LS - Part 3

1
0
Deskripsi

Last Scene Part 3

Part 3

💔
 

Ibu Rena mengajak untuk bertemu, girls time, kata sang ibu. Rena yang kini seperti perempuan single mengiakan ajakan sang ibu. Bagaimana tidak single, sudah sepuluh hari lebih ia tidak bertemu ataupun berkomunikasi dengan sang suami. Rena berangkat menuju tempat janjian dengan sang ibu. Ia terkejut mendapati ibu mertuanya turut serta.

"Rena, apa kabar? Kamu sendirian? Gak dianterin Sean?" tanya sang Ibu mertua, Mama Nada, Rena memanggilnya.

Bagaimana Rena harus menjawab pertanyaan sang Ibu mertua?

"Aku sehat. Mama apa kabar? Mas Sean lagi ada acara kantor, Ma," Rena memutuskan untuk berbohong. Padahal ia tidak tahu dimana suaminya sekarang tinggal. Rena mengetahui Sean masih bekerja di kantor ayahnya, sesuai informasi dari anak buah ayahnya. Ah, mengenai panggilan itu, Rena akan memanggil "Mas Sean" di depan kedua orang tuanya.

"Oalah, weekend gini masih sibuk ya, Sean gak berubah. Kirain setelah menikah, dia bisa mengurangi workaholic nya." Rena hanya bisa tersenyum tipis atas kalimat sang ibu mertua.

"Oiya, kalian udah ada rencana mau punya anak belum?"

Pertanyaan itu lagi. Rena hanya bisa menggeleng. "Kami masih pengen pacaran, Ma," Rena kembali berbohong.

Pacaran? Yang benar saja. Makan berdua pun mereka tidak pernah! Oh, Tuhan, tolong maafkan aku yang telah banyak berbohong pada orang tua, batin Rena menjerit.

"Ya udah, jangan lama-lama ya mikirnya. Kita nunggu kabar baik dari kalian loh, iya kan Mbak?" Ujar Ibu mertua Rena pada ibunya. Rena hanya bisa mengangguk lemah.

Setelah obrolan itu, mereka bertiga menghabiskan waktu untuk makan dan mengunjungi berbagai macam store untuk berbelanja.

 

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

 

Beberapa hari berlalu, Rena panik karena mendapat telepon dari temannya yang merupakan rekan kerja Sean. Temannya mengatakan bahwa Sean sedang dibawa ke rumah sakit karena terjadi kecelakaan kerja yang menimpa Sean. Rena lantas mengunjungi rumah sakit tersebut. Ia meninggalkan pekerjaan di restoran miliknya.

Setelah mengurus administrasi, Rena meminta agar Sean dipindahkan ke ruang VIP begitu operasinya selesai. Tentu saja itu tidak sulit mengingat Rena adalah anak satu-satunya yang otomatis ia adalah pewaris usaha keluarganya. Rena ingin memberikan yang terbaik untuk Sean meskipun suaminya itu tidak pernah menganggapnya. Perempuan itu setia menunggu di samping suaminya.

Rena bersyukur cedera yang dialami Sean tidak parah. Namun, lelaki itu harus bed rest selama beberapa hari mengingat tangan kirinya habis dioperasi. Karena tidak ingin ada kesalahpahaman, Rena bertanya pada Sean begitu lelaki itu sadar. Setelah memastikan bahwa kondisi Sean baik-baik saja setelah dioperasi, Rena memberanikan diri untuk bertanya.

"Sean, orang tua kamu sudah ada yang tahu?"

Lelaki itu menggeleng.

"Beberapa hari yang lalu, aku ketemu Mama kamu. Beliau nanya kamu kemana kok gak nemenin aku... Maaf, waktu itu aku bohong kalau kamu lagi ada acara kantor. Beliau minta supaya kamu kasih kabar karena sudah lama gak pulang. Eum.. aku kasih tahu Mama kamu kalau kamu dirawat di sini, boleh?" tanya Rena hati-hati.

"Jangan, gak usah. Mama nanti khawatir."

"Oh, oke... Kamu perlu sesuatu gak?" tanya Rena yang ketika memperhatikan Sean yang sedikit gelisah.

"Kamu lihat ponsel saya?"

Rena kemudian mengambilkan ponsel Sean dari dalam tas yang tadi diberikan oleh teman Sean yang mengantarkan lelaki itu ke rumah sakit.

Mendapati banyak sekali pesan dan missed call dari seseorang yang harus ia kabari, membuat Sean merasa bersalah. Ia pun beralasan meminta tolong dibelikan makanan pada Rena agar perempuan itu meninggalkannya sendirian.

"Boleh minta tolong belikan saya buah-buahan?" ujar Sean.

"Tapi nanti ada makanan dari rumah sakit."

"Saya pengen makan buah potong. Boleh minta tolong belikan?" ujarnya sekali lagi.

Rena tidak percaya Sean meminta tolong padanya. Hati kecilnya menjerit bahagia. Setelah dua puluh bulan bersama, akhirnya Sean menganggap keberadaan dirinya. Ia pun mengangguk antusias.

Setelah membeli buah di kantin rumah sakit, Rena bergegas menuju kamar rawat sang suami. Setelah mengetuk pintu ia pun langsung masuk. Rena tidak terkejut mendapati Sean tengah menelpon karena lelaki itu mencari ponselnya begitu ia sadar. Namun, yang membuat Rena sesak adalah Sean berbicara dengan lembut dan menggunakan aku-kamu.

"Iya, aku gak apa-apa."

Rena terdiam di tengah jalan. Ia seperti tertangkap basah melakukan kejahatan.

"Aku udah ditangani dokter... Iya... Cuma cedera ringan... Kamu jangan lupa makan ya... Bye..."

Perhatian Sean teralihkan begitu mendengar langkah kaki Rena.

"Sorry. Aku gak bermaksud nguping," ujar Rena to the point. "Ini buah potongnya."

Perempuan itu kemudian berjalan menuju bed Sean dan membuka kemasan buah potong itu.

"Makasih, tolong taruh situ aja. Nanti saya makan," ujar Sean sambil menunjuk nakas di sampingnya. Rena menurut.

Beberapa detik berlalu dengan keheningan hingga ponsel Rena bergetar. Ia mendapat pesan singkat dari Papanya.

Papa:
Rena, maaf Papa baru cek ponsel karena baru landing.
Kamu udah tahu kalau Sean kecelakaan?
Papa barusan dapat laporan dari orang kantor.
Sean gimana sekarang?

Rena pun memberitahu Sean jika ayahnya menanyakan dirinya.

"Kasih tahu aja Papa kamu."

Belum sempat mengetik balasan, ponsel Rena kembali berbunyi. Kali ini adalah telpon dari ibu mertuanya.

"Mama kamu nelpon," ujar Rena.

"Boleh saya pinjam ponsel kamu?" tanya Sean. Rena pun memberikan ponselnya pada Sean dan lelaki itu mengangkat telepon dari sang ibu.

"Halo, Ma? Iya... Aku udah sadar."

"..."

"Iya, aku udah gak apa-apa, Ma."

"..."

"Iya, Renata di sini. Iya, Ma."

Begitu panggilan terputus, Sean mengembalikan ponsel Rena.

"Makasih," ucapnya singkat.

Rena hanya mengangguk sebagai balasan. Hampir dua tahun hidup tanpa komunikasi layaknya suami-istri, Rena cukup canggung dengan situasi mereka sekarang.

"Makasih udah nungguin saya, sekarang kamu bisa pulang."

"Sean,"

"Makasih buahnya, nanti uangnya saya ganti."

Melihat sang suami yang seolah tidak membutuhkannya, membuat Rena sadar, bahwa Sean tidak akan pernah menganggap dirinya ada. Perempuan itu lantas mengambil tasnya dan pamit.

"Kalau butuh apa-apa, kamu bisa hubungin aku," ujar Rena sebelum pergi.

"Makasih, tapi kamu gak perlu repot-repot ngurusin saya. Seperti yang saya bilang waktu itu."

Mendengar jawaban sang suami, membuat hati Rena tambah sesak. Ia pun meninggalkan kamar rawat Sean tanpa sepatah kata. Rena tidak langsung pulang, melainkan duduk di kursi tunggu pasien di depan kamar Sean. Ia meratapi hidupnya. Jika Sean tidak pernah menganggapnya ada, bukankah pernikahan mereka tidak akan pernah berhasil? Dan perceraian adalah yang terbaik untuk mereka?

 

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

 

Ingatan Rena kembali pada beberapa menit yang lalu ketika melihat dan mendengar Sean berbicara dengan lembut. Siapa yang ditelpon suaminya? Sean tidak pernah menganggapnya ada. Apakah suaminya itu benar-benar punya perempuan lain? Apakah beberapa menit yang lalu ia sedang menelpon kekasihnya? Jika benar, Rena merasa dirinya seperti tokoh antagonis karena ia menjadi orang ketiga di antara hubungan Sean dan kekasihnya.

Lama termenung, Rena tidak sadar sudah satu jam ia duduk di kursi itu dan hari sudah gelap. Ketika memutuskan untuk beranjak pulang, ia mendapati seseorang memanggilnya.

"Rena, kok di luar?" Itu suara ibu mertuanya.

"Mama," masih bolehkah Rena memanggil mertuanya dengan sebutan itu?

"Kamu kenapa di sini, gak di dalam?"

"Mas Sean lagi istirahat, Ma," jawabnya sambil berdoa suaminya benar-benar tidur di dalam sana.

"Oh ya? Barusan Mama chat dia balas."

Waduh.

"Oh, mungkin udah bangun."

"Yuk, masuk sama Mama."

"Eum... Mama udah makan? Aku beliin makan dulu ya buat Mama," Rena beralasan agar ia tidak terjebak dengan suasana canggung begitu ia memasuki kamar rawat Sean.

"Mama udah bawa makanan nih, kamu pasti belum sempat makan kan?"

Mau tak mau, Rena akhirnya mengikuti ibu mertuanya untuk masuk kembali.

"Sean, gimana kondisi kamu?" tanya sang ibu. Ibu dan anak itupun berbincang seputar insiden yang menimpa Sean dan pengobatan yang harus ia jalani.

Renata hanya sesekali menimpali jika ibu mertuanya menyebut dirinya sambil menikmati makan malamnya.

"Oh iya, Sean. Kok kamu biarin Rena nunggu di luar sih. Kan di sini ada sofa."

Kalimat Ibu Sean membuat Rena dan Sean saling bertatapan. Sean sepertinya bingung menjawab apa karena ia sudah menyuruh Rena untuk pulang.

"Eh itu, aku yang pengen nyari angin, Ma. Mas Sean lagi istirahat, jadi aku pengen jalan-jalan sebentar tadi," Rena kembali berbohong. Tuhan, maafkan aku.

"Oh gitu..."

Rena mengangguk pelan.

"Oh iya, Ma. Berhubung Mama di sini, aku mau izin pulang sebentar ya, Ma. Aku mau ambil baju ganti sama peralatan pribadi Mas Sean," Rena baru terpikirkan hal tersebut. Ia masih harus berakting menjadi istri yang baik di depan ibu mertuanya bukan?

"Oh iya, boleh. Kamu dianter supir Mama aja ya?"

"Aku tadi bawa mobil, Ma," Rena menolak halus.

"Ya sudah kalau gitu, hati-hati di jalan ya, Ren."

Begitu sampai di rumahnya, Rena berlalu menuju kamar sang suami. Baru kali ini ia memasuki kamar Sean. Sehari-hari, ia tidak pernah memasuki kamar suaminya karena ia tidak ingin mengganggu privasi Sean. Sesuai kesepakatan mereka, tidak boleh ikut campur urusan masing-masing termasuk kebersihan kamar. Jadi, meski Sean sudah dua minggu meninggalkan rumah, Rena tidak berani masuk kamar Sean karena ia berharap suaminya itu akan kembali. Namun, kali ini ia harus mengambil baju ganti dan keperluan pribadi Sean yang lain.

Kamar itu tampak kosong. Hanya beberapa barang yang tersisa di kamar Sean. Rena pun membuka lemari pakaian suaminya. Hatinya teriris melihat sebagian besar lemari itu kosong. Sean hanya menyisakan beberapa pakaian rumahan. Baju yang telah Rena siapkan untuknya sebelum mereka menikah masih tersimpan apik di tempatnya, tidak berpindah tempat sedikit pun. Rena hafal betul dengan baju-baju itu karena ia sendiri yang memilihnya. Ia pun beranggapan, mungkin baju pilihan Rena bukan selera sang suami sehingga Sean tidak pernah memakainya.

Atau mungkin karena Sean tidak pernah menganggap Rena ada, termasuk barang-barang pemberian istrinya itu.











 

Tbc...

 

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Lastscene
Selanjutnya LS - Part 4
1
0
Last Scene Part 4
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan