
Deskripsi
[mature audience only]
Mikael Stainfeld, Duke of Ravencrest, seharusnya adalah seorang pria bermartabat tinggi yang terhormat. Itu adalah bagaimana persepsi Lovietta saat pertama kali Mikael memperkenalkan diri padanya—atau paling tidak, bagaimana Mikael memperlihatkan dirinya pada Lovietta. Dia mungkin memang jelas mengintimidasi, tetapi Lovietta tidak akan menyalahkannya mengingat seberapa besar tubuh yang pria itu miliki, atau dengan bagaimana penampilannya terlihat.
Namun, semua persepsi itu mulai...
Lovietta: The Duke's Obsession [R/18+]
40
2
12
Berlanjut
Lovietta, anak tiri dari keluarga Baron Harrington sekaligus bagian dari masyarakat aristokrat di kota Lonsdale, akhirnya melakukan debutnya sebagai seorang perempuan yang sudah siap menikah pada usia dua puluh satu tahun.Lovy sebenarnya tidak terlalu tertarik mencari suami, tetapi hal sebaliknya selalu diinginkan oleh mamanya. Renée, Lady Harrington, yang ingin dirinya mendapatkan suami yang terbaik agar tidak bernasib sama sepertinya. Didesak oleh berbagai macam ekspektasi dan keharusan sebagai seorang debutante, Lovy berpikir kalau dia mungkin hanya akan menerima seorang pria yang baik dengan harta yang cukup untuk menafkahi dan menjamin keamanannya, juga untuk menenangkan hati mama. Lagi pula, dia debut di usia yang cukup terlambat, Lovy mungkin juga harus menerima seandainya hanya akan ada pria yang tidak berpangkat yang melamar dirinya.Namun, di saat yang sama dengan debutnya pertama kali, kemunculan seorang pria yang selalu menjadi pusat perhatian kalangan aristokrat membuat orang-orang berdengung dengan pembicaraan yang begitu panas.Mikael Stainfeld, Duke of Ravencrest, yang dikenal jarang bersosialisasi dan disebut-sebut tidak pernah berminat mencari seorang istri selama ini, tiba-tiba muncul pesta dansa pertama di musim perjodohan. Pembicaraan orang-orang bahkan semakin panas lagi saat sang Duke rupanya hanya memperlihatkan ketertarikan pada satu orang gadis, Lovietta Everleigh, sang anak tiri dari Lord Harrington.Dan Lovietta tahu, dia mengerti, bahwa pria itu sebenarnya bukan hanya tertarik sebagai calon pelamar—tetapi juga terobsesi pada dirinya.
5,529 kata
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses

Selanjutnya
Lovietta: The Duke's Obsession [09]
2
0
[mature audience only]“Lovietta sayang,” ucap Bibi Harriet pelan, suara yang tidak benar-benar memecah keheningan, tapi Lovietta tahu bahwa ada sesuatu di baliknya. Wanita itu menatap dirinya dengan tatapan sendu sebelum kemudian dia melanjutkan kalimatnya yang sempat terhenti di udara. “Sebelum kau kembali ke Elmsworth sore ini… ada sesuatu yang ingin Bibi perlihatkan padamu.”Lovietta menatap bibinya dengan mata penuh pertanyaan. Harriet tidak tersenyum, tetapi pandangan matanya menghangat, seolah dia sedang menyimpan sesuatu yang terlalu rapuh untuk dibicarakan dengan kata-kata biasa. Gadis itu kemudian memperhatikan saat Bibi Harriet bangun dari duduknya dan menghampiri salah satu meja yang ada di dalam ruangan, tepat di sisi jendela. Sesuatu.. sbeuah kotak kayu yang berukuran tidak terlalu besar. Lovietta bahkan tidak mengalihkan perhatiannya saat Bibi Harriet kembali melangkah mendekati dirinya dengan kotak itu, jelas ingin menunjukkannya pada Lovietta.Lovietta mengerjap sesaat, memeperhatikan bergantian antara bibinya, dengan kotak kayu yang masih berada di tangannya. Dia masih tidak mnegerti apa yang sata ini ada di tangan BIbinya itu.“Sayang, Bibi ingin memberikan ini padamu,” Bibi Harriet berucap saat dia kembali lagi mendudukkan dirinya pada salah satu kursi ayng tepat berada di dekat Lovietta, meletakkan kotak kayu dengan ukiran tangan itu di atas meja bersamanya.“Apa itu Bibi?”Lovietta bertanya kembali, mengerjap tidak mengerti. Bibi Harriet hanya tersenyum sekali lagi, kemudian mendorong kotak kayu yang ada di tangannya lebih dekat pada Lovietta.“Ini adalah hadiah pernikahanku,” Bibi Harriet berucap lambat-lambat, menatap kotak di tangannya sesaat sebelum dia kembali menatap Lovietta dengan lembut sekali lagi. “Dari Henry.”Hampir terkesiap karena terkejut, Lovietta kembali mengalihkan perhatiannya untuk memperhatikan benda itu sekali lagi. Jelas dia merasa terkejut—hadiah dari papa untuk Bibi Harriet, itu artinya itu adalah benda yang bahkan usianya lebih tua dari dirinya. Lovietta baru mengetahui soal hal ini.“Maksud Bibi..”Bibi Harriet tersenyum sekali lagi pada Lovietta dan mengangguk. “Bibi ingin memberikan ini sebagai hadiah untukmu, Lovy. Bibi tahu betapa kau menyayangi dan merindukan papamu, Bibi sangat mengerti. Dan ini, anggaplah ini adalah hadiah dari papa untukmu, Bibi hanya sebagai perantara.”BIbir Lovietta terbuka, setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Dia hampir tidak dapat mengatakan apa pun, tetapi perhatiannya sama seklai tidak teralihkan dari benda yang kini berada di tangannya. Sebuah kotak kayu, dengan ukiran yang begitu cantik.“Bukalah sayang,” Bibi Harriet kembali berucap, dan Lovietta akhirnya tidak lagi menunggu lebih lama untuk membuka kotak yang kini berada di hadapannya—di tangannya.Sebuah bros mungil, dari perak berbentuk sulur-sulur kecil dengan sebuah batu safir di bagian tengahnya. Ukirannya halus, lingkaran kecil dengan motif daun melingkar seolah membentuk pelindung di sekeliling batu safir biru pucat yang terletak di tengah. Warna batunya mengingatkannya pada langit pagi hari yang ia lihat dari jendela kamar masa kecilnya. Begitu cantik, berada di tengah-tengah alas satin berwarna biru tua, begitu serasi dengan warna batu yang ada di bros yang diletakkan di tengahnya.Kemudian, tatapan Lovietta beralih pada bagian atas penutup kotak kayunya, di mana sebuah baris kalimat terukir rapi di sana.Felix sis in amore quod invenerisLovietta lambat-lambat membacanya dalam hati, mencoba untuk memahami arti dari kalimat itu. Bahasa latin, yang begitu dia pahami. Bahkan artinya, Lovietta tahu jelas apa arti kalimat itu.Semoga berbahagia dalam cinta yang engkau temukan.Tentu itu adalah sebuah pesan yang tepat untuk hadiah pernikahan.“Papamu mengukir kotak kayu itu sendiri dengan tangannya untuk Bibi, dan Bibi tahu betapa sentimentalnya hal itu. Bibi juga mengerti kau jauh lebih membutuhkan ini dari pada Bibi, jadi kau selalu memiliki sesuatu dari papamu untuk diingat dan selalu bersamamu.”Lovietta menarik napas sejenak, kemudian tanpa sadar, kedua netranya sudah mulai terasa panas, dan tanpa sadar pula, sudutnya mulai dipenuhi oleh air mata.“Bibi, sepertinya Lovy tidak dapat menerima hadiah seperti ini, ini adalah hadiah dari papa untuk Bibi..”“Dan sekarang, ini adalah hadiah dari Bibi untukmu, Lovietta.” Bibi Harriet kembali berucap, menahan saat tangan Lovietta hendak mengembalikan kotak yang ada di atas meja kembali padanya. “Bibi tahu akan betapa berartinya benda ini untukmu, apa lagi kini kau sudah resmi menjadi debutante dan kau tentu saja akan menikah sebentar lagi. Anggap saja ini adalah hadiah pernikahan dari Bibi untukmu, sesuatu yang berarti dari ayahmu.”Bibi Harriet kembali mendekat, mengusap bahu Lovietta dengan lembut.“Papamu percaya, bahkan sejak kau masih dalam gendongan, bahwa kau akan mencintai dengan seluruh hatimu. Dan jika kau menemukan seseorang yang tepat.. Bibi tahu dia ingin kau memiliki keberanian untuk melakukannya.”Lovietta kembali berkedip berulang kali, membiarkan air mata mulai turun membasahi pipinya, kemudian salah satu tangannya bergerak untuk menyentuh bros kecil yang berada tepat di tengah-tengah alas satin tebal yang berkilau. Dia mengangkat benda mungil itu, kemudian bergerak untuk mendekatkannya pada dadanya sendiri, seolah dia berusaha merasakan sesuatu dari benda kecil itu—seolah dia bisa merasakan papa bersamanya dengan benda kecil itu.“Terima kasih, Bibi..” Lovietta akhrinya berbisik setelah beberapa saat, “ini begitu berarti untuk Lovy.”Harriet hanya mengangguk kecil, kemudian segera menarik Lovietta kembali mendekat padanya, untuk memeluknya sejenak dan mencoba untuk menunjukkan pada Lovietta bahwa dia mengerti apa yang gadis itu rasakan—dia tahu apa yang gadis kecil itu rasakan.“Mencintai seseorang itu bukanlah sebuah kelemahan, Lovietta. Justru itu adalah keberanian yang paling besar. Bibi tahu papamu akan begitu bangga padamu,” ujar Bibi Harriet kembali, menatapnya dengan tatapan yang lembut, penuh pengertian.Lovietta segera menggeleng pelan dan tersenyum kecil mendengar kalimat terakhir Bibi Harriet. “Aku belum melakukan apa pun yang layak dibanggakan.”“Kau telah tumbuh,” jawab Harriet kembali, lembut. “Dengan hati yang utuh, di dunia yang mencoba memecahmu.”Lovietta tidak bisa menjawab. Kali ini, air matanya jatuh diam-diam kembali, bukan karena luka, tapi karena sesuatu yang akhirnya mengendap dalam dirinya: pemahaman bahwa cinta—cinta yang sejati—tidak selalu datang dalam bentuk kehadiran, tapi bisa diwariskan. Ditanam. Dan terus tumbuh meski akarnya tidak lagi bisa dijangkau.Dan meski papa sudah tidak lagi bersamanya kini, Lovietta tahu bahwa mengenang papa dengan semua cinta yang dia miliki untuk Lovietta benar-benar sudah lebih dari cukup untuknya bertahan.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan
