63. Masa Lalu Keysa (1)

19
0
Deskripsi

Surya mulai menceritakan masa lalu Keysa pada Rafael. Seumur hidupnya, dia tidak pernah membayangkan putri tercintanya itu akan menghadapi perjalanan hidup yang sangat berat sejak usia 17 tahun.

Kilatan api di mata Rafael perlahan meredup. Kemarahan yang sempat menguasai hatinya berubah menjadi kegelisahan. Dia merasakan detak jantungnya semakin kencang setelah keheningan mendominasi suasana di sekelilingnya.

Tangan Rafael yang bertumpu di paha mengepal kuat. Matanya mengawasi Surya dan Farhan secara bergantian. Tak satu pun dari mereka yang bersuara membuat hati Rafael semakin tidak tenang.

"Aku masih menunggu."

Suara Rafael mendorong Surya untuk melihatnya. Ketika berhadapan dengan mata gelisah menantunya, senyum dingin terpancar dari wajah Surya.

"Kamu sungguh-sungguh ingin mengetahui masa lalu Keysa?" Bibir Surya melengkung membentuk seringaian kejam. Tanpa menunggu jawaban Rafael, dia kembali berbicara, "Baiklah. Papa akan menceritakan semuanya padamu."

Rafael sedikit tersentak melihat Surya bangkit dari sofa dan berjalan mendekati jendela. Dia bisa menangkap sorot tajam dari mata yang biasa terlihat jernih itu.

"Memiliki dua orang putri membuat Papa bekerja keras untuk melindungi mereka dari gangguan apapun." Sorot mata Surya meredup seiring senyum tipis di bibirnya. "Dan waktu itu, Papa harus menerima kenyataan pahit bahwa apa yang sudah Papa lakukan berakhir sia-sia."

Surya menoleh ke arah Rafael. Kali ini matanya gelap, memberikan kesan tatapan pembunuh berdarah dingin.

"Kehamilan Keysa menjadi tamparan keras bagi hidup Papa ...."

***

4 years ago ....

Tangan Surya gemetar saat membaca kertas yang baru saja disodorkan oleh Nadine. Itu adalah laporan hasil tes kehamilan. Nama pasien yang tercantum pada kertas laporan tersebut berhasil mengoyak hati Surya. Dia tidak menyangka akan mendapat kejutan luar biasa dari putri bungsunya.

"Keysa ...."

Gadis itu membeku. Mendengar suara ayahnya yang rendah dan dingin, dia meringkuk ketakutan dalam pelukan Amanda.

"Jawab pertanyaan Papa!" Mata Surya menyala seperti api yang terbakar. "Siapa pria itu?"

Bibir Keysa bergetar. Lidahnya terasa kelu seiring matanya yang mulai mengeluarkan cairan bening. "A-Aku ...."

"SIAPA PRIA ITU?!"

Tubuh Keysa berjengkit kaget. Seketika tangisannya pecah dan terdengar memilukan. "A-Aku tidak tahu ...."

"Keysa!"

"Aku benar-benar tidak tahu, Pa! Aku tidak tahu!"

"Papa!" Amanda menegur Surya yang dianggap terlalu menekan Keysa. Dia tahu betul bahwa kondisi psikis putrinya sedang tidak stabil.

Nadine yang menyaksikan pemandangan itu buru-buru menenangkan Surya. "Papa, tenang dulu. Tolong kendalikan emosi Papa."

Bukannya mereda, emosi Surya justru semakin tak terkendali. Tidak ada lagi kehangatan yang terpancar dari matanya.

"Bagaimana bisa kamu menyuruh Papa untuk tenang?!" sentak Surya. Dia menunjuk Keysa sambil menggertakkan giginya. "Adikmu hamil dan kita tidak tahu siapa ayah bayi itu!"

Nadine memejamkan matanya sejenak sembari mengembuskan napas panjang. Reaksi Surya sesuai dengan bayangannya. Meski begitu, dia tetap mencoba menenangkan emosi sang ayah.

"Aku tahu, Pa." Nadine mengusap-usap punggung Surya. "Tapi, emosi tidak akan menyelesaikan masalah. Sebisa mungkin kita harus berpikir jernih untuk mencari solusinya. Selain itu ...."

Pandangan Nadine beralih pada Keysa yang terus menangis dalam pelukan Amanda. Hatinya serasa teriris melihat kondisi sang adik begitu menyedihkan.

"Lebih baik sekarang kita memikirkan kondisi Keysa. Dia sudah terguncang atas kehamilannya." Nadine dengan hati-hati memberikan pengertian. "Jangan terlalu menekan Keysa dengan pertanyaan itu."

"Nadine benar, Pa. Tolong kendalikan emosi Papa," sahut Amanda dengan mata yang basah. Dia memohon kebesaran hati suaminya. "Tunggu sampai kondisi Keysa stabil. Baru kita mencari ayah dari bayi yang dikandungnya."

Bahu Surya naik-turun. Terlihat jelas dia masih berusaha keras mengendalikan emosinya sesuai permintaan Nadine dan Amanda.

"Ma, bawa Keysa kembali ke kamarnya. Dia harus istirahat," kata Nadine.

Amanda mengangguk. Dengan hati-hati, dia menuntun Keysa kembali ke kamarnya. Beberapa kali Amanda melirik Nadine yang hanya menganggukkan kepala. Seolah memberi isyarat bahwa putri sulungnya itu akan menangani emosi Surya.

Setelah Amanda membawa Keysa kembali ke kamarnya, Nadine beralih pada Devan yang sedari tadi berdiri diam. Dia bisa melihat kesuraman di wajah pria itu. Mata Devan memancarkan rasa penyesalan yang begitu mendalam.

"Ini salahku ...."

Suara Devan bergetar dan membuat Surya menoleh ke arahnya.

"Kalau saja aku tidak terburu-buru pergi ke kelab malam itu, ponselku tidak akan ketinggalan di restoran yang aku datangi bersama Keysa ...."

Dengan wajah dingin, Surya menunggu Devan menyelesaikan ucapannya.

"Kalau ponselku tidak ketinggalan, Keysa tidak perlu menyusulku ke kelab malam ...." Devan menggeleng-gelengkan kepala, "dengan begitu ... insiden mengerikan itu tidak akan pernah terjadi ... dan Keysa tidak ...."

Nadine mengurut hidungnya. Dia lupa, bukan hanya Surya yang harus ditenangkan. Dia seharusnya bisa memprediksi lebih awal reaksi Devan akan jauh lebih parah dibandingkan ayahnya.

"Argh!" Devan meremas rambutnya kasar. "Aku benar-benar bodoh! Seharusnya aku mengantar Keysa pulang dulu sebelum pergi ke tempat itu!"

Teriakan Devan membuat emosi Surya yang sempat mereda kembali terpancing. "Ya, kamu memang bodoh. Kecerobohanmu membuat Keysa kami harus menanggung masalah sebesar ini!"

Devan sama sekali tidak tersinggung atas kalimat pedas yang dilontarkan Surya. Dia sudah bertekad akan membantu Keysa menghadapi masalah itu. "Om, aku akan bertanggung jawab atas kondisi Keysa."

"Kamu ingin bertanggung jawab? Kalau begitu, kamu harus mencari identitas pria yang sudah menghamili Keysa," titah Surya.

Devan menggeleng. "Tidak, Om. Biar aku saja yang menjadi ayah dari bayi yang dikandung Keysa."

Jawaban Devan sukses membuat Nadine dan Surya tercengang.

"Apa kamu sudah gila?!" Nadine menatap Devan tak percaya. "Bagaimana bisa kamu berpikir begitu?!"

Devan melirik Nadine sekilas, lalu kembali menatap Surya.

"Aku dan Keysa sudah dijodohkan. Jadi, ini adalah kewajibanku sebagai calon suami untuk menerima apapun kondisinya. Termasuk, bayi yang sedang dikandung Keysa," lanjut Devan penuh keyakinan. Dia tidak peduli pengakuannya ini akan mengungkap kesepakatan antara ayahnya dan Surya.

Mata Nadine membelalak lebar. "A-Apa? Kamu dan Keysa dijodohkan?" Dia buru-buru meminta penjelasan Surya.

"Papa?" Nadine berusaha menekan perasaannya yang berkecamuk hebat. "Ucapan Devan tidak benar 'kan? Papa tidak mungkin menjodohkan Keysa dengannya?"

Bibir Surya terkatup rapat.

"Papa!" Nadine terus mendesak.

Surya menarik napas panjang lalu mengembuskannya secara perlahan. "Semula Papa dan Om Andre memang sepakat menjodohkan mereka."

Senyum kemenangan terpancar di bibir Devan. Dia sedikit mengangkat dagunya saat Nadine menatapnya.

"Tapi dengan situasi Keysa sekarang, sepertinya perjodohan itu terpaksa dibatalkan."

Giliran Devan yang terkejut mendengar keputusan Surya. "Kenapa Om bicara begitu?!"

"Perjodohan kalian tidak bisa dilanjutkan lagi." Surya menggelengkan kepala. Dia memalingkan wajah. "Om akan memberitahu papamu tentang masalah ini."

"TIDAK!" Devan berteriak panik. "Aku tidak mau membatalkan perjodohan ini!"

"Devan ...."

"Om jelas tahu bagaimana perasaanku pada Keysa!" Devan terus menggelengkan kepala. Menolak menyetujui keputusan sepihak yang diambil Surya. "Keysa seperti ini karena aku, Om. Jadi, izinkan aku bertanggung jawab menjadi ayah anak itu."

"Tidak. Om tidak bisa melihatmu mengambil keputusan sejauh itu. Apa kata orang tuamu nanti?" sanggah Surya. "Lagipula, ayah kandungnya masih ada. Dia yang harus bertanggung jawab atas bayi itu!"

Rahang Devan mengeras. "Aku akan tetap melanjutkan perjodohan ini! Aku yang akan bertanggung jawab untuk menjadi ayahnya!"

"Devan!"

Nadine berseru memanggil Devan yang pergi dengan penuh emosi. Dia ingin mengejarnya, tetapi lebih dulu menangkap raut kelelahan di wajah Surya. Nadine berbalik menghampiri ayahnya.

"Papa, baik-baik saja?" tanya Nadine cemas.

Surya mengangguk dan kembali mengembuskan napas panjang. "Masalah Devan, kamu tidak perlu khawatir. Papa akan tetap membatalkan perjodohannya dengan Keysa. Nanti biar Papa yang bicara dengan Om Andre dan menjelaskan kondisi Keysa. Papa yakin Om Andre akan setuju."

Nadine mengangguk lesu. "Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang, Pa?"

"Tidak ada pilihan lain. Kita harus mencari pria itu." Surya mengepalkan tangannya. "Pria yang sudah menghamili Keysa."

*

Tiga bulan setelah kehamilan Keysa terungkap, Surya terus berusaha mencari identitas pria yang telah menghamili putrinya. Namun, minimnya petunjuk yang dimiliki membuat dia kesulitan untuk menemukan pria itu. Surya mulai frustrasi dan putus asa.

Amanda khawatir melihat raut kelelahan di wajah Surya. Dia tahu sang suami bekerja keras mengurus perusahaan dan mencari identitas pria yang menghamili Keysa.

"Papa ...."

Surya yang sedang duduk di ruang TV menoleh ke arah Amanda. Dia hanya menatap datar saat istrinya meletakkan secangkir teh di meja. Surya bisa mencium aroma khas dari peppermint dari teh tersebut.

"Minum dulu, Pa," kata Amanda.

Surya mulai menyesap teh peppermint yang dibuat oleh istrinya. "Terima kasih."

Sudut bibir Amanda terangkat membentuk lengkungan senyum yang indah. Dia mengamati wajah serius Surya.

"Ternyata ...," Surya menghela napas sejenak, "mencari pria itu tidak semudah yang Papa kira."

Amanda menjadi pendengar yang baik dan membiarkan Surya berbagi keluh kesah dengannya.

"Informasi yang kita miliki tentang pria itu sangat sedikit. Kita juga tidak bisa menanyakan ciri-cirinya pada Keysa secara leluasa karena kondisi psikisnya," lanjut Surya.

Amanda mengangguk setuju. "Apalagi Keysa terpaksa berhenti dari sekolah karena kehamilannya. Ini keputusan yang tidak mudah untuk dia ambil di usianya yang masih muda."

"Mama benar." Surya mengurut hidungnya. "Bagaimana hasil pemeriksaannya hari ini, Ma?"

"Syukurlah kondisi janinnya baik-baik saja." Amanda tersenyum senang. "Kata Devan, Keysa tetap harus menjaga kehamilannya dengan sebaik mungkin. Banyak risiko untuk calon ibu yang usianya masih sangat muda seperti Keysa. Kita harus memberikan dukungan moril pada Keysa. Jangan sampai dia mengalami tekanan yang berat."

Mendengar nama Devan disebut, ekspresi wajah Surya kembali keruh. "Dia benar-benar tidak menyerah."

Amanda tersenyum kecut. "Devan terus dihantui rasa bersalahnya pada Keysa, Pa. Jadi, dia ingin menebus kesalahan dengan mendampingi Keysa selama kehamilannya."

"Lalu dia ingin menjadi ayah dari anak itu?" Surya geleng-geleng kepala. "Tidak, Ma. Yang harus bertanggung jawab adalah pria itu, bukan Devan. Papa dan Kak Andre sudah sepakat membatalkan perjodohan mereka. Jadi, Devan tidak lagi berstatus sebagai calon suami Keysa."

Amanda mengatupkan bibirnya rapat. Dia tidak bisa membantah keputusan yang diambil Surya. Namun, mengingat bagaimana perasaan Devan terhadap Keysa, Amanda tahu bahwa pria itu tidak akan menerima keputusan mereka begitu saja.

Pandangan Surya beralih pada layar TV yang memperlihatkan liputan berita dari dunia bisnis. Seorang pria muda dengan setelan jas formal berdiri begitu tenang di hadapan awak media. Aura ketampanannya tidak tertandingi. Senyum penuh wibawa terpancar saat dia menyapa wartawan yang hadir dalam konferensi pers yang dilakukan oleh perusahaannya.

Surya membaca nama yang tertera pada layar. Sudut bibirnya terangkat. "Ternyata Farhan sudah resmi menunjuk anaknya sebagai pewaris perusahaan."

Amanda tampak tertarik mendengar ucapan Surya. "Dia anaknya Farhan?"

Surya mengangguk. "Beberapa bulan yang lalu, Farhan sempat mengabariku kalau anaknya sudah selesai kuliah dan akan diperkenalkan secara resmi sebagai pewaris perusahaan."

"Oh, begitu." Amanda mengangguk-angguk. Dia menatap takjub ke layar TV. "Dia tampan sekali."

Surya tertawa mendengar pujian Amanda. "Aku jadi ingat bagaimana Farhan selalu membangga-banggakan anak semata wayangnya itu. Bukan hanya parasnya yang tampan, tapi otaknya juga sangat encer. Sambil mulai bekerja di perusahaannya, dia juga melanjutkan program magisternya."

"Sungguh? Itu luar biasa!" seru Amanda kagum.

PRANG!

Surya dan Amanda terkesiap mendengar suara pecahan kaca dari belakang. Mereka menoleh kompak dan terkejut mendapati keberadaan Keysa dengan tatapan mata tertuju pada layar TV.

"Keysa!"

Surya dan Amanda buru-buru berdiri dari sofa dan bergegas menghampiri putri mereka. Langkah keduanya sempat terhenti saat menemukan pecahan gelas yang berceceran di lantai.

"Apa yang terjadi?" gumam Amanda bingung sekaligus panik.

Surya menyentuh wajah Keysa. "Sayang, ada apa?"

Bibir Keysa bergetar hebat. Dia menunjuk layar TV dengan mata membelalak lebar. "O-Orang itu ...."

Surya mengernyitkan dahi. "Apa?"

"Papa!" Keysa berseru dengan wajah pucat pasi. "Dia orangnya, Pa!"

Surya berbalik dan kembali menatap layar TV. Tubuhnya membeku bersamaan racauan panik Keysa yang masih berusaha ditenangkan oleh Amanda.

"Mama, orang itu yang melakukannya! Dia ayah dari bayiku, Ma!"

Amanda berusaha menenangkan Keysa yang semakin kehilangan kendali emosinya. Dia melirik Surya dan mendapati ekspresinya menggelap. "Papa ...."

"Bawa Keysa kembali ke kamar."

Suara Surya terdengar dingin dan menakutkan. Amanda tidak berani bertanya lagi dan memilih mematuhinya. Dengan penuh perhatian, dia kembali membawa Keysa ke kamar. Namun, sesekali dia memperhatikan layar TV dan Surya secara bergantian. Embusan napas panjang lolos dari bibirnya. Ini tidak akan mudah ....

Setelah kepergian Amanda dan Keysa, suasana di sekitar Surya kembali hening. Hanya terdengar suara dari layar TV.

"Tidak mungkin ...."

Kepala Surya tertunduk. Bibirnya terkatup rapat.

"Pria yang selama ini kami cari ....," suara Surya bergetar, "ternyata anakmu, Farhan."

Tatapan Surya tertuju pada layar TV. Sorot matanya begitu tajam dan dingin. Seperti ujung pedang yang siap menembus jantung musuh. Surya menggertakkan giginya.

"Rafael Adhitama ...."

TO BE CONTINUED

Kira-kira seperti apa masa lalu Keysa selanjutnya? Ikuti terus ceritanya, ya 😉

Bab terbaru 64 sedang proses editing dan rencananya aku publish besok, paling lambat malam hari

Mohon ditunggu ya ☺️

Terima kasih sudah membaca 🥰

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 64. Masa Lalu Keysa (2)
27
14
Surya dan Amanda memutuskan untuk pergi menemui Farhan. Di sisi lain, Keysa sedang memeriksakan kandungannya dengan didampingi Devan. Tidak ada yang tahu bahwa kemalangan sedang menanti di depan mereka.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan