kevin bergerak maju-mundur dengan keras hingga menciptakan bunyi benturan kulit yang khas. Tangannya meremas dada Gita bergantian dan memainkan pucuknya sesekali.
Mereka berganti posisi. Kali ini Gita yang memimpin. Kevin menyandarkan punggungnya di lengkungan yang tinggi dan Gita duduk di depannya. Dengan tatapan sayu dan nafas terengah-engah, Gita memegang milik suaminya di tangannya yang lembut dan hangat. Dia sudah tidak canggung lagi seperti saat pertama kali menggenggamnya.
Kevin mengerang keras. Mulutnya meracau dan bola matanya mengerjap-erjap saat tangan Gita bergerak naik-turun memberinya kenikmatan. Mereka bertatapan penuh gairah saat Gita mengarahkan milik Kevin memasuki miliknya.
Mulut keduanya terbuka lebar dan bola mata mereka memutih beberapa saat. Kevin meremas kuat pinggul Gita dan kepala Gita rebah di pundak Kevin setelah dia berhasil menenggelamkan seluruh milik Kevin di dalam dirinya.
Kevin mulai menggerakkan pinggul Gita secara perlahan. Beberapa saat kemudian, Gita menegakkan punggungnya dan mulai bergerak sendiri tanpa bantuan Kevin.
"Fuck!"
Kevin menggeram pelan sambil meremas kuat rambutnya. Karena mulutnya tidak berhenti mengumpat, Gita pun membungkamnya dengan mencium bibirnya. Tangan Kevin beralih ke bokong Gita- membantunya bergerak maju-mundur dan naik-turun.
Beberapa menit kemudian, tubuh Gita bergetar-getar dan mengejang. Dadanya membusung tinggi lalu dia memeluk leher Kevin dengan sangat erat. Mereka berhenti sejenak sampai Gita selesai dengan klimaksnya. Kevin mengecupi bahunya dan mengelus-elus kepapa Gita yang rebah di pundaknya.
Gita yang sudah lemas tidak sanggup memimpin permainan lagi. Dia pasrah saja saat Kevin menukar posisi mereka. Saat ini Gita berlutut setengah berdiri membelakangi Kevin. Tubuh bagian depannya bersandar pada lekukan sofa yang tinggi sehingga bokongnya sedikit menungging.
Kevin berdiri di belakangnya. Satu kaki menginjak lantai dan satu kaki lagi berada di atas sofa. Dia memasuki Gita dari belakang dan menghentaknya dengan keras.
Kedua tangan Gita berpegangan kuat-kuat pada ujung sofa saat menerima dorongan yang cukup keras dari belakang. Kevin terus memacu miliknya dalam kehangatan istrinya. Tangan kirinya berada di payudara Gita dan tangan kanannya berada di area inti- menyentuh titik sensitifnya.
Gita benar-benar dibuat melayang saat ketiga titik sensitifnya disentuh secara bersamaan. Mulutnya tidak berhenti meracau dan mendesah sambil mencengkeram kuat lengan Kevin yang menyentuh area kewanitaannya.
Saat Kevin hampir mencapai klimaks, dorongan itu semakin kuat dan cepat. Dia mengumpulkan rambut panjang Gita, menggulungnya di tangannya, lalu menariknya ke belakang seperti sedang menunggangi kuda. Gita dibuat kewalahan dan tubuhnya tersentak-sentak ke depan. Tak lama kemudian, Kevin menghentakkan pinggulnya dengan keras, lalu ambruk di punggung Gita.
"I love you."
"I love you more," balas Gita.
*****
Tiga tahun pun berlalu dengan sangat cepat. Kehidupan rumah tangga Kevin dan Gita masih tetap rukun dan harmonis. Ranjang mereka pun masih sangat hangat- bisa dibilang panas.
Ezra sudah berusia 3 tahun 10 bulan. Dia tumbuh menjadi seorang putri cantik, pintar, dan posesif. Selayaknya seorang anak perempuan yang sangat dekat dengan ayahnya, kerap kali Ezra marah saat melihat mamanya bermesraan dengan papanya. Gita pun senang memanas-manasinya dan tak jarang sampai membuat Ezra menangis.
Untuk anak seusianya, Ezra sudah cukup lancar berbicara, meskipun kosakatanya masih terbatas. Kecerdasannya sudah mulai terlihat sejak dia berusia 2 tahun. Dia sangat gemar belajar, terlebih berhitung. Dia tidak hanya mewarisi wajah Niko tapi kecerdasannya juga.
Dalam tiga tahun belakangan, bukan hanya rumah tangga Kevin yang berhasil, tapi bisnisnya juga semakin berjaya. Dua minimarket yang ia kelola dulu kini sudah ia serahkan pada kedua orangtuanya agar mereka punya kesibukan di masa tua mereka. Sejak setahun lalu, dia sudah berhasil mendirikan sebuah supermarket besar di pusat kota. Dia juga mengelola kafe di dalam supermarket itu.
Sementara Gita- dengan sedikit terseok-seok, akhirnya berhasil menyelesaikan studi S1 Psikologinya. Hari ini dia duduk diantara ratusan wisudawan lainnya untuk mengikuti seremonial wisuda yang diadakan di auditorium universitas.
Setelah rangkaian acara wisuda selesai, Gita bersama wisudawan lainnya keluar dari gedung auditorium dengan teratur. Saat teman-teman seperjuangannya disambut oleh orangtua atau pacar, Gita justru disambut oleh suami dan anaknya.
Dengan senyum lebar, Gita melambaikan tangan pada pria tampan yang sedang menggendong seorang anak perempuan cantik di lengan kirimya, sementara tangan kanannya memegang buket bunga. Pria berpakaian batik warna biru dan celana hitam itu membalas lambaian tangan Gita lalu berjalan mendekatinya.
"Mama! Disini!" Ezra memanggil sambil melambaikan tangan dengan semangat.
"Selamat ya, Sayang." Kevin menyerahkan buket bunga mawar putih pada Gita lalu memeluk sambil mengusap pinggangnya.
"Mama, selamat, ya. Ini bunga dari Ezra buat Mama Ezra yang paling cantik." Ezra yang masih setia di gendongan tangan Kevin menyerahkan setangkai mawar putih pada ibunya.
Gita menerimanya lalu menciumi wajah Ezra gemas. "Pinter banget ngomongnya. Siapa yang ngajarin?"
"Papa," ucap Ezra sambil memeluk leher papanya erat.
Gita tersenyum ke arah Kevin. "Makasih ya sayang-sayangnya Mama." Dia mencium pipi Kevin dan Ezra bergantian.
"Sayang.. makasih ya buat semua support-nya selama ini. Makasih juga udah ngebiayain kuliah aku sampai akhir," ucap Gita dengan ekskpresi haru.
Kevin menurunkan Ezra lalu memeluk Gita yang masih dalam balutan jubah hitam, sleber merah, dan topi di kepalanya. "Aku bangga sama kamu. Aku sangat bangga jadi suami seorang Sagita Olivia, S.Psi. Di tengah-tengah kesibukan kamu mengurus Ezra dan aku, kamu masih mau memperjuangkan pendidikan kamu sampai selesai. Kamu akan menjadi teladan untuk anak-anak kita nanti. Aku yang harusnya bilang terima kasih, Sayang."
Gita mencium pundak Kevin sambil mengusap punggungnya.
"Papa, gendong!" Ezra yang mulai cemburu dengan kemesraan kedua orangtuanya langsung merengek sambil melompat-lompat mengulurkan kedua tangannya.
Kevin pun melepas pelukannya dari Gita lalu menggendong Ezra dengan tangan kirinya. Dia merangkul pundak Gita dengan tangan kanan, lalu mereka berjalan beriringan untuk menemui keluarga mereka yang sudah menunggu di luar.
*****
Setelah menyelesaikan studinya, Gita lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Kevin tidak melarangnya berkarir dengan syarat harus di dalam kota dan jam kerja yang wajar. Tapi untuk saat ini, Gita masih ingin menikmati masa-masa beristirahat setelah dibuat muak dengan pengerjaan skripsi yang melelahkan.
Gita membuka pintu kamar sambil membawa tumpukan baju yang sudah disetrika. Dia melangkah ke arah lemari dan melihat Kevin yang sedang duduk bersandar atas ranjang. Pria itu sedang asik dengan ponselnya sampai tidak menyadari kehadiran istrinya.
"Lagi liatin apa sih? Kok senyum-senyum gitu?" Gita bertanya sambil memasukkan baju-baju mereka ke dalam lemari.
"Eh, kamu disini. Liat deh, Sayang."
Gita menghampiri suaminya itu dan duduk di tepi ranjang. Kevin menepuk ranjang di sampingnya dan menegakkan bantal di sampingnya mengisyaratkan agar Gita duduk di sebelahnya sambil bersandar.
Gita pun naik ke atas ranjang. Duduk di sebelah Kevin dengan kaki yang berselonjor. Kevin langsung bersandar manja di pundak istrinya itu sambil menunjukkan ponselnya.
"Barusan dikirim sama Mama." Kevin menunjukkan foto masa kecil mereka yang baru saja dikirim oleh mamanya.
Dalam foto yang sedang Gita lihat, Kevin berusia 4 tahun sedang menemani mamanya memandikan Gita yang baru berusia beberapa minggu. Gita tersenyum tipis melihatnya.
"Dulu dimandiin. Sekarang malah mandi bareng," celetuk Kevin.
Gita langsung memukul paha Kevin dengan keras. Wajahnya tersipu malu mendengar guyonan suaminya itu. "Kebiasaan deh ngomongnya." Gita mendumel pelan.
"Emang bener kok," jawab Kevin sambil mengusap pahanya yang masih panas akibat pukulan istrinya. Kevin lanjut menggeser layar ponselnya ke samping. Dia menunjukkan beberapa foto lain yang dikirim oleh mamanya. "Lucu, ya. Ternyata aku udah ketemu jodohku sejak usia 4 tahun. Siapa yang nyangka coba kalo bayi cantik yang aku gendong itu adalah istri aku sekarang."
Gita menarik bahunya sehingga kepala Kevin kehilangan tempat untuk bersandar. "Gak usah diungkit-ungkit lagi ah. Kalau dipikir-pikir jadi geli sendiri." Gita mengembalikan ponsel Kevin ke tangannya lalu bersiap untuk pergi.
Tapi dengan cepat Kevin merebahkan kepala di pangkuan Gita sehingga wanita itu tidak bisa pergi. "Setelah ngeliat foto-foto tadi, aku jadi flashback ke masa dimana kita masih jadi saudara," ucapnya sambil melihat wajah istrinya dari bawah.
Gita terkekeh geli sambil menyisir jari rambut Kevin. "Aku juga. Makanya aku geli liat foto-fotonya. Gak nyangka aja kita bakal kayak gini sekarang."
"Dulu liat kamu telanjang aja aku gak mikir aneh-aneh sedikitpun. Tapi kenapa sekarang tiap liat kamu rasanya pengen nelanjangin, ya?"
"Mulutnya.." Gita menyentil pelan bibir Kevin.
Kevin memutar badannya menghadap perut Gita lalu mendusel manja. "Sayang..," rengek Kevin dengan suara pelan dan berat.
"Nggak, nggak!" Gita sangat paham dengan tanda-tanda itu. Jika Gita tidak segera menghindar, bisa dipastikan dirinya akan berakhir telanjang dalam kungkungan suami mesumnya itu.
Gita mendorong kepala Kevin menjauhi perutnya. "Awas ih. Setrikaanku masih banyak di belakang."
Kevin memeluk pinggang Gita yang berusaha kabur darinya. "Sebentaaar aja, Sayang." Dia memasang wajah memelas dan tatapan sayu.
Kalau sudah begini, bisa dipastikan Gita akan luluh. Dia menghela nafas. "Main cepet aja, ya. Jangan dilama-lamain," tegasnya.
Senyum sumringah dan anggukan setuju langsung Kevin berikan. Dia segera bangkit dari tidurnya lalu menindih Gita dengan tidak sabaran. Mereka berciuman sebentar sambil tangan Kevin meremas dada Gita dari luar dasternya. Setelah itu, Kevin berlutut, lalu menekuk kedua kaki Gita, dan membukanya lebar-lebar. Dia menaikkan daster perempuan itu hingga melewati perut.
Tanpa berlama-lama sesuai permintaan Gita, Kevin pun segera menurunkan celananya sampai melewati bokong. Saat dia hendak mengeluarkan alat tempurnya, tiba-tiba terdengar suara dari luar kamar.
"Papa!"
Kevin dan Gita saling bertatapan dengan mata terbelalak. Mereka berdua buru-buru merapikan pakaian dengan panik.
Beberapa saat kemudian gagang pintu bergerak ke bawah dan kepala mungil Ezra melongok dari celah pintu yang terbuka. Mereka lupa mengunci pintu. Untungnya Ezra tidak sempat melihat hal yang tidak seharusnya ia lihat.
"Ada apa, Sayang?" Gita tersenyum canggung menyambut putrinya yang berjalan masuk ke dalam kamar.
"Papa, Ezra lupa lagi cara berhitung pembagian." Ezra datang dengan membawa buku tulis dan krayon di tangannya.
"Yang mana, Sayang? Sini Papa ajarin." Kevin mengusap keringat di keningnya lalu duduk bersila di atas ranjang sambil memangku bantal untuk menutupi sesuatu yang sudah sempat menegang.
Gita menahan senyum saat melihat suaminya yang duduk dengan gelisah. Dia membantu Ezra naik ke atas ranjang. "Kenapa harus minta diajarin Papa sih? Mama kan bisa," ucap Gita.
"Mama bisa berhitung?" tanya Ezra dengan lugunya.
"Bisa dong. Mama kan pintar kayak Ezra." Gita menekan gemas pipi tembem putrinya seperti squishy.
"Tapi Mama kalau ajarin Ezra suka marah-marah."
Gita membolakan mata dan Kevin tertawa kecil mendengar celotehan polos putri mereka. "Kamu mau fitnah Mama di depan Papa?" Gita berkacak pinggang.
"Fitnah itu apa, Pa?" tanya Ezra. Dia sudah duduk di sisi kiri Kevin.
"Fitnah itu bicara bohong tentang orang lain, Sayang. Fitnah atau bohong itu gak baik, ya. Kalau mau jadi anak Tuhan gak boleh fitnah orang." Kevin menjelaskannya dengan bijak sambil mengusap-usap kepala Ezra dengan sayang.
Ayah dan anak itu pun mulai belajar dengan serius. Kevin menjelaskan cara menyelesaikan soal pembagian pada anak yang belum genap berusia 4 tahun itu.
Gita sudah tidak berminat dengan tumpukan pakaian yang belum disetrikanya. Dia memilih berbaring di sisi kanan Kevin dengan tangan kiri menopang kepalanya. Dia sangat suka memperhatikan cara Kevin mengajari Ezra dan kesabarannya saat menjawab semua pertanyaan nyeleneh putrinya itu.
Gita yang mulai mengantuk membaringkan kepalanya di bantal dan memejamkan mata sambil memeluk perut Kevin. Tangan Kevin yang memijat-mijat kepalanya membuat matanya semakin berat.
Beberapa saat kemudian kenyamanan Gita terganggu karena seseorang berusaha melepas tangannya dari perut Kevin. Dia pun membuka mata lalu menengoknya. "Ezra mau peluk Papa. Mama lepas tangannya." Ternyata itu ulah putrinya yang mulai posesif.
Gemas dengan wajah Ezra yang cemberut, Gita pun semakin berniat menjahilinya. Dia memeluk Kevin tambah erat dan meletakkan kepalanya di paha suaminya itu. "Gak mau! Mama mau tiduran disini."
"Mama... Ezra mau duduk disitu." Ezra merengek sambil mendorong kepala Gita dari paha Kevin.
"Ezra, jangan didorong kepala mamanya, Sayang. Gak sopan." Kevin berusaha menengahi dan mendudukkan Ezra di paha kirinya.
Saat Ezra sudah tenang, Gita yang belum puas menjahili putrinya, kembali berulah. Dia meletakkan tangan Kevin kepalanya dan Kevin pun mengelus-elusnya. Lalu tepat seperti dugaannya, Ezra langsung menarik tangan Kevin dari kepalanya.
"Kenapa sih? Ini kan tangan suami Mama." Gita merebut tangan Kevin kembali dan diletakkan di kepalanya.
"Ini tangan papanya Ezra." Tangan Kevin ditarik lagi.
"Tapi Papa lebih sayang sama Mama. Buktinya Papa tidurnya sama Mama bukan sama Ezra."
Kali ini tangis Ezra pecah. Dia memeluk leher Kevin sambil menangis jerit. Air matanya mengucur dengan deras. Kalau sudah begini, Kevinlah yang harus menenangkannya.
Kevin memeluk putrinya itu dan mengelus rambutnya dengan sayang."Shht.. shht.. udah Sayang jangan nangis. Papa juga sayang kok sama Ezra."
"Tapi lebih sayang Mama, kan?" celetuk Gita tak mau kalah. Tangis Ezra pun semakin kencang.
"Sayang, udah dong. Minta maaf sama Ezra," bujuk Kevin pada Gita.
"Gak mau ah. Lucu tau kalo lagi nangis gitu."
Kevin pun membawa Ezra keluar kamar untuk memisahkan ibu dan anak yang suka drama itu.
*****
Besok adalah perayaan hari pernikahan Kevin dan Gita yang ke 4 tahun. Gita sudah membuat rencana untuk merayakan hari spesial mereka ini. Salah satu dari rencananya adalah menyusul Kevin ke Bogor.
Sudah 2 hari Kevin berada di Bogor dalam rangka menjadi mentor dalam pelatihan entrepreneurship yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Dia berjanji pada istrinya akan pulang besok pagi untuk merayakan hari anniversary mereka. Tapi Gita memutuskan untuk menyusul suaminya itu ke Bogor dan merayakan hari anniversary mereka disana.
Gita sudah tahu jadwal Kevin hari ini. Kevin akan mengisi acara dari jam 16.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB. Jadi, Gita berangkat siang dari Jakarta ke Bogor dan tiba disana setengah jam sebelum sesi Kevin selesai. Gita menunggu di depan aula tempat pelaksanaan seminar. Dia sudah tidak sabar melihat reaksi suaminya saat melihatnya tiba-tiba ada disana.
Setengah jam kemudian suara gemuruh tepuk tangan terdengar dari dalam aula menandakan sesi sudah selesai. Satu per satu peserta pelatihan keluar dari aula. Tak lama kemudian, Gita melihat Kevin berjalan keluar dengan gagah. Dia sudah bersiap untuk memanggil suaminya itu. Namun tiba-tiba seorang wanita menghadang langkah Kevin dan mereka berbincang serius.
Gita mengamati mereka dari kejauhan. Dia sempat khawatir dengan wanita itu. Namun saat memperhatikan interaksi mereka, rasa khawatirnya pun hilang. Sepertinya wanita itu adalah pantia acara dan mereka sedang berdiskusi tentang acara tadi. Tatapan Kevin juga hanya tertuju pada layar tablet yang ditunjukkan oleh wanita itu.
Gita terus mengamati gerak-gerik Kevin dan mengikutinya sampai ke parkiran mobil. Saat Kevin sudah mendekati mobilnya, Gita langsung mendekat dan memeluknya dari belakang.
"Heh? Siapa ini?!" Kevin langsung melepas kedua tangan yang bertaut di depan perutnya.
"Sakit! Sakit!" Gita menjerit kesakitan karena Kevin refleks memelintir tangan kirinya.
"Sayang?!" Kevin sangat terkejut melihat keberadaan istrinya di kota itu. "Sorry, sorry." Dilepasnya tangan Gita yang ia cengkeram kuat lalu dipeluknya tubuh istrinya itu.
"Sakit banget, ya?" tanyanya merasa bersalah sambil mengusap lembut kepala Gita.
Gita mengangguk. "Aku nggak tau kalau itu kamu. Kirain ada orang iseng," ucap Kevin.
Gita tersenyum lega lalu memeluk suaminya erat. "Sakit sih. Tapi setidaknya aku jadi tau reaksi kamu kalau dipeluk sama perempuan lain," ucapnya.
Kevin mendorong bahu Gita pelan. "Kamu ngapain disini? Kenapa nggak ngasih tau aku kalau mau kesini? Kamu naik apa? Sama siapa?" Kevin menodongnya dengan rentetan pertanyaan.
"Shht!" Gita menutup mulut Kevin dengan tangannya. "Nanti aja sesi tanya-jawabnya ya, Pak Kevin. Kamu ikut aku sekarang sebelum gelap." Gita langsung menarik tangan Kevin menuju mobilnya.
"Kita mau kemana?" tanya Kevin saat mereka sudah berada di dalam mobil. "Aku aja yang nyetir."
"Shht! Kamu duduk tenang aja ya, Suamiku. Istrimu ini akan membawa kamu ke suatu tempat yang spesial." Gita menyalakan mesin mobilnya lalu meninggalkan tempat itu.
#
"Camping?" tanya Kevin tercengang saat mereka berhenti di parkiran camping ground yang terletak di puncak Bogor.
Gita mengangguk antusias. Dia tahu sejak dulu Kevin sangat suka dengan aktivitas di alam terbuka. Camping salah satunya. Namun sejak mereka menikah, Kevin sudah sangat jarang melakukan hobinya itu.
"Aku mau ngerayain anniversary kita disini. Tidur pelukan di tenda, ngobrol deeptalk di depan api unggun, menikmati pemandangan hamparan lampu kota dan bintang di langit. Romantis, kan?"
Kevin tertawa takjub. Dia tidak menyangka istrinya akan mempersiapkan perayaan hari anniversary mereka dengan konsep yang out of the box.
"Sini kiss dulu." Kevin menarik tengkuk Gita dan mengecup bibirnya tiga kali. "Makasih ya, Sayang. Aku tahu kamu nyiapin ini untuk bikin aku senang," ucap Kevin sambil mengelus pipi Gita dengan jempolnya.
"Yap! Exactly. Kalo suaminya happy, istrinya juga ikutan happy."
Kevin tertawa sambil mengacak rambut Gita. Kemudian mereka turun dari mobil. Ternyata Gita juga sudah mempersiapkan beberapa barang pendukung, seperti jaket tebal, gitar, dan makanan.
Sekitar 30 menit lamanya mereka menaiki tangga-tangga kecil hingga mereka tiba di bukit tempat camping. Berhubung hari ini adalah hari kerja, jadi tidak banyak pengunjung disana. Hanya ada sekitar 4 tenda yang terisi di area camping yang luas itu.
Hari sudah gelap dan hamparan lampu kota sudah mulai terlihat. Dalam balutan jaket tebal yang hangat, Kevin dan Gita duduk di kursi lipat sambil menikmati kehangatan api unggun. Secangkir kopi panas tersedia di tangan masing-masing. Mereka mengobrol dan bersenda-gurau sambil menunggu pergantian hari. Mereka juga bernyanyi dengan iringan gitar.
"Not bad kan camping sama istri?" tanya Gita setelah mereka lelah bernyanyi. Dia mengarahkan kedua telapak tangannya ke dekat api unggun untuk menghangatkan tubuhnya.
"Seru banget! Aku gak pernah kepikiran bakal bisa camping berdua kayak gini sama kamu." Kevin menatap kagum pada wanita di sebelahnya.
Gita menoleh sebentar sambil tersenyum tipis. "Kenapa sih kamu gak pernah ngajak aku seru-seruan kayak gini? Padahal aku pengen banget loh ngelakuin hal-hal yang kamu suka," ucap Gita
Kevin menyesap kopinya yang sudah tidak berasap. "Karena aku tau kamu gak suka sama hal-hal yang ribet."
Gita mendekap lengan Kevin lalu menyandarkan kepala di pundaknya. "Gak ada yang ribet asal sama kamu," ucapnya sungguh-sungguh.
Kevin tersenyum haru. Dia menautkan jemari mereka lalu mencium punggung tangan Gita. "Next time, kita hiking berdua, mau nggak?" tanyanya.
Gita mendongak dan tersenyum hangat. "Mau," ucapnya tanpa ragu.
Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 00.00 WIB.
"Happy wedding anniversary, Sayang. Maaf kalau aku masih banyak kurangnya sebagai suami. Dampingin aku terus untuk berjalan ke arah yang lebih baik, ya," ucap Kevin setelah mereka selesai berdoa ucapan syukur.
"Happy wedding anniversary juga suamiku. Sehat-sehat, ya. Semoga kita bisa sama-sama terus sampai kakek-nenek. Jangan bosan ya ngobrol sama aku. Aku paling suka momen-momen saat kita ngobrolin apa aja berdua," balas Gita.
Kevin mengecup kening Gita lama lalu mendekapnya dalam kehangatan pelukannya.
"Maaf belum bisa kasih kamu anak."
Kalimat itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Gita dengan suara lirih. Kevin yang mendengar itu langsung melepas pelukannya dan menatap Gita tajam. "Kenapa kamu ngomong kayak gitu?" tanyanya serius.
Gita melepas tangan Kevin yang memegang lengannya lalu duduk bersandar di kursi lipatnya. Dia menatap jauh ke langit yang dihiasi bintang-bintang. Dia menghela nafas gusar. "Aku pengen banget ngelahirin anak kamu," ucapnya dengan mata terpejam. Gita tahu Kevin tidak akan suka dengan kata-katanya itu.
"Maksud kamu Ezra bukan anakku?" tanya Kevin dengan suara agak meninggi. Dia jelas-jelas kesal karena Gita masih saja memberi batasan antara dirinya dan Ezra.
Gita berusaha menenangkan Kevin dengan menggenggam tangannya dan meletakkan di pangkuannya. "Bukan gitu maksud aku, Sayang. Ezra itu anak kamu. Bahkan dia lebih dekat sama kamu daripada sama aku. Tapi nggak salah kan kalau aku berharap punya anak dari buah cinta kita?" Gita menatap Kevin dengan wajah muram.
Kevin menatap Gita dengan wajah datar. Beberapa saat kemudian dia mendekap istrinya itu lalu mencium kepalanya.
"Aku paham maksud kamu. Aku juga berharap hal yang sama. Tapi kamu jangan sampai merasa terbeban dengan harapan itu. Kita jalani aja apa yang udah Tuhan kasih sekarang. Kalaupun pada akhirnya kita hanya punya Ezra, kamu jangan pernah menyalahkan diri kamu sendiri. Kalian berdua udah lebih dari cukup buat aku. Lagipula, kalaupun ada yang bermasalah diantara kita yang membuat kita gak bisa punya anak, itu pasti aku. Kamu jelas-jelas sempurna sebagai wanita."
Setelah kayu api unggun habis terbakar, mereka pun masuk ke dalam tenda. Mereka berdua tidur berpelukan dengan beralaskan matras tipis dan bergelung dalam selimut.
"Good night, Sayang." Gita memberi kecupan ringan di bibir Kevin lalu berbalik membelakanginya.
Kevin memeluknya dari belakang. Dia menciumi kepala dan tengkuk Gita dengan perlahan.
"Tidur, Sayang. Besok kamu ada sesi pagi," ucap Gita. Dia menangkap sinyal yang sedang Kevin berikan padanya.
"Bentar aja, Sayang.." Kevin memasukkan tangannya ke dalam baju Gita dan meremas dadanya.
Gita langsung menggeliat gelisah dan menahan tangan Kevin yang bergerak-gerak di dalam bajunya. "Emang boleh di tempat kayak gini?" tanyanya dengan suara tercekat menahan gairah.
"Tadi aku udan bilang sama pengelola camping ground ini kalau kita suami-istri. Makanya mereka merekomendasikan tenda yang agak tersembunyi dari tenda lain. Pasti aman, Sayang."
Gita tak punya alasan lagi untuk menolak. Dia pun berbalik dengan sukarela dan Kevin langsung memagut bibirnya dengan liar. Tangannya tidak berhenti meremas dan memelintir payudara Gita dari balik jaket dan bajunya.
"Buka yang bawah aja, ya," ucap Kevin. Gita mengangguk setuju.
Mereka pun melepas celana masing-masing lalu menutupi bagian bawah mereka dengan selimut. Mereka bercinta tanpa melepas baju karena suhu yang dingin menusuk kulit.
Makin lama suasana semakin panas. Mereka sampai membuka jaket karena tubuh mereka yang semakin panas dari dalam. Gita membekap mulutnya rapat-rapat saat Kevin menggempurnya dengan brutal. Bercinta di alam terbuka sepertinya membuat Kevin menjadi sosok yang liar dan buas.
Mereka berdua tepar satu jam kemudian. Setelah memakai celana masing-masing, mereka pun kembali tidur. Kevin tidur sejajar dengan perut Gita. Kepalanya masuk ke dalam baju Gita dan menciumi perutnya.
Beberapa saat kemudian Kevin mengeluarkan kepalanya. "Sayang, feeling aku yang ini bakalan jadi," ucapnya optimis.
"Amiin!" sahut Gita sambil mengelus rambut Kevin.
"Hadir di perut Mama ya, Nak. Papa, Mama, sama Kakak Ezra nungguin kamu disini," bisik Kevin di depan perut Gita.
#
Hidup ini memang penuh misteri. Banyak kejutan-kejutan yang menanti kita di depan sana. Apa yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut Sang Pencipta. Apa yang menurut kita musibah, bisa jadi itu adalah cara semesta membawa kita pada kebahagiaan yang sesungguhnya.
Teruslah melangkah sekalipun kakimu pincang. Sebab kita tidak tahu apa yang sedang Tuhan persiapkan untuk kita di depan sana.
TAMAT.
Terima kasih sudah membersamai karya-karya saya hingga saat ini. Terima kasih untuk yang sudah memberi dukungan secara moril dan material.
Tunggu karya saya selanjutnya, ya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
