Mama

15
0
Deskripsi

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, lantas Nasa segera memeluk sang mama dengan erat. Tanpa mengucap kata, hanya memberi pelukan erat dengan air mata yang sedikit turun. Nasa, tidak ingin melepaskan sang mama.

Kicauan burung tetangga sebelah yang amat berisik mampu membangunkan Nasa dari tidur nyenyaknya. Jam masih menunjukkan pukul empat pagi, mengapa burung-burung itu sudah bangun? Pikir Nasa. Dibanding tertidur kembali, Nasa memilih untuk mengambil air putih yang sudah habis. Dia selalu menyediakan air putih di kamarnya.

Langkah kakinya sangat pelan karena takut membangunkan ketiga saudaranya, Nasa menerawang rumahnya sejenak. Rumah yang sudah empat tahun mereka huni untuk menghilangkan memori perihal sang mama yang selalu membekas dalam benak mereka.

Rasanya, Nasa baru sadar jika sebenarnya rumah ini tidak jauh berbeda dengan rumahnya yang dulu. Baik warna maupun suasana. Kalau dipikir kembali, buat apa mereka pindah jika hanya ingin menghilangkan memori sang mama, tetapi malah menduplikat segalanya?

“Dek,” panggil seseorang yang sangat Nasa kenal. Lantas, dia menoleh.

Di sana, berdiri sang mama dengan gaun putih indahnya, wajahnya tampak cantik dan penampilannya begitu anggun. Nasa terdiam selama beberapa saat, berusaha mencerna apa yang baru saja dia lihat.

Begitu sadar, dia menggelengkan kepala.

“Efek kangen mama dari kemarin, jadi gini nih,” gumam Nasa, dia memilih melanjutkan langkahnya.

“Dipanggil mama bukannya noleh, malah makin ngejauh, gimana sih adek?”

Lagi, langkah kakinya terhenti seketika. Napas Nasa mulai tak beraturan.

“Hantu apa ya?” tanyanya dalam gumam.

Lama hanya berdiri diam, tiba-tiba ada tangan yang menepuk pundaknya. Detik berikutnya, Nasa jongkok seketika.

“AMPUN MISS K! YANG SUKA GANGGU KAN MAS, BUKAN ADEK! PLISS JANGAN GANGGU DAN NYAMAR JADI MAMA!”

“Heh! Miss K apa adek? Ini betulan mamanya, bukan hantu!”

Nasa yang sedari tadi menutup telinganya lantas mengerutkan dahi. Perlahan, tetapi pasti, dia menoleh ke belakang dan melihat wajah mamanya yang tengah tersenyum tipis.

“Ini mama!”

“Ma … Ma?”

Sang mama yang tadinya berdiri, kini ikut jongkok di hadapan si bungsu. Dia mulai mengacak rambut anaknya dengan gemas.

“Iya lah mama! Kamu mimpi mama meninggal apa gimana?”

Raut bingung yang diperlihatkan si bungsu mampu memicu gelak tawa dari sang mama. 

Cantik. Mama selalu cantik. 

Batin Nasa terpesona akan tawa sang mama yang sudah lama tidak dia lihat. Jujur, dia sangat rindu dengan momen ini.

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, lantas Nasa segera memeluk sang mama dengan erat. Tanpa mengucap kata, hanya memberi pelukan erat dengan air mata yang sedikit turun. Nasa, tidak ingin melepaskan sang mama.

“Loh kok malah nangis?”

“Kangen mama … Kangen banget.”

Sang mama tersenyum tulus, tangannya ikut terulur untuk membalas pelukan erat sang anak. 

“Habis mimpi apa?”

Nasa menggelengkan kepala, tidak ingin menjawab pertanyaan sang mama. Dia hanya takut jika menjawab, sang mama akan hilang dari pandangannya.

“Cup, cup, cup, anak mama. Ayo bangun dulu, kita pelukan sambil duduk aja.”

Lagi, Nasa hanya menggelengkan kepala.

“Capek dong mamanya kalau gini terus.”

Dengan berat hati, Nasa melepas peluknya, tetapi beralih menggenggam sang mama. Tak ingin melepaskan apa yang sudah lama dia rindukan. Senyuman dan sentuhan hangat dari sang mama mampu menenangkan dirinya. Nasa … Rindu semuanya.

Begitu duduk, Nasa langsung meraih peluk lagi yang membuat sang mama terkekeh. Tangan kanannya terulur untuk mengelus rambut sang anak.

“Kok bisa kebangun?”

“Ada suara burung.”

“Jahat ya burungnya soalnya buat adek bangun?”

Nasa mengangguk dan menyembunyikan wajahnya di leher sang mama. Sedangkan sang mama hanya mengelus lembut rambut sang anak.

“Mama kemana aja? Adek kangen.” Kekehan kecil Nasa dengar dari mulut sang mama membuatnya semakin mengeratkan pelukan.

Ini benar mamanya ‘kan?

“Mama enggak kemana-mana, adeknya aja yang nggak sadar mama.”

Nasa melepaskan pelukan dan mengerucutkan bibir.

“Mana ada gitu!”

Sang mama mencolek hidung anaknya. “Ada!”

Nasa mencabikkan bibirnya dan kembali memeluk sang mama. “Apa buktinya kalau mama enggak kemana-mana?”

Sang mama tak henti mengelus rambut bungsunya dengan sayang, seolah memberi tahu Nasa jika sang mama tidak akan hilang sebab peluknya terasa erat seperti tidak ada hari esok yang akan menyapa.

“Mama tahu kalau kakak, abang, mas, adek sekelas terus dari kelas tujuh sampai kelas sembilan ini. Mama juga tahu kalau adek suka jadi peringkat pertama di tryout-tryout! Mama tahu kalau kakak jadi waketosnya sekolah, keren sekali! Mama juga tahu kalau mas itu sekarang lagi suka ikut band sama bela diri kayak abang! Ah, sama mama tahu kalau abang punya pacar!”

Lagi, Nasa kembali melepaskan peluknya dan menatap sang mama dengan pandangan terkejut. 

“MAMA KOK TAHU?!” 

Matanya yang membulat dengan mulut sedikit maju seperti membentuk huruf o mampu membuat mamanya tertawa melihat ekspresi bungsunya ini.

“Kan mama sudah bilang, mama enggak kemana-mana.”

“Tapi kok adek enggak pernah kelihatan mama?” tanyanya.

Sang mama tersenyum geli, dia maju dan cubit pipi gemas milik si bungsu.

“Mama jago sembunyi soalnya.”

“Masa?”

“Iya, buktinya adek enggak pernah lihat mama, tapi mama selalu lihat adek ‘kan?”

Nasa menyengir lucu, memperlihatkan deretan gigi rapinya dan mata yang menyipit indah seolah hilang.

“Iya sih! Ih tapi mama belum tahu ya kalau adek, kakak, abang, sama mas pernah kena poin sama skors?” tanya Nasa polos.

“Heh?!”

Nasa tertawa melihat wajah sang mama yang menurutnya lucu.

“Bisa-bisanya ketawa! Kalian ini astaga, kenapa bisa gitu? Nggak dimarahin papa?”

Nasa mengulum senyumnya.

“Dimarahin, tapi ya udah, mau gimana lagi? Setiap hari mah papa selalu marah-marah.”

Sang mama menggelengkan kepala, heran dengan tingkah si bungsu.

“Jangan kebanyakan cari masalah di sekolah, kasihan papa.”

Nasa mengerucutkan bibir dan mengerutkan dahi sebal membuat sang mama secara perlahan mengelus dahinya.

“Papa aja enggak pernah kasihan ke kita,” gumam Nasa.

Sang mama masih setia mengelus dahi si bungsu hingga sang empunya memejamkan mata.

“Papa itu selalu sayang kalian, cuma ketutup gengsi aja, percaya sama mama.”

“Papa itu masih banyak salahnya dek karena baru pertama kali jadi orang tua, eh mama malah ngajak main petak umpet kayak gini.”

Nasa terkekeh.

“Tapi papa itu enggak pernah enggak sayang kalian. Papa punya rahasia yang cuma mama yang tahu!”

Mata Nasa terbuka, berbinar mendengar ucapan sang mama.

“Apa ma?”

“Janji jangan kasih tahu siapa-siapa?”

“Janji!”

Sang mama mendekat untuk membisikkan kalimat, “papa cinta sama sayang ke kalian cuma caranya salah. Tapi percaya sama mama, suatu saat papa bakalan nunjukin sayangnya yang luar biasa banyak, sampai kalian lupa kalau papa pernah buat salah ke kalian.”

Seusai memberikan kalimat itu sang mama tersenyum ke arah Nasa yang melihatnya dengan tatapan sangat tidak percaya.

“Ah nggak percaya!”

“Kalau nggak percaya, coba ke kamar papa, di sana ada foto kalian, banyak!”

“Iya?!”

Sang mama mengangguk. “Lihat aja.”

Lantas, Nasa segera bergegas ke kamar sang papa untuk melihat kamar sang papa. Begitu dibuka, ucapan mamanya benar. Ternyata, kamar sang papa lebih terlihat seperti foto studio karena banyak sekali pigura dan foto kembar semasa kecil. Nasa mulai tersenyum senang dan langsung berlari untuk kembali ke sang mama.

Senyum senang yang terpancar dari wajah tampannya langsung hilang tatkala dia tidak menemukan sang mama di sofa rumahnya. Perasaan kalut nan takut mulai menelungkupi benak Nasa. Dengan cepat, dia langsung berlari mengelilingi penjuru rumah untuk mencari keberadaan sang mama.

“Ma!”

“Mama dimana? Jangan main petak umpet lagi, jangan sembunyi lagi, adek masih kangen!”

“Mama kemana?”

“Ma …”

Nada bicara Nasa yang awalnya berteriak lantang, kini semakin kecil diiringi nada takut dan getar yang luar biasa hebatnya.

“Mama … Dimana?”

“Adek nggak jago kalau disuruh nyari gini ma …”

“Mama … Plis?”

“Mama jangan tinggalin adek lagi, adek masih mau cerita banyak. Adek masih mau cerita kalau kakak kemarin menang lomba debat, adek masih mau cerita kalau abang juga menang lomba futsal, sama adek mau cerita kalau mas sekarang jago bela dirinya! Mama … Adek masih mau cerita banyak …”

“Mama …”

“Ma …”

“Ma …”

“Ma …”

“MAMA!” Nasa bangun dengan keringat yang bercucuran serta degup jantung sangat cepat. Dadanya terasa sesak membuat napasnya tersenggal-senggal seolah dia habis lari marathon.

Tatapan mata kosong membuatnya begitu berantakan. Rendra, Kevin, dan Gara yang berada di sekelilingnya seolah tak terlihat.

Detik berikutnya, Nasa memukul dadanya dengan kencang karena dadanya terasa sakit.

“Nas! Sadar Nas!” seru Rendra sembari memegangi tangan Nasa yang kian kuat untuk memukul dadanya.

Seolah tidak terdengar, Nasa masih memukul dadanya dengan tatapan kosong dan air mata yang masih terus turun.

“Nas, lo kenapa? Nasa, apa yang lo rasain?” tanya Kevin tepat di hadapan si bungsu, tetapi tetap, matanya seolah tidak bisa melihat kedua kakaknya yang kini begitu ketakutan dan bingung.

Gara yang sedari tadi hanya mengawasi dalam diam, langsung mengambil posisi tepat dimana Nasa memandangnya.

“Nas!” sentak Gara.

Nasa tersentak dan langsung melihat ketiga kakaknya, tetapi dia tidak berhenti memukul dadanya.

“Sakit …”

“Mana yang sakit?” tanya Rendra khawatir.

Nasa menggelengkan kepalanya dan masih memukul dadanya.

“Stop!” cegah Kevin yang sama sekali tidak berhasil menghentikan tangan Nasa.

“Bilang, apa yang sakit!” sentak Gara lagi dan lagi.

“Nggak tahu, semua sakit, mau ikut mama.”

Hening, baik Rendra, Kevin, maupun Gara hanya bisa diam melihat Nasa yang masih meraung kesakitan.

“Sakit … Dada gue sakit!”

“Kenapa sih? Kenapa dada gue kayak gini? Kenapa sakit … Mau ikut mama aja!” racau Nasa membuat Rendra tersadar.

“Stop, lo pukul makin sakit dada lo!”

Nasa menggelengkan kepala seolah tidak mau menghentikan kegiatannya.

“Lo mau apa?” tanya Kevin, salah.

“Mau ikut mama.”

Gara langsung mencengkram erat kedua pergelangan adiknya, hanya dia yang bisa melakukan ini pada Nasa, hanya dia yang tega karena harus memakai kekuatan dan bisa saja melukai Nasa. Namun, hanya Gara yang berani.

“Besok kita jenguk mama.”

Nasa tertawa getir. “Mama ada di sini.”

Gara mengganggukkan kepala.

“Iya, mama ada di sini, tapi besok kita baru ketemu.”

“MAMA ADA DI SINI! JANGAN BILANG SEOLAH-OLAH MAMA UDAH PERGI!”

Rendra mengambil alih.

“Iya, mama ada di sini. Ada di sini.”

“Lo percaya gue ‘kan?” tanyanya frustasi pada Rendra membuat si sulung menganggukkan kepala.

“Ayo cari mama.”

“Besok,” jawab Kevin tegas membuat Nasa menggelengkan kepala.

“Sekarang, sebelum mama pergi jauh.”

“Udah malem Nas,” ujar Gara melembut.

Nasa tetaplah Nasa, dia tetap menggelengkan kepala dan segera bangkit dari kasurnya. Dia berlari seolah tahu apa yang ingin dia lakukan setelah ini.

“Gar, tolong hubungin tante Caca, gue mau nyusul Nasa!” seru Rendra panik.

Kevin yang sedikitnya bingung akan situasi ini, langsung ikut dengan si sulung, menyusul bungsunya yang ternyata mengambil kunci motor dan berlari ke garasi rumah.

“Jangan biarin Nasa bawa motor! Dia baru bisa!” teriak Gara yang diangguki dua kakaknya.

Naasnya, Nasa terlalu cepat sehingga adik bungsunya itu sudah mengendarai sepeda motor. Lantas, Kevin segera mengambil kunci dan langsung mengikuti si bungsu dari belakang dengan Rendra yang dia bonceng.

“Cepet banget,” gumam Kevin.

“Vin, lebih cepat Vin!”

“Bisa ketabrak kita Ren!” balas Kevin.

Adiknya ini benar-benar cepat dalam mengendarai.

“Dia … Mau ke rumah lama ya?” tanya Rendra pelan melihat arah jalan yang diambil Nasa. Kevin mengangguk mengiyakan.

Ternyata kecepatan motor Nasa tidak dapat Kevin susul karena ada beberapa kendaraan yang menghalangi sehingga Rendra sedikit sulit melihat ke arah mana adik bungsunya ini.

Hingga, Rendra melihat tepat dari mata kepalanya sendiri tatkala ada motor di depannya yang melaju kencang seolah tidak ada yang bisa menghentikan, tetapi dari arah kiri juga ada motor yang turut melaju kencang.

“Anjing!” umpat Kevin seraya melajukan motornya.

“NAS! BERHENTI! NAS! BERHEN”

Teriakan Rendra terhenti tatkala matanya menatap motor Nasa yang sudah jatuh ke tanah dengan sang adik yang mulai bercucuran darah. Degup jantung Rendra seolah akan berhenti ketika mata Nasa menatap kosong di depannya seolah dia sudah tahu jika aka nada kejadian seperti ini.

Lantas, Rendra segera turun dari motornya.

“Nas! Nasa! Lo denger gue ‘kan? Nas?!”

Kevin menoleh ke motor yang menabrak Nasa, belum sempat dia menangkap seseorang itu, dia sudah melarikan diri membuat Kevin langsung naik kembali ke motornya. Berniat menyusul dan meminta pertanggungjawaban.

Diantara panik kedua kakaknya, ada si bungsu yang benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dengannya.

Dia hanya tahu jika beberapa detik sebelumnya, dia ingin segera ke rumah lama mereka untuk menemui sang mama. Namun, detik berikutnya dia malah merasakan tubuhnya melayang dengan hantaman yang luar biasa keras.

Dia, ditabrak sebegitu kencangnya dari arah kirinya.

Satu menit terakhir, seiring degup jantungnya berdetak cepat, benturan pada tubuhnya mampu membuat tubuh Nasa seolah remuk, seakan seluruh organ tubuhnya memaksa keluar dari tempatnya, terutama tulangnya yang luar biasa sakitnya.

Detik berikutnya, Nasa merasakan mati rasa dan pendengarannya terasa hilang entah kemana. Samar-samar dia melihat sang kakak yang menghampirinya dengan wajah teramat panik, tetapi Nasa hanya bisa diam dibuatnya.

Dia mulai melihat orang-orang mulai menghampiri dan sedikit mengguncang tubuhnya, tetapi apa boleh buat? Dia benar-benar tidak merasakan sakit. 

Detik-detik terakhir sebelum Nasa menutup matanya, dia melihat kakak, abang, dan masnya berkumpul di hadapannya dengan wajah panik mereka.

Lima

Empat

Tiga

Dua

Satu

Nasa tersenyum dan semua terasa gelap.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Rendra dan Rasa Bersalahnya
11
0
Rumah terasa sangat hampa karena hanya ada Rendra seorang didalamnya. Setelah mendapat telepon dari tantenya tadi di sekolah, kini dia telah berada di kamar sang adik. Niat hati untuk mengambil beberapa pakaian yang dibutuhkan sang adik, tetapi tangannya malah meraih sebuah pigora yang ada di nakas adiknya.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan