
Hal yang paling ia hindari ialah ketika adanya acara kumpul keluarga. "Kapan menikah?" itu adalah pertanyaan yang paling menyebalkan. Ini merupakan hal yang paling ia hindari saat berkumpul diacara keluarga.
BAB 1
Hal yang paling ia hindari ialah ketika adanya acara kumpul keluarga. "Kapan menikah?" itu adalah pertanyaan yang paling menyebalkan. Ini merupakan hal yang paling ia hindari saat berkumpul diacara keluarga.
Mungkin ini adalah pertanyaan sepele, namun sipenanya mungkin tidak berpikir bahwa pertanyaan itu membuat seseorang tidak nyaman. Membuat seseorang mengalami gangguan sosial dan psikologis seseorang.
Mungkin diluar sana menanyakan kapan menikah seperti tradisi, yang menganggap bahwa menikah sebagai hal yang istimewa terjadi seumur hidupa sekali. Dan pernikahan dianggap prestasi yang patut dibanggakan.
Menurutnya perkembangan dunia dan pendidikan turut mempengaruhi pola pikir tentang pernikahan. Dulu mungkin pernikahan menjadi urusan orang tua untuk menentukan jodoh dan akan menjadi beban jika anak belum menikah. Namun saat ini anaklah yang menjadi penentu semua. Terlebih wanita lajang seperti dirinya, memiliki kesibukan bekerja dan kurang bersosialisasi. Banyak pria yang pernah menjalin hubungan dengannya biasa memilih mundur ditengah jalan. Padahal hubungan itu baru saja dimulai.
Mili pernah menanyakan kepada mereka yang pernah dekat karena, setelah tahu dan mereka memilih mundur karena tidak bisa mengimbanginya. Ia memiliki toko online shop yang memiliki jutaan viewers dan ratusan reseller diberbagai kota. Ada puluhan akun dropship yang kini berpusat kepadanya. Ya, ia memang sibuk membangun bisnis online miliknya.
Mili menatap kearah layar ponsel. Memandang ada tiga kali panggilan tak terjawab. Suara ponsel kembali beebunyi, "Mama Calling," Mili menggeser tombol hijau pada layar. Ia meletakan airpod ditelinga kiri.
"Iya ma," Mili memfokuskan pandangannya lurus ke depan, ia baru saja keluar dari perkarangan rumah.
"Kamu dimana?,"
"Lagi di jalan ma,"
"Ya ampun kamu ini, kan mama udah bilang kamu datang siangan. Ini lagi ada acara keluarga Mili, acara penting tante Shinta,"
"Ya, kan tadi ada kerjaan ma,"
"Ya ampun, karyawan kamu banyak. Emang nggak bisa dihendel sama mereka,"
"Si Joko nggak masuk ma," ucap Mili Asal.
"Lah, Joko kan driver kamu yang bawa pick up itukan. Emangnya kamu gantiin Joko buat ngambil barang di supplier,"
"Gitu deh ma,"
"Jangan bilang kamu yang angkat-angkat barang?,"
"Iya mama,"
"Mulai aneh-aneh kamu ya, mama nggak becanda," Mama Mili senewen.
"Udah ah. Ini Mili lagi dijalan, bentar lagi nyampe," padahal ia baru saja keluar dari komplek perumahannya.
"Awas kamu sampe nggak datang,"
"Iya, iya," Mili mematikan sambungan telfonnya dan menyimpan kembali ponsel di atas dasbor.
Sialnya hari ini ia lupa memberi tahu Dara bahwa akan mengajaknya ke acara pertunangan Daniar sepupunya. Setidaknya jika ada Dara ia merasa aman dan segera pulang setelah acara selesai. Tadi ia sempat mengirim pesan singkat kepada Dara. Dara mengatakan bahwa ia ada di rumah Ares. Dan menjemputnya di rumah Ares.
***
Beberapa saat kemudian,
Mili celingak-celinguk menatap bangunan rumah bertingkat dua di daerah Kemang. Rumah itu terlihat mewah dengan cat full berwarna putih. Pagar beton dan pintu gerbang besi alferon klasik dengan gagahnya berdiri dihadapannya. Tadi Dara meminta untuk menjemputnya disini. Ia menghentikan mobil di halaman depan tepat dirumah tersebut. Mili memandang seorang pria berdiri didepan pintu pagar, menatap bingung. Ia yakin pria itu hendak mengunci pintu pagar namun kedatangan dia sengaja berdiam diri disana.
Raja memandang seorang wanita yang nampak bingung, tepat di depan rumah.
"Nyari siapa?," Tanya Raja, menatap wanita mengenakan dress hitam mengkilap, bertali sphagetti dengan potongan dada rendah.
"Tadi sih mau jemput temen, katanya disini,"
"Siapa temennya?,"
"Dara,"
"Dara nya barusan aja diantar Ares pulang, lima menit yang lalu,"
"Jadi ini rumahnya Ares?,"
"Bukan ini rumah orang tuanya. Ares tinggal di apartemen Setiabudi," ucapnya lagi.
Mili mengangguk paham, ia pernah mengantar Ares ke apartemen tersebut, sejak pertama kali bertemu.
"Kamu kenal juga sama Ares?," Tanya Raja penasaran, ia melangkah mendekati wanita itu.
"Kenal gitu aja sih, kalau Dara sahabat aku,"
"Kamu siapa?," Mili menyelipkan rambutnya ketelinga.
"Saudaranya Ares,"
"Coba telfon saja Dara nya," usul Raja.
Mili membenarkan usul pria itu. Mili meraih ponsel dan ia menekan tombol hijau pada layar. Ia menatap pria berperawakan tinggi besar masih berdiri di depan pagar. Suara sambungan ponsel terangkat, ia menatap pria yang masih memperhatikannya.
"Lo dimana sih?,"
"Gue udah dijalan, baru aja balik. Tadi gue nungguin lo lama banget sejam, kirain nggak jadi. Gue udah telfon, chat lo, tapi nggak lo angkat,"
"Tadi gue di jalan, dari PIK, lo taulah macet parah,"
"Ada apa sih, penting banget ya?,'
"Iyalah, gue minta temenin lo ke rumah tante Shinta, sepupu gue tunangan hari ini. Gue males banget sumpah, entar ditanya kapan nikah, kapan kawin, setidaknya ada lo ada alasan gue cepet balik,"
"Lo sih mendadak banget," ucap Dara dibalik speaker.
"Gue lupa beneran, mana acaranya sebentar lagi," Mili melirik pria yang masih berdiri tidak jauh darinya.
"Lo sibuk nggak?,"
"Ada klien sih gue bentar lagi, enggak enak gue ninggalin gitu aja. Malaman deh gue bisa,"
"Yaelah, acaranya sore ini, mana bisa diundur malam," ia menatap pria yang berdiri itu. Ia yakin pria itu mendengar percakapannya.
"Sejam lagi deh, gue ngurusin butik dulu. Masalahnya Awkarin mau jahit baju gitu sama gue. Dia udah ngontak gue dari seminggu yang lalu,"
"Yaudah deh, gue pergi sendiri aja,"
"Mil, lo marah sama gue ?,"
"Ya enggak lah, siapa juga yang marah. Gue yang salah ngajak lo mendadak gini,"
"Lo buru-buru gitu ya,"
Mili menarik nafas, "Iya nih, lo taulah nyokap udah dari pagi disana. Gue aja yang belum datang. Di uber-uber mulu,"
"Yaudah sana samper, ada nyokap, bokap lo juga,"
"Maless,"
"Nggak boleh gitu Mili, dia sepupu lo,"
"Sepupu gue resek Dar. Lo tau lah si Daniar gimana. Yaudah deh kalau gitu, gue pergi sendiri aja," ucap Mili.
"Lo hati-hati ya Mil, kalau lo udah balik, lo kasih tau gue,"
"Iya, iya,"
Sambungan pun terputus begitu saja, ia menatap pria melipat tangannya di dada, menatapnya intens
"Apaan sih, liat-liat gue mulu dari tadi," Mili mulai risih.
Raja mengerutkan dahi, ia tersenyum sinis, "Itu dress kamu,"
"Kenapa?,"
"Buru-buru ya ?,"
"Hah !,"
"Resleting dress kamu belum pas,"
Mili melihat dress yang dikenakannya dari kaca mobil. Dan memang benar, ia belum menariknya hingga atas, ia menatap pria itu mendekat, berdiri tepat dibelakangnya. Jantungnya seketika maraton, pria dengan lancang menyentuh punggungnya dan menarik hingga ke atas.
"Kalau kamu mau, aku bisa menemanimu ke acara tersebut," bisiknya.
"Hah !,"
Otak Mili mendadak buntu, ia tidak bisa berpikir secara waras. Ia seperti terhipnotis dan lalu mengangguk begitu saja tanpa alasan yang jelas. Ia masih tidak terlalu paham apa yang di lakukannya.
"Oke, tunggu lah sebentar, aku berganti pakaian," ucapnya lalu tersenyum simpul.
***
BAB 2
Mili tidak tahu siapa pria itu. Yang ia tahu bahwa dia adalah saudara Ares. Dia mengenakan kemeja putih dipadukan celana jins hitam. Tak kalah keren dengan Ares. Sepanjang perjalan dia hanya diam membawa mobil. Dia berbicara hanya menanyakan arah yang mana akan dituju.
Mili tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan masih bingung. Ia menatap bangunan rumah bertingkat dua, disanalah acara pertunangan berlangsung. Beberapa mobil memadati halaman luas rumah tante Shinta. Tante Shinta adalah adik sang mama, jadi ia sama Niar sepupu dekat. Sepertinya acara sudah berlangsung. Ia mendengar dari dalam rumah para kedua belah pihak sudah melontarkan pantun-pantun lamaran yang membuat gelak tawa para keluarga dan acara juga hampir selesai.
Mili keluar dari mobil dan diikuti oleh pria yang tidak ia ketahui namanya. Mereka bahkan belum berkenalan, oke pria itu dia tidak buruk jika diperkenalkan oleh keluarga. Anggap saja ini adalah hari keberuntungan, karena ada pria tampan turun dari langit menyelamatkannya.
"Ini acara pertunangan?,"
"Iya,"
"Sepupu kamu?,"
"Iya,"
"Oke,"
Kata oke membuat Mili tenang, ia tidak tahu apa yang akan dilakukan pria itu terhadap keluarga. Mereka masuk lewat pintu samping karena tidak memungkinkan untuk lewat depan karena acara tengah berlangsung. Keterlambatan membuat para keluarga besar tertuju kepadanya.
Mili hanya bisa tersenyum memenuhi kursi kosong dibelakang. Mili melihat Niar bersanding dengan pria bernama Alex, katanya berprofesi manager di bank Indonesia. Oke, profesi Niar juga tidak kalah kerennya karena Niar berprofesi sebagai model, bergabung di Edge Model Jakarta.
Dekorasi berwarna putih menghiasi ruang utama, acara diakhiri dengan do'a. Ia melihat sang mama memandang dan lalu melangkah mendekat.
"Kamu kok lama banget datangnya,"
"Macet tadi mama,"
"Acara udah selesai, kamu baru datang,"
"Kan mama tau orderan lagi banyak-banyaknya, shoope lagi ada promo besar-besaran ma. Mana suplier banyak yang datang, ngecek barang nggak kelar-kelar,"
"Makanya nambah karyawan lagi dua, biar nggak ribet,"
"Iya nanti, sewa ruko sama mas Alan, siapa tau dikasih diskon,"
Mama Mili menatap pria berperwakan tinggi mendampingi putrinya. Pria itulah yang membuatnya tertarik untuk mengetahui siapa yang dibawa Mili. Mama Mili tersenyum,
"Pacar kamu?,"
"Bukan ma, temen," timpal Mili.
"Kalau dibawa kesini ya pasti pacar kamu,"
"Ih mama, bukan," Mili kembali meyakinkan, ia memandang pria itu hanya diam.
"Siapa ma?,"
Mili lalu menoleh ke belakang memandang pria separuh mengenakan batik yang sama dengan mama. Oh Tuhan, ternyata sang ayah juga ikut-ikutan.
"Papa," gumam Mili.
"Temen Mili katanya," Mama Mili tersenyum simpul.
Raja otomatis lalu menoleh dan memandang wanita dan pria separuh baya mendekatinya seakan ingin tahu siapa dirinya. Sebagai pria memiliki etika sopan santun, ia tersenyum menyambut kehadiran beliau,
"Saya Raja tante," Raja mengulurkan tangan ke arah wanita separuh baya itu, lalu bersalaman.
"Raja om," ucap Raja lagi.
"Kok nggak pernah dibawa ke rumah?," Tanya pria separuh baya itu kepada Mili.
Mili mulai bingung, "Ya ..."
"Saya sibuk kerja om," Raja memotong pembicaraanya.
"Raja kerja di mana?,"
"Saya dokter om,"
Mili mendengar itu lalu menoleh menatap Raja. Ia juga baru tahu bahwa pria itu bernama Raja, dan mengaku sebagai dokter. Mili masih tidak menyangka bahwa dia adalah seorang dokter. Dokter adalah profesi yang bergengsi di mata orang tua didunia ini. Dan akan mendapat lebel menantu idaman semua orang tua. Ia yakin sebentar lagi sang ayah akan mengajak Raja ke rumah untuk sekedar makan malam.
"Wah hebat, dokter apa?,"
"Spesialis penyakit dalam om, atau internist,"
"Eh ada tamu, siapa?," Satu persatu keluarga datang dan menyapa.
Mili hanya bisa diam menatap Raja, runyam sudah urusannya dan semakin panjang. Ia mengusap tengkuk yang tidak gatal. Kedua orang tuanya begitu antusias menyambut kehadiran Raja. Ia bahkan baru mengenal nama Raja dan profesinya disini dan detik ini.
"Ini pacaranya Mili," ucap papa Mili dengan bangganya, mengatakan pacar Miki dengan lantang.
"Iya calon menantu, dokter," Mama Mili mulai menjelaskan.
"Wah pacar tante Mili dokter," salah satu sepupu kecilnya juga turut menyapa.
"Siapa jeng?,"
"Ini Raja, pacarnya Mili. Jarang-jarang loh Mili bawa pacarnya kesini," Papa Mili tersenyum bangga.
"Dokter spesialis," ucap mama lagi.
"Wah kayaknya pernah lihat dirumah sakit," keluarga yang sok tahu mulai nimbrung.
"Udah dokter, ganteng pula. Beruntung Mili dapat calon dokter," sahut tante-tente yang lain.
"Cepet nyusul aja Raja, nunggu apa lagi,"
"Do'a kan saja tante,"
"Amin, pasti di do'a in,"
"Saya pamannya Mili,"
"Saya tantenya Mili,"
"Saya oma nya Mili,"
"Saya ponakan tante Mili om,"
"Raja, om,"
"Raja, tante,"
"Raja, oma"
Beberapa menit berlalu semua keluarga besarnya heboh karena pria bernama Raja yang mendadak menjadi sang menantu idaman. Mili hanya bisa nelangsa dalam hati, ingin sekali membenturkan kepala. Bisa-bisanya kedua orang tuanya melebel Raja sebagai calon suaminya. Dan membanggakan di depan keluarga, seolah mereka akan segera menyusul menikah. Ia tidak habis pikir Raja dengan tenang menyapa dengan ramah dan mengiyakan begitu saja. Kini Raja memiliki predikat calon menantu idaman dan kesayangan orang tuanya.
***
Sejam kemudian Mili memilih mengundurkan diri untuk pulang dengan alasan Raja ada jadwal kerja. Jika Mili tidak mengajak Raja pulang, mungkin pria itu masih betah ngobrol dengan sang ayah. Ah, bisa-bisanya Raja menjadi pacar dadakan seperti ini. Hingga ia tidak bisa berkata-kata. Ia seakan mimpi.
Mili menatap langit sudah menghitam, ia menyandarkan punggung di kursi. Ia tidak tahu Raja membawanya kemana, ia berharap setelah ini pulang.
"Kita belum kenalan sebelumnya," Raja memandang Mili, karena wanita itu sepanjang perjalanan hanya diam.
Mili menarik nafas, ia mengulurkan tangan, "Mili,"
"Raja,"
Raja merasakan kulit halus dari tangan Mili. Sedetik kemudian ia lepaskan, dan tersenyum simpul.
"Thanks ya udah nemenin aku tadi,"
"No problem, I'm happy to do it. But...,"
Mili lalu menoleh, "Tapi apa?,"
"This is the world, nothing for free,"
Mili mengerutkan dahi, ia mencerna kata-kata Raja. Jujur ia memang tidak terlalu paham berbahasa Inggris, tapi itu adalah kata-kata sederhana, dan ia tahu makna apa yang Raja ucapkan.
"Nothing for free ...," Mili mulai berspekulasi.
"Yups,"
"Loh bukannya lo tadi yang nawarin diri secara cuma-cuma ke gue,"
"Aku pikir itu jasa,"
"Jasa apaan?. Gue ! kalau tau gini, gue pergi sendiri !"
"Udah deh pulang aja," Mili mulai kesal luar biasa.
"No,"
"Jadi lo maunya apa? Mau duit? Ya bilang aja, gue bisa bayar,"
"Aku dokter internist di Jerman, dan penghasilan aku dalam setahun bisa membeli rumah di Kemang. Jadi aku nggak memerlukan itu semua,"
"Jadi lo mau apaan?,"
Raja menarik nafas dan lalu tersenyum simpul, "Tidur sama kamu,"
"Stop !,"
Raja lalu menepikan mobil ditepi jalan seketika, ia menatap Mili,
"Lo mau tidur sama gue !,"
"Ya," Raja melepas sabuk pengaman.
"Parah lo, sumpah ya emang lo pikir gue cewek apaan !,"
"Tidur, bukan berarti murahan,"
"No way, lo cari aja cewek lain, gila aja," suasana mobil mendadak gerah, Mili melepas sabuk pengaman.
"But, i want you,"
"Keluar dari mobil gue !," Ucap Mili kesal, hatinya semakin panas. Ia baru tahu ternyata Raja seberengsek ini. Oh Tuhan, ia menyesal sudah mengenal Raja.
"Kalau lo nggak mau keluar, gue yang keluar dari sini," Mili membuka hendel pintu, otomatis lampu dasbor menyala.
Raja menarik tangan Mili dan mendekatkan wajahnya, lalu melumat bibir tipis itu. Tangan kiri Raja memegang tengkuk Mili agar ia bisa mengakses lebih dalam dan tangan kanannya menutup pintu itu kembali. Ia tidak peduli mereka berada di tepi jalan, ia juga tidak peduli jika ada melihat dan tidak peduli jika ada satpol PP yang memergoki mereka.
Mili merasakan bibir Raja melumatnya, ia tidak bereaksi apa-apa. Sensasi bibir Raja menghisapnya membuat jatungnya maraton. Awalnya ya awalnya, beberapa detik berlalu. Mili malah membalas lumatan Raja. Ia bukan gadis yang tidak pernah merasakan ciuman, ia pernah merasakan itu dengan mantan-mantan sebelumnya. Tapi ciuman Raja membuatnya sedikit tidak waras, dan terlalu terlena.
Mili menyelesuri dada bidang Raja, ternyata tubuh Raja begitu sempurna. Ia yakin betapa nyamannya bersandar di dada bidang itu. Ia merasakan tekstur rambut Raja yang sedikit kasar. Aroma parfum yang segar perpaduan antara musk, lavender dan kayu cendana yang membuat tubuh itu begitu segar. Beberapa menit berlalu, Raja melepaskan kecupannya, ia memandang Mili mengatur nafas yang sama.
"Sweet. Kita bisa melakukan lebih," gumam Raja, ia menghidupkan mesin mobil dan lalu kembali melajukan mobilnya.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
