
Seperti biasa setiap hari senin merupakan hari paling sibuk sejagat raya. Viola memandang penampilannya di cermin, hari ini dia mengenakan rok span berwarna coklat dan blouse berwarna putih dengan potongan leher tinggi. Ia mengenakan sepatu flat Tory Burch berwarna hitam. Viola turun dari kostnya, lalu masuk ke dalam lift, ia melihat pantulan bayangannya di cermin sambil menenteng hand bag coach.
BAB 1
HAPPY READING
***
Viola iseng mengubah bio diakun aplikasi pencari jodohhnya menjadi.
Sarah
Lulusan Harvad University
Umur 28 tahun
Lalu ia memasang foto terbaiknya, yang ia ambil secara selfie. Lalu ia memejamkan mata dan membiarkan ponselnya di nakas dengan posisi mengisi charger.
****
Seperti biasa setiap hari senin merupakan hari paling sibuk sejagat raya. Viola memandang penampilannya di cermin, hari ini dia mengenakan rok span berwarna coklat dan blouse berwarna putih dengan potongan leher tinggi. Ia mengenakan sepatu flat Tory Burch berwarna hitam. Viola turun dari kostnya, lalu masuk ke dalam lift, ia melihat pantulan bayangannya di cermin sambil menenteng hand bag coach.
Viola melihat ke arah layar ponsel menunjukan pukul 08.10 menit. Di dalam lift ia tidak sendiri melainkan bersama beberapa orang di sana. Ia mengambil lanyard coach di dalam tasnya dan ia menggantungkan di leher. Beberapa detik kemudian pintu lift terbuka. Krystal melihat taxi online nya sudah tiba di lobby gedung kostnya.
Ia menatap security membuka pintu lobby untuknya. Viola mengucapkan terima kasih lalu masuk ke dalam mobil Blue Brid. Rutinitasnya hari Senin yang monoton yang sudah ia lakukan selama dua tahun ini. Pulang dan pergi menghadapi kemacetan. Berkutat dari satu meeting ke meeting lain. Berjam-jam di depan leptop mengerjakan laporan. Hingga tidak ada waktu namanya pacaran.
Waktu istirahat diisi dengan mencari makan dan berbincang dengan rekan kerja, atau paling enggak bawa bekal dan titip makan dengan OB, lebih baik makan di kubikel. Lalu jam lima sore pulang, seperti itulah aktivitasnya setiap hari, sungguh sangat monoton.
Viola menyandarkan punggungnya di kursi, ia menatap ke arah layar ponsel, ia sudah lebih dari 1000 pria yang ia swipe kanan oleh Viola. Tujuannya sederhana, ia hanya ingin mencari pacar, syukur-syukur cocok bisa langgeng sampai pelaminan di umurnya yang tidak bisa dikatakan muda lagi.
Dari ribuan match, sayangnya ia belum pernah berpacaran dengan satu orang pun di aplikasi pencari jodoh ini. Meski belum menemukan pasangan, ia tetap bertahan dengan aplikasi itu. Alasannya hanya satu ia tidak ingin berpasangan dengan pria dari lingkaran pertemanan itu-itu saja apalagi dengan rekan kerja. Itu sangat merepotkan menurutnya.
Selain itu, ia merasa sibuk sebagai karyawan yang tidak memiliki waktu untuk mencari jodoh di dunia nyata. Aplikasi dating apps ini lah solusinya, juga senang karena banyak plihan tersedia. Di sana juga tersedia keterangan pendidikan dan pekerjaan. Kalau ia merasa pria itu berkualitas dan cocok dengannya, maka ia akan swipe kanan. Kalau tidak sesuai dengan kriterianya, ia akan swipe kiri.
Viola memandang ke arah layar ponsel, dengan nama Jeff umur 34 tahun, pekerjaan Founder Daring. Pria itu lumayan tampan, dia mengenakan kemeja putih di dalam mobil. Kaca mata hitam itu bertengger di hidung mancungnya.
Ia sebenarnya ngeri jika ada pria yang mengaku sebagai CEO ataupun founder di aplikasi pencari jodoh ini. Mengingatkan dirinya pada film Tinder Swindler, si tukang tipu wanita. Ia tahu bahwa aplikasi kencan online ini menjadi pilihan banyak orang untuk ingin mendapatkan pasangan, tapi tidak banyak waktu untuk bertemu dengan orang dikehidupan nyata. Namun ada ancaman nyata di balik trend mencari aplikasi kencan online ini.
Pria itu tampan, hidungnya mancung, ada sedikit bulu-bulu hitam yang memenuhi rahang tegasnya, mengingatkan dirinya pada Simon Leviev, seorang penipu professional. Yang terpikat dengan pesona palsu yang mengaku sebagai putra pengusaha berlian Israel. Lalu si wanita diperdaya hingga menyerahkan uang tunai dan kartu kredit. Ia yakin banyak sekali korban si pria bernama Jeff itu.
Namun ia tetap swipe kanan dan lalu bertulisan Match berwarna biru. Ia tidak menyangka bahwa pria itu memilihnya. Beberapa detik kemudian pria itu memberinya pesan singkat.
Viola tahu ini dunia Maya, ia tidak akan sepenuhnya percaya begitu saja. Namun rasa penasarannya cukup kuat lalu memandang pesan singkat itu.
Jeff : “Hai, how are you, Sarah”
Jeff : “Nice, salam kenal.”
Viola menyungging senyum, ia tahu bahwa ia tidak akan memberikan informasi yang valid di plikasi ini semenjak ia menonton film The Tinder Swindler, semuanya fake kecuali fotonya. Ia tidak boleh percaya pada orang yang baru di kenal begitu saja. Ingat ini dunia maya, nanti jika sudah dekat dan cocok, mungkin ia akan memberikan informasi aslinya.
Viola lalu mengetik pesan singkat itu, ia melihat ke arah profil dan di dalam situ ada menunjukan lokasi, hanya berjarak 3 km saja. Berarti pria itu tidak berada jauh dari kantornya.
Sarah : “Salam kenal juga Jeff.”
Sarah : “Lokasi kita dekat, yah.”
Viola menatap ke arah jendela, ia bersandar di kursi sambil menunggu mobil tiba di tower office. Ia melihat notif masuk lagi ke ponselnya, itu dari Jeff lagi.
Jeff : “Lokasi kamu di mana?”
Sarah : “Aku sekarang lagi di SCBD. Kamu?”
Jeff : “Aku di Mega Kuningan. Ini baru sampai office.”
Viola kembali berpikir ia mengurungkan niatnya untuk tidak membalas pesan singkat itu. Beberapa menit kemudian mobil pun tiba di depan lobby. Ia keluar dari mobi ia lalu masuk ke lobby, ia melihat beberapa karyawan lain sudah mulai masuk ke dalam lift.
Ia bekerja di salah satu prusahaan tambang di Indonesia dengan posisi marketing supervisor. Beberapa bulan lalu ia bekerja sebagai admin umum, namun setelah habis kontrak dan ia dipindahin jabatan menjadi marketing supervisor. HR Manager menaikan jabatannya, dan ia pun menyanggupinya dengan suka cita.
Jujur ia sebenarnya ia lebih suka jabatan barunya dari pada admin umum kemarin. Ia di sini bertanggung jawab terhadap proses marketing secara menyeluruh untuk pencapaian target penjualan dengan kinerja team yang baik sesuai dengan peraturan perusahaan yang berlaku. Ia juga bertugas menyajikan strategi pemasaran dan merencanakan aksi untuk mencapai tujuan pemasaran yang spesiik. Ia juga bertugas mengawasi acara dan hubungan masyarakat, promosi dan periklanan.
Pintu lift terbuka, Viola melangkahkan kakinnya menuju kubikel, ia menatap teman-temannya sudah mulai berdatangan.
Viola duduk di kursinya, ia menatap Emily yang baru datang, wanita itu memegang kopi cup yang di samping cup bertulisan Fore Coffe.
“Morning, Vio,” ucap Emi, tersenyum kepada Vio, lalu duduk di kursi dan menghidupkan leptopnya.
“Morning to, Emi,” ucap Viola, ia juga duduk di samping Emi.
Viola teringat ia hampir lupa membalas pesan dari Jeff, ia memandang ke arah layar persegi itu.
Sarah : “Maaf, aku juga baru sampai kantor. Kamu kerja apa?”
Oke, ia tahu bahwa ia lancang sudah menanyakan tentang pekerjaan lebih cepat. Seharusnya ia basa basi terlebih dulu.
Jeff : “Saya founder Tokopedio.”
Alis Viola terangkat, sebenarnya ia kurang percaya dengan pria yang ngaku-ngaku sebagai founder Tokopedio. Seorang founder Tokopedio masih bisa main Tinder? Ah, yang benar saja? Ia tahu bahwa di Tinder banyak sekali pesona yang di tampilkan, setiap orang menonjolkan sisi dari kepribadian, kadang menutupi kepribadian asli orang tersebut.
Jika resiko terjebak ghosting itu hal biasa jika di dunia maya seperti ini, karena diajak ketemu bukan satu orang saja, melainkan banyak. Dan ia juga tidak terlalu banyak berharap banyak, karena dengan kenal-kenalan di aplikasi kencan, sehingga tidak terlalu ambil pusing dan serius. Ia memandang pesan singkat itu lagi masuk beberapa detik setelah ia membaca.
Jeff : “Kamu kerja apa?”
Viola memandang Emi, “Em …”
Emi yang menyesap kopinya lalu menoleh menatap Viola.
“Iya, kenapa Vi?” Tanya Emi.
“Lo percaya nggak, founder Tokopedio main Tinder?” Tanya Viola.
Emi tertawa geli, “Ih, ngaco aja deh!”
“Enggak percaya lah. Emang ada CEO main Tinder, kayak nggak punya kerjaan aja deh!”
Viola setuju dengan ucapan Emi, “Setuju sama lo!”
“Palingan itu kang tipu,” dengus Emi lagi.
“Yupz, bener banget. Itu pasti kang tipu kayak film The Tinder Swindler. Pasti modelan kayak gitu lah. Ngapain juga Founder Tokopedio main gituan.”
“Iya sih bener banget, kayak nggak mungkin banget kan.”
“Kerjain balik aja deh!” Sahut Emi.
“Iya bener, cowok model ginian sih, jangan di percaya, banyak boongnya.”
“Iya, bener banget!”
“Siapa sih? Kenalan lo di Tinder lagi?” Tanya Emi, ia bersandar di kursinya, ia tahu bahwa sahabatnya itu sedang gencar-gencarnya mencari pria idaman di dunia maya itu. Namun hingga kini dia tidak menemukannya. Padahal Vio itu gadis yang cantik, banyak pria yang bekerja di sini dari berbagai divisi menaruh hati kepada Vio. Mulai dari yang single, suami orang, hingga duda, menyukai Vio. Vio tetap tidak ingin memiliki kekasih dalam lingkaran tempatnya bekerja.
“Iya, dia ngakunya gitu.”
“Yaudah, lo ngakunya punya restoran aja, bila perlu yang punya Union Group atau Ismaya, biar tau rasa!”
“Wih, setuju sama lo,” Vio tertawa.
Viola tersenyum penuh arti, ia melihat nama Jeff masih mengirimnya pesan singkat lagi, ia bersandar di kursi, sambil menatap jam melingkar di tangannya. Jam sepuluh nanti ia akan ada meeting. Ia menghidupkan leptopnya, dan menyelesaikan laporannya. Ia membiarkan Jeff sebentar, ia perlu namanya tarik ulur untuk mengerjakan seseorang.
“Jadi meeting kan hari ini?” Tanya Emi.
“Jadi, ini gue nyiapin bahan dulu,” ucap vio.
***
BAB 2
HAPPY READING
***
Mobil Jeff memasuki pelataran parkir tower office tempatnya bekerja. Ia mencari parkiran kosong, setelah memarkir mobilnya secara sempurna, ia mematikan mesin mobil. Jeff melepaskan sabuk pengaman, ia menatap wajah cantik wanita bernama Sarah di layar ponselnya.
Di dalam bio itu tertulis nama Sarah, statusnya kuliah di Harvard University dan tidak tertera pekerjaanya. Melihat status kuliahnya, ia yakin wanita itu terpelajar dan orang pilihan yang bisa masuk ke sana. Ia tahu Harvard merupakan universitas top dunia. Betapa susahnya masuk di sana, perlu kerja keras untuk mencapainya. Ia juga tahu bahwa di sana, akan berhadapan dengan jenius-jenius dunia yang memiliki etos kerja yang sangat tinggi.
Dulu ia merupakan alumni dari Standford University. Ia bersyukur bisa menjadi almamater di sana. Orang-orang di sana sangat inspirasional, entah itu dosen, pembicara maupun mahasiswa. Teman asramanya dulu juga sangat competitor rubiks cube Internasional. Menyelesaikan e rubiks cube sambil juggling cube-cube tersebut. Tujuan ia kuliah di sana yaitu networking sebanyak-banyaknya, kenali banyak teman koneksi jauh lebih penting dari pada kemampuan asli.
Sekarang ia bisa duduk di kursi ini, berkat kerja kerasnya selama ini. Ia membangun perusahaan perdagangan elektronik atau yang sering disebut dengan toko daring, sejak sembilan tahun yang lalu. Kini Tokopedio bertransformasi menjadi sebuah unicorn yang berpengaruh, tidak hanya di Indonesia tatapi juga sudah se-Asia Tenggara.
Ia mendirikan ini untuk membangun negri, ia tahu bahwa tingginya urbanisasi menggiring barang-barang kebutuhan terkumpul di kota-kota besar, sekarang ia menghentikan permasalahan negara ini, untuk memperpendek jurang pemisah antara kota besar dan kota kecil.
Ia tahu bahwa pemerataan ekonomi digital dengan memotivasi masyarakat Indonesia untuk berjualan secara online. Inisiatif ini dilakukan dengan membangun platform yang mungkin setiap orang dapat memulai dan menemukan apapun di sana. Dan kegiatan ini didikung penuh oleh pemerintah bahkan pak Presiden mengapresiasi dirinya yang sudah membangun platform ini.
Oke, ia kembali lagi dengan wanita bernama Sarah, jujur ia hanya iseng mendwonload aplikasi pencari jodoh ini. Di antara semua cewek yang ia swipe dan ia hanya tertarik dengan wanita bernama Sarah. Dia memiliki hidung mancung kecil, kulitnya putih, wajanya berbentuk V alami, ia tidak tahu wanita itu mengenakan filter apa tidak. Yang pasti dia terlihat sangat menarik di matanya.
Beberapa pesan masuk, namun pesan terakhir dari Sarah belum di balas. Padahal ia ingin tanya pekerjaan wanita itu apa. Ia meletakan ponselnya di meja, ia menatap ke arah jendela, memandang gedung pencakar langit dari ketinggian. Ia menyesap kopi hitam tanpa gula favorite nya.
Setelah itu ia letakan lagi cangkir itu di meja, ia melihat sekretarisnya membawakan setumpuk laporan yang harus ia tanda tangani.
“Pak, ini laporannya,” ucap Renata sekretarisnya.
“Terima kasih,” ucap Jeff.
“Oiya, pak, nanti jam sepuluh ada meeting, tentang Blog Tokopedio Product.”
“Iya, terima kasih sudah mengingatkan saya.”
Jeff melihat Renata kembali keruangannya. Jeff melihat laporan-laporan yang ada di meja kerjanya. Ia menandatangi semua berkas itu. Setelah semuanya beres. Beberapa jam kemudian ia bersiap-siap untuk pergi meeting.
Jeff keluar dari ruangannya, ia menatap Renata yang sudah berdiri di pintu ruangannya. Mereka lalu keluar dari ruangan. Rutinitas yang selalu ia kerjakan setiap harinya, tidak kata bosan untuk sebuah kerja keras. Ia percaya bahwa semakin keras bekerja untuk sesuatu, semakin besar untuk mencapainya.
***
Tepat jam sebelas Jeff sudah menyelesaikan meeting. Ia melihat ponselnya bergetar, ia menatap nama Sarah di sana. Ia bersyukur wanita itu sudah membalas pesan singkatnya.
Sarah : “Maaf, baru balas. Tadi saya baru selesai meeting.”
Jeff menyungging senyum, ia melangkah menuju ruangannya, ia melirik Renata sudah masuk ke office, wanita itu mungkin bersiap-siap untuk break. Sementara dirinya biasa selalu meminta OB untuk membelikan makanan saat jam makan siang di restoran favorite nya.
Jeff : “Saya juga baru selesai meeting. Pertanyaan saya tadi, kamu kerja apa?”
Jeff bersandar di kursi, ia menekan intercom dan menelfon OB.
“Iya, halo. Ada yang bisa saya bantu pak?”
“Tomi, saya pesan makan siang seperti biasa ya.”
“Baik pak.”
“Terima kasih.”
Jeff lalu mematikan sambungan telfonnya. Jujur sebenarnya ia bisa saja istirahat dengan Renata sekretarisnya, makan di restoran fancy yang sering dilakukan boss-boss di luar sana. Namun ia ingin bekerja secara professional. Ia menjaga jarak hubungan dirinya dan sekretarisnya.
Mungkin di luar sana banyak sekali boss-boss yang akan menggandengan sekretarisnya kemanpun ia pergi. Ia dan Renata hanya sebatas rekan kerja tidak lebih. Ia hanya ingin menciptakan ruang kerja yang sehat, tanpa adanya urusan personal jika terlalu dekat dengan Renata.
Jeff melihat ponselnya kembali bergetar ia melihat nama Sarah di ponselnya.
Sarah : “I'm a restaurant owner, tadi saya habis meeting dengan manager outlet.”
Alis Jeff terangkat, ia menyungging senyum mendengar bahwa wanita itu pemilik dari sebuah restoran. Ia percaya bahwa wanita itu pasti memiliki branding yang kuat. Ada perasaan tertarik untuk mendekatinya.
Jeff : “Can I have your whatsapp number?”
Sarah : “Of course, 08120100xxx”
Jeff menyungging senyum akhirnya ia bisa mendapatkan nomor ponsel milik Sarah. Ia tidak tahu kenapa ia memilih mencari teman wanita di aplikasi pencari jodoh ini. Karena alasannya iseng, aplikasi itu berseliweran di ponselnya dan marketing sangat baik, sehingga ia tertarik untuk mendowonloadnya di app store.
Jeff menyimpan nomor ponsel itu di dalam ponselnya, lalu ia memberinya nama Sarah di sana. Semoga saja hubungannya dengan Sarah berjalan dengan baik, itulah harapannya. Jeff menekan tombol hijau pada layar ponsel, ia menunggu sang pemilik ponsel mengangkat panggilannya.
“Iya, halo,” ucap seorang wanita di balik speaker nya.
Oh God, ia mendengar suara merdu menyapanya, ia tidak menyangka bahwa suara Sarah sebagus ini.
“Hai, Sarah. Saya Jeff, yang tadi di Tinder.”
“Hai Jeff,” ucap Sarah.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
