
PROLOG
Deru ombak di lautan pagi itu mengalir lembut. seolah ikut mengantarkan keberangkatan kapal menuju pelabuhan buleleng yang mengangkut seluruh pedagang meninggalkan tanah jawa. Matahari pagi mulai terik namun tidak menyurutkan semangat para penumpang kapal. Hari ini adalah hari yang menjadi titik balik kehidupan Dharma untuk memutuskan bertolak ke Bali bersama Padma dan ketiga putranya, berangkat bersama dengan kelompok nelayan. Mereka akan bertemu dengan kelompok nelayan di Bali untuk bekerja sama dan menetap disana.
Padma mengalungkan syal rajut berwarna merah di leher Gita, putri bungsunya yang sedari pagi sudah menangis melepas perpisahan dengan kakek dan neneknya di Klaten. Mereka berpesan agar Gita berhenti menjadi anak yang menyusahkan Padma dan mulai menjadi anak yang penurut. Air mata Gita mulai luruh. Namun Raja berhasil membuat Gita kembali tertawa oleh lelucon konyol. Kakak Raja, Agung hanya menggelengkan kepala melihat tingkah kedua adiknya. Mendekati pukul 10 pagi. Dari kejauhan tampak dermaga pelabuhan buleleng lengkap beserta panji-panjinya, terlihat lalu lalang dan deretan kapal-kapal mulai merapat di pelabuhan.
Gema lonceng kapal bergemuruh tanda kapal telah merapat. Dharma memboyong keluarganya sambil mengangkat beberapa koper dan tas tangan.
"Mulai hari ini kita semua menetap disini, aku harap kalian semua mulai betah, orang Bali sangat terbuka dengan orang luar, mereka akan menjadikan kita saudara disana" kata Dharma.
Padma merapikan rambutnya lalu menggendong Gita, tangan kanannya memegang tangan raja untuk membantunya turun dari kapal. Dharma dan Agung sudah berjalan lebih dulu, Agung membantu ibunya turun lalu mengambil alih menggendong Gita. Pagi itu pelabuhan Buleleng begitu ramai. Para pedagang dari seluruh penjuru berkumpul disana. Mereka mulai mencari tumpangan untuk segera menuju ke Kampung Tinggi. Disana mereka di tunggu oleh teman-teman Dharma, sekelompok nelayan dan menawarkan mereka tempat tinggal sementara.
Kampung Tinggi tempat berkumpulnya etnis Cina di Bali. Tidak hanya itu mereka akan bertetangga dengan orang-orang dari suku lain seperti Bugis dan orang-orang Arab. Raja menoleh ke arah barat. Ia melihat pagoda yang sangat tinggi. Sebuah klenteng megah yang menjadi tanda para etnis Cina berada. Padma bernafas lega karena sebelumnya, Padma berpikir akan sulit mencari tempat tinggal di Bali. Berkat relasi Dharma mereka menemukan sebuah tempat tinggal berupa rumah toko yang dihuni oleh para nelayan. Mereka menyewa satu kamar. Gita menoleh ke Ibunya
"Apa benar kita akan tinggal disini ibu?" Gita melihat sekelilingnya, ini kali pertama Gita berada di antara orang asing.
"Benar, kita akan tinggal disini, ibu harap kalian bertiga mau bersabar, nanti kalian akan terbiasa. Mulailah cari teman baru, ibu yakin kalian segera beradaptasi" Kata Padma sembari melepas topi Raja.
Agung membuka jendela kamar. Mereka menempati kamar lantai dua. Dari kejauhan Agung melihat pulau jawa. Lalu ia bergumam, betapa jauhnya pulau tanah kelahirannya itu. Lalu pergi bersama adiknya, Raja diikuti Gita untuk turun dan mulai berjalan-jalan keluar. Dharma terlihat sedang berkumpul dengan kelompok nelayan di Bali.
"Akan lebih seru kalau kita mulai menjelajah kota ini waktu malam kak" kata Raja.
"Kalau malam aku gak ikut, nanti Ibu marah" Kata Gita yang wajahnya mulai terlihat murung, tiba-tiba ia teringat kakek dan neneknya di jawa.
Lalu Agung berlutut di depan adiknya, mengelus pipinya dan menatap matanya
"Kalau kau percaya pada kakakmu ini, aku yakin kita semua akan bahagia berada disini meski tanpa kakek dan nenek, aku merasa ada hal baik yang akan terjadi, jadi berhentilah menangis. Kehidupan awal pasti berat, tetapi akan segera mereda. Kau juga Raja, percaya padaku. Asal kita berlima terus bersama, kebahagiaan pasti akan datang" Gita mulai tersenyum dan menyodorkan jari kelingkingnya pada Agung diikuti Raja.
Mereka berjanji akan selalu bersama saat susah dan senang.
Kemudian mereka bertiga pergi menyusuri jalan di Kampung Tinggi untuk mengenal daerah sekitar. Pagi itu Kampung Tinggi ramai oleh para pedagang. Mereka datang dari daerah berbeda. Mereka berkumpul di sebuah pasar Kampung Tinggi yang letaknya tidak jauh dari rumah Dharma sekeluarga. Tiga bersaudara itu kemudian memasuki area pasar, mereka melihat barang-barang khas pasar terjual disana dan lengkap. Deru mobil angkutan umum dan motor terdengar sayup-sayup. Gita menyeka peluhnya, kemudian Raja memberikan Topinya pada Gita. Di sekitar pasar, banyak sekali terjual aneka makanan khas Bali yang mereka belum ketahui. Sesuai pesan dari Padma mereka dilarang mencicipi sembarangan, dan Padma berjanji akan membawa mereka untuk berkenalan dengan makanan khas Bali.
Mereka menyusuri jalanan setapak yang dikelilingi para pedagang. Sesekali Gita merajuk ingin dibelikan mainan, Agung tidak membawa uang saku, sejak sampai di Bali, mereka belum mendapatkan uang saku dari ibunya. Uang Angpau pemberian kakek dan nenek di simpan Padma sebagai tabungan saat mulai memasuki tahun ajaran baru. Mereka akan menyekolahkan anak mereka di Buleleng. Tahun ini adalah tahun Gita untuk bersekolah. Hari mulai terik. Ketiga bersaudara tersebut kembali di kediaman mereka. Padma menyambut mereka dengan masakan kesukaan masing-masing dengan bahan yang mereka bawa dari Klaten.
"Ayah kapan pulang ibu?" Agung yang melihat sekeliling sunyi. Seluruh nelayan mulai melaut dan akan kembali pada sore hari.
"Mungkin sore, kalian makan siang dulu, beristirahatlah, selama perjalanan hingga kini kalian belum istirahat sama sekali" kata Padma sambil menyuapi Gita.
"Kampung Tinggi dipenuhi berbagai macam orang Ibu, bahasanya juga banyak, aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, ada yang menawarkan aku makanan, tapi kutolak, padahal baunya wangi sekali" kata Raja bersungut-sungut. Padma tersenyum dan berkata
"Mereka memiliki bahasa masing-masing, meskipun Kampung Tinggi ini ramai pendatang, bahasa mayoritas disini adalah bahasa Bali. Pelan-pelan kalian akan menguasai bahasa mereka." kata Padma sambil tersenyum.
Menjelang sore hari, Dharma datang membawa tangkapan ikan yang segera dimasak oleh Padma. Gita berlari memeluk ayahnya dan bercerita panjang lebar tentang Kampung Tinggi
"Kalian bertiga sudah pergi kemana saja? Gita kau tidak menangis kan?" Gurau Dharma.
"Ayah tadi dia hampir saja menangis" kata Raja, Gita melotot ke arah Raja, Raja hanya tersenyum melihat tingkah adiknya yang manja itu.
Padma menggelengkan kepala melihat tingkah Raja, sementara itu Agung menbantu Padma untuk membersihkan Ikan Tangkapan ayahnya. Malam itu mereka menyantap bersama ikan hasil tangkapan ayahnya. Beralaskan tikar mereka berlima berkumpul bersama. Lalu setelah makan malam berakhir, Padma menggelar kasur dan mereka berlima tidur berjejer bersama. Malam itu Padma tidak bisa tidur. Ia terbangun pada tengah malam dan menatap wajah suami dan ketiga anaknya. Padma membuka surat yang diberi oleh ibu mertuanya dan mulai membacanya.
"Teruntuk menantuku tercinta
Ang Lian Hua alias Padma Anggakusuma
Kutitipkan putra dan ketiga cucuku padamu, mungkin saat ini kau akan merasa kebingungan berada di tanah rantauan tanpa aku dan suamiku. Aku memahami bahwa tinggal di tanah orang adalah sesuatu yang menakutkan, tetapi aku percaya kau akan berkembang disana. Bersama dengan putraku Dharma dan ketiga cucuku, kau akan diberkati. Datangi Klenteng terdekat dan berdoa kepada para dewa dan leluhur agar kau dijaga disana. Selain itu, aku memberikan sesuatu miliku yang sangat berharga, yang diwariskan oleh keluargaku turun temurun, yaitu sebuah resep masakan dari ibu mertua keturunan Anggakusuma. Selama berada di Klaten, mungkin kau dan keluarga kecilmu tidak menyadari sedikitpun, aku sering memasak makanan ini, dan putri bungsumu Gita sangat menyukainya. Ku harap resep masakan ini akan membantu menopang hidupmu disana. Sebuah resep rahasia keluarga kita. Dulu aku ingin menjual resep masakan ini, namun aku ingin hanya keluargaku saja yang menikmatinya. Namun kali ini, aku serahkan padamu, untuk bekalmu di Bali. Kau memiliki tangan dan insting luar biasa dalam memasak, kau akan dengan cepat mempelajarinya. Boleh kau jual agar orang-orang disana ikut menikmatinya. Hasilnya kau pakai untuk biaya hidup dan sekolah ketiga cucuku. Hanya ini yang aku miliki. Kuharap kau mau menjaganya.
Ps : Katakan pada Raja untuk berhenti mengganggu Gita, aku menemukan gambar seram yang menempel di dinding meja belajar Gita. Sepertinya ini yang menjadi penyebab Gita berhenti tidur sendirian di kamarnya. Aku tertawa ketika melihatnya, kini aku memajang gambar itu di meja kamarku. Sudah kubingkai tentu saja.
Ibu Mertuamu
Ang Mei Hua
Padma menitikan air mata, lalu membuka halaman kedua dari surat itu. Terdapat secarik kertas yang berisi resep masakan sederhana. Padma melihat isinya dan mempelajarinya. Sebuah resep yang sering ia buat untuk anak-anaknya. Resep yang sangat sederhana namun Padma belum menemukan letak keistimewaannya dimana. Kemudian Padma memutuskan untuk membuatnya pada esok pagi. Lalu Padma melipat surat itu dan kembali melanjutkan tidur.
***
"Mie Ayam?"
Raja melihat lima mangkuk yang berisi tumpukan potongan ayam lengkap dengan kuah kaldunya. Agung dan Gita saling berpandangan. Gita segera duduk di samping ayahnya kemudian memainkan sumpit. Agung mengisi air putih pada masing-masing gelas. Padma hanya mengangguk.
"Ibu, bukankah ini makanan yang sering ibu masak saat di Klaten" kata Agung.
"Aku bosan dengan makanan ini ibu, bisakah kau membuatkan aku makan lain, aku mau olahan Babi" kata Raja.
Gita mulai memakan mie ayam buatan ibunya. Diikuti oleh yang lain.
"Kau memasak mie ayam yang biasa ibuku buat, ada acara apa? Makanan ini bukankah hanya dimasak pada hari-hari besar. Keluargaku suka makanan ini. Apa ada yang berulang tahun hari ini?" Kata Dharma.
Padma duduk di samping Dharma.
"Semalam aku membaca surat pemberian ibu. Isinya sebuah resep masakan, ibu bilang itu resep rahasia turun temurun keluarga kita. Setelah kubuka resep masakan ini. Resep yang sering dibuat oleh ibu dan aku ketika masih ada di Klaten. Ibu bilang resep mie ayam ini yang akan menghidupi kita disini.” ujar Padma
Kemudian Dharma terdiam
"Jika Ibu berkata seperti itu sepertinya ada sesuatu, di sekitar sini banyak yang membuka warung makanan. Ibu melihat kau ada bakat memasak. Selama aku tinggal pergi melaut, apa tidak kau coba saja menjualnya?" Wajah Padma Muram
"Menjual resep masakan keluarga? Resep ini sangat dijaga oleh keluargamu turun-temurun, apa boleh untuk menjualnya kembali?" Agung menoleh ke arah ibunya.
"Coba saja ibu, aku siap membantu ibu"
"Ayo ibu dicoba saja, meskipun aku sudah bosan, tetapi membaginya kepada orang lain bukankah itu ide yang bagus" kata Raja bersemangat.
"Ibu aku mau minta kuah kaldunya" kata Gita menyodorkan mangkuknya yang sudah kosong.
Dharma kemudian meyakinkan istrinya.
"Di surat itu tertulis resep ini akan menjadi bekal untuk kita disini, tidak ada salahnya untuk mencoba, dengan tangan ajaibmu, aku yakin kau mampu" kata Dharma.
"Tetapi bagaimana caranya, kita tidak memiliki tempat untuk berjualan, aku tidak mungkin membuka warung mie di dalam kamar sempit ini." kata Padma.
"Aku akan meminta salah seorang temanku, ia seorang pengerajin kayu, dengan bantuan darinya, aku akan membuatkanmu sebuah gerobak, kau bisa berjualan di tanah kosong dekat rumah kita, tepatnya di bawah pohon mangga itu. Kau boleh berkeliling tetapi ditemani Agung dan Raja, Gita boleh kau ajak juga.” kata Dharma memberi dukungan penuh kepada Padma.
Padma meyakinkan dirinya untuk membuka warung mie ayam pertamanya, berkat dukungan suaminya, Padma mulai memantapkan langkah.
***
Beberapa hari kemudian, gerobak mie ayam Padma sudah siap dijalankan, berkat bantuan Agung dan Raja, Padma mulai berkeliling sekitar kampung tinggi, Gita sesekali berada dalam gendongannya. Pada hari pertama belum ada satu mangkuk terjual hingga menjelang petang. Keesokan harinya, mereka berempat kembali berkeliling Kampung Tinggi.
"Ibu apa tidak sebaiknya kita berhenti dulu" keluh Raja.
"Tunggu sebentar lagi, aku yakin di sekitar perempatan itu ada pembeli" kata Padma.
Gita tertidur dalam gendongannya. Angin kencang berhembus, matahari yang terik menghilang di balik awan gelap, lalu hujan mulai turun. Padma mendekap erat Gita, Agung berusaha mendorong gerobak lebih kuat di bantu oleh Raja sambil mencari tempat berteduh. Hujan semakin deras, langit mulai gelap.
"Pasti ada tempat berteduh di sekitar sini, kalian masih kuat? Pakai topi ibu agar kepala kalian terlindungi dari hujan.” kata Padma sambil memakaikan topi ke kepala Raja.
Hanya Raja yang menutupi kepalanya memakai topi, sementara Agung memakai syal yang ia pakai. Akhirnya mereka berempat berteduh di depan toko kelontong yang sudah tutup dari sore. Mereka duduk berteduh. Orang-orang berlarian lalu lalang mencari tempat untuk berteduh. Padma membasuh wajah Gita yang basah, sementara Agung dan Raja duduk di samping kanan kirinya. Padma menyandarkan gerobaknya di dekat pintu masuk toko kelontong tersebut. Raja membaca ada huruf Mandarin yang di bawahnya lengkap dengan tulisan Bahasa Indonesia. di papannya bertuliskan Toko Kelontong Ny. Liem.
"Ibu pemilik toko kelontong ini ternyata orang Tionghoa!" Seru Raja.
Padma menoleh ke belakang, ia melihat toko tersebut sudah tutup.
"Sepertinya begitu. Pemiliknya ada di dalam rumah, tampaknya mereka sudah lama menetap di Bali.” gumam Padma.
Tiba-tiba dari arah pintu gerbang berwarna hitam di samping toko terbuka. Seorang wanita paruh baya keluar dari arah pintu mendatangi Padma.
"Apa kau menjual makanan hangat, ayahku sedang sakit, beliau butuh sesuatu untuk menghangatkan tubuh."
Seorang wanita berperawakan tambun dengan rambut diikat ke atas, tampak rambut putih memenuhi kepalanya, sepertinya yang sedang sakit adalah seorang kakek yang sudah tua sekali. Padma mengangguk, lalu segera menghangatkan kaldu ayamnya, wanita itu mencium bau yang sangat harum.
"Kau menjual mie ayam? Boleh kau buatkan lagi dengan pembungkus berbeda?"
Padma mengangguk, dengan tergesa Padma membuatkan mie ayam dengan kaldu terpisah. Lalu wanita itu membayar kemudian ia berbalik dan pergi ke arah gerbang. Tiba-tiba ia terdiam, lalu menoleh ke arah Padma.
"Kau pendatang baru disini? Aku lupa memperkenalkan diri, Aku Liem pemilik toko kelontong disini. Yang sakit adalah ayahku, aku terlalu sibuk sampai lupa ada warga baru yang datang, kau tinggal dimana?" ujar Wanita itu.
Padma berkata bahwa ia tinggal di ujung jalan dekat pelabuhan, di sebuah rumah tempat kumpulan keluarga nelayan tinggal.
"Kau bisa berkunjung kemari jika kau membutuhkan sesuatu, aku jadi ingat bertahun-tahun yang lalu pertama kali aku datang ke Kampung Tinggi tidak satupun yang datang membantuku. Aku siap membantumu, aku harus segera masuk menemui ayahku, oh aku lupa, aku ucapkan selamat datang di Bali, selamat datang di Kampung Tinggi."
Wanita itu tersenyum dan mulai berlari ke arah gerbang hitam, dari dalam ia berteriak
"Kau bisa memanggilku Anita. Siapa namamu?” tanya Anita.
Padma menjawab sambil tersenyum
"Namaku Ang Lian Hua, panggil saja aku Padma, salam kenal Anita.” kata Padma.
Anita lalu melambaikan tangannya. Malam itu Mie Ayam Padma Laku satu porsi, Padma memegang uang hasil penjualannya lalu memasukannta ke dalam dompet kecil, kemudian ia dan ketiga anaknya kembali pulang ke rumah.
***
Keesokan harinya, Raja terserang demam, pagi itu Dharma tidak melaut akibat cuaca buruk semalam. Gita semula ingin ikut Padma dan Agung untuk berjualan keliling, tetapi Dharma melarangnya untuk pergi agar ikut menemani Raja. Dharma meminta Padma untuk berdiam di rumah. Namun Padma menolaknya, ia ingin Dharma berada di rumah untuk beristirahat. Akhirnya Padma di temani Agung berkeliling Kampung Tinggi. Pagi itu Kampung Tinggi tidak seramai biasanya. Akibat cuaca buruk semalam, banyak toko tutup. Yang berjualan hanya para pedagang sayur dan hanya buka hingga pukul 8 pagi. Padma memutuskan untuk berhenti di sebuah tempat kosong dekat pintu masuk pasar.
"Padma?"
Padma menoleh, ternyata itu Anita ia bersama kedua putranya,
"Senang bertemu denganmu, kau tahu, ayahku sudah sembuh sekarang, terima kasih mie ayam buatanmu sungguh enak. Bagaimana kau mengolahnya? Rasanya sangat berbeda dari buatanku?” kata Anita Antusias.
"Itu resep ibu mertuaku, makanan kami saat di Klaten, menjelang hari-hari besar biasanya kami menyantap mie ayam, hanya resep sederhana" kata Padma.
"Kau terlalu merendah! Ayahku berkata rasanya sungguh berbeda, beliau ingin bertemu denganmu sekeluarga, boleh kami membuatkan sebuah makan malam penyambutan?" tanya Anita
Padma menggelengkan kepalanya. Sebelum Padma menjawab, Anita mulai berkata,
"Sebagai tanda hormat kami padamu, atau boleh kuucapkan sebagai makan malam terima kasih" kata Anita.
Padma tertawa lalu ia menatap lurus ke arah Anita dan berkata pelan.
"Terima kasih banyak Anita, sepertinya aku tidak bisa menolak tawaranmu.” kata Padma tidak mampu menyembunyikan rasa gembiranya.
"Rasanya seperti kawan lama, melihatmu aku tiba-tiba terkenang masa-masa awal aku berada disini, dan saat itu aku sedang hamil putra kembarku ini.” kata Anita sambil mengelus kepala Yoga dan Nanda.
"Mereka lahir besar di Kampung Tinggi, mereka belum pernah melihat mertuaku di Surabaya. Anak-anakmu hebat, usia seperti ini sudah diajak pergi merantau" ujar Anita lalu memandangi memandangi Agung dan saling berbalas senyum.
"Kami tidak punya pilihan lain, orang tua kami melihat Kampung Tinggi adalah tempat yang penuh harapan, kedua orang tua terpaksa merelakan kepergian kami, tetapi aku tahu, ini yang terbaik. Suasana di Jawa masih sangat kacau.” kata Padma.
"Ibu aku mau pesan mie ayam, belikan untukku dan kakakku" kata Nanda. Anita menyuruh Nanda bersabar dan Padma segera membuatkan mie ayam untuk Nanda. Lalu Yoga mulai berkenalan dengan Agung. Ternyata mereka sebaya. Kemudian Anita berpamitan dengan Padma. Hari itu Padma banyak didatangi oleh pembeli, efek cuaca buruk, makanan hangat menjadi pilihan. Menjelang Malam, Padma menyampaikan maksud baik Anita pada Dharma. Keadaan Raja mulai membaik. Keesokan harinya Padma beserta suami dan ketiga Anaknya pergi mengunjungi Rumah keluarga Liem.
***
Malam itu, Dharma dan Padma beserta ketiga anaknya datang ke rumah keluarga Liem. Mereka disambut oleh Anita, suami, putra kembar dan kedua orang tuanya pun turut serta. Sebelumnya Padma diberitahu oleh Anita agar membawa mie ayam buatannya, kali ini untuk satu keluarga Liem. Padma bersyukur bisa bertemu dengan keluarga Liem. Ibu mertua Anita sangat menyukai Gita, dan mengajaknya berkeliling rumah, di belakang rumah, terdapat kolam ikan yang sangat besar, Gita sangat suka berada disana. Padma kembali merasa di rumah orang tuanya di Klaten, Dharma bercerita tentang bagaimana kehidupannya sebagai nelayan laut kepada ayah Anita. Tiba-tiba Gita menghambur masuk ke dalam ruang makan sambil berlarian kecil.
"Ibu, sepertinya rumah di sebelah toko ini kosong, aku melihat jendelanya tertutup semua, apa masih ada yang tinggal disana? penghuninya kemana?" tanya Gita.
Padma lalu menoleh ke jendela samping yang terhubung dengan halaman belakang rumah, Padma bangkit dari kursinya kemudian berjalan menuju halaman belakang diikuti Anita.
"Hmm padahal rumah itu masih bagus sayangnya tidak ada yang menempati.” Gumam Padma.
Anita lalu mendekati Padma dan berdiri di sampingnya sambil melihat keadaan rumah kosong yang kondisinya masih terawat dengan baik.
"Rumah itu dulunya adalah rumah veteran, tetapi kini penghuninya pindah tinggal di daerah Tabanan bersama anak dan cucunya, rumah itu dilengkapi toko kecil seperti rumah ini, rata-rata rumah di Kampung Tinggi memiliki arsitektur yang serupa. Yang membedakan hanya letak ruangan saja. Kalau disini kami mengaturnya sesuai Feng Shui.” kata Anita.
Padma menoleh ke arah suaminya, sepertinya Dharma memperhatikan dengan seksama bangunan rumah dua lantai yang berdiri kokoh yang terdiri dari beberapa jendela. Tampak sebuah bangunan tambahan yang terletak di depan rumah. Sebuah toko kecil yang dulunya digunakan sebagai toko alat listrik.
Gita menatap ke arah ibunya "Ibu apa sebaiknya kita pindah ke rumah itu? Ada toko di depannya, ibu bisa buka warung mie disana" celetuk Gita
Dharma tiba-tiba memiliki ide dan bertanya kepada Anita bagaimana bisa tinggal disana, Anita mengenal pemilik rumah tersebut. Ada sinar kelegaan di mata Padma, jika ia bisa menempati rumah tersebut, ia tidak perlu mendorong gerobak keliling lagi, kini mie ayam yang ia jual telah memiliki pelanggan, anehnya, pelanggannya kini berasal dari luar kampung tinggi,
"Ini kesempatan kita ibu, ayo kita buka warung mie ayam, aku siap membantu ibu, pulang sekolah aku janji akan membantu ibu.” kata Agung.
"Ibu ini kesempatan kita, aku janji akan lebih rajin sekolah" ujar Raja antusias.
"Gita tahun ini mulai sekolah, hadiahnya warung itu ya ibu"kata Gita pada ibunya. Kesempatan, gumam Padma dalam hati. Lagi-lagi tentang kesempatan, apakah Tuhan sedang membuka jalan untukku? Takdirku adalah untuk anak dan suamiku, mungkin Tuhan berkehendak lain. Timbul keyakinan kuat dalam diri Padma akankah ini berhasil?.
***
"Tidak perlu mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi, kesempatan demi kesempatan adalah hadiah dari Tuhan untukmu, ada aku dan ketiga anak kita, di Kampung Tinggi adalah awal dari perjalanan kita, ada aku disampingmu" kata Dharma pada suatu malam di dekat jendela yang terbuka.
Malam itu langit terlihat bersih tanpa bulan, hanya hamparan bintang dan wangi air laut dari kejauhan. Padma duduk bersama Dharma, setiap kali ia mengambil suatu keputusan sulit, hanya Dharma tempat ia menumpahkan isi hati, sebagai suami yang sangat ia cintai, ia menghormati dan mempercayai pilihan hatinya itu.
"Bagaimana dengan uangnya? Kau yakin?" kata Padma ragu.
Dharma tersenyum.
"Selama kita berlima selalu bersama, semua akan baik-baik saja” kata Dharma dengan penuh kelembutan.
Dharma menggenggam tangan Padma, mereka saling pandang tersenyum penuh keyakinan, sementara ketiga anak tertidur pulas di samping mereka.
Pagi itu Dharma dan Padma mendatangi rumah keluarga Liem untuk membicarakan masalah kepindahan mereka ke rumah baru. Anita mendapat kabar dari keluarga veteran, mereka telah mengijinkan Dharma dan keluarga untuk menempati rumah itu, untuk masalah pembayaran, rumah itu akan dibayar sedikit demi sedikit, mengenai kurangnya, keluarga Liem siap membantu. Padma terharu akan kebaikan keluarga Liem, Dharma segera mengurus kepindahan mereka berlima, dibantu oleh anggota keluarga Liem dan beberapa karyawan toko.
Teman-teman dari kelompok nelayan pun ikut membantu. Padma menulis surat untuk ibu mertuanya di Klaten, mengabarkan berita baik ini, dan menunggu balasan suratnya di kemudian hari. Sebuah rumah berlantai dua dengan toko kecil di depannya ternyata terdiri dari banyak kamar, lantai dua ada satu ruangan besar dan berisi 8 kamar, ruangan besar yang kosong akan dibangun altar untuk sembahyang. Agung, Raja, dan Gita ikut membantu kedua orang tuanya, mereka akan menempati lantai satu bersama kedua orang tuanya. Toko kecil di depan rumah kini berjejer meja dan kursi lengkap dengan dapur memasak. Tidak semua peralatan tersedia di toko ini, namun seriring waktu mereka akan berusaha melengkapinya, Gita membantu kakak-kakaknya menata kamar di bantu oleh si kembar Yoga dan Nanda, Anita memasang berbagai peralatan rumah tangg miliknya di toko kelontong sebagian akan diberikan
Padma sebagai ucapan terima kasih. Kebaikan hati keluarga Liem membuat hati Padma tersentuh, berharap mereka akan seperti saudara di tanah rantauan. Kini Padma tidak merasakan sepi lagi. Tinggal di antara para pedagang Kampung Tinggi. Banyak orang berkumpul di dekat warung Padma, ternyata cerita tentang rasa mie ayam sudah tersebar luas. Mereka ikut menanti berdirinya warung mie ayam pertama di Kampung Tinggi.
"Padma, aku ingin segera memasangkan papan nama ini, sebaiknya aku pasang dimana?" Kata Dharma sambil membawa papan nama besar yang ia buat sendiri dibantu oleh suami Anita.
Padma menggiring suaminya ke depan toko, ia hendak memasanganya tepat di atas pintu masuk toko, di bawah balkon. Lalu Dharma mulai memasang papan nama tersebut. Bersama dengan ketiga anak-anaknya lalu disaksikan pula oleh keluarga Liem. Dengan harapan demi harapan yang memenuhi hati Padma, Kampung Tinggi adalah titik awal sebuah perjalanan panjang yang akan dilalui oleh keluarganya. Bersama akan mengarungi sebuah era kehidupan baru dengan suka duka di tanggung bersama-sama. Wangi asap dupa merah mulai menguar dari altar di lantai dua, sebagai lambang bahwa Tuhan, para dewa, dan leluhur menyaksikan kebahagiaan keluarga Ang. Sambil memeluk erat lengan suaminya, ketiga anak-anaknya tepat berada di depannya berdiri bersama.
Mulai hari ini Mie Ayam Padma resmi dibuka.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
