Blackmail - Eleventh Threat

14
4
Deskripsi

Peringatan: Cerita ini ditujukan khusus untuk pembaca dewasa (21+)

 

Bagian ini dapat di akses oleh tier Sugar Cane pada: Jumat 22 April 2022

Dan dapat dibaca secara gratis di Wattpad dan Webnovel pada: Sabtu 07 Mei 2022

Saat aku berada meraih orgasme pertamaku di bawahnya, Doughall hanya memelukku dengan lembut. Membiarkan aku merengkuh sepenuhnya kenikmatan yang melanda, sampai akhirnya aku berhasil menguasai diri dari rasa ekstasi yang sebelumnya melingkupi.

 

“Kau baik-baik saja, B?” tanya Doughall sambil mencium kening dan pipiku. Tindakan yang seperti memberikan sebuah pujian atas aku yang menggapai klimaks.

 

Hebat, kata itu ingin kuucapkan sebagai balasan atas pertanyaan Doughall. Karena bagiku kata itulah yang paling tepat menggambarkan keadaanku. Namun tentu saja aku tidak akan berniat mengatakan kata yang terdengar murahan jika kukatakan pada kondisiku saat ini. Oleh itu aku hanya tersenyum pada Doughall.

 

Doughall yang melihatku seperti itu, menghadiahkan sebuah ciuman di kening padaku dan kembali menimangku dalam pelukannya.

 

Meski aku menyukai cara Doughall memanjakanku dan bagaimana ia memperlambat jalannya proses intim kami untuk mengakomodasiku. Sebagian diriku yang telah mencicipi kenikmatan, merasa tidak sabar. Hingga melakukan sesuatu yang tidak hanya membuat Doughall merasa terkejut. Bahkan aku sendiri pun yang berada dalam keadaan normal, tidak akan mengira bahkan aku berlaku seperti ini.

 

Tapi ragu, aku mengulurkan tangan ke bawah, untuk meraih kejantanan Doughall yang mengeras. Reaksi yang benar-benar berbalik dengan sikap sabar dan memberi banyak ruang serta waktu untukku beradaptasi dengan keintiman kami. Dengan lembut aku menangkup kejantangan Doughall dengan tanganku.

 

Aku merasa ketegangan menyelimuti Doughall saat aku merasakan hangatnya kejantanan pria itu di telapakku. Saat tanganku ingin bergerak, tanpa terduga, tangan Doughall mencengkram pergelangan tanganku hingga aku tidak bisa melangsungkan niatku.

 

Aku yang entah dari mana mendapatkan rasa kepercayaan diri serta keberanian malam ini, dengan lugas bertanya, “Kenapa?”

 

Doughall tidak langsung menjawab pertanyaan singkatku itu. Bukan karena ia tidak mengetahui apa yang kumaksud, karena aku tahu dengan pasti meski aku hanya menanyakan dengan satu kata, Doughall dapat mengerti dengan baik. Doughall mengambil helaan napas panjang sebelum tangannya menyingkirkan tanganku dari kejantanannya dan menjawab. “Jika kamu memprovokasiku, aku tidak dapat lagi menahan diri, B.”

 

Aku yang sudah merasa tidak sabar dan sangat keberatan dengan apa yang Doughall katakan, langsung saja menyanggah. “Kau tidak perlu untuk menahan diri, D. Aku benar-benar tahu apa yang kulakukan saat ini.

 

“Dan aku ingin menyambutmu di sini.” Untuk memperjelas maksudku, aku mengarahkan tangan Doughall pada kewanitaanku hingga jarinya merasakan bagaimana bagian itu basah dan berdenyut karena mengharapkan ia mengisinya.

 

Doughall sekali lagi menatapku. Saat melihat tatapannya, aku tahu bujukanku berhasil. Oleh itu saat Doughall membuka mulut untuk mengatakan, “Kau yakin, B?”

 

Tanpa ragu atau memberikan waktu untuk membuat keadaan berbalik arah, aku langsung menjawab. “Iya.”

 

Mendengar itu, Doughall kembali memberikanku sebuah ciuman panas yang dalam. Hanya saja, ciuman itu dilakukan dengan singkat, sebelum Doughall menarik diri. Atas tindakan itu, aku menjadi berpikir Doughall-lah yang memiliki keraguan untuk meneruskan bercintaan kami, bukan aku. 

 

Namun pemikiran itu hanya bertahan beberapa detik, dan menghilang sepenuhnya saat tahu alasan Doughall menarik diri. Hal itu Doughall lakukan untuk meraih celana panjang yang sebelumnya ia kenakan dan mengambil satu benda dari sana.

 

Sebuah benda berbungkus plastik almunium tipis berbentuk kotak. Meski sangat aku memiliki nol pengalaman dalam hubungan intim, aku tahu benda itu. Alat kontrasepsi pria. Doughall merobek bungkusnya dan dengan lihai memasangkan pada kejantanannya.

 

Aku hanya diam mengamati, sampai Doughall selesai dan menghampirku. Mengambil posisi di antara ke dua kakiku yang ia rentangkan dengan lebar, hingga memperlihatkan dengan jelas kewanitaanku.

 

“Ah!” Aku berseru saat merasakan jari-jari Doughall kembali memasuki kewanitaanku dan bermain di dalamnya. Menyiksaku dengan manis hingga bagian itu, yang sudah basah sebelumnya, semakin menjadi dan melumuri tangan Doughall dengan cairan cintaku. Meski menikmati sepenuhnya tindakan itu, aku sama sekali tidak mengerti kenapa Doughall tidak dengan segera melakukan penyatuan denganku.

 

“B, katakan kapan pun jika kau ingin berhenti.” Setelah mengatakan peringatan itu, Doughall pun melakukan apa yang sudah aku  nanti dengan tidak sabar.

 

Saat kejantanan Doughall menyeruak dan masuk perlahan dalam tubuhku, beberapa hal yang sebelumnya mengundang tanda tanya di kepalaku, terjawab. Seperti aku yang mempertanyakan kenapa jari-jari Doughall bermain kembali ataupun peringatan yang dilempar sebelum ia memasukiku.

 

Awalnya aku hanya merasakan ketidaknyamanan pada bagian bawahku. Hanya saja, dengan berjalannya waktu, seiring dengan Doughall memasukiku, aku merasakan ketidaknyamanan kecil itu menjadi rasa nyeri yang tidak menyenangkan. Rasa sakit yang membuat tanganku menggapai lengan Doughall dan memberinya bekas cakaran panjang, juga keinginan untuk menarik diri agar rasa tidak nyaman yang kurasakan menghilang.

 

Doughall seperti biasa, tahu akan keinginanku itu, bertanya, “Kau ingin berhenti, B?”

 

Terdengar dari suaranya, aku tahu Doughall melakukan usaha yang sangat besar atas penawaran yang ia lemparkan. Meski awalnya aku memang berniat untuk menghentikan bercintaan kami karena tidak dapat menahan nyeri saat mencoba menampung pria itu dalam diriku, pertanyaan yang Doughall lakukan memberikan efek sebaliknya.

 

Meski tidak nyaman dan menyakitkan, aku ingin menyelesaikan percintaan kami. Meski aku harus mati sekali pun atas itu. Olehnya, aku menggeleng sebagai respons sebelum mengatakan, “Aku benar-benar ingin bersamamu.”

 

Doughall pun merengkuh dan memberikan kecupan pada wajahku. Hal itu terus ia lakukan untuk mengalihkan perhatianku saat ia dengan perlahan memasuki tubuhku dan memenuhi tiap senti, bahkan milimeter yang ada di sana dengan kejantanannya.

 

Aku tidak bisa mengatakan apa yang dilakukan oleh Doughall benar-benar menghilangkan ketidaknyamanku dalam mengakomodasi kejantanannya yang berukuran di atas rata-rata itu. Namun tindakkannya yang penuh perhatian, meringankanku dan merasa hal tidak nyaman yang kurasakan setimpal. Karena aku akhirnya dapat memberikan hal sepatutnya Doughall dapatkan.

 

“Kamu luar biasa, B,” kata Doughall saat aku menerima dirinya dengan penuh. Meski sama sekali tidak tepat, karena aku dapat merasakan beberapa kejantanan Doughall masih berada di luar. Namun aku tidak dapat menampung bagian tersebut, karena kewanitaanku sudah mencapai batas maksimal.

 

Aku hanya tersenyum dan menikmati kecupan serta ciuman yang Doughall berikan saat tubuhku mencoba beradaptasi dengan invasi di sana. Saat nyeri yang kurasakan memudar, walau tidak hilang sepenuhnya, aku memberi isyarat agar Doughall bergerak.

 

Pada awalnya, dengan penetrasi yang memberiku rasa nyeri tidak menyenangkan, aku menjadi skeptis dengan banyaknya orang yang mendambakan pasangan dengan kejantanan berukuran besar. Karena dari pengalamanku yang singkat, itu artinya tambahan rasa tidak nyaman dan nyeri yang tidak menyenangkan.

 

Namun setelah tubuhku membiasakan diri sepenuhnya, aku pun menjadi mengerti kenapa orang mendambakan hal itu. Dengan gerakan lambat dan penuh kelembutan yang Doughall ambil, aku dapat merasakan dirinya mengisi seluruh tempat dalam diriku. Aku pun dapat dengan jelas bagaimana ia bergerak di sana, menggesek dan menyentuh titik sensitif yang membuatku tidak dapat menahan eranganku.

 

Sebelum pengalamanku ini, aku selalu memiliki kesan bahwa seks yang luar biasa di dapat dari gerakan kasar dan hujaman yang keras. Doughall membuatku tahu bahwa asumsi yang kumiliki sebuah kesalahan. Meski gerakan kasar dan hujaman keras, jika dilakukan dengan tepat tidak memungkiri akan memberikan kenikmatan yang luar biasa dalam berhubungan seks. Tapi bukan berarti gerakan lembut yang penuh dengan perhatian dan presisi, tidak dapat memberikan waktu luar biasa saat berhubungan intim walau dengan cara serta sensasi yang berbeda.

 

Di bawah kesabaran Doughall yang menuntunku, aku pun meraih orgasme. Suatu hal yang orang katakan sebuah pengalaman langka merasakan hal tersebut saat pertama kali melakukan hubungan intim. Aku rasa, aku harus berterima kasih pada Doughall atas itu. Jika bukan karena pengalaman dan kesabaran pria itu, aku bisa saja masuk ke dalam kategori perempuan yang tidak beruntung pada pengalaman pertama.

 

Tapi, aku tidak dapat mengucapkan rasa terima kasihku itu dengan lantang. Bukan karena malu, tapi karena Doughall mengambil sikap yang berbeda dengan sebelumnya. Pada  saat aku meraih puncak di bawah permainan jarinya, Doughall memberikanku waktu serta ruang untukku menyesapi orgasme yang kurasa.

 

Kali ini Doughall tidak melakukan itu. Terus bergerak dan sama sekali tidak memberiku yang masih sangat sensitif karena meraih puncak kesempatan untuk mengambil napas.

 

“Ah, ... ah, D.” Aku kembali merancu tidak jelas saat merasakan gulungan kenikmatan mulai bersiap lagi untuk menerjangku. “Ku—ah—mohon, D, aah ....”

 

Doughall yang aku tidak tahu mendengar permohon dari mulutku terus bergerak dengan lembut tanpa henti dan menekan titik-titik sensitif yang aku sendiri bahkan tidak tahu aku miliki. Sikap Doughall yang seperti tidak menghiraukanku itu, tidak membuatku merasakan suatu hal yang negatif. Karena aku sendiri tidak begitu yakin dengan apa yang kumohon. 

 

Memintanya untuk berhenti, sementara kakiku dengan erat membelit pinggang Doughall dan membuatnya kesulitan untuk menjauh. Memintanya untuk terus melanjutkan, namun merasa jika hal ini terus berlanjut, kenikmatan membutakan yang kurasa akan membuatku gila.

 

Dan Doughall sepertinya berniat untuk membuatku kehilangan kewarasan. Karena dia sama sekali tidak memberi jeda baik padaku atau dirinya sendiri sampai akhirnya aku merasakan orgasme yang sangat hebat.

 

Kenikmatan yang membuat aku menjerit dan mengelinjang sampai kesadaranku menghilang dikarenakan tenggelam di dalamnya.

 

 

Blackmail – Eleventh Threat | 23 Desember 2021

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Blackmail
Selanjutnya Erotica - Draft 1
50
0
Peringatan: Kisah ini Khusus ditujukan untuk pembaca dewasa (21+)Semua bermula itu dari sebuah surat penawaran untuk menulis dari suatu penerbitan besar yang datang ke rumah Sasha beberapa minggu lalu.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan