Ada Rasa di Jogja #CeritadanRasaIndomie

6
8
Deskripsi

Clara baru mendapat kabar bahwa orang yang disukainya akan segera menikah. Lalu ia memutuskan pergi ke Jogja demi menenangkan pikiran. Malangnya, ia melakukan hal-hal memalukan selama perjalanan. 

Lalu, bagaimana kisah Clara? Apakah ia berhasil mengurangi rasa sedihnya? Daripada penasaran, langsung baca yuk, Ada Rasa di Jogja!

Ting..

Sebuah pesan WhatsApp masuk ke smartphoneku. Pesan yang dibarengi dengan link undangan.

Clara, minggu depan aku menikah. Mohon doanya ya..

Badanku langsung lemas begitu membaca nama pengirimnya : Adit. Dia adalah orang yang kusukai beberapa bulan terakhir.

Beneran dit? Kenapa baru ngasih tau? balasku cepat.

Pesanku langsung ceklis biru, dan Adit mengetik balasan.

Sebenarnya ini sudah direncanain lama.. Maaf ya baru ngabarin kamu.

Hatiku benar-benar sakit membaca pesannya. Adit adalah teman kantor sekaligus sahabatku. Aku sudah lama menaruh hati padanya. Mengapa jadi begini?

Dit, kamu nikah sama siapa? Ini beneran nggak bercanda? 

Beneran ra, aku nikah sama anak teman Papaku. Minta doanya yaa :)

Kulempar smartphone ke kasurku. Aku langsung menangis sejadi-jadinya.

**

Kepalaku sangat pusing ketika bangun tidur. Mengingat Adit akan menikah rasanya seperti mimpi. Tiba-tiba aku ingin pergi ke Jogja untuk menjernihkan pikiran.

Jogja adalah kampung halamanku. Bagiku, Jogja seperti ‘obat’. Kota ini sudah berkali-kali menjadi pelarianku ketika ada masalah. Biasanya sepulang dari sana, pikiranku akan jauh lebih jernih.

Aku memutuskan untuk pergi ke Jogja menggunakan kereta api. Pilihanku jatuh pada kereta jam 8 pagi dari Stasiun Gambir. Estimasi perjalanan sekitar 7 sampai 8 jam, jadi aku bisa sampai sore hari.

**

Sekarang aku sudah duduk di bangku kereta. Aku memilih kursi dekat jendela agar bisa menikmati pemandangan selama perjalanan.

Tiba-tiba penumpang di sebelahku datang menempati tempat duduknya. Seorang laki-laki muda yang usianya sepantaran denganku. 

Badannya tinggi dan tegap dengan kulit sawo matang. Alisnya juga tegas seperti bulan sabit. Cukup ganteng sih, ujarku dalam hati. Setelah melihatnya, aku buru-buru melempar pandanganku ke jendela.

Beberapa menit kemudian, kereta pun berangkat. Segera kuambil earphone di tas untuk mendengarkan musik. Aku melirik orang di sebelahku, dan dia sudah fokus dengan smartphonenya.

Kereta terus berjalan cepat. Kudengarkan lagu di telingaku :

Sudah saatnya kau tengok puing yang tertinggal

Sampai kapan akan selalu berlari?

Hingga kini masih selalu ku nanti-nanti

(Adhitia Sofyan, Sesuatu di Jogja)

Mendadak aku teringat Adit, laki-laki dengan senyum manis yang kemarin membuatku menangis. Aku jadi penasaran, apakah dia sama sekali tidak menyukaiku? Lalu, apa arti kedekatanku dengannya selama ini?

Aku jadi ingat kejadian beberapa hari yang lalu, saat kami makan di Warmindo (Warung Makan Indomie) dekat kantor. Malam itu, kami memesan menu yang sama.

“Clara, kamu selalu bilang Indomie Ayam Bawang itu yang terenak. Nih sekarang pesananku sama denganmu!” sahut Adit sambil tertawa lebar.

“Haha, akhirnya kamu kegoda juga kan sama rasa Ayam Bawang. Rasanya lebih enak dari Indomie Soto kesukaanmu!” timpalku.

“Tapi Indomie rasa Soto tetep yang terbaik sih ra. Kuahnya super seger!”

“Ya terserah kamu sih. Tapi kamu bakal klepek-klepek sama Indomie Ayam Bawang pake telor dan cabe rawit! Dijamin deh!”

Kami memang suka sekali mengadu rasa Indomie ketika makan di Warmindo. Indomie memang mie favorit kami. Bahkan teman kantor pun hafal rasa Indomie kesukaan kami.

Malam itu, Adit juga sempat bertanya padaku : “Nanti kita bisa makan Indomie bareng lagi nggak ya, ra?” 

“Ya bisa lah, apaan sih kok ngomongnya gitu!” sahutku kesal. “Memang ada apa dit?”

“Gak ada apa-apa kok, cuma aku seneng aja makan bareng kamu” timpalnya.

Aku sekarang paham pertanyaannya. Kami belum tentu bisa makan Indomie bersama setelah ia menikah. Tak terasa, air mataku menetes..

**

“Mbak sakit?” laki-laki di sebelahku tiba-tiba bertanya. Suaranya agak medhok ternyata.

Aku kaget dan segera membuyarkan lamunanku.

“Eh? Enggak kok mas”

“Kalau mbak memang sakit, mungkin saya bisa bantu panggilin petugas?” tanyanya lagi. 

“Gak usah mas, ini saya ngantuk aja terus keluar air mata begini…” tepisku sambil berusaha tersenyum. Duh, kok orang ini baik sih? Aku segera menjaga sikapku agar tidak terlihat menyedihkan.

“Yaudah mbak, kalau butuh apa-apa bilang aja ya. Siapa tau saya bisa bantu.”

Aku segera tersenyum dan mengangguk. Segera kuambil smartphone dan kulihat wajahku. Ternyata mataku memang bengkak, mirip-mirip sama tokoh malang di film. Pantas saja ia merasa iba padaku. 

Segera kubersihkan air mataku dengan tisu. Lalu kulihat jam yang ada di tanganku, dan waktu baru menunjukkan jam 11 siang. Aku memutuskan untuk tidur sejenak.

…..

Pernikahan siapa ini? 

Aku melihat dekorasi pernikahan berwarna putih dengan hiasan bunga. Di bagian depan, kulihat pelaminan yang ramai, dan.. ada Adit bersama wanita cantik di sebelahnya.

Haruskah aku berlari ke pelaminan dan melampiaskan perasaanku? Aku kembali menangis sambil memeluk sahabat-sahabatku. Ada Wili, Nita, dan Ratih, orang-orang yang tahu perasaanku ke Adit.

“Ra, sabar yaa. Kamu pasti dapet yang lebih baik dari dia kok!” Ucap Nita sembari memelukku. Aku menangis dan bersandar di bahunya.

Tapi, sebentar. Mengapa bau Nita sangat aneh? Baunya seperti parfum laki-laki. Yang lebih aneh lagi, mengapa bahu Nita sangat lebar? Apa dia ikut gym? Tapi, sejak kapan?

…..

Aku terbangun dari mimpi, dan ternyata aku sedang bersandar ke orang sebelahku!

“Hah, astaga mas, maaf saya nggak sengaja..“ 

“Iya mbak gapapa” sahutnya ringan.

“Harusnya saya dibangunin aja mas"

“Udah saya bangunin mbak, tapi mbaknya nggak bangun-bangun..”

Mukaku langsung merah seperti kuah Indomie Seblak. Aku bergegas menuju toilet kereta. Duh, mau ditaruh mana mukaku!

Setelah dari toilet, aku hanya duduk sambil memalingkan wajah ke jendela. Aku berharap kereta ini segera tiba di Jogja.

**

Mohon perhatian, sesaat lagi kereta api akan tiba di Stasiun Yogyakarta. Bagi anda yang akan mengakhiri perjalanan di Stasiun Yogyakarta, kami persilahkan untuk mempersiapkan diri.

Akhirnya suara yang kutunggu-tunggu terdengar. Aku segera mengemas barang dan bersiap untuk turun. Ternyata orang di sebelahku melakukan hal yang sama. 

“Permisi, saya duluan ya” ujarku sambil melewatinya.

“Oh iya mbak, silahkan” sahutnya sambil mengemas barang.

Ketika kereta berhenti, aku segera turun dan menuju toilet stasiun. Segera kucuci mukaku agar terlihat lebih segar. 

**

Setelah dari toilet, aku menarik koperku ke luar stasiun. Perutku rasanya sangat lapar setelah seharian di kereta. Kuputuskan untuk makan di Warmindo dekat stasiun.

Begitu masuk Warmindo, aku melihatnya lagi, laki-laki di kereta tadi. Sepertinya ia sedang menunggu pesanan. Aku langsung memalingkan muka dan bersiap kabur, tapi bau harum Indomie seakan menahanku.

“Eh mbak, ketemu lagi. Mau makan Indomie juga?” sapanya.

Aku mengangguk kaku, “Hehe, iya nih mas” 

Laki-laki itu kembali tersenyum. “Oh yaudah silahkan mbak”

Aku memesan Indomie Ayam Bawang kesukaanku dan duduk tidak jauh dari laki-laki itu. Apa yang harus kulakukan? Aku terlalu malu untuk sekedar mengajaknya berbicara.

“Mbak orang sini bukan? Atau lagi mau jalan-jalan?” tanyanya tiba-tiba.

Tak terasa, percakapanku dengannya terus mengalir. Ternyata dia sangat ramah. Entah mengapa rasa maluku di kereta tadi seakan menghilang.

Dia bercerita kalau Jogja adalah kampung halamannya. Orang tuanya tinggal di kota ini, sedangkan ia bekerja di Jakarta. 

Mie pesanan kami pun tiba. Kulihat Indomie milikku dengan telur setengah matang dan taburan cabe rawit. Duh, tampilannya sangat menggoda.

“Mas pesan rasa apa?” tanyaku pada laki-laki itu.

“Rasa Kari Ayam nih. Saya suka banget sama Indomie kuah, mau rasa Kari Ayam, Soto, atau Ayam Bawang. Semuanya enak banget!” ujarnya sumringah.

“Apalagi kalau pakai cabe rawit ya mas?”

“Iya, cabe rawit plus telur setengah matang. Mantep deh!”

Lalu kami tertawa bersama dan bersiap menyantap Indomie.

“Mbak, kalau boleh tau namanya siapa?” tanyanya tiba-tiba.

“Clara, masnya?” 

“Saya Doni. Salam kenal yaa"

Ternyata namanya Doni. “Iya, salam kenal juga”

“Clara, saya boleh minta nomor Whatsapp? Siapa tahu kita bisa ketemu lagi?” tanyanya.

Deg. Mengapa hatiku sedikit berdebar? Perasaan apa ini?

Aku tersenyum dan mengangguk. Tidak ada salahnya menambah teman baru, bukan?

Tiba-tiba, lagu Sesuatu di Jogja kembali berputar di kepalaku.

Terbawa lagi langkahku ke sana

Mantra apa entah yang istimewa

Ku percaya selalu ada sesuatu di Jogja

***Tamat***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan