Bening&Banyu

114
9
Deskripsi

Mereka seperti pengembara di padang luas yang sepi. Mereka hanya memiliki, bergantung dan mengerti satu sama lain.

Dia keren, dia memang keren dan dia kakakku

Load up on guns, bring your friends
It's fun to lose and to pretend
She's over-bored and self-assured
Oh no, I know a dirty word

Bening merasakan energi Banyu dari atas panggung, dimana pemuda itu seolah berperan seperti seorang pemimpin sebuah kultus.

Banyu membuat lautan massa pengikutnya bergerak begitu antusias, bernyanyi bersama sebuah lagu hits dari Nirvana pada zamannya, berjudul smells like teen spirit.

“Abang lo, Man!" Habibi merangkul bahu Bening, mereka melompat bersama. “Ini ada surat dari kepsek buat lo,” katanya menyerahkan sebuah amplop putih dengan sampul University of National Medical Prague.

“Iya dong, abang gue!” balas Bening sumringah merampas amplop tersebut begitu saja.

Banyu tersenyum lebar. Pemuda itu begitu bersinar walau masih mengenakan celana sekolah abunya. Ia bernyanyi sambil memetik senar gitar listrik sembari kakinya yang bersampul sepatu converse berulang kali menginjak pedal efek di bawah sana. Berisik dan menggelegar, berteriak begitu semangat, hingga keringat mengalir di sisi-sisi wajah.

"Banyu!!!!!" Hampir selusin murid perempuan menyerukan nama sang kakak.

Dan Banyu hanya perlu mengedipkan mata sekali untuk membuat mereka memekik kencang, kegirangan.

Hello, hello, hello, how low
Hello, hello, hello
With the lights out, it's less dangerous
Here we are now, entertain us
I feel stupid and contagious

"Semuanya!!" seru Banyu, mengajak para penonton di depannya ikut melompat.

Bening mengamati mata sang kakak yang berbinar. Musik membuat pemuda itu hidup. Menyayangi sesuatu, terkadang melampaui pamahaman dan kekuatan.

Begitu pula Bening, ia sangat menyayangi kakaknya, di matanya Banyu sangat keren. 

Di lain waktu, ia bahkan ingin menjadi sosok seperti sang saudara tercinta.

Dicintai banyak orang, rebel, pemberani dan penuh percaya diri.

Bening ikut melompat tinggi. Ia melambaikan tangannya tepat ketika Banyu menatapnya di antara kerumunan dan kakaknya itu tersenyum cerah sembari memamerkan skill permainan gitarnya. 

Ya, sekali lagi. Kakaknya itu seorang yang keren.

***

"Hei! Kenapa si Ghaitsa?" Bening menghampiri Banyu ke backstage.

"Hah?" Banyu mengangkat kedua alisnya.

Tadi itu, ketika Bening menuju kemari, ia sempat berpapasan dengan Ghaitsa yang kelihatan kesal, mungkin keduanya sedang terlibat pertengkaran kecil.
Ia mengeluarkan botol air dari dalam kantong plastik.

Banyu mengedikkan bahu, ia meraih botol minuman dari sang adik. "Thanks, Ben. Lo tau, cewe emang rada complicated. Dia itu tadi nanya, gue udah mikirin mau kuliah dimana, ngambil jurusan apa? Ya gue jawablah, belom tau. Eh, terus marah. Masa gue harus bohong sih, kan gue masih nikmatin hobi gue. Lagipula emang kita bisa milih sesuatu tanpa didikte mak lampir? Percuma mutusin sesuatu, kalo ujung-ujungnya Ibu yang milihin jurusan. Kalo lo, emang udah?"

Bening menggeleng.

"Itu apa yang ditangan, kertas apaan?"

Bening mengerjap. "Hah? Engga ada apa-apaan, cuma brosur bimbel yang baru buka di dekat rumah," katanya memasukkan kertas tersebut ke saku celana.

Mereka terdiam beberapa saat sebelum Banyu bangkit. "Lo mau ikut gue ke pantai sama anak Horizon, naik motor?

Bening melebarkan mata, merasa bersemangat. "Mau, mau!" katanya.

"Lagi engga ada les kan lo? Atau lagi ada urusan sama Ibu? Kita duluan, yang lain ntar nyusul naik mobil."

Bening menggeleng lagi.

Keduanya bangkit dan mengintip sebentar lewat spanduk yang menutupi bagian belakang panggung.
"Lo liat cewe-cewe itu, mereka nungguin gue. Pasti kalo gue keluar sekarang, mereka bakal teriak, terus kerumunin gue dan lo bisa bayangin gue ngga akan bisa lolos dalam waktu yang sebentar dari mereka."

Bening tersenyum. "Iri banget sama lo, Bang. Banyak fansnya, lagian kenapa sih lo jarang mau ngehampirin cewe-cewe begitu, walau cuma say hello."

"Engga bisa gue, malu kalo udah berhadapan langsung!" Banyu menggaruk pelipisnya.

Bening tergelak. "Oh, apa sebenarnya ini bagian self branding lo. Biar kelihatan cool, misterius, gitu?"

Banyu menepuk punggung Bening pelan. "Engga ada yang begitu, gue emang malu mau ngomong apaan coba."

Bening cengengesan. "Ya udah, gue aja yang keluar buat alihin perhatian mereka dan lo ntar nyusul di belakang buat ambil motor ," usulnya.

Banyu setuju dan membiarkan Bening pergi lebih dulu dengan santai.

"Itu Kak Banyu!" seru seorang siswi, otomatis membuat teman-temannya menengok ke arah Bening. "Ayo kesana!!" tambah yang lain dengan histeris dan dramatis.

Bening menoleh ke belakang dan menggerakkan dagunya agar Banyu segera bergerak.

"Bukan, itu bukan Kak Banyu. Itu sodara kembarnya. Itu Kak Banyu!" teriak salah satu dari gadis-gadis itu.

Bening melebarkan mata sembari mempecepat langkahnya. "Lari!" serunya pada sang kakak yang   mulai diserbu.

Banyu mengangguk, ia berlari menuju parkiran motor yang lumayan jauh. "Ben, cepetan!" serunya panik karena di belakang sana para siswi-siswi pecinta Banyu tak berhenti mengejar mereka.

"Astaga, Bang! Engga ada capenya bocil-bocil ini."

Banyu tertawa. “Emang lo udah gede? Kita ini masih SMA!” Ia meraih pergelangan tangan Bening. "Jangan banyak omong kalo engga mau ketangkep, karena mereka bakal ngejar sampe manapun. Lari ke motor!" teriaknya.

***

Banyu menjatuhkan badannya di hamparan pasir putih. Dadanya naik turun, lelah sekali rasanya melarikan diri dari para fans fanatiknya.

Bening sama lelahnya, ia tersengal dan turut menjatuhkan badan di samping abangnya.

Angin pantai menghembus kulit mereka yang lembab karena kebanyakan berlari. Seragam mereka basah dan kotor.

Keduanya tergelak. "Gila! Fans lo ngga ada tandingannya. Ngekorin kita bahkan saat udah pergi naik motor."

Banyu mengangguk. "Kadang mereka jadi sedikit menakutkan, tau engga sih? No privacy, mau ditegor guenya engga enak. Ntar dibilang songong padahal udah banyak support. Padahal, kita juga butuh waktu sendiri. Gimanapun, i'm just human."

"Tetep aja gue iri, Bro!"

"Engga ada yang perlu lo iriin dari hidup orang lain. Gue pikir setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sifat manusia aja yang  selalu merasa kurang dan pengen punya lebih. Siapa yang tau kalo orang yang dia pengenin hidupnya, sebenarnya juga pengennya jadi kayak dia. Syukuri aja apa yang ada kayak yang dibilang bang Ryan d' masiv. Lo masiver garis keras, kan?"

Debur ombak terdengar di sela-sela percakapan mereka.

"Engga, gue horizontal ya. Gue fans garis keras lo."

Banyu memerah. Ia mendorong badan adiknya. "Bisa-bisanya ngeledekin gue, awas aja lo gue cemplungin ke aer," katanya salah tingkah.

Bening tertawa dan balik dorong abangnya. "Jiahh, pentolan anak band sangar saltingan, bisa-bisanya!"

Beberapa waktu mereka saling mendorong dan bergumul khas anak lelaki lainnya sebelum Banyu menangkap kertas milik Bening yang adiknya itu kantongi tadi, kini tergeletak di atas pasir. Ia membuka dan membaca isinya.

"Lo dapet beasiswa buat kuliah di Finland? Jurusan kedokteran?"

Bening melebarkan matanya. Ia merampas kertas itu dan kali ini memasukkan ke dalam tas, jauh ke dalam agar tak terjangkau. "Engga, itu bukan beasiswa. Lagian gue engga gitu tertarik sama dunia kesehatan."

Banyu menghela napas. Ia menekuk kaki dan meletakkan lengannya diatas lutut. "Lo engga harus terus berkorban demi gue. Kalopun suatu hari gue harus jadi penerus Eyang, gue ngga punya pilihan." Pemuda itu memandangi ombak yang datang dan menyapu pinggir pantai berulang-ulang kali.

"Lo suka musik, kan? Lagipula gue belom tau minatnya kemana," balas Bening.

Banyu menghela napas lagi. "Gue abang lo, gue yang harusnya nanggung ini semua."

“Justru karena lo abang gue, lo udah cape selama ini buat jadi sosok Ayah yang baik buat gue, Bang. Lo selalu jadi orang nomer satu yang bela gue, lo berantem karena gue, inget lo kalo gue lagi pengen banget makan apaan tengah malem atau pengen beli mainan. Lo bakal masakin, beliin. Padahal kita cuma beda sejam, Anjing! Lo sama kecilnya sama gue badannya. Tapi lo berasa tua banget dan ngerasa wajib buat selalu ada disaat gue butuh.” Mata Bening berkaca-kaca.

Banyu menelan ludah susah payah, ia tak berkedip memandang gelombang-gelombang air laut di depannya.

It's not a big deal. Gue suka belajar apa aja, mau bisnis, tekhnologi, kesehatan, semua sama aja. Tapi lo, musik itu darah lo. Walau gue masih bertanya-tanya kenapa bisa lo berbakat di musik? Bokap juga suka bisnis, kan? Kalo Ibu, lo tau gimana beliau."

Banyu merangkul bahu sang adik, ia menarik yang lebih muda merapat padanya, kemudian memukul kepalanya. "Lain kali, jangan sok mellow dan hampir bikin gue nangis, gue pukul lo?"

"Iya engga, iya iya haha. Awasin ketek lo basah, Banyu! Kena muka gue sialan!"

Banyu masih menjitak kepala Bening yang dia himpit di antara lengan dan sisi badannya. "Sopan banget, adek gue ya. Wangi semerbak, kan? Iyalah tadi habis manggung, keringat gue udah kayak air mancur." Ia tergelak karena Bening tak berhasil memberontak. Adiknya itu meringis, wajahnya telah merah padam dan ingin muntah.

Banyu melepaskan kunciannya. Ia tersenyum penuh kasih sayang. Kemudian kembali ke posisi semula.

Ya, mereka itu ibarat pengambara di gurun sepi. Keduanya hanya memiliki, bergantung, dan mengerti satu sama lain.

Banyu berdeham. “Kalo nantinya kita suka sama cewe yang sama. Apa lo mau ngorbanin perasaan lo juga buat gue? Lo harus belajar mikirin diri sendiri mulai sekarang."

Bening mengedip lambat dua kali. “Gue belom pernah jatuh cinta, dan gue belom bisa jawab itu karena gue belom pernah ngerasainnya.”

Langit biru perlahan menjadi jingga, burung-burung camar menghilang. Keduanya menyaksikan matahari sedikit demi sedikit turun, lalu tenggelam bersama sinarnya, meninggalkan bumi yang menggelap dan hati para manusia yang penuh rahasia.

 

©Chiminamon061223

Harap meninggalkan komentar biar kita ngga bingung walau belum di surga.

 

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Heartstrings
160
23
Jika dulu Bening adalah teman menangis bersama. Maka kini Banyu adalah orang nomer satu yang akan menenangkannya disaat ia mengeluarkan banyak air mata. Jika dulu Bening selalu memberikan dorongan dan semangat untuk tetap menjalani hari sebagai manusia. Maka kini Banyu adalah orang yang akan selalu melindungi, menjaga, bahkan merawat di saat ia lelah karena memang ia cuma manusia biasa.Terima kasih untuk kalian berdua, karena telah hadir di kehidupanku bersama seorang Segara Biru.©heartstrings
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan