Blackmail - Tenth Threat

13
1
Deskripsi

Peringatan: Cerita ini ditujukan khusus untuk pembaca dewasa (21+)

Entah dikarenakan keadaan dan situasi yang berlangsung, aku merasakan suatu hal berbeda pada ciuman kami. Bahkan ciuman panas yang baru saja kami lakukan beberapa saat yang lalu tidak ada bandingannya dengan yang saat ini kurasa. 

 

Bukan dikarenakan ciuman yang saat ini kami lakukan begitu menggebu dan dapat dikategorikan kasar. Ciuman ini, masih sama lembut seperti ciuman-ciuman yang biasanya Doughall berikan. Tapi rasa panas yang menggelak dan bagai membakar sekujur tubuhku, begitu nyata hingga membuatku merasa tidak memiliki pilihan lain selain lebur ke dalamnya.

 

Di antara ciuman kami, aku merasakan jari Doughall menjejak lembut di kulitku yang telanjang. Di awal, Doughall hanya membelai lenganku dengan lembut, untuk kemudian naik dan mengusap leherku dengan pelan, sebelum kembali turun. Namun kali ini bukan untuk membelai lenganku lagi, namun menjelajah turun menuju gundukan dadaku yang masih tertutup dengan pakaian dalam.

 

Aku merasakan hangat dari jari Doughall seperti sebuah cap panas yang membekas selamanya. Pada awalnya, aku berpikir bahwa Doughall akan memberikan perhatian khusus pada salah satu bagian sensitif pada tubuhku itu. Namun aku merasakan jarinya kembali bergerak. Menelusuri pakaian dalam yang kukenakan lalu turun, menyentuh bagian perutku dan melakukan gerakan memutar di sana.

 

Pemanasan halus yang dilakukan oleh Doughall, aku tahu, semata-mata dikarenakan mempertimbangkan keadaanku yang masih belum berpengalaman. Tapi pengertian tersebut menjadi sebuah siksaan tersendiri bagiku.

 

Aku pun kembali mengambil inisiatif yang jarang kulakukan. Tanganku menggapai tangan Doughall, dan tanpa ragu mengarahkan tangan pria itu ke bagian tubuh yang mana aku ingin ia menyentuhnya. Tindakkanku yang tidak biasa itu, sepertinya membuat Doughall terkejut hingga memutuskan ciuman yang kami lakukan memandangku.

 

Seperti yang terjadi sebelumnya, saat Doughall menatapku untuk memastikan akan tindakkan yang kulakukan, aku membalas tatapannya tanpa ragu. Memastikan Doughall dalam diam bahwa aku sepenuhnya menyadari apa yang kulakukan.

 

Dalam selang detik singkat, namun terasa lama, akhirnya Doughall bergerak kembali dan memberikanku sebuah kecupan. Bukan lagi di kening, pipi ataupun bibir, namun pada gundukan dadaku yang menyembul di antara pakaian dalam. Bagian yang mana saat ini tangan Doughall tangkup dan meremasnya dengan lembut.

 

“Ah,” Erangan kecil itu keluar dari bibirku saat merasakan sensasi panas yang menjalar dari bagian yang disentuh oleh bibir Doughall, bercampur dengan remasan lembut yang kurasakan dari balik pakaian dalam yang kukenakan.

 

Entah kenapa, saat itu, otakku menghasilkan sebuah pemikiran yang sangat tidak pada tempatnya. Dengan mengingat bagaimana aku mendapatkan pakaian dalam yang kukenakan saat ini. Tentu saja aku mengutuki diriku sendiri atas pemikiran itu, tapi yang aneh, gairah yang kurasa tidaklah menurun. Bahkan sebaliknya, aku merasakan diriku semakin antusias pada sentuhan Doughall yang kurasa dari balik pakaian dalamku.

 

Pakaian dalam yang dikirim oleh orang yang menerorku akhir-akhir ini. Dan dengan hadiah yang diberikan oleh orang yang menghantuiku dengan serentet ancaman, aku akan menyambut malam intim yang merupakan pengalaman pertamaku dengan Doughall yang merupakan tunanganku. Situasi yang dapat dikategorikan sebagai kecanggungan yang tidak menyenangkan. Tapi, aku, yang mungkin telah dicemari pikirannya oleh penerorku—meski belum ada sepekan di bawah terornya, berpikir bahwa keadaan saat ini sangat menggugah birahiku.

 

Doughall, seperti biasanya, bagaikan mengetahui apa yang kupikirkan. Yah, mungkin tidak sepenuhnya. Karena jika ia tahu apa yang kupikirkan, mengenai penerorku, pastilah memiliki efek yang berbalik padanya. Yang mana segala keinginan Doughall akan sirna dan terhapus dalam sekejap.

 

Yang kumaksud dengan Doughall mengetahui apa yang kupikirkan adalah .... Seperti menginstalasi suatu program di tubuhku, Doughall dapat menyetahui dengan baik bagaimana suasana hatiku dan apa yang kuinginkan. Karena saat gairahku meletup atas situasi dan kondisi yang terjadi, tangan Doughall menelusup masuk ke dalam celana dalamku. Bergeriliya untuk menyentuh bagian tubuhku yang paling rahasia.

 

Kewanitaanku yang pada malam sebelumnya kumainkan di bawah ancaman, masih dalam kondisi sensitif. Sentuhan ringan yang Doughall lakukan di bagian kewanitaanku yang menonjol berhasil membuat tubuhku bergetar seperti terkena sengatan listrik dalam voltase besar.

 

“Aaah.” Tanpa bisa kutahan, aku mengerang atas segala rangsangan yang dilakukan oleh Doughall di beberapa tempat pada tubuhku dalam waktu yang bersamaan. 

 

Bibir Doughall yang terus memberikan jejak panas di dadaku dan tangannya yang menjelajah dengan lembut di relung kewanitaanku, membuat aku kesulitan untuk memberikan reaksi apa pun selain menggeliat dan mengerang.

 

Kewanitaanku tidak hanya lembab, namun basah sepenuhnya di bawah jari-jari Doughall yang menggoda dengan lembut bagai sebuah rayuan. Kecupan-kecupan kecil yang kuterima membuat puncak dadaku mencuat dan menggesek pakaian dalamku dan memberi siksaan manis. Karena aku mengharapkan lebih dari itu.

 

Aku yang saat ini telah berinisiatif berkali-kali, tidak lagi menunggu Doughall untuk menyadari apa yang kuinginkan. Namun langsung bertindak dengan sedikit bangkit dari posisi tidurku dan meraih pengait pakaian dalamku.

 

Aku merasa, Doughall sedikit membeku atas tindakkanku. Bukan dikarenakan ketersimaan, namun aku berasumsi dikarenakan ia mengira aku akan menghentikan apa yang tengah kami lakukan. Namun saat menyadari apa niatku, Doughall pun membantu melucuti apa yang terakhir kukenakan sebelum sepenuhnya telanjang. 

 

Setelah Doughall mencampakkan celana dalam yang kukenakan, ia pun menanggalkan celana panjang dan pakaian dalamnya, hingga ia berada dalam kondisi sepenuhnya telanjang seperti diriku. Memperlihatkan kejantanannya yang dalam keadaan menegang sepenuhnya.

 

Tanpa kusadari, aku menelan ludah. Tindakkan yang sama seperti aku saat melihat Doughall bertelanjang dada untuk pertama kalinya. Tapi kali ini aku berusaha sebisa mungkin unuk tidak memalingkan wajahku. Karena takut Doughall kembali berasumsi bahwa aku ingin berhenti. Meski dalam hati aku bertanya-tanya, apakah tubuhku yang sampai saat ini hanya dimasuki oleh jari-jariku—dan jari Doughall, dapat menampung bagian tubuh yang besar itu.

 

 

Doughall kembali menghampiriku, dan tanpa mengatakan apa pun, memberikan sebuah ciuman lembut di bibirku. Sebelum detik kemudian mendalam. Tidak hanya itu, aku merasakan kedua tangannya menjelajahi tubuhku yang kini tidak terhalangi apa pun.

 

Satu, dua, lalu tiga jari Doughall, aku rasakan memenuhiku. Menyiapkanku, agar aku tidak mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan saat menerimanya. Namun Doughall tentu saja tidak berhenti sampai di situ, selain membiasakan diriku, jarinya pun melakukan godaan-godaan pada titik-titik sensitif dalam tubuhku.

 

“D, D, ah ...!” Aku merancu tidak jelas saat merasakan terjangan yang aku tahu awal dari sesuatu.

 

Melihatku yang seperti itu Doughall memberikan ciuman lembut pada keningku, hanya saja jarinya masih terus menyerang titik sensitifku dengan lembut tanpa henti. Diperlakukan seperti itu, tidak mengherankan dalam beberapa detik kemudian, aku merengkuh kenikmatan pertamaku di bawah tangan Doughall.

 

Blackmail - Tenth Threat | 20 Desember 2021

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Blackmail
Selanjutnya Blackmail - Eleventh Threat
14
4
Peringatan: Cerita ini ditujukan khusus untuk pembaca dewasa (21+) Bagian ini dapat di akses oleh tier Sugar Cane pada: Jumat 22 April 2022 Dan dapat dibaca secara gratis di Wattpad dan Webnovel pada: Sabtu 07 Mei 2022
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan