Si Tuna Hati Kebal Virus Cinta (45-51)

0
0
Deskripsi

Episode kali ini menceritakan kisah lahirnya klub malam Tunasmara yang dipelopori oleh sepuluh pemuda yang sama-sama bernasib kurang baik dalam hal asmara. Merekalah kelompok yang paling sefrekuensi dengan Xander. Tempat di mana Xander bisa bebas menjadi dirinya sendiri, tanpa harus memicingkan mata lantaran sepat melihat pasangan-pasangan memadu cinta. Bukankah memang sejak awal, Xander anti dengan kata cinta, bahkan menganggapnya sebagai virus?

***

Baca dan dukung penulis yuk, biar semangat update...

45 - Xander, the Next Bernard

"Gue iri sama lu," ulang Michael. "Semakin lama lu semakin mirip sama Bernard. Cara ngomong lu, cara pandang lu, cara lu menghadapi masalah di kerjaan, semua yang ada di diri lu, persis Bernard. Semuanya."

Gantian Xander yang terdiam.

"Gue selama ini selalu berusaha sekeras mungkin agar menjadi seperti Bernard. Gue jungkir balik ikuti semua cara dia, ikuti semua ajaran dia, tapi tetap aja ada sisi dalam diri gue yang nggak memungkinkan gue untuk menjadi seperti Bernard seutuhnya," terang Michael, matanya menerawang ke depan. "Tapi lu, Xander? Gue perhatiin, lu malahan nggak perlu susah payah meniru cara kerja Bernard. Lu secara natural udah menjadi Bernard, lu nyadar nggak?"

Xander masih tidak bereaksi.

"Sonny, Fredo, gue, Franco, Valen nggak usah disebut, Antonio, Enrico, Mario, semua anak kandung Bernard tapi nggak ada yang terlihat 'Bernard'. Cuma lu, Xan, lu kopian Bernard plek." Michael menghela nafas panjang. "Damn, Xander. Gimana cara lu melakukannya??"

"Entah komentar lu ini sebuah pujian atau sebuah sindiran," sahut Xander.

"Ini pujian!! Makanya gue bilang gue iri sama lu!"

"Alright. Thanks anyway," kata Xander. "Ternyata emang lu memuja Bernard sedemikian rupa, makanya lu bisa ngomong kayak begitu. Tapi lu yang anak kandung Bernard, lu lebih punya DNA Bernard dibanding gue. Lu pasti bisa menjadi seperti yang lu inginkan. Hanya satu syaratnya." Xander tidak menyelesaikan ucapan.

"Apa syaratnya?"

"Lu sumbangkan hati lu kepada yang membutuhkan. Jauhi afeksi. Itu satu-satunya syarat."

Michael merenung lama. "Yeah. Betul."

"Jadi, udah beres, kan, drama hari ini? Ingat jangan bucin lagi, Mik," kata Xander. Dia bangun lalu mengenakan kembali jasnya. 

"Oi, mau kemana lu?" 

"Gue mau cabut, ada janji sama temen-temen gue. Lu nggak balik ke kantor?"

Michael ikut bangun sambil menjawab, "Iya deh. Gue balik ke kantor."

***

Xander selalu menikmati masa-masa bisa berkumpul dengan teman, ini adalah salah satu agenda yang rutin dia lakukan setiap akhir pekan. Tentu saja Xander sadar tidak baik jika bekerja dan bekerja terus, 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu. Ada kalanya dia menyempatkan waktu bersosialisasi, dan mungkin, jika berjodoh, membawa pulang seseorang untuk menemaninya tidur.

Beberapa bulan terakhir ini Xander sering menghabiskan waktu di sebuah lounge and bar ditemani oleh Ryan Dewangga, sang sobat lama yang tahu semua busuk Xander ; Erwan Handojo, adik kelas Xander saat kuliah di luar negeri ; Ruben Adhinata, teman kuliah Ryan ; Vladimir Chandrasurya, sobat sekaligus adik angkat Ryan ; serta Dylan Chao, teman sekolah Vladimir yang sering gabung nongkrong.

Ada beberapa hal yang akan mereka rayakan malam itu, yang tentunya tidak akan Xander lewatkan. Yaitu, kabar baik dari Erwan yang akan segera mengakhiri masa lajang ; serta kabar mengenai Ryan yang dijodohkan dengan sepupu Xander dari pihak ibu, Mia Kartawiharja.

"Udah gue bilang, lu tolak aja Yan ... Masa lu mau sih dijodohkan??" Vladimir Chandrasurya (18 tahun), si pemuda labil bertubuh kurus meracau, menghabiskan screw driver di gelasnya dalam sekali tenggak.

"Ryan tahun ini 27, udah waktunya married, nggak ada salahnya kan?" sahut Dylan. Dylan Chao (17 tahun), remaja berwajah oriental, tipe yang masih labil seperti Vladimir mudah terpancing emosi. "Lu sih Yan, main-main terus, jadi deh bokap nyokap lu jodohin lu. Coba lu serius sama satu cewek pilihan lu sendiri, pasti lu bakal happy bisa nikah sama cewek yang lu cinta," katanya lagi.

"Prettt," sahut Vladimir lagi. "Cinta. Cinta. Iyan mana kenal cinta, ya kan Yan? Udah sih, lu jangan nikah!"

"Tega lu Vlad ... Temen lu bakal nikah lu malah larang," tegur Ruben, pemuda berambut keriting yang bahkan memiliki postur tubuh yang lebih kurus daripada Vladimir. Saking kurus dan jangkungnya Ruben, teman-temannya sering memberinya label belalang atau tiang listrik, dan Ruben tidak pernah merasa tersinggung. Dia tipe yang easy going dan santai. Dari antara enam pemuda yang berkumpul saat ini, hanya Ruben yang berasal dari kalangan rakyat biasa.

Ryan menengahi, "Gue nggak ada pilihan selain nurut. Bokap gue sama bokapnya Mia ada tender besar dan pernikahan salah satu cara supaya rencana mereka berjalan mulus. Tanya si Xander." Ryan menunjuk Xander dengan dagu. "Lagian gue kasian liat nyokap gue sampai mohon-mohon pengen liat gue nikah," lanjutnya.

"Ya tapi lu nggak mau kan?" cecar Vladimir. "Lu bilang aja sih, lu belom pengen nikah. Nanti-nanti aja! Si Xander juga selama ini dijodoh-jodohin, tapi sampe sekarang belom married juga tuh."

Xander tersenyum tipis. "Itu karena gue masih bisa kasih alasan buat berkelit," jawabnya. Dia menuang Jack Daniels dari botol ke dalam gelasnya sendiri, menyesapnya sedikit.

"Kita liat aja sampe kapan lu bisa berkelit, Ko Xander." Dylan menatap Xander penuh arti.

"Semoga sampai selamanya, gue nggak pernah mikir buat nikah," ujar Xander. "Kan gue bilang, gue udah nikah sama pekerjaan gue."

"Kerja itu wajib, nikah juga wajib lho," sahut Erwan si pemuda berambut panjang sebahu. "Masa sih lu nggak pengen nikah?"

Xander menggeleng. "Nope. Never."

"Gue juga tadinya nggak kepengen nikah," kata Ryan. "Gue keasyikan hidup hedon, bebas! Tapi berhubung gue emang nggak bisa nolak permintaan orang tua gue ... Ya udahlah. Gue coba aja. Mia keliatannya gadis yang manis dan lembut, ya Xan?"

"Mia itu tipe wifey material." Xander mengangguk. 

"Mia itu punya pacar yang namanya Christo, temen gue juga, jangan pura-pura nggak tahu Yan," kata Vladimir.

"Yah. Soal Christo, gue harap dia pelan-pelan bisa lepasin Mia. Realistis dong, yang dijodohkan dengan Mia kan gue. Gue yang bakal jadi suami Mia," sahut Ryan. "Gue lagi penjajakan juga sama Mia dan keliatannya gue bisa terima dia sih. So ... Good bye my hedon life," kelakarnya. 

"Semoga lancar-lancar aja deh," kata Erwan sambil tersenyum. "Sebagai sesama calon pengantin, cheers?" Erwan mengangkat gelas, mengajak Ryan bersulang, yang langsung disambut hangat oleh Ryan.

"Cheers juga yang lain dong, lu semua kan suatu saat nanti jadi calon pengantin juga," seru Ryan bersemangat. 

Xander dan Vladimir ogah-ogahan mengangkat gelas, berbanding terbalik dengan Ruben dan Dylan. 

Triiing! Suara dentingan setengah lusin gelas beradu menggema memenuhi ruang vip tempat mereka berkumpul.

"Jadi kapan tanggal bersejarah lu, Yan?" tanya Ruben usai menghabiskan isi gelasnya.

"Triple 11," sahut Ryan cepat. "11 November 2011, tanggal cakep kan?"

"Cakep tuh."

"Nah lu tanggal berapa, Wan?" tanya Dylan.

"Tanggal cantik juga gue sih, 9 Oktober." Erwan terkekeh senang. "Ditunggu aja undangannya."

"9-10-11 dong?"

"Cuma beda sebulan sama si Iyan. Nah, mumpung masih ada waktu, lu berdua pikirin lagi baik-baik gih. Jauh mendingan single loh, happy, bebassss!" kata Vladimir.

"Emang nggak ada sopannya lu, Vlad," sahut Dylan. "Erwan sama Ryan emang udah umur, emang kenapa kalau nikah? Iri bilang, Boss!"

"Ets! Sorry ya ngapain juga iri?"

"Cheers lagi deh, biar yang masih jomblo bisa segera pensiun jadi jomblo." Ruben menyeringai jahil, mengangkat gelasnya tinggi-tinggi. "Cheers!"

 

46 - Rugi 20 Miliar!

Suatu hari di awal bulan Oktober 2011.

Xander yang sedang dalam perjalanan pulang menerima panggilan dari Ryan.  

"Xan?" sapa suara di seberang.

"Hey, Ryan. Ada apa?"

"Lu bisa ke sini nggak sekarang? Ke Aphrodite. Atau masih banyak gawean?"

"Minum?"

"Nggak. Masak, jadi chef magang. Ya iyalah minum!"

"Hmmm."

"Lu udah denger kabar belom sih?"

"Kabar apa?"

"Si Erwan, Bro. Erwan ketimpa musibah. Dia putus sama ceweknya, si Elisa."

"Hah? Gimana?"

"Yeaa. Putus. Ngerti putus kan?"

"Lho dia kan minggu depan nikah! Gimana cerita?"

"Itu dia makanya gue lagi temenin dia mabok sekarang. Duh. Memelas banget, Xan. Asli! Dia tadi sore tahu-tahu minta ketemu sama gue sama si Vladimir, minta ditemenin minum. Begitu ketemu, langsung dia cerita panjang lebar kalau Elisa mundur nggak mau nikahin dia. Gila nggak tuh??"

Xander melongo saking tidak menyangka kabar yang dia dengar. "Karena?"

"Karena Elisa punya pacar lain dan dia lebih cinta sama orang itu. Ditolaklah si Erwan. Padahal udah lunas semuanya! Tinggal jalan! Kebayang nggak lu, gimana depresinya adek kelas lu itu??"

"Hoo. Jadi selama ini Erwan diselingkuhi, dan jadi sekedar pilihan."

"Gue pikir juga begitu. Makanya lu ke sini, Xan. Bantu hibur. Kasian banget nih anak. Dia bilang sebelum ke sini dia habis menghadap bokap nyokapnya dan cerita kalau nikahan dia batal. Nggak tahu deh gimana wajah ortunya, bisa dibayangin sendiri. Apalagi undangan udah disebar kan, secara acara tinggal minggu depan! Anjir. Malu banget dan sakit hati banget pasti! Lu ke sini kan?"

"Iya. Oke, gue jalan ke sana," ujar Xander sebelum memutus telepon. Dia menarik nafas panjang berulang kali, tragedi Erwan miris sekali!

Sebuah pesan masuk menyita perhatiannya. 

Dari Michael [Xan, ke kantor gue sekarang please. Pleaseee. URGENT!]

Ada apa lagi si Miki, ujar Xander dalam hati. Dia berdecak kesal. Padahal mau minum-minum, malahan harus babysitting si Mickey Mouse lagi. Manja banget tuh anak, sungutnya gemas. 

"Mat, putar balik, kita ke Calypso Tower, tempat Michael," ujar Xander pada supir.

"Baik, Pak. Tidak jadi pulang?" Si supir spontan mengambil jalur kanan, hendak berputar balik.

"Nope. Nanti sampai sana kau pulang saja ya. Dari sana saya masih ada urusan lain. Saya setir sendiri nanti."

"Baik, Pak."

***

Sementara itu di Aphrodite Lounge and Bar, terlihat tiga pemuda tengah minum minuman keras. Salah satu dari mereka, yang memiliki rambut gondrong, terlihat sangat depresi. Merekalah Ryan, Erwan dan juga Vladimir.

"Udah habis berapa banyak buat acara lu yang sia-sia itu?" Ryan bertanya pada Erwan. 

"Ah sialanlah ... Please nggak usah tanya-tanya," sahut Erwan malas menjawab. Segelas penuh chivas diminumnya dalam sekali tenggak. 

Ryan hanya memandangi Erwan dengan tatapan prihatin. Ditepuk-tepuknya punggung Erwan, berharap kawannya itu bisa segera pulih dari patah hati. Beruntung lounge langganan favorit Ryan malam ini tidak begitu ramai pengunjung, mereka bisa bebas minum sambil meracau. Terlebih karena Ryan paham Erwan sedang sangat membutuhkan alkohol. Baru beberapa jam yang lalu Ryan menerima telepon dari Erwan yang meminta agar ditemani minum. Dan begitu mereka bertemu, pemuda berambut gondrong itu langsung menceritakan kisah pahitnya dengan Elisa, sang mantan calon istri. Ryan hanya bisa prihatin, dia paham betul betapa Erwan sangat menantikan hari pernikahannya, betapa Erwan sudah sangat siap untuk mengarungi bahtera rumah tangga, sangat siap menjadi seorang kepala keluarga. Namun ternyata sekarang nasib berkata lain. 

Mungkin semesta memang belum mengizinkan Erwan untuk menikah, demikian pikir Ryan. 

Saat ini status Ryan juga seorang calon pengantin ; dia dijodohkan dengan seorang gadis bernama Mia, kerabat dekat Kartawiharja yang merupakan salah satu dari anggota 9 Kings, kumpulan konglomerat yang merajai perekonomian di Nesia. 

Ayah Ryan yang juga seorang konglomerat namun bukan anggota 9 Kings tengah berupaya memperluas jaringan bisnisnya dengan cara menikahkan sang anak dengan anak dari kerabat anggota 9 Kings. Dia berharap pernikahan itu bisa membawa peruntungan besar bagi kedua keluarga yang berkepentingan. 

Semula Ryan enggan dijodohkan, dia masih ingin bersenang-senang menikmati masa muda. Namun setelah mengenal Mia sang calon istri, hati Ryan perlahan terbuka, hingga pada akhirnya dia menerima perjodohan dan malahan tidak sabar menanti hari besarnya tiba. Berbanding terbalik dengan Mia, yang hingga kini masih belum bisa menerima Ryan. Mia terpaksa menerima perjodohan itu demi rasa bakti pada orang tua, dengan alasan yang sama ia juga terpaksa mengakhiri hubungan dengan pacarnya. Untungnya Ryan tidak lantas minder menyadari keengganan Mia padanya, karena jauh di dalam lubuk hati dia merasa yakin, suatu saat dia bisa membuat Mia membalas rasa cintanya. 

Vladimir ikut-ikutan ingin tahu. "Habis berapa Wan? Kepo juga nih gue. Bocorin dong," bujuknya.

Tidak seperti Ryan dan Erwan yang berasal dari keluarga konglomerat namun bukan klan anggota 9 Kings, Vladimir adalah keturunan anggota 9 Kings, yang bernama Nikolai 'Sunny' Chandrasurya. Sebagai anak lelaki Sunny satu-satunya, Vladimir jelas-jelas dimanja oleh Sunny, hingga tidak heran jika Vladimir cenderung childish, labil dan mudah terpengaruh. Semua yang mengenal Vladimir mengamini bakat labil yang dimilikinya. 

Erwan mendengus kesal. Paham karakter Vladimir yang selalu ingin tahu dan berisik, dia membentuk huruf V dengan kedua jarinya sebagai jawaban. 

Vladimir bersiul. "Dua miliar cuyy."

"... puluh," sahut Erwan pelan. 

 

47 - Puluhan Miliar Terbuang Percuma

"Hah, puluh? 20 miliar Bro??" Vladimir nyaris histeris.

"Menurut lu? Semua udah lunas!!" Erwan tanpa sadar menghardik. Dituangkannya lagi chivas ke dalam gelasnya lalu meminumnya hingga tandas. 

"Kayaknya lu udah kebanyakan minum," kata Ryan menjauhkan botol dari Erwan.

"Jangan diambil, anjing, gue belom puas," racau Erwan, menarik botolnya lagi dari Ryan. 

"Gilee udah abis 20 M dan cewek lu tega-teganya ninggalin lu, anjirrr. Ini puluhan miliar ga main-main loh, lu bisa aja kalo mau tuntut tuh cewek! Lagian sih kenapa gitu nggak dari kemaren putusinnya pas belom lunas semua. Seenggaknya pas masih DP doang kan mendingan nggak sampe keluar segitu boss. Kenapa kudu sekarang gitu coba. Tinggal minggu depan pula acaranya ... Tinggal minggu depan! Terus herannya lagi kok lu langsung lunasin semuanya sih broo, gila lu yee ... Saking yakinnya bakal nikah sama dia gitu ya, makanya semua udah lu lunasin?" cerocos Vladimir. Pemuda tanggung bertubuh kurus dan berwajah oriental itu menggeleng-gelengkan kepala.

"Nyesek kan lu." Erwan menjentikkan jarinya. Dia memantik api pada rokok dan mulai menikmatinya.

"20 M mah lumayan banget buat diputerin. Masa lu jadiin sumbangan buat wedding organizer, catering sama sewa ballroom sih? Dermawan amat lu cuyy! Si Sunny, bokap gue aja nggak segitunya deh, pernah ngabisin segitu cuma untuk beli tas buat nyokap gue doang, itu juga sambil merengut belinya kalo bukan demi nyenengin nyokap yang lagi ngambek. Tahu kan, tas limited edition yang lagi trending tuh, yang penuh ditempelin berlian di seluruh permukaan tasnya ... Nyokap gue naksir banget tuh, katanya 'diamond is women's best friend', padahal berlian koleksinya kurang banyak apa, udah gitu dijadiin tas pula, yang menurut nyokap gue juga, 'tas itu adalah gaya hidup dan identitas', makanya nyokap gue the queen of Chandrasurya ngebet banget pengen punya tas berlian itu. Lah sekarang lu malah, berlian ga dapet, bini juga ga dapet, happy kaga, nyesek iya. Wan ... Wan, lu kasian amat yah?" Vladimir asyik berceloteh tanpa jeda. 

Ryan menggaruk telinganya. "Udah Vlad? Pengang kuping gue denger bacotan lu. Apalagi Erwan, pasti makin pusing kepalanya. Diem bisa gak?" 

"Yey, kan gue cuma mau hiburrr. Abisan shock juga dia udah abis puluhan miliar gitu cuma buat kebuang loh. Kebuang. Nggak dapet apa-apa! Kan sadis!"

"Udahlah, anggep receh ilang," sahut Ryan. "Duit segitu nggak ada artinya lah buat lu Wan. Atau anggep lu buang sial."

Erwan menghela nafas panjang berkali-kali. "Bokap nyokap gue yang kasian. Hilang muka banget gara-gara tuh cewek. Hilang muka di depan semua orang! Kolega bisnis! Tetangga! Belom keluarga besar! Lu bayangin coba, bisa nggak? Anjirlah emang sial banget!"

"Iya, lu emang ketiban sial bukan main sialnya ... Bikin lu shock, bikin ortu lu malu. Ditambah sekian M melayang percuma. Makanya sekarang lu belajar relain deh duit yang udah kebuang ... anggep lu buang tuh kesialan jauh-jauh. Untuk sekarang lu boleh puasin minum-minum, tapi setelah ini lu jangan malah putus asa. Hidup lu masih panjang."

"Ya lu gampang ngomong!"

"Iya sorry gue cuma bisa bacot. Tapi bener kan kata-kata gue. Nggak ada gunanya lu meratapi yang emang bukan jodoh lu, itu aja. Jangan lupa juga, cewek masih banyak, Wan. Masih banyak ikan di lautan luas."

"Cewek masih banyak, bener Yan," sahut Vladimir. "Tuh, itu lu bisa bilang begitu! Makanya lu juga jangan buru-buru nikah kenapa!"

Ryan melengos. "Kenapa sih lu dari dulu kayak yang nggak rela amat kalau gue nikah duluan?"

"Siapa yang rela lagian? Lu kan senior gue, kita sering ngeceng bareng-bareng, masa semua itu udahan gitu aja karena lu udah ganti status jadi laki orang."

"Ya ampun ... gue makin yakin lu gay."

"Eh gue normal ya!"

"Ya habisnya lu, harusnya sebagai temen yang baik, lu ikut happy dong kalau temen lu happy."

"Serius, gue masih heran sama lu Yan." Vladimir masih terus mengoceh. "Rasaan selama gue kenal lu ya, lu tuh nggak pernah-pernahnya terlibat yang namanya cinta-cintaan. Terus sekarang, lu kan sebenernya dijodohkan sama keturunan Kartawiharja, yang jelas-jelas keliatan sih kalau itu nggak jauh dari pernikahan bisnis. Terus gimana bisa lu beneran jatuh cinta sama si Mia?"

"Apa masalahnya?"

"Gue tahu Mia kayak gimana tipenya, percuma jadi temen sekolah selama tiga tahun tapi nggak kenal tuh cewek. Dia jelas bukan tipe lu kali, Yan, emangnya apaan sih yang bikin lu tiba-tiba cinta sama Mia? Nggak habis pikir loh gue!"

Ryan mengangkat alis. "Itu dia, sok tahu banget sih lu. Mia manis kok. Loveable juga buat gue sih. Jadi nggak ada salahnya kan kalau gue cinta sama orang yang dijodohkan dengan gue? Meski mau dibilang pernikahan bisnislah, apalah, ya yang bakal jalanin kan gue sama Mia. Apa salahnya kalau gue beneran sayang sama dia?"

"Hyiii kuping gue gatel." Vladimir menggaruk kupingnya. "Pokoknya, gue nggak rela lu nikah! Sampai kapan pun gue nggak rela."

"Kampret emang lu Vlad," sahut Ryan kesal. "Nggak ada urusan lu rela apa nggak, peduli amat, yang nikah kan gue."

"Udah sih, batalin aja, batallll. Gue udah ngomong berapa kali ke lu, batal aja! Nggak usah nikah, Yan, nanti-nanti aja kalo udah tua, kalo lu udah puas menikmati masa muda! Masa muda tuh cuma sekali, nggak bakal keulang lagi di masa depan! Emangnya lu nggak mau lagi having fun? Kan lu yang ajarin gue soal kebebasan sejati! Menikah atau berkomitmen itu merenggut kebebasan! Tuh, liat, gue khatam bener sama ajaran lu sejak dulu."

"Itu kan pandangan gue zaman dulu, zaman jahiliyah. Sekarang gue udah tobat, Vlad. Sejak kenal sama Mia. Dia yang bikin gue kenal cinta." Ryan terkekeh. "Lu juga harus belajar serius sama cewek, jangan main-main mulu."

"Ahh, sumpah lu nggak asyik banget sekarang!" Vladimir merajuk persis anak kecil. 

"Emang dasar bocah labil lu, Vlad," ledek Ryan. 

"Gue doakan semoga lu lancar sampai hari H, Yan," sambung Erwan yang sedari tadi diam. "Bisa beneran resmi menikah, nggak jomblo ngenes lagi. Happy. Jangan kayak gue blangsak ..."

Ryan sontak merasa tidak enak hati. "Sorry, Wan. Gue malah melantur nggak jelas. Lu jangan kuatir, gue yakin suatu saat lu bakal ketemu jodoh lu yang paling tepat Wan, gue yakin banget." Hiburnya sambil menepuk bahu Erwan. "Be tough."

 

48 - Meski Brengsek Tetap Harus Punya Otak

Demikianlah tiga sekawan itu menghabiskan waktu ditemani berbotol minuman keras, hingga Erwan yang menjadi 'bintang' malam itu tepar tertidur di sofa usai menghabiskan dua botol. 

Xander tiba-tiba muncul di hadapan Ryan dan Vladimir, dia baru saja datang. "Hey," sapanya sebelum mengambil tempat di samping Ryan. "Udah lama?" 

"Hoi, kemana aja lu, Kokohh?" sambut Vladimir. 

"Lama amat lu baru nongol. Erwan cariin dari tadi," ujar Ryan. 

"Masih ada urusan tadi," jawab Xander singkat. Matanya menangkap sosok mengenaskan yang tertidur di antara Ryan dan Vlad. "Tepar tuh?"

"Iyeeee, gimana nggak tepar si Erwan, minum mulu persis sapi gelonggongan," komentar Vlad. "Liat, dua botol chivas dia sendiri yang abisin! Yan, ntar lu yang anter dia pulang ya!" 

Ryan merengut. "Kenapa gue gitu? Lu lah, apa gunanya lu."

"Lah. Kan temen lu nih. Atau si Koh Xander aja gih, yang paling telat dateng. Lu liat dong, gue kurus ceking gini mana bisa papah babon macem Erwan. Xander tuh yang kuat," sahut Vlad tidak terima. 

"Elah, soal kecil aja diributkan. Ntar papah dia barengan masukin ke mobil gue. Kelar." Xander mengangguk pada waiter yang mengantarkan martini klasik favoritnya. Dia menyesap martini dengan nikmat, lalu bertanya pada Ryan, "Beneran cerita lu tadi di telepon, Yan? Dia batal nikah?" 

Ryan mengangguk. "Tuh buktinya, pingsan karena chivas," jawabnya sambil terkekeh. "Kasian sih benernya."

"Kasianlah! Memelas banget cuy. Udah ilang 20 M pula," sahut Vladimir cepat. "Erwan mainnya all in sih!" 

"20 M, sayang banget," Xander menghela nafas. "Korban bucin ya seperti ini jadinya."

"Tuh Yan," Vlad menyambar. "Makanya lu jangan jadi bucin."

Ryan memutar bola matanya. "Gue lagi dibawa-bawa."

"Lagian lu sih bucin sekarang."

"Nikah atas dasar bisnis, jauh lebih baik lu jangan libatkan hati, Yan," ujar Xander kalem. "Biarkan jadi murni bisnis aja."

"Sepupu lu si Mia sukses bikin Iyan jadi pake hati tuh Xan. Bilangin gih sampe paham, atau kalo perlu usahain jangan sampe nikah biar gue nggak kehilangan temen."

"Lu tuh ya, bener-bener deh. Lama-lama gue larang lu dateng ke acara gue, Vlad, serius," gerutu Ryan. 

Xander melengos geli. "Gue nggak ada urusan dan nggak dalam kapasitas cegah keluarga Kartawiharja yang pengen perluas jaringan bisnis dengan keluarga Dewangga. Lagian apa faedahnya gue lakukan itu?" 

"Ah elah, nggak asikkkk lu semuaaa," racau Vlad. Sikap childishnya sering kambuh belakangan ini. 

"Gue sih cuma bisa mengingatkan lu aja Yan, supaya jangan pakai hati. Pada siapa pun. Kan lu juga setuju kalau main hati adalah hal tabu. Selama ini lu sukses having fun tanpa ada embel-embel hati, kan? Nah tinggal lu lanjutkan. Bedanya sekarang, lu praktekkan itu ke sepupu gue, alias calon bini lu."

"Wejangan dari tuna hati," sahut Ryan. "Gue usahakan. Meski nggak yakin sih gue, soalnya gue udah jatuh cinta sama Mia."

"Telat dong? Di-undo aja."

"Ctrl+z?" Tawa Ryan pecah. 

"Eh, guys," panggil Vladimir kemudian, matanya masih melekat pada ponsel yang dipegangnya. "Masa ada temen gue nih, kakak kelas sih, ngajakin gue ikut lelang cewek. Lu berdua ada nggak sih yang pernah ikutan acara gituan?" 

Xander menggeleng. "Nope."

Ryan pun menggeleng. "Gue sih cuma sering nemenin bokap gue ikut lelang barang antik. Dan emang beneran barang antik yang dilelang. Kalo lelang cewek sih, ngapain, gitu lho, secara dari circle kita sendiri aja udah banyak yang bisa diajak have fun."

"Temen lu ngajakin, Vlad?" Xander menanyakan ulang. "Lu mau ikutan?" 

"Nggak tahu nih, makanya nanya dulu ke kalian biar ada gambaran."

"Beberapa temen gue juga ada yang suka ikutan tuh. Gue sih nggak minat," kata Xander. "Kalo lu mau ikutan, lu pastikan aja dulu cewek yang dilelang itu emang keinginannya sendiri jual badan atau hasil paksaan. Alias penculikan. Suka ada juga kasus kayak gitu soalnya."

"Serius, Koh?" Bola mata Vladimir membesar saking tidak menyangka akan hal yang disebutkan Xander tadi. 

"For real."

Ryan hanya diam, asyik menyimak. 

"Ada temen gue, yang keranjingan ikut lelang. Dia demen banget kalo dapet cewek lelangan yang hasil penculikan. Jadi ada meronta-merontanya gitu pas sedang in action. You get my point?" tutur Xander datar.

"Temen lu sakit," sahut Ryan. "Punya kecenderungan raping cewek."

Xander mengangguk. "Indeed. Yang terlihat jelas dari cowok semacam temen gue itu, lebih ke keinginan untuk menjadi dominan 100%. Dia gunakan money power untuk memaksa, atau mengintimidasi pihak lain cuma demi memuaskan urusan bawah perut. Berapa kali dia gembar gembor kisahnya yang amoral itu ke gue. Katanya, menjadi dominan 100% dan berkuasa atas tubuh cewek sementara si cewek sebenarnya menolak tapi tubuhnya menginginkan, ada sensasinya tersendiri. Damn, gue pikir, gue sadar diri gue juga bukan cowok yang baik. Gue brengsek, bener, tapi seumur hidup gue nggak pernah memaksa cewek untuk berhubungan. Atau dengan segala bentuk intimidasi lainnya. Itu tindakan paling rendah sih, buat gue," terang Xander panjang lebar. "Cuma untuk urusan selangkangan lu sengaja pakai kekuasaan dan kekuatan uang? Rendah."

Ryan sedari tadi mengangguk-angguk setuju. "Bener banget lu, Xan. Nggak ada status paling rendah daripada pemerkosa. Serius. Di dalem penjara pun pemerkosa dapet kasta paling rendah dibandingkan dengan narapidana kasus lainnya. Gue sendiri nggak bakal gaspol kalau lagi pengen tapi ternyata partner gue nggak mau. Gue masih manusia, punya akal, bukan sekedar binatang yang cuma fokus mengosongkan kantong menyan."

Vladimir tersedak minumannya begitu mendengar kata-kata terakhir Ryan. "Kantong menyan," ulangnya, susah payah dia menahan tawa lantaran kedua lawan bicaranya masih tampak serius berdiskusi. 

Xander menghela nafas. "Yah. Meski gue sering bilang kalau gue nggak punya hati, heartless, tapi gue masih tahu batas kemanusiaan. Nggak bakal ada dalam kamus gue menyalahgunakan kuasa cuma untuk menjadi rendah seperti itu. Gue bacotin temen gue kayak begini, nggak terima dia." Xander menggelengkan kepala, sudut bibirnya tertarik sedikit ke atas. "Susah memang berurusan sama orang bebal."

"Udah kuat buktinya tuh Koh, kalau temen lu sebenarnya nggak pinter merayu cewek. Mungkin selama ini gagal mulu rayuannya ngajak enak-enak. Makanya dia jadi ngebet pengen jadi dominan maksimal," sahut Vladimir sambil terkekeh. "Rayu cewek kan gampang, harus banget pakai kekuasaan sama kekuatan uang?" 

"Gue sih nggak pernah merayu cewek," jawab Xander tenang. 

"Hah, boong! Terus selama ini gimana cerita? Katanya lu juga nggak pernah maksa!"

Ryan terkekeh. "Xander nggak pernah maksa cewek, nggak pernah rayu cewek, simple karena selalu cewek yang rayu dia. Kalau dia mau, ya tancap gas, nggak mau ya tinggal tolak baik-baik."

"You know me so well, Yan."

"Padahal gue juga kan good looking kayak lu Xan, malah harusnya gue lebih ganteng sih dari lu, tapi kenapa gue masih tetep rayu-rayu cewek yang gue mau? Lah lu malah anteng-anteng aja tahu-tahu dapet temen tidur!"

"Jelas lu beda kelas sama Xander," guyon Ryan. 

"Jauh lebih baik gue anteng kan, daripada rusak anak orang, bikin trauma anak orang."

"Iyalah, meski bengal, tapi mesti tetap harus inget jadi manusia."

"Gue masih kepo sama temen lu yang 'gentleman' itu, Koh Xan," kata Vlad. "Dia kok keliatannya bangga bisa ancam-ancam cewek demi kepentingan anu! Jangan-jangan dia juga penganut paham 'tugas cowok itu membuat cewek yang semula nggak mau jadi mau', makanya temen lu bisa bilang 'meski si cewek benernya menolak, tapi tubuhnya menginginkan'." Vlad mengernyit jijik. "Tetap aja sih, cowok yang mainin ancaman tuh rendahan. Lah beraninya sama cewek! Malu sama burung! Gue yakin dia juga nggak bisa berantem. Keok langsung begitu kena tonjok sekali!" 

Xander mengangkat alis, menunggu lanjutan celoteh Vlad. 

Ryan tersenyum simpul. "Masalahnya, lu nggak bisa harapkan semua orang berpikir sama seperti lu. Jadi ya udahlah, sama-sama jalani hidup masing-masing aja nggak usah saling ganggu. Yang paling penting dari lu juga jangan malah ikut-ikutan jadi 'gentleman' semacam itu. Bener kata lu tadi. Malu sama burung."

"Nah kan!" Vlad menjentikkan jari. "Padahal kalo sama-sama mau, ada consent, tanpa paksaan tanpa ada ancaman atau apa pun, kan lebih enak, lebih bebas ya nggak sih. Asli loh Koh Xan, gue jadi gedeg sama temen lu itu."

Tawa sinis Xander terdengar. "Lu yang nggak kenal aja bisa gedeg, apalagi gue. Gue tahan-tahanin jalin hubungan baik sama dia karena seenggaknya, dia masih berguna sebagai rekan bisnis gue. Tinggal diingat aja, lu boleh brengsek, asal lu tetep pakai otak. Kecuali lu mau jadi manusia rendahan," pungkasnya. 

 

49 - Ditinggal Lari di Depan Altar

11 November 2011 menjadi tanggal paling istimewa. Selain angka 11 berulang sampai 3 kali, juga karena pada tanggal ini merupakan hari besar bagi Ryan dan calon istrinya, Mia. 

Ryan berpose berulang kali sesuai arahan fotografer profesional yang mengabadikan saat-saat pengantin pria sedang bersiap di kamarnya. Tidak sekali pun ekspresi lelah dan bosan terpancar di wajah Ryan. Malahan di hari istimewa itu sang pengantin pria terlihat bersinar. Rasa bahagia namun juga gugup, normal yang dirasakannya, membuatnya terlihat sangat menikmati saat-saat seperti ini.

Dalam hitungan jam, gereja megah tempat dilangsungkannya pemberkatan pernikahan Ryan dan Mia pun sudah dipadati oleh tamu dari berbagai kalangan. 

Keluarga pihak pengantin wanita yang merupakan salah satu dari anggota 9 Kings, sudah berkumpul semua menunggu kedatangan pasangan pengantin. 

Keturunan para 9 Kings ini yang memang sudah akrab dengan Ryan, saat ini turut hadir di dalam gereja. Mereka adalah Vladimir, Dylan, dan juga Xander.

Vladimir yang merasa bosan menunggu, menyapukan pandangan ke segala arah, sedikit berharap bisa menemukan gadis manis yang bisa didekatinya. Saat dia menoleh ke arah pintu masuk samping, dia memergoki Ruben tampak baru saja datang celingak celinguk mencari tempat duduk yang kosong. Ruben adalah sobat Ryan semasa kuliah di Bamdung, dan Vladimir juga mengenalnya dengan baik berhubung satu almamater. Vladimir melambaikan tangan pada Ruben, mengajaknya duduk di sebelahnya. 

Ruben tersenyum lebar saat menghampiri Vladimir. Ruben tampak semakin kurus daripada yang terakhir Vladimir lihat. Namun di balik tubuh kurus kering itu, jangan salah, Vladimir menekankan, Ruben adalah sosok yang bisa disebut legenda di kalangan para jomblo karena prestasinya selama ini adalah selalu berpacaran dengan gadis yang menjadi kembang sekolah. Vladimir si pemuda tanggung yang labil, saat bergaul dengan Ruben menjadi terbawa semangat untuk mencari koleksi pacar sebanyak-banyaknya dengan anggapan, Ruben yang kurus kering dan tidak setampan dia saja bisa punya pacar kembang sekolah, masa dirinya tidak bisa? Namun sebaliknya, setiap bergaul dengan Ryan, Vladimir juga kerap terbawa pandangan dan cara hidup Ryan yang bebas tanpa ikatan. Meski rutin having fun, namun menghindari yang namanya ikatan ataupun berpacaran. Maka dari itu, melihat Ryan menikah hari ini sedikit banyak membuat Vladimir kecewa lantaran kehilangan sosok mentor, juga kecewa karena Ryan akhirnya memilih untuk menjadi suami orang ketimbang bebas merdeka tanpa ikatan.

"Belum dateng mantennya?" Ruben bertanya.

Vladimir melengos. "Belom tuh ... batal kali," jawabnya asal.

"Weh, jangan ngomong sembarangan lu."

Erwan yang duduk di bangku depan Vladimir menoleh. "Busuk amat doa lu Vlad, nggak seneng amat lihat orang happy," tegurnya. Erwan rupanya sudah pulih dari tragedi yang menimpa dirinya dan keluarganya beberapa minggu lalu.

"Gue masih berharap keajaiban." Vladimir masih saja melantur. "Atau gimana kalau pas pendeta nanti nanya apakah ada yang keberatan dengan pernikahan Iyan, gue maju aja ya?"

Dylan yang duduk di sebelahnya ikut menimbrung. "Lah itu sih lu otomatis konfirm kalau lu emang gay. Bego lu, Vlad."

"Eh gue normal ya, apa nggak yakin juga sama prestasi gue jadi player selama ini?"

"Udah mending lu ngaku aja sekarang deh. Buruan! Biar gue bisa jauh-jauh jaga jarak dari lu. Najis tahu nggak," kata Dylan galak. "Lagian sekarang ini emang lu lagi pacaran sama sapa, heh? Jomblo kan? Makin kuat tuh indikasinya."

"Bajingan, semena-mena lu sama jomblo imut nggak berdosa kayak gue. Lu sendiri ngaku punya pacar, mana Abby? Nggak lu ajak?"

Dylan menggeleng. "Lagi sakit nggak bisa kemana-mana. Biasa, penyakit bulanan."

"Yah baguslah kalau masih dapet bulanan meski kesakitan juga." Erwan terkekeh. "Lu baru boleh bingung kalau cewek lu nggak bulanan lagi. Alamat lu dapet gelar MBA."

"Ets, sorry, gue anak baik-baik."

Vladimir menyeringai meledek. "Dylan mana berani begituan, ciut nyalinya! Badannya doang yang gede. Coba nih contoh gue ... waktu gue kelas 3 SMA kayak lu ya, udah berapa kali gue maen. Cari yang bebas, banyak kok, buat latian doang mah nggak apa-apa. Atau lebih bagusnya lagi ya lu sama Abby aja biar sama-sama belajar. Soalnya jadi yang pertama buat cewek tuh ya ... duh, rasanya nggak ada yang menandingi."

"Anjir ... sadis lu, dasar virgin eater," sahut Dylan.

Xander yang sedari tadi hanya mendengarkan langsung menegur. "Jangan setanin anak orang. Lu kalau rusak ya rusak sendiri aja."

"Ciiee ... Xander ngebelain Dylan," ledek Vladimir. "Lu juga sih Xan, lurus amat lu ya pas zaman sekolah atau kuliah? Baru pertama kali lepas perjaka masa pas udah kerja, ngapain ajaa lu di sekolaaah?"

Xander menekuk wajah, merasa tidak nyaman dijadikan bahan ledekan anak kecil.

"Di sekolah ya belajar, Dik." Erwan yang menjawab. "Begitu aja masih nanya. Asli yah, anak zaman sekarang emang ngeri. Yang harusnya belajar menimba ilmu malah belajar mesum. Nggak kayak zaman kita dulu. Ya nggak, Xan?"

"Ya lu kan ABG zaman kapan tahu, prasejarah," kata Vladimir.

"Sialan lu. Udah, Dylan, jangan dengerin si Vlad ini ya. Kalau lu belom mau macem-macem ya itu bagus. Kalau lu udah kadung penasaran nggak ketahan mau coba ... Ya nggak apa juga, bebas. Semua ada di tangan lu."

"Betul itu," sahut Ruben. "Alon-alon asal kelakon."

"Ini kita ngobrolin apaan sih? Jadi kemana-mana topiknya," protes Dylan.

Beruntung obrolan tidak berlanjut lebih jauh, saat dentingan piano yang merdu terdengar, tanda pasangan pengantin akhirnya tiba di gereja. Pasangan yang terlihat serasi itu bergandengan tangan berjalan anggun menuju altar. Ryan asyik menebar senyum merekahnya pada semua yang hadir, termasuk teman-temannya, Xander, Dylan, Erwan, Vlad dan Ruben. Terlihat jelas kebahagiaan terpancar dari wajah pemuda blasteran itu.

Dylan yang menangkap ada keanehan dari ekspresi wajah si pengantin wanita, Mia. Mia yang tidak lain adalah kakak kelasnya di SMA, juga teman seangkatan Vladimir, dan juga masih saudara sepupu dengan Xander. 

"Si Mia kayak yang stress gitu keliatannya, Ko Xan?" Dylan menyikut Xander.

Xander menjawab sekenanya. "Bukan stress itu, paling habis nangis. Biasa, tangis bahagia you know lah."

"Nggak yakin gue. Nangis karena terpaksa nikah, sangat mungkin."

"Udah jangan ngobrolin sepupu gue di sini. Simpen buat diri lu aja," sahut Xander pelan.

"Bromance lu keliatan happy banget ya, gue jadi terharu. Akhirnya tuh anak bisa serius juga," bisik Ruben pada Vladimir. 

"Anjir bromance! Udah dibilang gue bukan homo!"

"Sssst!!" Erwan cepat menegur Vladimir begitu iringan piano dan paduan suara berhenti. Tampak di altar pendeta memulai prosesi pemberkatan pernikahan.

Semua berlangsung lancar dan syahdu, hingga tiba saat ikrar suci pernikahan. Ryan segera bersiap, ucapan janji setia sudah dia hafalkan bahkan sejak seminggu sebelum acara. Kata per kata, bahkan intonasi suara per kalimat, hingga dimana dia harus berhenti untuk menarik nafas sudah berada di luar kepalanya. Saatnya eksekusi.

Ryan sudah mengucapkan ikrar dengan sangat lancar. Kini giliran si pengantin wanita.

Namun ...

"MIA!!" 

 

50 - Ryan yang Malang

Teriakan keras bergema memantul di seluruh dinding gereja. Belum sempat orang-orang menoleh heran ke arah asal suara, sekelebat bayangan orang berlari dari arah pintu menuju pasangan pengantin.

Dan belum sempat siapa pun bereaksi, tangan Mia si pengantin wanita sudah berada di tangan si tamu tak diundang, tergesa berlari keluar. Semua orang yang ada di situ persis seperti kena hipnotis. Hanya bisa melongo saking cepatnya kejadian tersebut.

"Christo ... anjing, itu Christo!!" Vladimir mengenali siapa yang membawa lari Mia. "Dia beneran nekad bawa lari Mia!!"

Seruan Vladimir membuat yang lain seketika tersadar. Tanpa buang waktu lagi Xander melompat bangun diikuti oleh Dylan, Erwan dan tamu-tamu lain dari pihak keluarga. Vlad ikutan menyusul meski suara deru motor sport milik Christo yang sangat dia hafal sudah terdengar. Tentu Mia sudah ada di atas motor Christo.

Dan benar saja. Semua orang yang berlari mengejar Mia, menyaksikan sendiri Mia sudah berada di atas motor memeluk si penculik yang membawanya pergi. Ekor gaun putihnya yang indah dan panjang itu berkibar diterpa angin, jatuh ke tanah. Rupanya Mia sempat merobek ekor gaunnya sendiri. Veil yang dikenakannya pun terjatuh di tanah tidak jauh dari ekor gaun.

Tidak terbayang keriuhan suasana di antara para tamu menyaksikan pengantin wanita kabur dari depan altar. Sebuah tragedi. Sebuah aib yang mencoreng wajah kedua keluarga yang punya hajat.

Ryan hanya bisa berdiri terpekur di ambang pintu gereja. Dia tadi juga langsung mengejar Mia namun yang dia dapatkan hanyalah bayangan Mia. Terbawa pergi oleh sosok orang yang selama ini memang menjadi rivalnya dalam memperebutkan hati Mia. Dan rupanya Mia telah memilih. Meninggalkan Ryan terkoyak.

Tentu pihak orang tua juga sama shocknya seperti yang dirasakan Ryan. Peran pihak keluarga yang dibutuhkan saat ini untuk menenangkan para tamu yang riuh ramai membahas apa yang terjadi. Mereka juga bergerak cepat mengabari pihak event organizer bahwa acara resepsi dibatalkan dengan sangat terpaksa berhubung kemalangan menimpa keluarga. Meski catering sudah siap semua, tapi itu sudah tidak ada gunanya lagi, maka pihak keluarga meminta agar seluruh konsumsi diberikan kepada panti-panti asuhan atau kepada siapa pun sebagai sumbangan.

Orang tua Ryan duduk di ruang istirahat, menerima penghiburan dari sanak saudara yang merasa turut prihatin. Sementara Ryan duduk di pojokan, tatapannya kosong. Gelas berisi air minum tidak juga disentuhnya sedari tadi.

Terjadi saling sikut antara Ruben, Vlad, Xander, dan juga Dylan menyuruh satu sama lain menghibur Ryan, entah bagaimana caranya. Erwan diam-diam kepikiran, barangkali jika Elisa adalah sosok yang kejam, mungkin Elisa akan melakukan hal yang sama seperti yang Mia lakukan. Semua sudah lunas, tinggal acara, semua undangan sudah disebar, namun ternyata batal. Tapi rasanya kasus Ryan lebih tragis daripada kasusnya. Di hadapan para tamu undangan yang sudah sengaja menyempatkan diri untuk hadir, namun malah mendapat suguhan dramatis seperti tadi. Tentu rasa malu Ryan sekeluarga bukan main-main. Harga diri terjun bebas ... hanya karena keegoisan calon pengantin. Mungkin hanya Erwan yang bisa memahami apa yang saat ini Ryan rasakan, berhubung mengalami nasib yang nyaris sama. Erwan maju mendekati teman sebayanya itu.

Berulang kali terlintas di benak Ryan memori yang tidak ingin dia ingat saat ini. Saat dia menerima dijodohkan oleh orangtuanya dengan Mia. Memang kala itu Ryan masih abu-abu, antara masih tetap ingin bebas namun juga tidak ingin membuat orang tua kecewa. Setelah berpikir masak dia akhirnya mencoba membuka hati dan menjajal hubungan dengan Mia. Mia yang sebenarnya sudah memiliki pacar, yakni Christopher, juga tidak sampai hati jika tidak menuruti keinginan orangtuanya. Maka baik Mia dan Ryan sama-sama sepakat untuk saling mengenal lebih jauh, yang pada kenyataannya membuat Ryan jatuh hati dan benar-benar menyayangi Mia. Ryan tidak lagi merasa terpaksa menyambut hari besarnya dengan Mia. 

Sosok pacar Mia yang bernama Christo inilah yang menjadi pengganggu bagi Ryan. Dia sering melihat postingan Christo pada Mia di media sosial yang meminta Mia untuk menolak dijodohkan. Sering memergoki Mia sibuk dengan ponselnya sendiri saat bersua, yang dia tahu pasti Mia sedang berkirim pesan pada Christo. Yang membuat Ryan dan Christo yang semula berteman menjadi renggang hubungan. Pernah beberapa kali Christo secara terang-terangan mengonfrontasi dirinya secara langsung, meminta agar dia menjauhi Mia dan membatalkan perjodohan. 

Sesungguhnya Ryan sangat paham kenapa Christo begitu gigih memperjuangkan Mia. Terlihat jelas begitu besarnya rasa cinta Christo pada Mia. Tapi situasi dan kondisi tidak memungkinkan bagi Mia dan Christo. Christo tidak mendapat tempat di keluarga Kartawiharja, yang mana itu berarti Mia tidak mendapat restu jika melanjutkan hubungan dengan Christo, pemuda pilihannya. Sementara Ryan, seluruh dunia seakan merestui hubungannya dengan Mia, itulah yang terpenting. Lagipula Ryan juga toh memiliki perasaan yang spesial pada Mia, Ryan merasa cukup pantas jika menyebut dirinya calon suami Mia. Sedangkan Christo? Hanya bermodal cinta buta tanpa restu dari siapa pun, tidak mungkin ada harapan. 

Setidaknya itulah yang diyakini Ryan hingga pagi hari tadi. 

Tidak pernah dia sangka Christo akan sedemikian nekad menerobos masuk ke dalam gereja dan menarik tangan Mia membawanya pergi. Tidak pernah dia impikan hal seperti ini akan menimpa dirinya dan keluarganya. Pun dia tidak percaya Mia mau-mau saja dibawa pergi oleh Christo. Berarti Mia sudah memilih Christo daripada Ryan, demikian adanya, bukan?

Dan kenyataan itu membuatnya serasa tertusuk bilah tajam yang menghujam dirinya berkali-kali. Betapa sakitnya, meski tidak ada darah yang tertumpah. Belum lagi rasa malu dan hilang harga diri di hadapan semua orang yang menjadi saksi. Setelah hari ini lewat, dimana dia bisa menaruh wajahnya sendiri?

Ryan melirik papanya yang terlihat sama stress seperti dirinya. Mamanya yang masih saja sesenggukan. Make up sang ibu luntur tidak karuan karena air mata. 

Semua ini gara-gara Christo si pengacau. Ryan membatin. Entah bagaimana keadaan orang tua Mia di ruangan lain. 

"Untung gue selalu bawa ini." Erwan tiba-tiba sudah duduk di sebelahnya menyodorkan hip flask berisi jack daniels. 

Ryan melirik yang dipegang Erwan. Dia membutuhkannya. Apa pun. Liquor apa pun yang bisa membuatnya melupakan kejadian pahit hari ini. Tanpa menjawab dia ambil hip flask Erwan lalu menenggak isinya. 

"Beberapa minggu lalu gue yang ada di posisi lu ... meski nggak setragis lu juga kisahnya. Saat itu lu selalu temenin gue mabok. Sekarang saatnya gue temenin lu mabok sampai puas, Yan," kata Erwan. "Gimana pun alkohol adalah teman di saat seperti ini. Alcohol keeps you sane."

Ryan mendengus. "Bener. Sekarang saatnya lu balas budi."

 

51 - Geng Tunasmara Lahir

Maka kawanan itu pun sepakat menemani Ryan pergi ke sebuah bar di bilangan sentral Javaria, tempat banyak anak-anak muda menghabiskan waktu dan isi dompet demi bisa bersantai sambil menikmati minuman keras.

Masing-masing asyik dengan pesanannya sendiri, mungkin juga sama-sama bingung bagaimana harus memecahkan situasi kaku dan awkward yang mereka rasakan. Ryan tetap tidak bersuara, namun sudah menghabiskan setidaknya tiga gelas gin & tonic.

"Gue udah feeling nggak enak sih," celetuk Vladimir tiba-tiba. "Asli feeling gue nggak enak soal hari ini. Dan benar kan kejadian ... siapa sangka gue ternyata ada bakat clairvoyance."

"Hah? Emang apaan clairvoyance?" Ruben menyahut.

"Itu loh, bisa ngeramal gitu-gitu deh."

"Setau gue kalau emang bisa ngeramal mah yang di visionnya jelas, tahu gimana urutan kejadiannya, detail juga, nggak kayak lu yang cuma andelin feeling nggak enak udah berasa jadi peramal." Dylan tertawa mengejek.

"Alaa ... sirik doang kan lu." Vlad menjulurkan lidah. Dia lantas menoleh pada Ryan lalu merangkulnya. "Jadi Bang Iyan ... Udahlah, lepasin aja, ikhlasin. Emang Mianya nggak mau sama lu, ditambah si Christo yang gigih, nggak heran Mia jadi nekad kabur. Lu yang sabar dan ikhlas, deh."

Tanpa disangka Ryan langsung agresif begitu mendengar perkataan Vladimir. Ditariknya kerah Vlad dalam satu gerakan cepat. "Lu temen gengnya si Christo sejak SMA, kan?? Mustahil lu nggak tahu rencana temen lu itu ke gue! Terus lu biarin dia mempermalukan gue di depan publik?!"

Yang lain bereaksi, kalang kabut memisahkan Ryan yang tampaknya tidak segan meninju Vlad.

Vlad dengan muka memelas menjawab, "Kok lu tega tuduh gue, Yan? Lu kan tahu sendiri gue sama si Christo udah jarang ketemuan jarang kontak lagi sejak masuk kuliah. Manalah gue tahu rencananya ... cuma tahu kalau Christo tuh gigih pengen dapetin Mia balik .... Kenapa lu ngegas yah??"

Ruben menarik Vladimir mundur, menepuk-nepuk bahunya. Sementara Ryan ditenangkan oleh Erwan dan Xander. 

"Sabarin Vlad," kata Ruben. "Lu tahu abang ketemu gede lu itu baru berapa jam yang lalu kena shock therapy, maklumin aja ya kalau dia gampang kepancing emosi. Sebentar lagi kalau dia udah tenang juga bakal balik kayak Iyan yang lu kenal. Percaya deh."

"Nggak ada yang mau kejadiannya kayak gini," ujar Erwan pada Ryan. "Tenangin diri lu, Bro, minum lagi gih."

Ryan hanya mengusap wajahnya yang makin terlihat kusut. Tidak nampak lagi rona tampan yang biasanya selalu menghiasi wajahnya.

Xander menghela nafas panjang. "Sebagai saudaranya Mia gue merasa malu udah bikin lu jadi terpuruk Yan. Gue minta maaf nggak bisa bertindak apa-apa."

"Bukan salah lu." Ryan menjawab pelan. 

Rasanya kepala Ryan ingin meledak. Apa yang bisa lebih buruk selain kehilangan muka? Ditinggal begitu saja di depan altar seperti orang bodoh. Ryan tidak tahan lagi. Dia bangkit berdiri. "Gue balik duluan deh. See you guys later," pamitnya tanpa menunggu jawaban teman-temannya.

Sungguh perasaan tidak enak menggelayuti Xander. Ryan salah satu sahabat baiknya, punya dosa apa dia? Sosok yang riang dan selalu bersemangat menjalani hidup kini harus rela menanggung malu lantaran ditinggal lari di depan altar. Mengapa Mia sang sepupu bisa-bisanya bertindak nekad seperti itu? Teganya mencorengkan arang di wajah orang tua dan kerabat yang lain? Betapa yang disebut 'cinta' bisa membuat orang menjadi buta. Buta mata, buta pikiran, bertindak sangat irasional seperti itu!

Xander mendengus kasar, menenggak minuman dalam gelasnya. Demi rasa duka Ryan yang juga dirasakannya, Xander memutuskan, tidak akan pernah membiarkan dirinya terlibat afeksi. Mutlak harus jauhi afeksi! Persis seperti yang sering Bernard tekankan padanya dan semua saudaranya.

***

Buah dari kejadian mengenaskan yang menimpa Ryan, pada tahun berikutnya lahirlah geng Tunasmara, sebuah perkumpulan khusus jomblowan jomblowati. Ryan membangun sebuah bar tempat para jomblo bisa menikmati sajian minuman keras yang mujarab mengobati kegetiran hidup lantaran belum atau tidak memiliki pasangan.

Semenjak sering menghabiskan waktu di sana, Xander jadi memiliki lebih banyak teman yang berpikiran sama sepertinya. 

Ada Gusti, tiga tahun lebih tua dari Xander. Gusti sosok yang paling low profile dan membumi. Tidak ada yang menyangka bahwa di balik penampilannya yang tidak terlihat seperti orang kaya, justru dialah yang memiliki kocek paling tebal di antara semuanya. Orang yang baru sekali melihat Gusti tidak akan pernah mengira bahwa dia termasuk kalangan konglomerat. 

Liam, seorang musisi dan frontman sebuah band. Tipe yang konyol dan kocak. Berjulukan kissing monster lantaran apabila mabuk, dia akan mencium siapa pun yang ada di dekatnya, tidak peduli pria atau wanita.

Zach, blasteran multiras yang memiliki tubuh menjulang nyaris dua meter, rencananya akan didaulat oleh Ryan menjadi DJ di klub.

Dante, pegiat gym yang bukan main narsis. Senang memamerkan otot-ototnya yang menggelembung. Keberadaannya membuat banyak wanita histeris, mengelu-elukan namanya. Dia juga diberi julukan insagramable, favebookable, serta pacarable, lantaran bisa dianggap pacar sehari guna dipamerkan di media sosial.

Sky, bocah paling muda keturunan salah satu anggota 9 Kings yang dengan senang hati stand by berjam-jam di balik meja bar, melayani semua orang yang ingin mabuk. Bartender ini juga berfungsi sebagai 'tempat sampah', tempat dimana orang-orang bisa dengan bebas mengutarakan keluh kesahnya dalam hal percintaan, tanpa perlu kuatir kisah mereka akan bocor ke luar atau pun dihakimi.

Selain mereka tentu ada Erwan, Vladimir dan Dylan yang sudah Xander kenal sejak lama.

Xander merasa sangat nyaman menghabiskan waktu di bar Tunasmara, minum sambil bercengkrama dengan yang lain. Maka tidak heran jika dia menjadi salah satu orang pertama yang menyetujui proposal Ryan yang menawarkannya untuk menjadi pemegang saham. Xander tidak ragu merogoh kocek, lantaran bisa melihat dengan jelas prospek Klub Tunasmara ke depannya.

Usaha yang dipelopori Ryan itu memang terbilang sangat sukses. Semakin hari semakin banyak pengunjung jomblo yang dengan senang hati membelanjakan uangnya demi menenggak alkohol bersama dengan orang-orang yang senasib. Hanya dalam kurun waktu tiga tahun Klub Tunasmara berkembang pesat dan menjadi trending topic di media sosial. 

Bangunan Klub Tunasmara awalnya merupakan satu unit ruko yang terdiri dari empat lantai. Seiring perkembangannya yang pesat, Ryan dan kawan-kawannya memonopoli 10 unit langsung, menjadikan bangunan ruko itu spesial menjadi kawasan Klub Tunasmara. 

Lantai satu merupakan area cafe dan restoran, dengan jam operasional dari pagi hingga jam sembilan malam. Terbuka untuk umum. Pengunjung bebas memesan sajian makanan dan minuman lezat yang menggugah selera, hasil racikan chef yang sengaja dipekerjakan di sana. Interior yang bernuansa estetik keemasan juga menjadi daya tarik pengunjung, mereka berebutan mencari spot yang bagus untuk berfoto. Cafe Tunasmara sangat insagramable, demikian komentar para selebgram.

Lantai dua barulah area bar yang akan digabung dengan nightclub, dikhususkan bagi para jomblo yang ingin menikmati kehidupan hedon. Nightclub ini masih dalam tahap renovasi, sudah 90% berprogres. Tinggal menunggu waktu kapan semuanya akan selesai dan bisa dinikmati. Minuman keras dipastikan akan melimpah, serta suguhan entertainment yang akan membuat semua orang tidak ragu bergoyang di dance floor. Sesuai namanya, jam operasional lantai dua dimulai dari jam lima sore hingga jam dua pagi. Lantai dua juga akan dilengkapi dengan penjagaan di pintu masuk yang memeriksa benarkah para calon pengunjung adalah seorang jomblo atau bukan. Bila terbukti sudah menikah, mereka tidak diperbolehkan masuk! 

Ryan dan kawan-kawannya memutuskan lantai tiga dan empat adalah area khusus para pemegang saham atau para VVIP Member. Disediakan beberapa kamar di sana untuk beristirahat, juga lounge yang lapang dan nyaman tempat para VVIP Member bisa berdiskusi santai ataupun sekedar rebahan sembari menonton tv.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Skandal Cinta Pewaris Kedelapan (Bab 42-44)
0
0
Lu pikir gue nggak sadar yah ... kalau lu suka curi-curi pandang ke gue? tanya Irene.Valen tak sanggup menyahut. Senyum Irene yang cantik nyata-nyata membius dirinya, membuatnya lunglai.Lu penasaran kann, sama gue? Irene masih mencubiti pipi Valen, kemudian mendaratkan kecupan di bibir Valen. Tak hanya sekali. Dua kali. Tiga kali. Valen sama sekali tidak sanggup bergerak. Irene tersenyum nakal. Kok diem aja sih, Valen ...? Bingung yah? Irene terkikih. Nggak usah bingung ... gue cuma pengen ajak lu sama-sama belajar biologi, Valen ....B-biologi, sahut Valen membeo. Iyaa. Besok ada kelas biologi, gue belom paham banget sama seluk beluk anatomi tubuh cowok. Mau kan, lu bantuin gue belajar? Irene tersenyum menggoda. Lu juga boleh kok pelajari anatomi tubuh cewek dari gue ... semuanya boleh lu lihat ... lu eksplor ... lu apain juga boleh. Kita saling bantu belajar, yah? .......***Heh!~Parah banget ini, masa belajar anatomi tubuh kakak sendiri .... Masa terangsang sama kakak sendiri, gimana?!Baca dan dukung penulis yuk, biar semangat update sampai bab terakhir! Keep in touch with author on Instagram: @miss_camillemarionFacebook: Camille MarionFacebook fanpage: https://www.facebook.com/skandalcintapewariskedelapanYoutube: Camille Marion
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan