[1] The Mortal Instrument

4
0
Deskripsi

Kim Namjoon menyipitkan mata ketika dia mengamati seorang pemuda yang berada di dalam peti mati di hadapannya. Alih-alih tidur, pemuda itu tampak seperti orang mati.

"Ini ide yang buruk," tukas Taehyung seraya memegangi lengan Namjoon. "Ada alasan mengapa penyihir itu mengutuknya, Namjoon. Pemuda itu sangat jahat."

Dia tidak terlihat jahat. Dia tampak... sangat manis.

Namjoon melepaskan pegangan tangan Taehyung dari tangannya. Pemuda itu semakin tegang, tetapi dia segera melangkah mundur ketika Namjoon menggeser penutup peti matinya lebih lebar. Namjoon membiarkan pandangannya menyapu seseorang yang telah lama dia cari.

Kulit pemuda itu sangat pucat—ciri khas yang selalu dimiliki kaumnya. Rambut pemuda itu berwarna coklat karamel. Dia mengenakan baju tidur terusan ala bangsawan berbahan sutra.

"Kita akan mati, Namjoon." kata Taehyung sambil menelan ludah. "Mungkin dalam sepuluh menit ke depan. Kita akan mati dengan cara yang mengerikan dan menyakitkan."

Namjoon hanya menggeleng pelan menanggapi kata-kata pemuda itu, "Kau harus tenang."

Taehyung berdiri kaku di belakangnya.

"Lagi pula, kita tidak punya pilihan," kata Namjoon lagi. Sial. Sebenarnya, dia pun tidak ingin melakukan hal ini. Membangunkan seorang pemuda yang dikenal sebagai pangeran vampir, tidak pernah terlintas dalam pikiran Namjoon.

Namun, Namjoon tidak punya pilihan karena nyawa teman-teman di dalam pack-nya sedang terancam.

Namjoon menyentuh pipi pemuda itu. Suhu tubuhnya sedingin es.

"Dia tidak bernapas, kan?" Tanya Taehyung.

"Tidak." Itulah sebabnya dia tampak seperti orang yang sudah mati. Ketika pertama kali Namjoon mendengar cerita tentang pangeran vampir, dia berpikir bahwa itu hanyalah omong kosong belaka.

Tapi nyatanya tidak. Itu nyata.

Dia bahkan harus membunuh setengah lusin bajingan paranormal untuk sampai ke tempat ini. Darah bajingan itu masih mengotori pakaian yang dia kenakan. Tapi, jika pemuda di depannya ini benar-benar bisa melakukan apa yang dia pikirkan, maka semua rintangan yang telah dia lewati tidak akan sia-sia.

Jari-jari Namjoon menelusuri lekuk halus pipi pemuda itu. Dia sama sekali tidak terlihat seperti rumor yang orang-orang bicarakan—bahwa dia adalah sebuah mimpi buruk di tengah gelapnya malam. Dagunya sedikit runcing, bibirnya sensual dan penuh dengan warna merah muda. Bulu matanya yang panjang membuat bayangan samar di pipinya dan Namjoon bertanya-tanya, apa warna matanya?

Karena sebentar lagi Namjoon akan membangunkannya, maka, dia akan segera mengetahuinya.

Namjoon menjauhkan tangannya dari wajah pemuda itu seiring dengan cakarnya yang muncul di ujung jari-jarinya, "Pergilah keluar," perintah Namjoon pada Taehyung. "Tunggu di depan pintu untuk berjaga-jaga."

"Ta-tapi bagaimana seandainya vampir itu sadar dan membunuhmu?"

Tidak. Namjoon tidak mengkhawatirkan hal itu. Dia bisa menanganinya, "Seandainya kita diikuti. Jangan biarkan mereka menghentikanku. Tidak sampai aku melakukan bonding."

Hening sejenak.

"Kau yakin akan melakukannya?" Tanya Taehyung ragu.

Setelah semua yang mereka lakukan dan segala kesulitan yang mereka lewati? Apa Taehyung masih harus mempertanyakannya?

"Namjoon... kau pasti tahu apa yang akan terjadi padanya jika kau melakukan ini."

Namjoon menggedikkan bahu, "Dan aku tahu apa yang akan terjadi padaku." Dia menoleh dan bertemu tatap dengan Taehyung. "Aku akan membuat pack-ku lebih kuat."

Urusan tentang pack selalu lebih penting dari segala hal.

Ketika Namjoon kembali ke kawanannya satu tahun yang lalu, dia menemukan bahwa mereka telah diserang. Pria, wanita—mereka dibunuh secara keji. Pack-nya menyusut menjadi enam—enam werewolf yang tersisa.

Sejak saat itu, Namjoon berjanji, tidak akan membiarkan adanya kematian lagi di dalam pack-nya. Dan mereka... mereka akan membalaskan dendam.

Pandangan Namjoon kembali ke wajah si pemuda di dalam peti mati. Pemuda itu akan menjadi senjatanya untuk membalaskan dendam mereka.

"Pergi ke luar dan tunggu di depan pintu," perintah Namjoon lagi.

Taehyung tak lagi mendebat. Namjoon mendengar ketukan sepatu bot milik Taehyung di atas lantai yang berdebu dan derit pintu tua ketika pintu itu ditutup.

Dan akhirnya, Namjoon sendirian dengan mangsa yang telah dia cari selama satu tahun terakhir. Instrumen untuk membalaskan dendamnya.

Namjoon mengangkat lengannya, mengarahkan daging lembut bagian dalam lengan atasnya menuju mulut. Membiarkan taring-taringnya menajam, lalu Namjoon menggigit dengan keras dan menunggu darahnya sendiri mengalir ke dalam lidahnya, menahannya di sana. Sebelum dia mencium bibir pemuda itu dan membiarkan pemuda itu mencecap darah miliknya.

Detik-detik berlalu dengan detak jantung Namjoon yang berdentam kencang di telinganya.

Tapi... tidak ada apa pun yang terjadi.

Sambil mengerutkan kening, Namjoon meletakkan tangannya di dada pemuda itu. Namun, dia tidak merasakan detak jantungnya. Terlepas dari apa yang diyakini manusia, jantung milik vampir sebenarnya berdetak.

Hanya saja, jantung pemuda itu diam. Tidak berdetak.

Rahang Namjoon terkatup, "Mungkin... kau benar-benar sudah mati." Gumamnya.

Pangeran vampir telah berada di bawah kutukan sleeper spell selama dua puluh tahun terakhir.

Darah werewolf telah membekukan tubuh pangeran vampir itu beserta mantra yang menguncinya,

Dan seharusnya, darah werewolf-lah yang bisa membangunkan juga membebaskannya dari kutukan tersebut.

Tetapi, mengapa dia tidak bangun juga?

Sial. Ada terlalu banyak rahasia yang tidak Namjoon ketahui tentang vampir ini. Mungkin, dia hanya perlu menemukan cara lain untuk menghancurkan Ken, dan—

Keping mata itu terbuka, menunjukkan sepasang mata berwarna biru yang sejak tadi bersembunyi di balik bulu matanya yang panjang.

"Aku... belum mati," bisiknya dengan suara yang kecil, serak dan lemah. "Kau... kau yang akan mati." Sedetik setelahnya, tangan pemuda itu menarik leher Namjoon ke arahnya. Pemuda itu kuat—jauh lebih kuat dari yang Namjoon bayangkan.

Lalu, mulutnya, gigi taringnya yang sangat tajam, menggigit leher Namjoon.

Alih-alih takut, Namjoon malah menyeringai dan membiarkan pangeran vampir itu mencicipi darahnya.

Minumlah, sayang. Ini adalah jebakan untukmu.

Karena setiap tetes darah yang vampir itu ambil pada saat pertama kali, dia hanya akan mengikat dirinya sendiri pada Namjoon. Mereka telah terikat. Tubuh dengan tubuh. Darah dengan darah. Tidak ada jalan untuk kembali. Tidak untuk keduanya.

Tangan Namjoon menahan belakang kepala pemuda itu dengan santai.

Sebentar lagi, dia akan segera membalaskan dendamnya,

Ken, bersiaplah untuk mati.

.

.

.

Jangan membunuhnya.

Bisikan itu menggema di antara pikiran Seokjin yang kacau. Darah pemuda itu memenuhi mulutnya, mengalir di lidahnya seperti wine yang manis namun memabukkan, Tubuhnya yang kuat dan hangat berada di atasnya dan...

Jantung Seokjin mulai berdetak.

Seokjin bisa merasakan organ itu berkontraksi dengan irama yang berulang, dan dia bisa mendengar setiap ketukan dari detaknya.

Giginya menggigit tanpa celah di leher pemuda itu. Seokjin sadar bahwa dia telah menyakiti pemuda itu, namun di sisi lain dia tidak bisa menghentikan dirinya sendiri. Dia kelaparan. Sangat kelaparan sejak waktu yang lama.

Lepaskan dia. Jangan membunuhnya.

Detak jantungnya berpacu lebih kuat. Seokjin bisa merasakan aliran darahnya meluncur di setiap pembuluh darahnya. Darah pemuda itu memberinya kekuatan setelah sekian lama yang dia rasakan hanyalah ketidakberdayaan dan kelemahan.

Darah pemuda itu... membuatnya hidup.

"Kurasa sudah cukup." Suara itu terdengar rendah, kasar dan dalam.

Seokjin mengabaikan kata-kata pemuda itu. Dia masih ingin menikmatinya, dan juga—

"Aku bilang, cukup." Kemudian, tangannya yang besar dan kuat menarik bahunya mundur. Mendorongnya menjauh hingga kepalanya kembali terbenam ke atas bantal di dalam peti mati.

Seolah baru tersadar, Seokjin ingin keluar dari peti mati ini.

Seokjin mengerjap, menatapnya.

"Jika kau menguras darahku sekarang, maka semua usahaku akan sia-sia."

Seokjin menjilat bibirnya dan dia masih bisa merasakan darah pemuda itu di sana. Mungkin, karena dia sudah terlalu lama tidak meminum darah. Namun, darah pemuda itu benar-benar terasa luar biasa nikmat. Segar. Dan membuatnya lebih hidup.

Seokjin menginginkannya lagi.

Ketika Seokjin mencoba untuk menerjang maju, pemuda itu semakin mencengkeram pundaknya dengan erat dan dia terus menahannya di dalam peti mati itu, "Tidak secepat itu, sayang."

Sayang? Seokjin menyipitkan mata dan akhirnya berhasil fokus untuk menatap wajah pemuda itu.

Wajah pemuda itu terpahat dengan sempurna meskipun ada bekas luka samar di pelipis kirinya yang membuat penampilannya tampak berbahaya . Rahang yang tegas. Dan bibirnya... seksi.

Bibir Seokjin terkatup.

Rambut pemuda itu berwarna coklat gelap. Cahaya matahari menyisip masuk melalui jendela di sebelah kiri.

Cahaya matahari yang sudah sangat lama tidak Seokjin lihat!

Dan dengan cahaya itu, Seokjin bisa melihat warna mata pemuda itu yang berwarna abu-abu, sangat kontras dengan warna rambutnya yang gelap.

"Kau sudah tenang?" Tanya pemuda itu dan aksen skotlandia yang samar bergulir di balik kata-katanya. Kebanyakan orang mungkin tidak akan memperhatikan aksen samar itu.

Sayang sekali, Seokjin tidak seperti kebanyakan orang.

Dan dia sama sekali tidak bisa tenang.

Tapi... bagaimana bisa manusia itu menahan tubuhnya dengan mudah? Padahal, dia telah menghisap darahnya cukup banyak. Seharusnya, dia menjadi lemah.

Jika dia manusia biasa... seharusnya bahkan dia sudah pingsan.

Jadi, siapa sebenarnya pemuda ini?

Tatapan pemuda itu menyapu tubuhnya. Darah pemuda itu—darahnya menetes dan menodai baju tidurnya.

Sekarang, detak jantung Seokjin berdentam dengan cara yang normal. Tidak bergemuruh seperti beberapa saat lalu.

Karena di masa lalu, detak jantungnya adalah suara terakhir yang Seokjin dengar.

Dengar, Seokjin... dengar ketukan terakhir dari detak jantungmu.

Apakah kau mendengarnya? Perlahan-lahan, mereka akan melambat sampai akhirnya berhenti berdetak.

Dan kau—kau tidak akan pernah bisa mendengar suara detak jantungmu lagi.

Seokjin menjerit ketika ingatan itu kembali menyeruak di dalam benaknya. Dia mendorong pemuda yang berada di atasnya dengan kuat ketika dia mencoba melawan hantu dari masa lalunya. Kukunya berubah menjadi cakar dan dia menyerang pemuda itu. Dia mencakar dadanya lalu mendorongnya hingga pemuda itu terpental.

Detik berikutnya, Seokjin keluar dari peti mati dan dia berlari menuju pintu.

Kebebasan... kebebasan yang menantinya.

Dia akan segera keluar dari tempat ini. Dinding-dinding itu tidak akan mengurungnya lagi. Dia tidak akan lagi hanya sekadar mendengar suara debur ombak atau suara cicit burung yang terbang di sekitar jendela. Dia akan bebas dan bisa melihat lagi semua itu.

Seokjin menarik membuka pintu kayu jati di hadapannya, nyaris merusak engselnya.

Namun, ada seseorang yang sedang berdiri di balik sana—yang sontak menoleh dan menatapnya. Wajahnya yang tampan seketika tampak kaku dan ketika pemuda itu melihat dirinya, muncul cakar dari ujung jari-jarinya. Cakar yang panjang dan tajam seperti pisau. Cakar yang jauh lebih besar dan lebih kuat daripada cakar yang Seokjin miliki.

Seokjin tahu, apa jenis pemuda itu.

Werewolf.

Seketika, kemarahan menguasai diri Seokjin. Menghalangi semua pikiran lain yang dia miliki dan sesaat Seokjin melihat ruangan di sekelilingnya memudar sehingga dia hanya bisa fokus pada orang itu.

Monster.

Monster yang sama yang telah memenjarakannya dan menguncinya dengan kutukan.

"Kau akan mati," Bisik Seokjin dengan suara yang pecah. Dia merasa hancur. Dan mungkin, dengan membunuh werewolf itu bisa membuat jiwanya kembali utuh. Kembali hidup. Pemuda di hadapannya ini—werewolf ini—bukanlah seseorang yang telah menyelamatkannya. Tidak seperti seorang pemuda lain di dalam sana. Jadi, tidak ada keraguan yang muncul dalam diri Seokjin ketika niatnya untuk membunuh berkobar dalam benaknya. Tidak ada bisikan bahwa dia harus berhenti bahkan ketika dia meraih kepala pemuda itu dan memutar lehernya ke samping.

Tapi kemudian, Seokjin merasakan cakar-cakar lain yang mencengkeram lehernya sendiri.

"Kadang-kadang, dia memang sangat menyebalkan. Tapi dia keluargaku, dan aku tidak akan membiarkanmu membunuhnya."

Pemuda lainnya. Si pemuda Skotlandia.

Sial. Dia juga memiliki cakar. Werewolf. Dia dihadapkan dengan dua werewolf.

Merasa tidak mampu melawan, Seokjin melepaskan cengkeramannya dari leher pemuda itu meskipun dia telah merencanakan serangan berikutnya.

Tubuh Seokjin ditarik mundur hingga kembali masuk ke dalam kamar.

"Keluar dari sini, Taehyung." kata si Skotlandia.

Yang bernama Taehyung bergegas keluar dan menutup pintu itu rapat-rapat.

Si pencekik perlahan-lahan memaksanya untuk berbalik menghadapnya. Jejak darah telah menodai kemeja yang pemuda itu kenakan dan aroma manis itu lagi-lagi menggoda indra penciuman Seokjin. Taring Seokjin memanjang dan tubuhnya yang telah lama kelaparan karena darah kembali gemetaran.

Seokjin menginginkan darah pemuda itu lagi.

Jika pemuda itu tidak merobek tenggorokannya—membunuhnya, maka Seokjin memiliki kesempatan untuk mencicipi darahnya lagi.

"Aku juga ingin mencicipimu." Ujar werewolf itu.

Seokjin mengerutkan kening, Tidak mengerti apa yang pemuda itu bicarakan.

Mata abu-abunya tampak bercahaya, "Aku telah memberikan darahku padamu dan sekarang adalah giliranmu."

Cakar milik pemuda itu menggores kulit lehernya. Rasa sakit itu nyaris tidak Seokjin rasakan, tetapi kemudian, pemuda itu menariknya lebih dekat. Sambil memeluknya. Pemuda itu mengendus lehernya dan kemudian... dia menjilat kulitnya, Napas Seokjin seketika bergetar. Seokjin sadar bahwa dia harus melawan, tetapi kakinya masih terasa lemah. Tubuhnya masih terasa sakit dan dia...

Menyukai bagaimana bibir pemuda itu berada di atas kulit lehernya.

"Hmm... aku tidak menyangka," gumam pemuda itu.

Keping mata Seokjin terbuka lebih lebar, dia menatap ke belakang pemuda itu—ke arah peti mati yang telah menjadi penjaranya.

Seakan baru mengingat, Seokjin bertanya-tanya. Berapa lama dia berada di dalam sana? Apakah begitu lama sampai dia menjadi gila dan membiarkan seorang werewolf mencekik lehernya.

"Le... lepaskan aku..." tukas Seokjin dengan suara yang pelan dan juga serak. Tenggorokannya terasa sakit ketika dia berbicara. "A-atau kau... akan mati."

Lidah pemuda itu meluncur di atas kulitnya lagi. Apakah dia—apakah dia baru sama menekankan ciuman di lehernya?

"Tenang. Aku baru saja ingin mencicipimu," Pemuda itu menyeringai, menampilkan lesung pipinya.

Gigi Seokjin bergemelutuk, "Le... lepaskan..."

"Baiklah, baiklah." Pemuda itu menjauhkan tangannya dari leher Seokjin dan mundur selangkah. "Kau puas sekarang?"

Seokjin hanya membalasnya dengan menyipitkan mata.

Pemuda itu menggedikkan bahu, "Sepertinya tidak."

"Siapa... kau?" Suara Seokjin sedikit lebih kuat sekarang. Kemajuan yang bagus.

"Aku orang yang telah menyelamatkanmu."

Kemudian, tatapan Seokjin menyapu tubuh pemuda itu. "Kau... bukan manusia." Manusia biasa tidak memiliki cakar dan juga meminum darah.

Pemuda itu mengangguk, "Benar. Aku lebih dari sekedar manusia." Jeda sesaat. "Aku werewolf."

"Dan... aku... akan membunuhmu..." Ya. Seokjin akan melakukannya. Vampir dan werewolf adalah musuh abadi.

"Jangan harap," Seringaian itu muncul lagi beserta lesung pipinya. "Hei, aku adalah pahlawan yang baru saja menyelamatkanmu."

Werewolf bukanlah pahlawan. Mereka adalah monster. Monster!

Persis seperti yang dikatakan di dalam cerita.

"Dan aku adalah seseorang yang bisa memberikan apa yang kau inginkan."

Dia tidak mengenalnya. Bagaimana dia bisa tahu apa yang dia inginkan? Bibir Seokjin terbuka dan dia menarik napas dalam-dalam. Kemudian, Seokjin baru saja menyadari apa yang dia lakukan. Dia baru saja menghirup udara. Udara yang nikmat dan berharga. Paru-parunya begitu kelaparan karena dia tidak bernapas dalam waktu yang lama. Meskipun agak merasa sedikit pusing, Seokjin menghirup udara lebih banyak lagi.

Mata pemuda itu menatap lekat ke arahnya, dia mengawasi Seokjin lamat-lamat, dan kemudian dia berkata, "Aku bisa memberimu Ken, dan bahkan aku akan membantumu untuk memenggal kepala bajingan itu."

Baik. Mungkin... mungkin... orang asing ini memang tahu apa yang Seokjin inginkan.

Maka dari itu... Seokjin akan membiarkannya tetap hidup sedikit lebih lama.

Ken. Nama itu terpatri begitu lekat dalam ingatannya. Dia adalah werewolf yang bertanggung jawab karena telah mengutuknya dengan darahnya, "Siapa kau sebenarnya?" Seokjin bertanya lagi. Kali ini, suaranya semakin terdengar jelas. Kelebihannya, dia bisa menyembuhkan dirinya dengan cepat.

"Namaku Kim Namjoon."

Kim Namjoon. Nama itu tidak berarti apa-apa baginya. Selama hidupnya, Seokjin tidak pernah bertemu dengan Kim Namjoon sebelumnya.

Tidak sampai Seokjin membuka matanya dan mencecap darah pemuda itu di mulutnya.

Sekarang, setelah Seokjin mengenalnya, dia menyadari bahwa mungkin dia tidak akan pernah melupakan werewolf bernama Kim Namjoon itu. Ingatan tentang pemuda itu akan melekat di dalam pikirannya bahkan...

Bahkan setelah Seokjin membunuhnya nanti.

"Beri aku waktu," kata Namjoon seraya menganggukkan kepalanya, "dan aku akan membawamu langsung kepada Ken."

Seokjin hanya terus menatapnya. Werewolf itu mencoba menawarkan sebuah kesepakatan padanya. Tapi, Seokjin tidak ingin melakukan kesepakatan itu. "Kau telah membebaskanku." Namjoon telah memberikannya darahnya. Darah werewolf yang dia butuhkan untuk menghancurkan kutukan yang Ken lakukan padanya.

Namjoon memiringkan kepalanya.

Seokjin pernah bersumpah untuk menghancurkan werewolf. Melenyapkan mereka satu persatu.

Tapi, werewolf di hadapannya ini—dia telah mempertaruhkan nyawanya untuk membebaskannya dan Seokjin pikir, membunuhnya bukanlah pilihan yang tepat. "Anggap dirimu beruntung, wolf." Tukas Seokjin dan mendorong Namjoon menjauh, kemudian dia melangkah menuju jendela yang besar. Satu-satunya jendela yang berada di ruangan itu. Cahaya matahari menyisip masuk melalui kaca. Sinar itu terasa sangat hangat di atas kulit Seokjin yang begitu dingin.

Kebanyakan vampir sangat membenci cahaya.

Tetapi, tidak dengan Seokjin.

Seokjin telah berada di dalam kegelapan begitu lama sehingga dia sangat membutuhkan cahaya itu. Dia meletakkan telapak tangannya di kaca jendela. Di balik kaca itu, Seokjin bisa melihat tebing yang curam dengan debur ombak di bawahnya.

Laut.

Seokjin mengepalkan tangan. Werewolf dan juga penyihirnya. Seokjin berjanji akan menemukan mereka berdua. Untuk membalaskan dendamnya. Dia akan membuat mereka menderita, sehingga mereka akan memohon ampun kepadanya. Lalu... dia akan membunuh mereka.

Tapi pertama-tama, Seokjin harus menyelesaikan urusannya dengan werewolf di belakangnya, "Selamat tinggal, Kim Namjoon," kata Seokjin tanpa repot-repot menatapnya lagi. Lalu, dia meninju kaca itu kuat-kuat hingga jendela itu pecah.

Namjoon berteriak memanggil namanya, tetapi Seokjin tidak berhenti. Dalam sekejap, dia melompat melewati jendela itu. Bergegas meraih kebebasannya. Dia adalah seorang vampir tua yang dikaruniai kekuatan yang hanya sedikit orang yang bisa berharap memilikinya.

Dia terlahir sebagai vampir darah murni yang memiliki kekuatan para dewa.

Di belakang sana, Namjoon mengejarnya.

Seokjin berlari semakin cepat dan melompati medan berbatu. Menatap air yang terasa sangat menyegarkan di bawah sana.

"Berhenti!"

Werewolf itu mengejarnya. Seokjin berhenti di tepi tebing.

"Apa yang kau lakukan!" Cetus werewolf itu ketika dia bergegas mengejarnya. "Kau mau mati?!"

Mendengar kata-kata itu, sontak Seokjin tertawa. Suara tawa yang rapuh. Seokjin menoleh untuk menatapnya sekali lagi, "Kau tahu? Aku sudah mati sejak bertahun-tahun lalu." Dan Seokjin ingin mengeyahkan semua bau busuk yang telah menjebaknya begitu lama. "Sekarang, sudah waktunya bagiku untuk hidup kembali."

Dan ketika Pangeran Vampir hidup, semua orang harus takut kepadanya.

Seokjin menyeringai, lalu dia kembali menatap ombak di bawah sana. Sambil tersenyum dia melangkah maju dan membiarkan dirinya jatuh ke dalam air laut dengan ombak yang bergulung-gulung.

.

.

.

Namjoon mendengar suara langkah kaki di belakangnya ketika dia mengintip ke bawah tebing yang curam. Sial, tinggi tebing itu sekitar empat puluh kaki. Bahkan mungkin lima puluh. Dan ombaknya begitu kencang.

"Apakah kau akan mengejarnya?" Tanya Taehyung ketika werewolf yang lebih muda itu berdiri di sampingnya.

Kepala vampir itu baru saja menembus gelombang busa dari ombak yang bergulung-gulung. Sementara Namjoon terus memperhatikan, vampir bernama Seokjin itu mulai berenang melawan ombak yang terus bergejolak. Berenang dengan begitu mudah.

Luar biasa.

Sekaligus tidak waras di waktu yang bersamaan.

Namjoon mengepalkan tangan, "Tidak." Karena dia tidak seperti vampir itu. Namjoon tidak siap harus mengambil resiko ketika tubuhnya jatuh menghantam batu juga ombak yang menunggu di bawah sana.

"Dia melarikan diri," kata Taehyung seraya mengusap dagunya dengan telunjuk dan ibu jari. Namjoon sudah tahu, tetapi Taehyung memang memiliki kecenderungan yang menyebalkan untuk melakukan hal itu.

Namjoon menggelengkan kepala. Bukankah seharusnya Taehyung merasa senang karena vampir itu pergi menjauh dari mereka? Mengingat beberapa saat lalu Seokjin hampir saja mengakhiri hidup Taehyung di dalam kastil sana.

Taehyung menghela napas panjang dan lelah, "Ini tidak sesuai dengan rencana kita, kan?"

Namjoon harus kembali menyusun rencana baru.

Sebagai catatan, Seokjin adalah perenang yang hebat. Benar-benar hebat. Lima belas menit setelah bangun dari tidur panjangnya, pemuda itu melompat ke dalam laut dengan ombak yang kencang dan berenang dengan mudah seolah dia adalah atlet renang yang sedang ikut olimpiade. Sangat menarik. Namjoon tersenyum dan membiarkan kemarahannya perlahan-lahan hilang, "Kupikir, rencana ini jauh lebih bagus dari rencana awal yang kususun." Pangeran vampir—Seokjin—kehidupan pemuda itu tampaknya sama persis seperti cerita yang Namjoon dengar.

Seokjin. Nama vampir itu berbisik di dalam benaknya. Nama yang indah. Nama yang sempurna untuk vampir itu. Sebelumnya, Namjoon tidak bisa mencocokkan nama itu dengan bayangan apa pun dalam benaknya. Tapi setelah melihat Seokjin secara langsung, mustahil baginya untuk melupakan seorang pemuda seperti dia.

Namjoon melirik lautan di bawah sana sekali lagi. Dia tahu ke mana vampir itu akan pergi. Namjoon berpaling dari tebing. Seokjin pikir, dirinya telah bebas. Seokjin pikir, dirinya masihlah seorang penjahat supranatural yang akan ditakuti semua makhluk lainnya.

Begitu Seokjin sampai di kota, pemuda itu akan segera menyadari bahwa aturan permainan di dunia paranormal telah berubah. Seokjin tidak akan bisa pergi jauh darinya.

Tidak untuk sekarang, atau kapan pun.

Karena ikatan mereka berdua tidak akan pernah bisa putus. Setidaknya, tidak jika Seokjin masih tetap ingin hidup. *** []

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya [2] The Mortal Instrument
3
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan