[01—10] 200 HARI MENJERAT PEBINOR

3
0
Deskripsi

Tunanganmu adalah simpanan dari istri pamanmu sendiri?

Cherry Naomi mungkin sudah gila, wanita itu justru menerima perjodohannya dengan Jenaro Rafandra. Padahal sudah bukan rahasia lagi, jika pria itu merupakan kekasih gelap dari istri paman Cherry sendiri. Menantang diri untuk menaklukkan hati manusia sedingin balok es itu. 

Bisakah Cherry melakukannya? Bisakah ia membuat seorang Jenaro berpaling melihatnya dan mencintainya?

"Wow, jadi Tante Alice suka dengan pria dengan tumpukan lemak diperut...

CHAPTER — 01

●○●○●○●○

Seorang pria dengan setelan jas mahalnya, tengah bercermin sembari menggunakan jam rolexnya. Tampaknya pria itu bersiap ingin menghadiri sebuah acara. Saat tengah mempersiapkan dirinya, tiba– tiba sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Memeluk pria itu dengan erat dari belakang.

"Sepertinya kau senang sekali akan dijodohkan dengan keponakanku itu," ujar seseorang dengan suara sendu dibalik punggung pria yang tengah berkaca itu.

Pria itu melepaskan pelukan seorang wanita dibalik punggungnya. Kini mereka saling berhadapan dan saling tatap satu sama lain.

"Aku hanya tidak ingin mengecewakan ayahku babe," jawab pria itu dengan suara hangat dan lembutnya. Dapat dilihat dari tatapannya, semua orang tahu bahwa sang pria sangat menyayangi wanita yang berbeda usia 12 tahun dari dirinya itu.

Wanita itu mulai menenggelamkan wajahnya pada dada bidang milik pria itu.

"Aku hanya takut kau akan jatuh hati pada keponakanku," ucap sang wanita dengan jujur. Suaranya terdengar sedih sekali.

"Itu tidak akan terjadi," balas pria itu sembari membalas pelukan wanitanya.

Pria itu akan dijodohkan malam ini keponakan kekasihnya malam ini. Pria dengan balutan jas mahal itu adalah seorang Presdir muda pemilik 'Arosoft' perusahaan games terkemuka di benua Amerika. Tak hanya Amerika, games yang dikembangkan oleh Arosoft telah digunakan oleh masyarakat di seluruh penjuru dunia hingga menempati posisi tertinggi dalam kategori hiburan di toko–toko aplikasi seperti Play Store ataupun AppStore atau bahkan toko aplikasi yang lain.

Pria itu bernama Jenaro Rafandra Xiaver, putra tunggal keluarga Xiaver yang bergerak dibidang teknologi layaknya Arosoft milik Jenaro sendiri. Tak ada pilihan lain bagi Jenaro untuk menolak perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya.

Ayahnya mengetahui hubungan terlarangnya bersama wanita yang memeluknya kini. Ayahnya menentang keras hubungannya bersama Jessica Alice, karena memang status wanitanya adalah istri dari pria lain.

Namun apa pedulinya Jenaro Rafandra! Yang jelas ia mencintai wanita itu tak peduli dengan status Alice.

Hingga ayahnya marah besar dan mengancam akan menjatuhkan Arosoft jika Jenaro tidak mau menerima perjodohan yang telah dirancang orang tuanya ini. Dan sialannya lagi yang dijodohkan dengannya adalah keponakan dari wanitanya. Oh Shit! Bukankah dunia ini terlalu sempit?

*****

Sedangkan di sisi lain, Seorang pria paruh baya tampak berjalan kesana kemari sembari menggeram hingga terdengar suara gemeletuk dari barisan gigi-giginya terdengar jelas. Pria itu menatap ke arah luar mansion mewah miliknya, hingga tak berapa lama kemudian seseorang yang memakai pakaian serba hitam dari jas hingga celana kain bahkan kacamatanya juga berwarna hitam tampak berlari menghadap pria paruh baya itu.

"Kami sudah menemukan lokasi Nona muda saat ini Tuan," ucap pria berbadan tegap dan begitu kokoh itu begitu sopan.

Mata pria paruh baya itu memicing tajam, "Bawa gadis nakal itu pulang sebelum jam 8 malam ini," perintahnya pada pria berbadan besar itu yang tak lain adalah seorang bodyguardnya.

Bodyguard itu mengangguk dengan patuh, lalu membungkuk hormat dan berbalik badan melaksanakan perintah tuannya.

"Dia akan pulang sebentar lagi," ucap seorang wanita yang tampak seumuran dengan pria paruh baya itu. Berjalan dengan anggun ke arah suaminya yang sedang duduk di sofa depan mansion mewah mereka.

"Gadis nakalmu itu benar- benar ingin meledakkan isi kepalaku," ucap sang suami sambil memijit pelipisnya yang mulai terasa pening.

"Bukankah dia mirip sepertimu?" Balas sang istri dengan tersenyum pada suaminya itu.

Pria paruh baya itu berdecak mendengar ucapan sang istri.

"Ck, kau selalu memanjakannya sayang."

"Tentu saja! Karena gadis nakal itu adalah permataku satu-satunya," ucap sang istri membela putri kesayangannya.

Pria itu kemudian mulai menegakkan tubuhnya, lalu beranjak dari duduknya.

"Setelah anakmu itu datang, kau saja yang mengurusnya!" ucapnya memberikan perintah pada sang istri. "Kepalaku sakit, aku ingin berendam sebelum bertemu dengan besanku," ucap pria paruh baya itu dan hanya dibalas kekehan kecil dari istrinya.

*****

Di tempat lain, dengan suasana yang cukup bising seorang wanita muda tengah duduk di atas kap mobil yang berharga puluhan juta dollar itu. Tangannya sangat lincah men–scroll setiap baris pesan melalui smartphone keluaran Apple Inc yang terbaru itu. Sesekali senyum miringnya tersungging dari ujung sudut bibir gadis muda itu ketika membaca pesan dari grup chatnya bersama para sahabatnya.

Valerie Gadis Centil : "Aku punya berita gila untuk kalian."

Felix My Puppy : "Akan ku bunuh kau jika berita gila itu adalah tentang kuku barumu!"

Jack Itu Waria : "Jika aku sampai terkejut, mobil Ferrari merah milik Felix akan menjadi milikmu."

Velerie Gadis Centil : "@JackItuWaria Oke deal."

Felix My Puppy : "Akan aku lempar kalian ke neraka jika menyentuh mobil kesayanganku!!!"

Velerie Gadis Centil : "Jadi kalian ini mau berita gila atau tidak!"

Jack Itu Waria : "Jadi apa berita yang kau bawa Valerie ?"

Valerie Gadis Centil : "Gadis bar-bar kita akan dijodohkan dengan putra keluarga Xiever."

Felix My Puppy : "Oh, shit! Seharusnya aku tak berharap banyak pada ucapanmu Velerie Aurora!"

Velerie Gadis Centil : "AKU SERIUS !!!! Gadis bar-bar itu akan bertemu dengan keluarga Xiever malam ini."

Felix My Puppy : "Apa pria gendut yang kita temui 10 tahun lalu?"

Jack Itu Waria : "Itu sangat mustahil untuk seorang Cherry, Velerie. Apa kau pikir Cherry akan menerima pria gendut itu sebagai suaminya? Heol! Aku yakin dia sudah tidak waras jika menerima pria itu!"

Velerie Gadis Centil : "Bukan itu masalahnya sialan! Tapi pria itu adalah simpanan Tante Alice!"

Felix My Puppy : "What the fuck, aku ingin sekali menguburmu di piramida Mesir sekarang juga Valerie! Kau terlalu banyak bicara omong kosong!!!"

Anda : "Wow, jadi Tante Alice suka dengan pria dengan tumpukan lemak diperut rupanya. Apakah aku harus menerima perjodohan ini? Sangat tidak keren bukan jika aku dikalahkan oleh seorang wanita beranak satu bukan?"

Setelah mengetikkan hal itu Cherry segera mematikan ponselnya. Ia yakin jika sebentar lagi panggilan dan pesan diponselnya akan jebol oleh spam-spam pesan dari para sahabatnya itu yang ingin mendapatkan kebenaran.

Wtf! Menerima perjodohan?

Ck, yang benar saja! Bahkan dirinya saat ini sedang berada di area mobil balap liar yang menjadi tempat untuk bersenang-senang selain club malam. Benar sekali apa yang Valerie katakan, Cherry adalah seorang gadis bar-bar, namun di samping itu Cherry memiliki pesona memabukkan.

Hidup dengan bebas, seperti burung-burung yang mampu terbang ke sana kemari hanya dengan mengepakkan sayap hingga mencapai awan adalah prinsip hidup seorang Cherry Naomi Johnson. Putri tunggal kesayangan keluarga Johnson, salah satu pemilik perusahaan kontraktor terbesar di US.

Dikagumi layaknya seorang Ratu, disegani layaknya seorang Perdana Menteri terdengar sangat menyenangkan. Harta melimpah, wajah cantik, otak jenius dan hidup di istana yang megah.

Cherry memiliki segalanya!

Terlahir dari keluarga sendok emas seringkali banyak orang berpikir jika Cherry adalah seorang anak yang berbakti, seorang anak yang anggun dan patuh. Tapi faktanya, daripada disebut sebagai anak yang berbakti Cherry lebih cocok disebut sebagai beban keluarga.

Wanita muda itu benar-benar tak mencerminkan jika ia berasal dari keluarga terpandang dengan segala kehormatan yang didapat keluarganya. Wanita itu justru sering bertingkah diluar kendali. Pergi ke club hingga hobbynya yang suka mengikuti balap mobil liar nyaris membuat ayahnya terkena serangan jantung akibat tahu tingkah liar anak gadisnya.

Tapi Cherry tak memperdulikan itu, baginya ia harus bersenang-senang bukan?

Bahkan seringkali sang ayah selalu murka padanya, karena Cherry tidak mengambil jurusan kuliah yang sesuai kemauan ayahnya. Justru ia lulus dengan gelar sarjana kesenian, sungguh jauh dari keinginan sang ayah yang menginginkan Cherry mengambil jurusan dibidang Ekonomi dan Bisnis agar bisa meneruskan perusahaan keluarga Johnson.

Bagi Cherry, urusan kantor bersama tumpukan banyak berkas itu sangatlah menyebalkan. Sehingga ia memilih belajar desain komunikasi visual yang sesuai dengan hobbynya. Namun sepertinya sang ayah masih saja tidak pernah menyerah untuk membuat Cherry kesal dengan segala keinginan pria tua itu.

"Jika kau tidak ingin meneruskan perusahaanku, maka lahirkanlah seorang cucu untukku agar dia bisa menggantikanku."

Itulah ucapan mengerikan ayahnya dan berakhir seperti hari ini bahwa memang benar jika dirinya akan dijodohkan dengan anak dari salah satu sahabat ayahnya itu.

Tak ingin ambil pusing dengan permintaan sang ayah yang menurutnya sangat kuno dengan sebuah perjodohan itu, kini Cherry berada dikeramaian bersama banyak wanita yang memakai hot pants dan tank top ketat. Serta para pria yang memakai jeans, kaos hitam serta tak lupa jaket kulit mereka. Dan beberapa mobil sport mewah berjajar di kanan kiri jalan.

"Sweetie, pria baru itu menantangmu!" ujar seorang pria tampan yang tiba- tiba saja sudah ada di sebelah Cherry. Pria yang tak terlalu tinggi dengan bibir sedikit tebal serta rambut blondenya.


CHAPTER — 02

●○●○●○●○

Jenaro beserta sang ayah memasuki sebuah mansion mewah di kawasan Manhattan. Jenaro memasang wajah sinisnya, pantas saja sang ayah bersikeras untuk menjodohkannya dengan anak dari sahabatnya itu. Ternyata keluarga mereka benar-benar kaya. Jenaro tidak bisa mengelak jika keluarga Johnson adalah keluarga konglomerat yang hartanya tidak akan habis dengan 7 turunan sekalipun. Bahkan suami dari kekasihnya pun juga termasuk pria kaya yang hanya bekerja di Dubai setiap harinya dan hanya pulang selama sekali dalam 2 tahun. Dan itu sangat menguntungkan dirinya bukan?

Jenaro sangat mengagumi sosok dari wanitanya saat ini. Dirinya sudah memandang Alice sejak masa kuliah, di mana dirinya dipertemukan pertama kali saat berada di sebuah pesta keluarga. Sejak saat itu Jenaro terpesona dengan sosok Alice yang menurutnya sangat hangat. Hingga sebuah perasaan terlarang membuncah dalam dirinya dan dengan berani dirinya mengajak wanita itu untuk makan malam bersama. Dan mulailah terjalin hubungan antara keduanya dalam waktu 3 tahun ini.

"Albert! lama tak jumpa denganmu sobat," ujar seorang pria paruh baya yang menyambut Jenaro dan juga ayahnya. Disebelah pria itu ada seorang wanita paruh baya namun masih terlihat cantik. Ah, tapi tidak secantik Alice tentunya.

"Lama tak jumpa denganmu juga Chris," sahut Albert yang merupakan ayah Jenaro.

Christian Johnson adalah sahabat ayah Jenaro sekaligus ayah dari wanita yang akan dijodohkan dengannya.

"Apakah dia putramu? Wah, sangat tampan sekali," ujar Tuan Chris sembari mengulurkan tangannya pada Jenaro.

Dengan tersenyum tipis Jenaro membalas uluran tangan pria paruh baya itu. "Senang bisa bertemu dengan anda paman. Saya Jenaro," ujarnya dan sontak membuat Tuan Chris tertawa.

"Jangan memanggilku paman Nak! Panggil saja dengan Papa. Sebentar lagi kita akan menjadi keluarga bukan?" ujar Tuan Chris dengan senyum lebarnya dan tentu saja hal itu dibalas senang oleh ayahnya.

"Tentu saja sobat! Kita akan menjadi keluarga," sahut ayah Jenaro dengan senyum lebar. Dalam hati Jenaro benar – benar mencibir tingkah laku ayahnya itu. Jika bukan karna Arosoft, Jenaro tidak akan sudi melakukan perjodohan konyol ini. 
By the way, tentang masalah perjodohan sedari tadi Jenaro tidak melihat keberadaan wanita yang akan dijodohkan dengannya. Namun pemikiran itu tak berlangsung lama, Jenaro tak peduli. Tujuannya datang ke rumah ini hanyalah untuk menyenangkan hati sang ayah. Bukan merasa antusias dan terlihat penasaran dengan bagaimana sosok wanita yang dijodohkan dengannya itu.

Jenaro sesekali menanggapi pembicaraan para orang tua itu, yang tidaklah cukup menarik untuknya. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar sejenak dari pembicaraan para orangtua yang berencana akan melangsungkan pernikahan entah di mana, dirinya terlalu malas untuk mendengarkan.

Jenaro berkeliling di area mansion mewah ini. Cukup membuatnya kagum dengan interior di rumah mewah ini. Saat dirinya ingin kembali dalam ruang tengah, langkah kakinya tiba- tiba berhenti saat kedua matanya mengangkap sebuah mobil berhenti tepat di belakang mobil miliknya. Jenaro justru bersembunyi dibalik tiang mansion yang cukup besar sembari memperhatikan apa yang orang- orang itu lakukan.

Ia melihat seorang pria bertubuh besar keluar dari dalam mobil dan membuka pintu belakang dan salah satu orang masuk kedalam rumah. Jenaro memperhatikan dengan seksama dan menebak- nebak apa yang terjadi.

Jenaro melihat istri dari Tuan Chris berjalan keluar dan entah berbicara pada siapa dengan seseorang di dalam audi mewah itu. Sesaat kemudian mata pria itu sedikit menyipit tajam ketika retina matanya menangkap seorang gadis muda keluar dari dalam mobil dengan raut wajah yang terlihat kesal.

Tanpa berpikir panjang, Jenaro dapat menebak jika gadis itulah yang akan dijodohkan dengannya.

'Apa? Jadi gadis seperti itu yang akan dijodohkan denganku?' Ujar pria itu dalam hati mencibir gadis yang baru saja masuk kedalam mansion mewah ini.

Jenaro menyunggingkan ujung bibirnya seolah-olah tak percaya dengan gadis yang akan dijodohkan dengannya itu. Gadis yang hanya memakai cardigan berwarna baby blue menutupi dress putih pendek selutut yang digunakannya. Bukan hanya itu, tapi rambut gadis itu yang dikepang dan justru menggunakan boot pendek berwarna coklat. Selera fashionnya sangat jauh berbeda dengan Alice yang menurutnya sangat anggun, dewasa dan cantik itu. Tidak seperti gadis yang baru saja dilihatnya, tampak kekanak-kanakan sekali.

*****

Cherry mendengus kesal ketika wanita tua namun masih terlihat cantik di hadapannya ini memaksa dirinya untuk mengenakan sebuah mini dress warna putih cukup ketat di bagian bawah.

"Jangan menekuk wajahmu seperti itu Cherry Naomi!" Ujar Nyonya Grace yang merupakan ibu dari Cherry.

Cherry memutar bola matanya malas. Oh wanita tua ini sangatlah menyebalkan ujar Cherry dalam hatinya.

"Mama sangat bersemangat, ya?" Ujar Cherry menyunggingkan senyum miringnya. "Kenapa bukan mama saja yang menikah dengan putra keluarga Xiaver. Aku akan sangat senang jika memiliki dua orang Papa yang kaya raya," ujar Cherry dengan santai mengutarakan ide gilanya.

Nyonya Grace sontak melotot mendengar ucapan sang putri. Pantas saja suaminya selalu darah tinggi ketika menyangkut putri semata wayangnya ini.

"Itupun kalau kau sanggup memisahkanku dari Papamu. Dan satu lagi, jika kau menolak permintaan Papamu kali ini maka bersiap-siaplah kehilangan mobil sportmu yang ke sepuluh itu lalu hiduplah menjadi seorang gelandangan," ujar sang mama yang mampu membungkam Cherry seketika.

What the hell! Demi Dutchman yang berubah menjadi kapal pesiar. Sungguh Cherry tidak bisa hidup seperti itu. Memikirkan dirinya tidak bisa bersenang-senang di dalam club dan memacu mobil sportnya saja sudah nyaris kehilangan nafas. Bagaimana jika benar sang ayah mencabut semua fasilitasnya? Tidak! Hal itu tidak boleh terjadi.

*****

Cherry bersama sang mama mulai masuk ke ruang keluarga, di mana Cherry melihat seseorang dengan tubuh yang bisa dibilang gemuk itu tengah duduk dihadapan sang ayah. Dengan langkah percaya diri Cherry melangkah mendekati pria itu. Bahkan tanpa permisi Cherry langsung saja duduk disebelahnya dan mengalungkan tangannya pada lengan pria itu. Bergelayut sok kenal dan bertingkah centil. Ck, jika bukan karna mobil kesayangan dan harta warisan keluarga Johnson, Cherry tidak akan pernah sudi bertindak seperti ini. Bukan gayanya sama sekali.

Sontak semua orang yang melihat tingkah seorang Cherry Naomi tersentak kaget, terlebih lagi sang ayah.

"Apa yang sedang kau lakukan Cherry Naomi?" geram sang ayah yang terlihat malu dengan tingkah putrinya itu.

"Aku hanya mencoba akrab pada pria yang dijodohkan denganku, Pa!" Ujar Cherry dengan begitu percaya diri tersenyum lebar pada ayahnya. 
Jawaban Cherry membuat sang mama mengulum bibirnya. Oh, sepertinya putrinya ini salah sasaran.

"Tapi bukan aku yang akan dijodohkan denganmu sayang," ujar pria yang ada di sebelah Cherry.

Cherry menolehkan kepalanya sembari mengernyitkan dahinya. Cherry tampak menelisik wajah pria di hadapannya ini. Jika dilihat-lihat tidak mungkin sang ayah menjodohkan dengan pria yang terlihat seumuran dengan ayahnya ini.

Apa? Tunggu! Seumuran dengan ayahnya?

"Aku masih sangat mencintai mendiang istriku, sayang. Jadi, yang akan menjadi calon suamimu adalah putraku bukan aku."

What the hell! Siram Cherry dengan air dingin sekarang juga. Rentetan kalimat yang keluar dari mulut pria paruh baya disampingnya ini benar-benar menenggelamkannya hingga ke inti bumi. Tunggu, bukankah teman–temannya bilang pria yang akan dijodohkan dengannya adalah pria bertubuh gendut?

"Jadi, apa kau lebih tertarik dengan ayahku, Nona?" sahut seseorang dari balik punggung Cherry.

Cherry yang masih merasa malu dengan tingkahnya pun menolehkan kepala dengan ragu. Namun saat matanya menangkap sosok yang ada di balik punggungnya itu sontak pupil matanya melebar melihat seorang pria berjalan kearahnya dengan begitu tegap, panas dan damn! So sexy.

Oh sialan! Pikiran Cherry melayang hanya dengan melihat pria itu. Wajahnya sungguh rupawan, hidung mancung, rahang tegas, kulit putih, bibir tipis berwarna merah muda dan ditambah dengan rambut hitam panjang yang dikuncir ke belakang menambah kesan maskulin para pria itu dan lebih tampan berkali- kali lipat. Apa Cherry sedang melihat manusia titisan dewa saat ini?

"Dia adalah pria yang akan aku jodohkan denganmu," ujar pria paruh baya disebelahnya sekali lagi. Dan hal itu mampu menerbangkan Chery ke langit tingkat tujuh saat ini juga.

*****

Cherry sudah berada di dalam kamarnya saat ini. Sembari memainkan ponsel pintarnya dengan wajah yang berseri-seri. Damn! Wanita muda ini tampaknya terkena serangan love at first sight. Cinta pandangan pertama yang membuatnya nyaris seperti wanita gila karena jatuh cinta.

Cherry menghidupkan ponselnya dan sesuai dugaannya, ada puluhan panggilan dan ratusan chat yang berasal dari sahabat- sahabatnya itu.

Felix My Puppy : "Yak !! Kau di mana Cherry Naomi! Muncul lah ke permukaan! Aku butuh penjelasan sialan!"


Valerie Gadis Centil : "Apakah kau benar-benar makan malam dengan pria gendut itu gadis bar-bar?"


Jack Itu Waria : "Memikirkan hal ini aku nyaris pingsan!"


Anda : "@ValerieGadisCentil Bukan hanya makan malam tapi kami sudah mempersiapkan tanggal untuk bertunangan. Aku menerima perjodohan ini. Dan kurasa, aku jatuh cinta padanya sejak pertama kali menatapnya."


Felix My Puppy : "BUKA PINTU GERBANG RUMAHMU SEKARANG JUGA CHERRY NAOMI!! KAMI AKAN DATANG DALAM 15 MENIT!! MENSTERILKAN OTAKMU YANG SEDANG TIDAK WARAS ITU!!"

Setelah membaca pesan dari Felix sahabatnya yang sangat manis layaknya anak anjing itu Cherry melempar ponselnya asal.

Demi Tuhan! Kali ini dirinya sangat berterimakasih pada sang ayah karna telah menjodohkan dirinya dengan pria tampan seperti Jenaro Rafandra. Saat membayangkan wajah tampan itu, seakan ingatan Cherry kembali pada percakapan sahabatnya beberapa waktu lalu. Jenaro adalah simpanan dari Tante Alice.

Cherry kembali meraih ponselnya, membuka akun media sosial lalu mencari sebuah nama disana. Men–scroll setiap gambar yang ada pada akun seseorang itu.

Cherry terkekeh dengan apa yang ia temukan dalam akun seseorang itu. Akun seorang pria yang mengunggah siluet tubuh seorang wanita. Cherry yakin sekali jika siluet wanita dalam akun Jenaro itu adalah tante Alice. Cherry tidak salah kira, tubuh istri dari pamannya yang super sibuk itu memanglah menggoda meskipun telah melahirkan seorang anak.

"Aku akan membawamu ke jalan yang menuju surga, Jey! Bukan jalan menuju neraka." Cherry menatap layar ponselnya dengan kilatan penuh ambisi di sana.

 


CHAPTER — 03

●○●○●○●○

Nyatanya menaklukkan seorang Jenaro Rafandra Xiaver tak semudah mencampurkan air dengan gula. Sejak pertemuan kedua orangtua mereka lalu dilanjutkan dengan acara pertunangan 2 minggu setelahnya. Hingga saat ini tepat 18 minggu Cherry dan Jenaro saling mengenal tak ada perubahan apapun yang terjadi di antara keduanya. Jenaro masih saja layaknya kutub, dingin nyaris tak tersentuh. Pria itu selalu mengabaikan Cherry, sama sekali tak membalas pesan dan bahkan menolak panggilan – panggilan telepon yang seringkali Cherry lakukan untuk berkomunikasi bahkan bersikap begitu perhatian pada tunangannya itu.

Jenaro justru secara terang- terangan menunjukkan taringnya pada Cherry dan tak tahu malu memperlihatkan kemesraannya bersama tante Cherry sendiri yaitu Alice.

Geram? Tentu saja! Cherry merasa dipermainkan oleh tunangannya itu. Namun Cherry bukanlah sosok yang bisa menyerah begitu saja ketika mendapatkan penolakan. Ambisinya begitu besar, ketika Cherry sudah memilih maka pilihannya itu harus menjadi miliknya. Termasuk memiliki Jenaro adalah sebuah keharusan untuk Cherry.

Bahkan para sahabat Cherry sampai tak habis fikir, jika seorang gadis bar- bar itu berkali- kali mempermalukan dirinya sendiri hanya untuk seorang pria yang mengagumi istri pria lain. Sebenarnya dimana letak otak cerdas Cherry Naomi saat ini?

Cherry berjalan memasuki gedung pencakar langit dengan membawa satu paper bag ditangan kirinya. Berjalan dengan santai tanpa memperdulikan orang- orang yang menatap kearah dirinya. Cherry selalu menjadi pusat perhatian, dan dia sangat paham itu. Pesonanya memang tak pernah terbantahkan, namun hanya seorang Jey nama kesayangan dari Cherry untuk tunangannya itu yang terlalu bodoh menurutnya. Ada barang baru kenapa harus memilih barang bekas? Ck, itulah yang selalu ada dalam pikiran Cherry.

Cherry membuka pintu ruangan utama sang Presdir Arosoft tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu hingga membuat dua manusia yang sedang berpangutan satu sama lain itu mendadak melepaskan diri. Siapa lagi kalau bukan Jenaro dan juga tante Alice.

Cherry mendengus kesal melihat pemandangan pagi hari yang sangatlah memuakkan ini bagi dirinya. Tanpa sadar tangannya mengepal dengan erat. Suasana paginya yang cerah mendadak rusak melihat dua manusia yang sama- sama tak punya otak itu.

"Di mana sopan santunmu Cherry Naomi?" Ujar Jenaro menatap tajam kearah wanita yang telah menjadi tunangannya.

Cherry tersenyum miring, bergerak maju dengan santainya menuju meja kerja milik Jeynaro. "Sopan santun?" ujar Cherry dengan menyunggingkan salah sudut bibirnya.

"Oh, lalu bagaimana dengan seorang sekretaris duduk di atas pengakuan bosnya? Apakah termasuk itu dalam kategori sopan?" tanya Cherry masih dengan wajah angkuh memandang rendah manusia di hadapannya ini.

Jenaro menggeram mendengar sindiran Cherry. "Dia kekasihku. Dan dia berhak duduk dimanapun termasuk dalam pangkuanku sekalipun," balas Jenaro tak kalah tajam.

Cherry terkekeh kecil, merasa lucu dengan perkataan tunangannya yang dingin.

"Dan aku adalah tunanganmu Jey. Lebih tinggi statusku dibandingkan dengan tante Alice yang hanya menjadi kekasih gelapmu." Cherry sedikit menundukkan kepalanya dan lalu kemudian ia berbisik, "Bahkan akulah yang lebih pantas untuk duduk dipangkuanmu atau mungkin saja tepat diatas selangkanganmu," ujar Cherry tanpa rasa malu dan terlihat tenang dan membuat mata kedua orang di hadapannya melebar seketika.

"Jaga bicaramu Cherry Naomi!" geram Alice yang mendadak emosi dengan perkataan keponakannya itu. Mata Alice menatap Cherry dengan tajam, bahkan nafasnya mulai memburu. Jika Cherry bukanlah keponakannya, tentu saja Alice akan menampar mulut gadis muda itu.

"Kembalilah dulu ke tempatmu baby, aku harus berbicara dengan Cherry," ujar Jenaro meminta Alice untuk mengalah daripada dirinya harus mendengar keributan di pagi ini di ruang kerjanya.

Cherry memutar bola matanya jenggah mendengar panggilan yang tunangannya itu sematkan untuk tantenya.

"Baby? Ck, menggelikan sekali! Akan aku buat panggilan itu menjadi tante, Jey!" batin Cherry.

Alice mendengus kesal, kenapa dirinya lagi yang harus mengalah jika berhadapan dengan gadis muda itu. Dengan hati yang dongkol Alice mulai bangkit dari pangkuan Jenaro. Menatap Cherry dengan mata yang menghunus tajam. Lalu dengan wajah kesal ia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan prianya itu.

Jenaro menatap dingin ke arah Cherry. Jenaro mengakui jika gadis di hadapannya ini memanglah cantik. Bahkan saat ini gadis itu hanya menggunakan celana kain dan setelan jas berwarna senada dengan rambut hitam panjangnya yang tergerai itu sudah membuatnya terlihat manis.

Paras Cherry yang cantik dan manis itu sayangnya tidak berlaku untuk meluluhkan hati seorang Jenaro Rafandra.

Bagi pria rupawan bak malaikat itu, Cherry hanyalah pengganggu! Gadis tak tahu diri yang selalu mengusik kehidupan sehari–harinya.

"Kenapa kau kemari? Ruanganmu bukan disini," ujar Jenaro yang masih menatap dingin tunangannya itu.

Cherry bekerja di perusahaan Jenaro karena terpilih menjadi desainer untuk peluncuran avatar game milik Arosoft yang terbaru sejak 4 minggu yang lalu. Bukan karna gadis itu adalah tunangannya serta ayahnya merupakan sabahat dari ayah Jenaro.

Namun memang desain yang dihasilkan dari tangan Cherry memanglah luar biasa dan mampu menarik tim pengembangan di perusahaannya. Serta pemikiran gadis itu yang luar biasa pintar, membuat jajaran petinggi di Arosoft terkesan padanya.

Cherry meletakkan paper bag cukup besar yang sedari tadi dalam genggamannya itu keatas meja kerja milik Jenaro.

"Mama menitipkan ini untukmu Jey," ucap Cherry sedikit menyodorkan paper bag itu.

Jenaro tersenyum sinis, setelah mengusik hidupnya dengan pesan dan panggilan tak jelas kini gadis itu mulai membuat ulah kembali dengan alasan titipan ibunya? Sungguh tidak tahu malu sekali.

"Untuk apa kau selalu melakukan hal bodoh dan tak berguna ini, Cherry Naomi?" desis Jenaro menatap Cherry begitu sengit.

Mendengar ucapan pria yang disukainya itu sontak Cherry tertawa kecil. Kemudian menatap sang tunangan dengan tersenyum tipis.

"Tentu saja untuk membebaskanmu dari hal menyedihkan dan berlumuran dosa seperti ini Jey. Sangat disayangkan jika pria tampan sepertimu hanya berperan menjadi selingkuhan," Ujar Cherry yang begitu pedas menembus ulu hati Jenaro.

Jenaro membelakkan matanya, ucapan Cherry mampu melukai hatinya. Setiap lontaran kalimat wanita itu seakan racun untuknya. Namun dirinya tidak ingin merasa tertindas begitu saja bukan?

Pria itu berdecak dan tertawa renyah.

"Ck, coba saja jika kau mampu! 200 tahun pun kau tak akan sanggup," ujarnya sembari tersenyum remeh pada Cherry.

"200 tahun?" Sahut Cherry dengan cepat memasang wajah tampak terkejut namun sebenarnya ia ingin sekali tertawa.

"Bahkan 200 hari terlalu lama hanya untuk sekedar mencairkan hatimu, tunanganku yang dingin," balas Cherry tampak percaya diri.

Jenaro mendelik, bebal sekali memang gadis ini.

"Kalau begitu mari kita buat kesepakatan Jey!" ujar Cherry dengan begitu yakin.

Mata Jenaro memicing tajam setelah mendengar ucapan Cherry. Menaikkan salah satu alisnya seolah meminta penjelasan.

"Mari kita buat kesepakatan Jey. Jika aku gagal membuatmu jatuh hati dalam waktu 200 hari. Maka aku siap memutuskan pertunangan ini dan aku tidak akan mengusik hidupmu kembali," ucap Cherry memberikan penawaran pada Jenaro.

Jenaro tampak terkejut dengan ucapan berani gadis itu yang memberinya sebuah tawaran gila seperti ini.

"Apa kau yakin sanggup untuk tidak mengusikku?" tanya Jenaro menelisik mata Cherry.

"Ya," sahut Cherry dengan cepat meskipun dalam hatinya tak rela jika harus berpisah dengan pria panas seperti Jenaro.

Jenaro tampak berpikir, namun tak lama kemudian pria itu mulai membuka suara.

"Baiklah, aku setuju. Tapi dengan syarat, aku bebas menemui Alice kapan pun aku mau," ujar Jenaro setelahnya.

"Apa?" Pekik Cherry yang terkejut dengan perkataan Jenaro. Sial! Jenaro pandai mengambil keuntungan.

Wajah bulat Cherry terlihat menggeras samar–samar.

"Aku juga punya syarat!" sahut Cherry tidak ingin kalah. Membuat Jenaro lagi-lagi terkejut. Gadis ini pantang menyerah sekali.

"Kita masing-masing punya 3 permintaan yang harus dilakukan baik aku ataupun dirimu. Tenang! Aku tidak akan memintamu meninggalkan tanteku itu," ujar Cherry yang melihat raut wajah Jenaro yang mulai menatapnya tajam.

"Hanya itu?" tanya Jenaro memastikan.

Cherry menganggukkan kepalanya. Mengulum bibir tebalnya sekilas, tampak sedikit khawatir jika pria itu menolak tawarannya.

"Oke, aku setuju." Jenaro menyetujui dengan 3 permintaan itu, setidaknya Cherry tidak menyuruhnya untuk jauh bahkan memisahkan dirinya dengan Alice.

Tanpa Jenaro sadari Cherry menyeringai, ia tak menyangka jika tunangannya itu akan menyutujui hal ini.

"Kalau begitu aku akan menggunakan permintaan yang pertama hari ini," ucap Cherry sembari melipat tangannya di depan dada.

"Apa! Sekarang?" ujar Jenaro yang kembali dibuat terkejut.

"Ya." Sahut Cherry dengan cepat.

"Kau gila?" desis Jenaro tak menyukai ide dari Cherry. Mereka baru saja membuat kesepakatan, namun wanita itu seakan sangat siap untuk menyerangnya.

Cherry menghela nafasnya pelan lalu memutar bola matanya malas.

"Semakin cepat bukankah semakin baik kau bisa lepas dariku Jey!"

Jenaro tampak berpikr, benar juga apa yang dikatakan oleh gadis di hadapannya ini. Semakin cepat mereka melakukan perjanjian, maka semakin cepat pula ia akan terbebas dari gadis penganggu itu.

"Baiklah, apa permintaanmu?" balas Jenaro sembari mengaruk dagu tegasnya.

"Pecat tante Alice dan carilah sekretaris yang baru."


CHAPTER — 04
●○●○●○●○

"Pecat tante Alice dan carilah sekretaris yang baru."

"Apa kau bilang? Kau jangan sembarangan Cherry Naomi!" desis Jenaro dengan menatap tajam kearah Cherry. Oh gadis ini sangat berbakat sekali membuat amarahnya meledak.

Cherry memutar bola matanya malas. Berjalan mendekat pada kursi Jenaro. Duduk bersandar pada meja kebesaran tunangannya itu. "Aku tidak pernah sembarangan Jey!" ujar Cherry.

"Aku sudah memberikan kelonggaran dengan mengizinkanmu bisa menjalin hubungan kotor kalian. Dan aku! Aku hanya ingin menyelamatkan perusahaanmu dari sekretaris tak mumpuni seperti tante Alice. Kau pikir levelku adalah untuk mendesain karakter cooking game yang menjadi andalannya itu?" ujar Cherry mengungkap fakta yang mampu membungkam mulut Jenaro.

"Heol! Bahkan anak SD pun bisa menggambar karakter cooking game wanitamu itu! Idenya pun sangatlah minim, dan masih saja kau pertahanan sebagai sekretarismu?" ujar Cherry memasang wajah penuh ejekan untuk Jenaro.

Semua yang dikatakan Cherry memang benar adanya. Ide yang Alice lontarkan pada rapat divisi kemarin sangat banyak menimbulkan kontra dari karyahwannya. Bakan selama ini Jenarolah yang nyaris merangkap pekerjaan Alice. Terdengar bodoh bukan? Rasa cintanya pada wanita itu mengalahkan akal warasnya. Dengan alasan agar mereka lebih leluasa dalam berhubungan Jenaro menawarkan Alice untuk bekerja di perusahaannya.

"Kau berniat membuat Arosoft bangkrut dengan kinerja kekasihmu itu? Ck, menyedihkan!! Dan kau akan menyesal jika tidak mendengar ucapanku," sahut Cherry kembali dan semakin membuat Jenaro terlihat begitu bodoh. Cherry memgambil ponsel di totebag berwarna ungu milik Burberry itu. Mencroll ponselnya lalu menunjukkan sebuah foto pada Jenaro. "Lagipula dia juga memiliki Zayn yang memerlukan kasih sayang penuh dari seorang ibu. Jika kau masih mempertahankan tante Alice menjadi sekretarismu, sama saja kau menghambat kebahagiaan anak kecil yang tampan ini," ujar Cherry sembari memperlihatkan foto seorang anak laki- laki sedang bermain bersama anak anjing milik Cherry. Siapa lagi jika bukan Zayn, anak sah dari tante Alice bersama paman Keenan.

Jenaro mengalihkan pandangan kesamping, tak ingin menatap foto itu terlalu lama. Perasaan bersalah seakan muncul dalam hati kecilnya.

"Aku tidak bisa memutuskan sekarang! Memecat sekretaris bukanlah urusan yang mudah apalagi mencari penggantinya," ucap Jenaro yang kemudian menatap mata Cherry kembali.

"Itu urusanmu Jey! Yang ku tahu hanyalah kau harus menuruti permintaanku sesuai perjanjian kita," ucap Cherry sembari menyimpan ponselnya kembali.

Jenaro menghela nafas beratnya. "Ya."

Hanya satu kata itu yang membuat Cherry lantas tersenyum senang. Ini adalah kali pertama tunangannya itu mau berbicara banyak padanya. Dan ini adalah kali pertama tunangan dinginnya itu menuruti perkataannya. Sepertinya pesona sudah mulai masuk dalam kehidupan Jenaro tanpa pria itu sadari.

Cherry bergerak lagi dan berhenti tepat didepan Jenaro. Mencondongkan tubuhnya pada pria yang membuatnya buta, bahkan menantang dirinya sendiri untuk bisa menaklukkan hati pria itu.

Cherry meraih dasi milik Jenaro dan tanpa permisi gadis muda itu mengecup bibir tipis milik tunangannya sendiri itu. Bahkan melumatnya sekilas.

Jenaro membelakkan matanya, dan sontak mendorong tubuh gadis tak tahu malu itu.

"Apa yang kau lakukan Cherry Naomi?" geram Jenaro yang begitu terkejut dengan tingkah lancang tunangannya sendiri.

Cherry tersenyum lebar, "Anggap saja itu penandatanganan perjanjian kita. Melalui ciuman bukan tulisan di atas kertas. Bukanlah itu adalah hal yang lebih manis?" ucapnya tanpa merasa malu. "Ingat Jey! Jika kau sudah masuk dalam pesonaku, aku bisa menjamin kau tidak akan menemukan celah untuk kembali," ujar Cherry tersenyum manis pada tunangannya itu sembari mengedipkan salah satu matanya.

Jenaro menyeringai dan tertawa kecil. Pria itu mulai menegakkan dirinya dari kursi. Mempersempit jarak dirinya dan juga Cherry. Bahkan saat ini kedua tangannya sudah berada di meja lebih tepatnya di samping kiri dan dan kanan tubuh Cherry. Mengunci tubuh gadis itu dengan mata tajamnya yang juga mengunci manik bulat milik Cherry.

"Kau bilang ciuman seperti itu manis?" ujar Jenaro tersenyum miring.

Cherry membatu ditempatnya, ini adalah kali pertama juga baginya dan Jenaro berada dalam jarak sedekat ini. Bahkan Cherry dapat merasakan hembusan nafas berbau mint menguar dari setiap helaan nafas pria itu.

"Aku akan menunjukkan padamu penandatanganan yang lebih manis lagi," ucap Jenaro memiringkan kepalanya dan mulai meraup bibir merah milik Cherry. Bahkan tangan pria itu mulai bergerak mengunci pinggang ramping milik gadis yang menjadi tunangannya ini.

*****

“Aku tidak mau, Jey!” ujar seorang wanita yang tampak kesal sekaligus putus asa setelah mendengar permintaan dari seorang pria yang ada dihadapannya saat ini. Wanita itu adalah Jesicca Alice, kekasih dari Jenaro yang sedari tadi merengek tidak mau diberhentikan menjadi sekretaris dari prianya itu.

“Baby..” erang Jenaro yang tampak merasa bersalah. Pria itu tampak berat hati pula, namun karena janjinya dengan seseorang yang lain ia terpaksa melakukannya. Memecat kekasih gelapnya sendiri, meskipun sebenarnya wanita itu juga tidak memiliki dampak besar dalam perusahaannya. Tapi cinta itu buta bukan? Tak memandang pasanganmu bodoh atau pintar ketika kalian saling mencintai pasti selalu bisa menerima keadaan masing-masing. Namun, dalam hal ini pria yang diagung-agungkan banyak orang itu menjadi kelewat bodoh.

Rumor tentang keduanya sudah menyebar ke seluruh Arosoft, namun tampaknya kedua manusia itu masih tenang dan justru melanjutkan hal gila yang terjadi di antara mereka. Mereka sangat pandai bermain peran bukan?

Saat ini keduanya sedang berada di dalam mobil mewah milik Jenaro. Pria itu selalu mengatar sang wanita dengan selamat sampai ke rumah. Biasaya Jenaro akan masuk dan sekedar menyapa putra dari kekasihnya itu, tapi malam ini Jenaro dan Alice sedang berdebat tentang keputusan Jenaro yang akan menghentikan pekerjaan Alice menjadi sekretarisnya.

Alice meremas telapak tangan kiri milik Jenaro, wanita itu tampak memandang dengan sorot mata penuh kekecewaan. “Kau ingin memecatku agar gadis itu leluasa merayumu begitu?” ucapnya sembari menahan kesal pada kekasihnya ini. Bagaiamana bisa dengan gamoangnya sang pria menyetujui permintaan wanita lain untuk memecat kekasihnya sendiri. Ya meskipun Alice sangatlah tahu jika wanita itu adalah tunangan dari prianya sendiri.

Jenaro menghela nafasnya berat, memiringkan tubuhnya sedikit dan mengusap lembut wanita yang diyakini sebagai pemilik hatinya ini. “Bukan begitu, baby! Ini demi kebaikan kita berdua,” balas Jenaro selembut mungkin.

Mendengar ucapan Jenaro, justru membuat Alice bertambah kesal dan menghembaskan tangan pra itu dari kepalanya.

“Kebaikan macam apa? Kau memecatku yang artinya kau ingin aku jauh darimu, Jey!” pekiknya begitu putus asa. Bahkan dari kedua matanya sudah menjatuhkan cairan bening hingga membasahi pipinya.

Jenaro terbelak, “Astaga baby! Jangan menangis hum,” ujarnya yang panik ketika Alice mulai menangis dihadapannya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, pria itu membawa wanitanya untuk masuk ke dalam rengkuhannya.

“Maaf,” ucap Jenaro sembari mencoba memenangkan Alice.

Alice terisak sesenggukan di bahu kanan milik Jenaro. Memeluk prianya itu dengan erat. “Aku takut, Jey. Aku takut kau akan berpaling dariku dan memilih Cherry suatu saat nanti,” lirih Alice yang menyuarakan kegelisahan hatinya sedari tadi.

“Tidak, baby. Itu tidak akan terjadi,” balas Jenaro dengan cepat. Pria itu mulai merenggakan jarak keduanya, menyapu air mata yang luruh di bawah mata wanita yang berumur 12 tahun lebih tua darinya itu.

“Tapi kau sudah menyanggupi permintaannya untuk memecatku, Jey!” ucap Alice yang masih terselip rasa ketakutan di sana.

Jenaro mengenggam erat kedua tangan Alice sembari berujar, “Ini demi kebaikan kita. Ayahku sudah mengetahui hubungan kita, dan aku tidak bisa membiarkan Arosoft jatuh begitu saja.”

“Kau pintar Jey! Kau pasti bisa mengatasinya,” balas Alice dengan cepat.

Menghela nafasnya panjang, lantas pria itu menatap lembut kearah wanitanya. “Ini tidak semudah itu, baby. Kau ingat bukan bagaimana Ayahku nyaris menembak kepalaku saat mengetahui hubungan kita pertama kali?”

Alice mengangguk dengan wajah basah, ia ingat dan sangat ingat. Bagaimana dengan entengnya pria tua itu menarik pelatuk pistolnya dan melayangkannya tepat ke kepala putranya sendiri.

“Jika kau masih ingin melihatku di dunia ini bersamamu, tolong ikutilah permintaanku kali ini hum?” ucap Jenaro kembali mencoba menyakinkan Alice. “Kita masih bisa saling bertemu saat aku pulang, baby. Dan kau juga memiliki banyak waktu untuk mengurus Zayn.”

Alice menatap mata prianya itu begitu dalam. “Berjanjilah padaku, Jey.”

“Berjanjilah jika kau tidak akan jatuh dalam pesona Cherry,” ucap wanita itu dengan sorot mata yang masih menyimpan takut.

Jenaro tersenyum tipis seraya mengusap lembu surai hitam milik Alice. “Bukankah sudah ku katakan jika aku—”

“Berjanjilah!” desak Alice dengan tidak sabar hingga memotong ucapan Jenaro.

Melihat bagaimana raut wajah berantakan milik wanita dihdapannya ini lantas membuat hati Jenaro merasa tidak enak.

“Baiklah aku berjanji padamu,” ucap Jenaro pada akhirnya.

Mendengar janji itu meluncur di bibir manis milik prianya membuat Alice mampu bernafas dengan lega. Wanita itu langsung saja mendekap Jenaro dengan erat. Menyembunyikan wajahnya pada dada bidang milik kekasihnya itu.

“Kau tidak tahu bagaimana berbahayanya keponakanku itu, Jey! Dia wanita yang penuh obsesi, semua keinginannya harus ia dapatkan. Namun, sebagai wanita aku mengakui bagaimana mempesonanya Cherry Naomi,” ucap Alice mengakui pesona Cherry yang tak bisa dianggap remeh. Wanita itu sangat mempesona dan sempurna dari sudut pandang manapun.

Jenaro hanya diam, ia tak membalas ucapan resah dari wanita dalam pelukannya saat ini. Dalam hati pria itu diam-diam ia mengiyakan jika ucapan Alice adalah kebenaran. Gadis itu memang punya pesona yang bahkan nyaris tak bisa ia kendalikan sendiri, nyaris membuatnya mengkhianti wanita yang ada dalam dekapannya saat ini.

‘Bahkan kini rasa manis itu masih saja membekas dalam bibir serta dengan lancangnya mulai menghantui isi kepalaku.’


CHAPTER — 05
●○●○●○●○

Suara dentuman alunan musik cukup terdengar keras memekikkan telinga beberapa anak manusia yang kini sedang berkumpul di sebuah meja tak jauh dari tempat beberapa orang lain yang sibuk meliuk—liukkan tubuhnya mengikuti alunan musik malam ini.

Namun tampaknya beberapa anak itu tak tertarik dengan alunan musik di bar malam ini, mereka justru terlihat sangat serius menanggapi salah satu ocehan temannya saat ini.

“Apa kau masih waras Cherry Naomi?” ucap seorang wanita muda berambut pirang yang seakan tak percaya dengan apa yang baru saja sahabatnya itu katakan.

“Bagaimana bisa kau memberikan tawaran yang mustahil kau lakukan itu!” ujarnya sembari berdecak kesal.

Cherry meneguk Champagne yang ada di tangan kanannya. Menringis sejenak kemudian menatap wanita berambut pirang itu dengan cengirannya. “Tidak ada yang tidak bisa aku dapatkan Valerie,” ucap Cherry begitu tenang sembari kembali meneguk minuman beralkohol itu.

“Tapi ini bukan hal yang bisa dengan mudah kau dapatkan Cherry. Astaga! Apa otakmu mendadak merosot ke selangkangan?” ujar seseorang yang lain di samping kiri Cherry. Seorang pria berambut coklat batadan sedikit panjang. Wajahnya pun terlalu manis untuk seorang pria.

“YAK! Waria Sialan! Kau mengataiku bodoh?” pekik Cherry seraya melemparkan tatapan memaatikan pada salah satu sahabat prianya yaitu Jack.

Sedangkan Jack mengeluarkan decakan remehnya. “Tentu saja kau bodoh!” ucapnya dengan berani.

“Yang benar saja! Sifatmu dan Jenaro tak ada bedanya, Cherry! Kalian sama-sama dingin dan egois.” Jack membantah dengan kesal. Sudah berapa kali ia memperingatkan Cherry untuk berhenti mengharapkan pria dingin seperti Jenaro. Tapi jika di pikir kembali, bukankah Jenaro sama bodohnya? Memilih wanita tua menjadi kekasihnya daripada wanita yang masih segar dan muda. Jack pun seringkali bertanya-tanya, apa yang membuat seorang Jenaro Rafandra, pria panas yang memiliki segalanya memilih untuk menjalin hubungan dengan istri orang.

Cherry mengulum senyum mendengar kesimpulan yang Jack lontarkan.

“Atau—” Jack memotong kalimatnya, mendekakan wajahnya kearah Cherry sembari matanya menyipit tajam. “Atau kau benar-benar menyukainya?”

Cherry sedikit tersentak dengan ucapan Jack, wanita muda itu mengalihkan pandangannya ke arah botol-botol Champagne di depannya.

“Aku hanya tidak rela jika seorang Jenaro Rafandra menjadi simpanan dari Tante Alice,” ucap Cherry mencoba menggelak.

Felix yang sedari tadi diam memperhatikan kini terlihat tertawa keras.

“Kau berbohong! Kau tidak pernah menginginkan sesuatu sampai berniat menganggu hubungan orang lain jika kau tak menyukainya,” ejek pria yang berumur paling muda di antara mereka.

“Aku hanya ingin menyelamatkan pria itu dari dosa yang ia dan Tante Alice rencanakan,” balas Cherry dengan suara yang terkesan dingin. Sial! Semua orang tampaknya memojokkannya.

“Hentikan saja gadis bodoh! Ini bukan gayamu sekali,” seru Valerie dan dibalas anggukan oleh Jack.

“Benar apa yang Valerie katakan. Hubungan mereka selama bertahun-tahun tak bisa kau patahkan dalam 200 hari saja, Cherry Naomi!” ucap Jack setelahnya.

Cherry memilih bungkam dan tak ingin memberikan respon apapun. Ucapan yang Jack lontarkan seakan menamparnya pada kenyataan yang sebenarnya. Sepertinya memang akan sangat sulit membuat Jenaro berpaling padanya saat cinta pria itu sudah mengakar pada Jesicca Alice, Tantenya sendiri.

“Berjanjilah untuk tidak terjebak dalam permainan yang kau buat sendiri Cherry. Ini bukan sekedar mobil sport yang bisa kau kendarai sesuai keinginanmu. Tapi ini mengenai hati dan perasaan seseorang yang tidak bisa kau paksakan sesuka hatimu.”

Dan sekali lagi, kini ia kembali mendapatkan sirine dari ucapan Felix. Sial! bagaimana pria lucu bak anak anjing itu bisa berkata sebijak ini. Cherry sadar, jika permainan yang ia bawa saat ini bukanlah permainan biasa. Ini adalah permainan yang berbahaya, bahkan sanggup menghancurkan hati dan perasaan salah satu diantara mereka. Entah itu Jenaro, Alice atau bahkan dirinya sendiri.

*****

Cherry baru saja ingin memakan sarapan paginya, namun seseorang dengan lancangnya menganggu dirinya yang ingin memasukkan potongan sandwich ke dalam mulutnya. Wanita muda itu mendongak, cukup terkejut dengan kedatangan wanita yang sudah cukup lama tak menginjakkan kaki ke dalam rumahnya ini.

“Oh, Aunty! Kau datang?” seru Cherry sembari meletakkan sarapan paginya.

Cherry berdiri dan ingin memeluk wanita yang menjadi bagian dari keluarganya itu. Tapi sayang sikap baiknya tak berbuah manis ketika Alice justru berbicara dingin padanya.

“Tak perlu memasang senyum palsumu seperti itu Cherry Naomi! Kau sangat tahu sekali bukan maksud kedatanganku ke sini,” ujar Alice menatap Cherry dengan dingin dan tersirat kemarahan di sana.

Dan benar saja, raut wajah Cherry yang semula tersenyum manis kini berubah dingin bak kutub.

Wanita muda itu berdecak kecil, lalu mulai melipat tangannya di depan dada.

“Kenapa?” tanya Cherry dengan mengangkat salah satu alisnya.

“Ingin merayakan hari menjadi pengangguranmu, Aunty?” ujarnya sekali lagi sembari menyunggingkan senyum mengejeknya.

Mata Alice terbelak mendengar ucapan tak sopan dari Cherry.

“Diam Cherry! Lancang sekali kau meminta kekasihku untuk memecatku!" ujarnya berteriak cukup keras.

Beruntung orang tua Cherry sedang berada di Amsterdam saat ini.

"What? Excuse me! Apa kau sadar dengan apa yang baru saja kau katakan?" tanya Cherry dengan tertawa, bentakan Alice sama sekali tak mengetarkan dirinya.

"Kau berteriak di dalam rumah tunangan dari pria yang kau sebut sebagai kekasihmu itu? Heol! Apa kau berusaha melawak?" balas Cherry sekali lagi.

Nafas Alice memburu, ia merasa kesal karena Cherry berhasil menginjak harga dirinya. Tangannya mengepal kuat hingga kukunya memutih.

"Diam Cherry Naomi! Kau hanya tunangan yang digunakan untuk keuntungannya saja! Seharusnya kau yang sadar diri," balas Alice dengan gusar dan membalas Cherry dengan ejekannya.

Cherry berdecak, seakan tak percaya jika wanita tua ini masih saja membela diri.

“Seharusnya kau yang diam, Aunty!” bantah Cherry tak kalah keras. Wanita dengan pakaian rapi itu memajukan tubuhnya, menatap sengit ke arah wanita yang membuat paginya kacau hari ini.

"Terlepas ia memanfaatkanku atau tidak, Jenaro adalah tunanganku yang sah. Kau pikir! Kau sudah merasa hebat dengan menyebutnya kekasih di saat statusmu sudah memiliki seorang suami?" ucap Cherry begitu dingin.

"Maaf jika aku harus mengatakan hal ini. Tapi kau ini benar-benar bodoh rupanya. Pria itu hanya kau jadikan simpanan. Dan simpananmu adalah tunanganku! Sudah kewajibanku untuk melepaskan Jenaro dari jeratan wanita tak tahu diri sepertimu."

Mata Alice terbelak semakin lebar, tanpa sadar wanita itu mengangkat tangan kanannya. “Kau—” gerakannya terhenti ketika keponakannya itu kembali berucap tajam.

“Jangan sekali-kali menyentuhku dengan tangan kotormu jika kau masih ingin hidup dengan tenang, Auntyku tersayang. Kau tahu sendiri bukan, bagaimana Uncle Keenan sangat menyayangi keponakannya yang cantik ini?” ucap Cherry tak gentar dan justru semakin mengintimidasi.

Bibir Alice sedikit bergetar karena menahan amarah. Tangannya yang ingin memukul Cherry pun ia urungkan.

“Kau tidak akan pernah mendapatkan hati Jenaro, Cherry Naomi!” ucap Alice begitu yakin. Seolah-olah memperingatkan Cherry jika Jenaro hanyalah miliknya.

Cherry mendengus kasar. “Benarkah? Aw! menakutkan sekali,” ucapnya berpura-pura polos memasang wajar takut.

Melihat tingkah Cherry, akhirnya membuat Alice memilih pergi dengan rasa kesal yang menggunung.

Cherry menatap sinis kepergian tantenya itu. Menghela nafasnya sejenak lalu berujar, “Tapi sayangnya aku berhasil masuk satu langkah untuk mengusik hatinya.”


CHAPTER — 06
●○●○●○●○

Ketukan sepatu hak tinggi menggema di penjuru lorong perusahaan Arosoft Corp. Wanita manis berusia 24 tahun itu melangkah dengan pandangan lurus ke depan, dan punggungnya yang tegap. Langkahnya begitu angkuh, menahan kesal karena paginya yang buruk. Cherry berjalan tenang tak memperdulikan sorot mata beberapa orang yang menatapnya selalu kagum.

Tungkai jenjangnya telah sampai pada pintu kayu yang berdiri kokoh. Bibirnya terangkat saat mengetahui bahwa ruangan di hadapannya saat ini adalah tempat yang nyaris setiap hari ia kunjungi.

Membuka pintu secara perlahan, wanita yang awalnya merasa kesal itu kini hanya menatap lurus ke depan, terlampau terpukau dengan sosok titisan dewa yang begitu serius dengan pekerjaannya.

Cherry mengeram tertahan, sial! Tampan sekali sih simpanan orang.

Mengingat kata itu, membuat ia meringis sendiri. Aneh bukan? Di saat orang di luar sana memuji habis-habisan wajah dinginnya, namun semua itu tak berlaku pada pria yang duduk tak jauh dari dirinya.

“Bukankah sudah aku katakan untuk mengetuk pintu terlebih dahulu, Cherry Naomi!” sentak seseorang dengan suara yang berat dan tegas, membuat lamunan Cherry buyar seketika.

Cherry tersenyum manis, berjalan mendekat sembari berujar, “Jika aku mengetuk pintu terlebih dahulu, maka sayang sekali aku akan melewatkan betapa tampannya kau dengan kacamatamu itu, Jey!”

Jenaro mendengus kesal, melepas kacamtanya dan menatap sinis ke arah wanita yang berstatus sebagai tunangannya itu.

“Kau belum pernah merasakan dihukum karena sikap tidak sopanmu, ya?” tanya Jenaro dengan wajahnya yang kelewat datar.

Cherry terkekeh pelan, menduduk diri di meja kerja Jenaro. Lalu melipat tangannya di depan dada, berdehem sejenak dan terlihat berpikir.

“Hukuman ya? Apa kau mau menciumku seperti di dalam drama Korea?”

Jenaro memutar bola matanya malas dan membalas dengan dingin, “Mimpi.”

Senyum Cherry luntur seketika. Oh, malang sekali nasib wanita cantik ini. Jika teman-temannya ada di sini dapat di pastikan, jika mereka akan tertawa terbahak-bahak melihat dirinya di acuhkan seperti ini.

“Kenapa kau dingin sekali, sih?” sahut Cherry dengan sedikit kesal.

“Kenapa kau tak tahu malu sekali, huh?” balas Jenaro dengan datar.

Cherry tertawa sumbang. “Suatu hari kau akan bersyukur melihat tingkah ajaibku seperti ini,” balasnya percaya diri.

“Tidak mungkin,” sahut Jenaro sembari menyunggingkan salah satu sudut bibirnya.

Wanita itu menggeram tertahan, membasahi bibirnya lantas kembali bertanya. “Apa kau yakin tidak tertarik padaku sama sekali? Meskipun hanya sedikit?”

“Tidak,” balas Jenaro dengan cepat.

“Astaga! Bisakah kau berpikir dulu sebelum menjawab, huh?” pekik Cherry kesal, wanita itu memundurkan tubuhnya dan menatap Jenaro dengan kesal. Sejujurnya hati Cherry sudah mulai panas, sialan! Ia terus mengumpat dan rasanya ingin balas dendam dengan sikap Jenaro terhadapnya.

Melihat Cherry yang mulai menatapnya berbeda, lantas membuat Jenaro menghela nafas beratnya. “Jangan menggangguku dengan pertanyaan yang tidak penting, Cherry Naomi! Keluarlah jika—”

“Wanitamu merusak hariku tadi pagi, Jey!” sahut Cherry dengan cepat.

Pria muda itu mengeryitkan dahinya heran.

“Apa? Untuk apa Alice datang ke rumahmu?”

Cherry memutar bola matanya malas. Mendengar pria tampan iu lebih antusias ketika ia menyebutkan Alice rasanya panas sekali.

“Kau pikir untuk apa lagi?” ujar Cherry dengan sinis. “Jika bukan istri dari pamanku, aku sudah menendangnya hingga ke kutub utara,” sungut Cherry. “Bagaimana kau bisa tertarik pada wanita seperti itu?”

“Jangan mencampuri urusanku dengan Alice, Cherry Naomi.” Balas Jenaro tak suka jika urusan pribadinya di usik.

Cherry tersenyum sumbang, bergerak mendekat tepat di depan Jenaro yang kini menatap tajam padanya dengan berani. Wanita itu mencondongkan tubuhnya, hinggan mengikis jarak beberapa cm saja dari tunangannya itu.

“Kau bangga sekali menjadi kekasih gelapnya, ya?”

Ucapan Cherry mampu membuat Jenaro melebarkan pupil matanya. Rahang yang mengeras tercetak dengan jelas. Namun hal itu sama sekali tak mengetarkan hati seorang Cherry. Dengan beraninya, Cherry menarik dasi milik pria itu.

“Dengar, Jey. Kau harus benar-benar teliti dengan perasaanmu pada tanteku itu. Aku yakin jika kau tidak benar-benar jatuh cinta padanya.”

Jenaro terdiam sejenak.

“Jangan menafsirkan asal tentang perasaanku padanya,” ucap Jenaro yang masih saja membela diri, membuat Cherry ingin sekali mencekik pria tampan rupawan karena terlampau kesal.

“Jika kau memang benar mencintainya, kau akan berusaha keras untuk mengikatnya. Menjadikan milikmu seutuhnya, selamanya. Bukan hanya nyaman dengan menjadi simpanannya saja," balas Cherry.

Sorot mata kesal terlihat jelas, Jenaro meraih tangan Cherry pada dasinya. Menghempaskannya dengan sedikit keras.

“Terserah apa yang kau katakan, Cherry Naomi! Yang jelas aku mencintainya.”

Cherry berdecak mendengar jawaban sinis itu, tapi ia tidak harus menyerah begitu saja bukan?

“Baiklah, sekarang katakan padaku apa yang membuatmu begitu mencintainya?” Tanya Cherry sembari menegakkan kembali tubuhnya.

Jenaro mendengus dan tersenyum miring. Membuat Cherry sedikit hilang akal melihat senyum sinis itu yang menurutnya sangatlah manis dan tampan.

“Dia wanita yang baik, tak memalukan sepertimu!” sahut Jenaro.

Mendengar jawaban itu justru membuat Cherry merasa gemas sendiri.

“Pfftt, astaga.. Jey! Kau lucu sekali, huh? Apa kau berpura-pura menjadi orang bodoh?” ucapnya dengan menahan tawanya.

Jenaro mengernyit, dibuat binggung dengan balasan Cherry.

“Tidak ada wanita baik-baik yang berselingkuh dari suaminya,” sahut Cherry setelahnya.

Damn! Tiga kali Jenaro mendapat pukulan keras dari seorang Cherry Naomi.

“Kau tidak mengenal dirinya—"

“Hanya pria bodoh yang menganggap wanita berselingkuh itu adalah wanita baik. Jika dia bisa berselingkuh dari suaminya yang sempurna seperti itu, apa kau yakin jika Tante Alice tidak akan melakukan hal yang sama padamu, Jey?”

“Diam, Cherry!” Bentak Jenaro tanpa sadar. Bahkan pria itu mula berdiri dari kursinya, mengikis jarak dan semakin dekat dengan Cherry. Dan inilah yang Cherry inginkan, membuat pria itu mendekat padanya. Meskipun dengan marah, tapi Cherry berhasil membuat Jenaro mempersempit jarak dan mendekat dengannya.

“Kenapa, Jey? Kenapa kau marah? Apa kau baru saja tersadar?” ucap Cherry sembari tertawa tak merasa kesal dengan bentakan pria itu.

Jenaro mendengus kesal.

“Sudahlah, aku salah meladeni dirimu.”

*****

Setelah perdebatan panjang keduanya tadi, kini Jenaro merasa ada sesuatu yang menohok dirinya. Memang benar, jika segala ucapan pedas yang Cherry lontarkan kepadanya itu adalah kenyataan. Bahkan wanita itu dengan lancangnya mengatakan jika dirinya adalah simpanan. Shit! Kata memuakkan tapi sayangnya adalah kebenaran.

Tapi saat ini bukan kalimat pedas Cherry yang menjadi beban pikirannya. Tapi pembiacaraan mereka setelah.

“Pesankan aku sarapan, Jey! Wanitamu itu benar-benar merusak mood makan pagiku,” pinta Cherry dengan suara manjanya. Sungguh manis. Jika pria yang ada dihadapannya kini bukanlah Jenaro dapat di pastikan akan dengan mudah permintaannya wanita cantik itu diterima.

“Apa?” pekik Jenaro yang terkejut. “Apa kau tak punya tangan untuk pesan sendiri, Cherry Naomi?” geramnya. Setelah berhasil merusak moodnya kini wanita itu tak tahu malu lagi memintanya memesankan makanan? Luar biasa sekali bukan?

Cherry menggeleng.

"Tidak, aku ingin kau yang memesankannya untukku.”

Tak ingin semakin meladeni ucapan yang bisa saja berakhir dengan perdebatan itu akhirnya Jenaro menyanggupi permintaan Cherry.

“Baiklah, tunggu di ruanganmu. Aku akan menyuruh asistenku untuk mengurusnya,” balas Jenaro dengan malas sebenarnya.

Cherry tersenyum kemenangan.

“Jangan lupakan susu pisang juga, Jey!” ucap Cherry seraya beranjak dari sofa yang tersedia di ruangan Jenaro.

“Kenapa kau suka sekali susu pisang?” Tanya Jenaro tiba-tiba saja.

Cherry sedikit terkejut dengan pertanyaan Jenaro yang mendadak ingin tahu tentangnya itu. Lalu sebuah seringaian muncul di wajah cantiknya.

“Aku memang sangat suka susu pisang. Tapi jika disuruh memilih, aku lebih suka pisangmu yang mengeluarkan cairan putih daripada susu pisang dalam kemasan kotak itu. Pasti sangat enak, kan?”

Sialan! Ucapan Cherry sebelum pergi itulah yang kini sanggup membuat Jenaro merasa gelisah dan uring-uringan sendiri. Wanita yang dikenal semua orang dengan sikap angkuhnya itu mengapa bisa se-liar ini bersamanya. Ia sudah berusaha mati-matian untuk tetap bersikap dingin, tapi wanita itu justru semakin menggodanya.

“Kau benar-benar berniat membangunkan harimau dalam diriku, Cherry Naomi.”~


CHAPTER — 07
●○●○●○●○

Cherry berjalan dengan sedikit tergesa menuju gedung pencakar langit milik tunangannya sendiri itu. Gadis muda itu tampak merutuki kecerobohannya pagi ini, di mana dirinya nyaris terlambat karena ia pulang pukul 2 pagi dari tempat balapannya.

“Mochi sialan! Jika tak menunggu pria pendek itu aku tidak akan kesiangan seperti ini,” ocehnya sembari melihat waktu di jam tangan mahalnya lalu melangkahkan kaki masuk ke dalam lift.

Nyatanya dengan tatanan rambut sedikit berantakan itu tak mengurangi kadar kecantikannya sedikitpun. Bahkan raut dengan raut paniknya, Cherry Naomi masih terlalu cantik bagi setiap orang yang berpapasan dengannya ataupun sekedar melihatnya dari jauh.

Banyak karyawan Arosoft yang mengagumi paras dari Cherry, menujukkan sisi ketertarikan mereka pada gadis. Melupakan fakta jika Cherry adalah tunangan dari pemilik perusahaan di mana mereka bekerja, atau lebih tepatnya bukan melupakan. Memang tidak ada yang tahu sama sekali jika Cherry adalah tunangan dari Jenaro Rafandra. Pertunangan mereka memang digelar dengan tertutup, hanya keluarga dekat dan juga sahabat Cherry yang menghadirinya.

Cherry menatap pintu bertulisan ‘Presdir Room’ itu dengan menghela nafas beratnya. Oh, ayolah! Ini bukan gayanya sekali. Ia bahkan pernah telat datang 1 jam saat sidang tugas akhirnya tapi tak segugup ini.

Merapikan tatanan rambutnya sejenak, lalu gadis muda itu mulai membuka pintu ruangan perlahan.

“Maaf saya sedikit terlambat,” ujar Cherry sedikit kikuk menatap beberapa orang yang ada di dalam sana. Hari ini ada rapat tentang peluncuran avatar terbaru Arosoft yang merupakan hasil designnya, tapi ia harus telat seperti ini. Sedikit memalukan, apalagi di depan tunangannya yang kini tengah menatapnya horror seperti itu. Uh, sialan marah saja masih sexy sekali pria itu, geram Cherry dalam hatinya.

“Apa kau pikir ini adalah kantor milik keluargamu, Nona Cherry?” ujar Jenaro begitu dingin setelah Cherry duduk di kursi, tepat di depannya.

“Mungkin sebentar lagi,” celetuk Cherry tiba-tiba. Membuat 4 orang pria yang ada di ruangan Jenaro membulatkan mata dan bahkan ada yang tersedak. Jenaro bahkan menatapnya semakin tajam saja, ingin mengulitinya hidup-hidup. Daripada dikuliti oleh Jenaro, Cherry jauh lebih suka ditelanjangi oleh pria itu saja, hm?

“Aku hanya bercanda Tuan-Tuan,” ucap Cherry sembari memasang senyumnya. Meringis tipis, memamerkan deretan gigi kelincinya yang terlihat lucu dan manis.

“Wah, Nona Cherry tak sangka kau juga pandai bercanda seperti itu,” ujar seorang pria paruh baya yang merupakan salah satu kepala divisi di Arosoft.

“Banyak keahlianku Tuan Samuel, salah satunya menghabiskan banyak susu pisang,” ucap Cherry sembari melirik tipis ke arah tunangannya itu, jika tak salah lirik tubuh Jenaro menegang di tempatnya.

“Benarkah?” balas Tuan Samuel dengan berbinar kagum.

Cherry mengangguk cepat. “Ya, apalagi yang kental jauh lebih nikmat.”

“Kita di sini untuk rapat Cherry Naomi! Bukan untuk mendengar ocehanmu,” seru Jenaro dengan wajah dinginnya menatap Cherry dengan kesal. Mengapa wanita itu begitu vulgar dan tak tahu malu sekali, runtuknya.

“Maaf, Presdir.” Ucap Cherry sekilas. Lalu tak sengaja kepalanya menoleh tepat di sebelah Tuan Samuel. Seseorang yang berada di ujung sana, yang sedari tadi hanya diam kini mampu mencuri perhatiannya.

“Kau!” pekik Cherry tiba-tiba sembari menatap seseorang itu dengan wajah terkejutnya.

Mendengar pekikan Cherry, sontak membuat para pria itu menatap ke arahnya.

Jenaro melihat ke arah pandangan Cherry. Pria itu berdehem sejenak, lalu mengulurkan tangannya pada seseorang yang di tunjuk oleh Cherry.

“Oh, kenalkan dia adalah Jemian Alvaro Xiaver, keponakanku. Dia juga yang akan menjadi sekretarisku mulai hari ini.”

Ucapan Jenaro sukses membuat Cherry merosotkan rahangnya, sedangkan pria yang bernama Jemian itu hanya mengulum bibirnya saja ditatap Cherry seperti itu.

Saat rapat di mulai bahkan mata Cherry tak henti-hentinya menatap ke arah Jemian. Seolah-olah mereka berdua saling berkomunikasi melalui tatapan matanya.

‘Kau memiliki banyak hutang penjelasan padaku, Mochi!’ pekik Cherry sembari menatap kesal ke arah Jemian yang ternyata pria itu adalah Mochi, sahabatnya saat berada di area balap. Tak disangka jika pria pendek namun manis itu adalah keturunan keluarga Xiaver. Pantas barang pria itu juga sama mewahnya seperti dirinya.

Dan bukan hal itu yang membuat Cherry kesal, ternyata pria itu terlambat semalam karena sedang mempersiapkan diri sebagai sekretaris Jenaro? Oh, sangat sempit sekali bukan dunia ini.

*****

Semua orang sudah keluar terlebih dahulu, Cherry pun sama. Kali ini ia sedikit bergegas untuk segera keluar dari ruangan tunangannya itu. Biasanya ia akan betah bersama prianya itu meskipun hanya berdiam diri dan kadan ketiduran karena terlalu terlalu suka memperhatikan Jenaro saat kerja.

Tapi kali ini ia harus keluar cepat dan mengejar Mochi untuk meminta penjelasan dan menjitak kepala sahabatnya itu kalau bisa.

Namun saat Cherry hendak berdiri, tiba-tiba saja suara Jenaro terdengar dingin menyapa rungunya.

“Apa seleramu sudah berubah Cherry Naomi?” ujar pria itu tiba-tiba saja sembari menatap Cherry remeh. Pria iu berdiri menjulang tepat di sebelah Cherry, membuat gadis itu mendongak untuk sekedar menatapnya.

“A–apa?” balas Cherry dengan mengernyit heran.

Jenaro berdecak melihat tampang sok polos dari Cherry.

“Sepertinya kau menaruh minat pada keponakanku, huh?” ucap Jenaro berujar sinis.

Butuh beberapa detik bagi Cherry untuk mencerna ucapan prianya itu. Setelah mendapatkan apa maksud dari tunangannya itu, Cherry mengulas senyumnya. Berdiri mensejajarkan dirinya dengan Jenaro.

“Oh, apa kau sudah mulai memperhatikanku?” ucap Cherry dengan sorot binar dimatanya.

Jenaro kembali berdecak sinis, melangkahkan kakinya dan semakin mengikis jarak dengan Cherry.

“Ku peringatkan padamu Cherry Naomi, jangan pernah berpikiran untuk menjadikan Jemian sebagai mangsamu.” Desis Jenaro.

Namun bukan Cherry namanya jika langsung luluh begitu saja, Gadis itu justru melipat tangannya di depan dada.

“Memangnya kenapa, Jey?” ujar Cherry sembari mengangkat salah satu alisnya. “Sayang sekali bukan pria manis seperti Jemian dibiarkan begitu saja?”

Jenaro memundurkan kepalanya dan tertawa sinis. “Mau memanfaatkan perasaannya, huh?” tuduh Jenaro.

Ucapan Jenaro sukses membuat Cherry melongo.

“Jangan fitnah, Jey! Lagipula aku masih sangat menyukaimu tahu,” pekik gadis muda itu dengan kesal.

Jenaro memutar bola matanya malas.

“Tapi aku tak menyukaimu,” sahutnya.

“Belum," balas Cherry dengan cepat dan tak mau kalah.

Jenaro menghela nafas beratnya, kembali berjalan mendekat ke arah Cherry. Hingga aroma Jasmine yang keluar dari tubuh gadis itu mampu menembus indra penciumannya.

“Menyerah saja, Cherry. Hatiku masih sama, kau tak ada celah bahkan se-inci sekalipun.” Ucap Jenaro sembari menatap datar ke arah Cherry.

“Kau ingin sekali aku pergi darimu, ya?” ucap Cherry dengan mata lelahnya. Sejujurnya segala penolakan Jenaro mampu menyayat ulu hatinya, tapi gadis itu mampu menutupinya dengan segala sisi tegarnya.

“Menurutmu?”

Cherry menunduk, sembari mengigit tipis bibir bawahnya. Lalu tak lama kemudian wanita itu mendongak dan tersenyum tipis pada tunangannya bak kulkas berjalan itu.

“Nanti saja, kalau kau sudah waras untuk jadi simpanan wanita tua. Dan menemukan wanita yang jauh lebih cantik dariku.”

Mendengar ucapan Cherry sontak membuat Jenaro membelakkan matanya terkejut.

“Kau serius?”

Terkekeh pelan, lantas wanita itu mengambil tas dan juga Ipadnya.

“Tentu saja!” ujar Cherry tersenyum manis. “Tapi itu mustahil, Jey. Aku tidak akan menyerah untuk membuatmu mencintaiku.” Ucapnya sekali lagi sebelum meninggalkan ruangan Jenaro.

CHAPTER — 08
●○●○●○●○

"Cepat jelaskan padaku, Mochi! Apa yang membawamu sampai ke sini? Bukankah kau pernah bercerita jika kau tak suka bekerja sebagai budak corporate?" Cerocos Cherry setelah ia keluar dari ruangan Jenaro. Menarik pria dengan wajah oval dan bibir tebal merah muda itu menjauh dari tempat duduknya. Atau lebih tepatnya dari meja kerjanya yang berada di depan ruangan Jenaro. Siapa lagi jika bukan, Jemian yang kini sudah sah menjabat sebagai sekretaris Jenaro.

"Astaga, Sweetie! Bisakah kau tenang dulu? Bahkan jantungku nyaris melompat keluar ketika melihatmu masuk ke ruangan Jenaro," ringis Jemian atau biasa Cherry memanggilnya dengan Mochi saat di area balap. Pria itu menatap wajah bulat milik Cherry dengan sedikit kesal. Ia ditarik paksa pergi menjauh dari meja kerjanya. Dan kini mereka sedang ada di depan lorong dekat lift.

Cherry memutar bola matanya malas. Dirinya sungguh penasaran sekali. Gadis muda dan modis itu melipat tangannya di depan dada.

"Kalau begitu cepat jelaskan padaku." desaknya tak sabaran. "Kau bahkan sampai mengganti warna rambutmu? Oh, shit! Pantas saja kau memakai topi semalaman karena hal ini? Pfft," ujar Cherry sembari tertawa melihat penampilan sahabatnya di area balap itu kini berubah 180 derajat. Pakaiannya rapi dan rambutnya pun bahkan tertata rapi sekali. Di sisir searah, terlihat lebih dewasa daripada Mochi yang gadis itu temui biasanya. Rambut pirang dan dibuat berantakan.

Melihat Cherry menertawakan dirinya pun, membuat Jemian semakin kesal bercampur malu.

"Yak! Berhentilah menertawakanku. Ibuku bilang aku jauh lebih tampan dengan rambut hitam seperti ini," ucapnya sembari mengusap rambut tipis klimisnya dengan dua telapak tangan. Bergaya sok keren di depan Cherry.

Mendengar kepercayaan diri Jemian, membuat Cherry merasa mual dan mendengus kesal. "Kau bahkan terlihat jauh lebih mirip kue mochi dengan taburan cokelat di atasnya."

Jawaban Cherry mampu membuat Jemian terdiam, menghentikan aski narsisnya, menaikkan salah satu sudut bibirnya dan menatap ke arah Cherry sinis. Pria itu tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya ke arah Cherry. Membuat jarak wajah keduanya begitu dekat beberapa cm saja.

"Tapi manis kan?" tanya Jemian sembari tersenyum manis.

“Manis pantatmu!” Seru Cherry sembari mendorong kepala Jemian menggunakan telunjuknya. Membuat pria itu terhuyung ke belakang. Uh, gadis muda ini cukup kuat juga rupanya.

Jemian berdecak kesal. Kembali menegakkan tubuhnya, sembari merapikan tatanan jasnya.

“Ayah memintaku bekerja jika tidak ingin dicoret dari silsilah keluarga. Ck, menyebalkan sekali bukan?” Sungut pria manis itu.

“Pria sepertimu memang pantas dicoret, sih.” Sahut Cherry dengan wajah tanpa dosanya.

Mata Jemian terbelak seketika.

“Sweetie!” erangnya.

“Kau jahat sekali!” Pekik Jemian sembari berpura-pura memegangi dada kirinya yang terasa sakit setelah menerima serangan hinaan dari Cherry.

Hal itu sontak membuat Cherry tertawa.

“Aku hanya bercanda,” balas Cherry sembadi terkekeh kecil. “Tak ku sangka jika kau bagian dari keluarga Xiaver," ucap Cherry sembari menatap lurus ke arah Jemian.

Pria yang memiliki tinggi 10 cm lebih tinggi dari Cherry itupun juga tertawa kecil.

“Tak ku sangka juga jika kau adalah bagian dari keluarga Johnson, Sweetie. Cherry Naomi Johnson, putri tunggal pemilik JH Shine yang begitu tertutup dan terkenal dingin, ternyata adalah dirimu?” ucapnya takjub.

“Wah!! Ini gila! Bolehkah aku meminta tanda tanganmu, Nona Cherry?” ujar Jemian sembari mengedipkan matanya.

“Ck, kau berlebihan sekali!” decak Cherry. “Ah, dan benar sebaiknya kau memanggilku dengan Cherry.”

Jemian mengangguk setuju. Menggunakan nama samaran selain di area balap, bisa membuat indentitas mereka terbongkar.

“Tunggu, kalau begitu aku harus memanggilmu apa?” tanya Cherry tiba-tiba.

“Panggil sayang juga boleh,” sahut Jemian dengan cepat sembari tersenyum menggoda ke arah Cherry.

Cherry berdecak lalu tersenyum miring. Ia ingin menjawab ucapan itu, namun diurungkan ketika sebuah suara berat dan dingin menyapa indra pendengaran keduanya.

“Apakah kantor merupakan tempat untuk bermesraan?” ujar seseorang yang tengah berdiri tak jauh dari mereka. Menatap Jemian dan Cherry dengan tatapan dingin dan mata elangnya.

“Pr—presdir?!” ujar Jemian terbata-bata. Ketika mendapati Jenaro, pamannya sendiri tengah menatap ke arahnya dengan ekspresi datar.

Aturan bagi Jemian adalah dirinya harus bisa membedakan situasi di mana dirinya berasa. Jika saat bekerja, ia di tuntut harus profesional. Mengesampingkan silsilah keluarga. Dan saat ini, Jenaro adalah atasannya bukan pamannya. Ya meskipun usia mereka hanya terpaut 5 tahun.

Jemian itu masih muda, ia dan Cherry hanya berjarak 2 tahun saja.

“Jey!” pekik Cherry begitu senang melihat wajah Jenaro bagai kulkas berjalan itu.

Jemian menoleh cepat ke arah Cherry, merasa aneh. Mengapa sahabatnya ini begitu lancang memanggil pemilik perusahaan hanya dengan nama seperti itu? Bahkan dirinya sebagai bagian dari keluarga sahabat saja tidak diperbolehkan.

“Apa pekerjaan yang aku berikan padamu kurang banyak sekretaris Jemian?” interupsi Jenaro sekali lagi. Membuat Jemian kembali menatap ke arahnya.

Pria manis itu menggeleng cepat.

“T–tidak Presdir! Maaf, saya akan segera kembali ke tempat saya. Permisi,” ucapnya dengan sopan lalu mulai pergi meninggalkan Cherry dan juga Jenaro.

Sepeninggalan Jemian, baik Cherry maupun Jenaro saling terdiam. Hingga akhirnya Cherry memutuskan untuk membuka mulutnya terlebih dahulu.

“Bagaimana bisa kau memperlakukan keponakanmu sedingin itu, Jey?” tanya Cherry.

“Kenapa? Kau ingin membantunya?” sungut Jenaro dengan nada yang terdengar kesal.

Mata Cherry terbelak, lalu mengerjap sejenak.

“Jey! Kau cemburu?” pekiknya merasa senang ketika melihat raut wajah kesal dari tunangan kulkasnya itu.

Jenaro tersenyum miring, berjalan mendekat ke arah Cherry.

“Ck, apa untungnya aku cemburu, Cherry Naomi?” ucapnya begitu angkuh. “Aku hanya bertanya, jika kau merasa kasihan pada Jemian maka kau bisa membantunya. Menginap sampai besok.” Ujar Jenaro menatap sinis pada gadis cantik itu.

Cherry menggeleng cepat. “Tidak, terima kasih. Aku bisa gila dengan tumpukan kertas membosankan itu,” sahutnya.

"Kembalilah ke ruanganmu," ujar Jenaro menatap datar ke arah Cherry.

Namun bukannya segera mengangguk mengiyakan, namun gadis muda itu justru kembali memanggil pria itu.

“Jey!”

“Hm,” sahut Jenaro hanya dengan gumaman saja.

“Kalau aku benar-benar bisa membuatmu mencintaiku, apakah kau akan melepaskan Tante Alice?” tanya Cherry tiba-tiba saja.

Membuat sorot mata datar itu kini menatapnya heran.

“Bukankah sudah ku katakan jika hal itu mustahil, Cherry Naomi! Kau tidak akan bisa,” ujar pria berjas abu-abu itu sembari meletakkan kedua tangannya di saku celana kain miliknya.

“Kau bukan tipeku, asal kau tahu.”

Nyeri! Itulah perasaan yang Cherry rasakan saat ini. Layaknya mata pisau tajam menghunus tepat di dada sebelah kirinya.

“Tidak usah diperjelas juga, Jey!” sungut nya kesal sembari menyunggingkan suruh bibir kanannya.

Tapi bukan Cherry, jika ia mau menerima begitu saja. Wanita itu tampak membasahi bibirnya sejenak. Kembali menatap mata pria yang di gilainya beberapa waktu terakhir ini.

“Aku tidak mengerti jalan pikiranmu, Jey. Bagaimana bisa kau memilih yang longgar daripada yang masih rapat? Apa tanteku itu begitu hebat di atas ranjang?” tanya Cherry dengan begitu beraninya.

Mata elang milik Jenaro terlihat memicing. Kakinya mulai mengikis jarak di antara keduanya. Menatap datar dan tajam wajah gadis tak tahu malu itu.

Menundukkan kepalanya, hingga mengikis jarak antara keduanya. Bahkan hidung mereka nyaris bersentuhan.

“Lalu, bagaimana denganmu? Apa kau juga merasa hebat di atas ranjang, Cherry Naomi?” ujar Jenaro sembari menyunggingkan senyum remehnya pada Cherry.

Jenaro menegakkan kembali kepalanya, menatap Cherry begitu remeh. Merasa Cherry tak mampu menjawab. Pria tampan itu mulai memutar tubuhnya untuk kembali ke ruangannya. Namun, belum sampai ia melangkahkan kakinya barang sejengkal, lengan jas mahalnya kembali di tarik hingga membuatnya kembali memutar tubuh tegapnya.

Tubuh Jenaro menegang ketika Cherry begitu kuat menariknya dan posisi mereka saat ini bisa dikatakan begitu dekat dan intens. Tangan kanan Cherry mencengkram lengan jasnya, sedangkan tangan kiri wanita itu sudah berada di tengkuknya dengan jarak begitu dekat sekali, bahkan bibir mereka hampir bersentuhan.

Nafas Cherry terasa jelas menyapa kulit-kulit halus wajah Jenaro. Bahkan aroma jasmine dari tubuh gadis itu tercium kuat di indra penciumannya.

“34 + 35 itu favoritku,” desis Cherry tepat di depan wajah Jenaro dan sebelum mempertemukan kedua labia lembut milik mereka.


CHAPTER — 09
●○●○●○●○

"Kau mau kemana, sayang?" tanya seorang wanita paruh baya yang kini terlihat tengah mengupas apel bersantai di depan ruang TV rumah bak istana itu. Matanya menangkap putri kesayangannya tampak begitu rapi malam ini sembari membawa sebuah paper bag di tangannya dan tampak terburu-buru menuruni tangga dari arah kamarnya.

Cherry yang kini memakai blazer berwarna cream dipadukan dengan short jeans serta sneakers berwarna putih membuatnya tampak manis. Rambut cokelat terangnya ia biarkan tergerai begitu saja.

"Aku akan ke rumah tante Alice malam ini, Ma. Zayn ulang tahun dan seperti biasa," ucapnya sembari mengangkat paper bag yang ia bawa. "Pria sibuk itu selalu membuatku repot setiap tahun," ucap Cherry kembali dengan tampang yang dibuat kesal.

Wanita paruh baya itu tampak terkekeh geli melihat raut kesal anak gadisnya semata wayang itu.

"Dan besok kau akan menerima kiriman tas atau heels mewah lagi dari padamu itu bukan?"

Cherry menggulingkan bibirnya malu.

"Pria itu terlalu pandai merayuku dengan barang mewah menyilaukan mata," balasnya di sertai cengiran khasnya yang manis.

"Lagipula aku sanggup membeli tas mewah itu, tapi paman Keenan selalu memaksaku untuk memberikan hadiahnya pada Zayn. Apa pria itu tak tahu jika sudah banyak sekali jasa antar paket di dunia ini?" ucapnya kembali mengerutu.

Ibu Cherry mulai berdiri dari duduknya, menyodorkan apel yang baru saja ia kupas pada mulut putrinya itu. Mencoba meredam rasa kesal putrinya dengan yang manis-manis. Dan benar saja, Cherry langsung membuka mulutnya.

"Itu karena paman Keenan hanya percaya padamu, sayang." Ucap Grace begitu hangat. "Sudah jangan banyak mengeluh, Cherry. Cepat berikan hadiah itu pada Zayn!"

Cherry mencibirkan bibirnya lucu. "Sepertinya menjadi tukang paket adalah pekerjaan sampinganku," gerutunya lagi dan hanya di balas kekehan oleh sang ibu. 
"Aku pergi dulu, Ma." Ujarnya dan dibalas anggukan oleh Grace, sebelum Cherry pergi tak lupa gadis itu memberi sebuah kecupan pada wanita kesayangannya nomer satu itu.

Cherry sudah bersiap dengan mobil merah kesayangan juga. Kali ini dirinya membawa Buggati Chiron berwarna merah. Saat dirinya ingin menyalakan mesin mobil, ponsel pintarnya berdering menampilkan nama seseorang di sana.

'Jack Itu Waria is calling'

"Kau di mana? Ingin ke club malam ini?" ucap Jack pertama kali saat telepon mereka tersambung.

"Tidak malam ini. Aku sedang menjalankan tugas negara."

"Beban negara sepertimu tak pantas menjalankan tugas negara Cherry Naomi," ucap Jack tampak terkekeh mengejek di seberang sana.

"Shut up your mouth, waria sialan! Hari ini adalah ulangtahun, Zayn." balas Cherry dengan menggeram marah.

Namun bukannya merasa takut dengan bentakan Cherry, Jack justru terdengar kembali tertawa. "Wow.. Wow.. Jadi kau ingin berkunjung ke rumah saingan beratmu ternyata, Cherry Naomi? Luar biasa sekali!" godanya.

Cherry menggigit bibir bawahnya geram. Jika mereka dekat saat ini dapat di pastikan sneakers yang ia gunakan saat ini akan berakhir pada mulut pria itu.

"Jangan menggodaku, Jack. Lebih baik kau cepat ke club dan bermainlah setidaknya dengan satu jalang jika tidak ingin lubangmu dimasuki sosis dari belakang!" balas Cherry yang kini berbalik mengejek temannya yang selalu berdandan cantik di matanya itu.

"YAK! AKU MASIH NORMAL, SIALAN!! JIKA AKU MAU—"

TUT.

Cherry mematikan panggilan telepon mereka sembari mendengus kesal. Sebenarnya Jack itu tampan, tapi bagi Cherry pria itu terlalu cerewet baginya. Bahkan Felix saja tak secerewet itu.

*****

"Aunty Cherry! Wah ini hadiah dari Papa?" Teriak seorang anak kecil begitu senang ketika Cherry memberikan sebuah hadiah pada Zayn. Sejak ia melangkahkan kakinya ke dalam rumah mewah itu, dirinya hanya melihat keponakannya itu tengah bermain sendirian di depan TV.

'Di mana Tante Alice?' pikir Cherry. Namun, bukankah itu lebih baik? Daripada dirinya harus berdebat kusir dengan wanita itu nantinya.

"Hai, keponakanku yang tampan. Bagaimana kau suka?" tanya Cherry sembari tersenyum menampilkan barisan lucu gigi kelincinya. Bahkan pipinya yang bulat terlihat semakin cantik saat tersenyum.

Zayn mengangguk semangat. "Sangat!"

Tertawa kecil menanggapi betapa senangnya keponakannya itu. Lucu sekali.

Bibit keluarga Johnson tidak pernah gagal memang. Um, lalu bagaimana jika bibit Johnson digabungkan dengan bibit dari Xiaver? Bidadari dan dewa saja bisa merasa iri bukan?

Membayangkannya saja sudah membuat pipi Cherry merona. Ck, dia terlalu banyak berkhayal, bahkan Jenaro saja terang-terangan menolaknya.

"Wah, bagaimana bisa kau semakin tinggi saja, huh?" ucap Cherry sembari mengusap kepala anak laki-laki berusia 6 tahun itu di hari ini.

"Kata Uncle jika ingin tinggi maka harus rajin berenang," ucap Zayn sembari menatap Cherry dengan mata bulatnya.

"U-Uncle?" balas Cherry sedikit terbata-bata.

Zayn mengangguk cepat.

"Uncle Jey, teman Mama."

DEG.

Kenapa perkataan anak kecil ini seakan menghantam hati Cherry dengan besi panas? Dadanya bergemuruh hebat. Ia sangat terkejut jika Zayn sampai tahu tentang Jenaro. Cherry pikir Alice tidak akan seceroboh itu sampai mengajak Zayn pergi bersama Jenaro. Apakah dirinya sudah tidak bisa menyamai langkah itu?

"Kau sering berenang bersamanya?" ucap Cherry setenang mungkin, meskipun hatinya dan seluruh tubuhnya sedang terbakar api cemburu yang mulai menggelora.

Zayn menggeleng, membuat Cherry sedikit bernafas lega.

"Tidak, Aunty. Uncle Jey orang yang sibuk. Hanya sesekali aku ditemani berenang bersama Mama."

"Shit! Aku tidak tahu jika mereka sampai sejauh ini," makinya dalam hati. Dan Cherry semakin meledak ketika Zayn kembali berbicara.

"Uncle ada di sini aunty, dia memberiku robot ini," ucapnya sembari menunjuk mainan robot yang ada di atas meja. Oh, itu adalah karakter yang terbaru dan bahkan belum resmi di launcingkan oleh Arosoft.

Kedua tangan Cherry terkepal erat di samping tubuhnya. Sorot matanya menggelap. Ingin sekali ia mencakar sesuatu saat ini. Cherry memasang senyumnya, terlihat manis tapi auranya mencekam seperti ingin membunuh kedua orang sialan tak tahu dosa itu.

"Benarkah? Lalu sekarang ada di mana?" ujar Cherry dengan senyumnya. Namun senyumnya itu kembali dipatahkan oleh satu kalimat yang Zayn lontarkan.

"Di kamar Mama," balas Zayn dengan wajah polosnya.

CHAPTER — 09
●○●○●○●○
‘Bajingan! Kalian benar-benar ingin mengibarkan bendera perang denganku!’ Geram Cherry seraya melangkahkan kakinya menuju sebuah kamar yang ia yakini sebagai kamar dari tante Alice. Tak perlu buta arah, bahkan Cherry terlalu paham dengan tata ruang rumah ini.

Cherry menghela nafasnya sejenak sebelum memegang knop pintu. Mencoba bersikap tenang meskipun pikirannya berkecamuk kemana–mana.

Wanita muda itu berdecih ketika mendapati pemandangan apa yang terpampang nyata dihadapannya. Bertepatan dengan pintu terbuka lebar, bertepatan dengan itulah kedua orang yang begitu hanyut dalam ciuman panas pun mulai melepaskan diri masing-masing.

"C–cherry?" pekik Alice saat ia melihat keponakan sekaligus saingan beratnya itu tengah berada di depan kamar sembari menatap jijik ke arahnya.

"Oh, apa aku menganggu waktu panas kalian?" Tanya Cherry sembari melipatkan kedua tangannya di depan dada. Bersandar pada daun pintu, wanita itu terlihat tenang. Namun dapat dilihat dengan jelas jika matanya mengkilatkan amarah.

"Tidak bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu?" Ujar seseorang yang sempat berada di atas Alice saat Cherry membuka pintu. Pria itu adalah Jenaro, yang kini tampak menatap Cherry tak suka karena acara panasnya merasa diganggu.

Cherry terkekeh melihat bagaimana dengan santainya Jenaro merapikan kembali kemejanya yang kancingnya sudah terbuka beberapa di bagian atas.

"Aku bisa melewatkan adegan live menjijikkan kalian jika harus mengetuk pintu terlebih dulu," balas Cherry yang begitu muak melihat kelakuan manusia pendosa di hadapannya ini.

“Sayang sekali aku tidak merekamnya. Seharusnya aku melakukan live instagram pasti akan jauh lebih menarik,” ujar Cherry sembari tersenyum sinisnya.

“Jangan macam-macam, Cherry Naomi!” Teriak Alice yang geram. Bersamaan dengan itu tiba-tiba saja seorang anak kecil tengan menerobos masuk ke dalam kamar Alice. Membuat Alice dan Jenaro saling berjauhan.

Cherry pun tertawa melihat kelakuan mereka.

"Mama! Aunty datang membawa hadiah dari Papa," ujar pria kecil itu yang tak lain adalah Zayn yang saat ini tengah menunjukkan hadiah yang diberikan oleh Cherry.

"O-oh, benarkah?" ucap Alice sembari tersenyum kikuk pada putranya.

"Zayn rindu Papa," balas anak kecil itu sembari memasang wajah sedihnya. Membuat dua orang pelaku perbuatan hina itu merasa bersalah dan tak nyaman.

Cherry tampak menghela nafas beratnya. "Betapa malangnya nasib pria kecil ini harus merasa sakit akibat tingkah laku menjijikkan dari ibunya sendiri," ucap gadis seolah-olah memasang wajah ibanya sembari menatap ke arah Zayn.

"Tante Alice, apa kau tega merusak kebahagiaan putramu sendiri? Dengan menggoda tunanganku?"

"Jaga ucapanmu Cherry Naomi!" Sahut Jenaro. Yang sejak tadi sudah merasa geram dengan tingkah Cherry. Sedangkan Alice, wanita itu diam saja. Seolah mendapat pukulan telak dari Cherry.

Cherry berdecak, melihat pria yang disukainya tengah membela wanita yang meskipun itu adalah kekasihnya sendiri membuatnya muak.

"Jaga tingkahmu Jenaro Rafandra!" Desis Cherry sembari menegakkan tubuhnya.

"Di mana otakmu yang katanya cerdas itu, huh? Apa kau kekurangan tempat sehingga harus melakukan hal nista itu di rumah ini? Bahkan masih ada Zayn yang bisa saja masuk dan melihat bagaimana buruknya tingkah ibunya itu!" ucap Cherry dengan sedikit keras sembari menunjuk Alice. Wanita muda ini terlihat begitu geram.

"Ikut aku!" ucap Jenaro sembari menyeret Cherry keluar dari kamar Alice. Pria itu membawa Cherry ke halaman depan rumah Alice.

"Kenapa kau membawaku kemari? Kau takut jika Zayn mendengar semuanya?" tantang Cherry ketika Jenaro sudah melepaskan cengkeramannya.

"Jangan memancing amarahku, Cherry." Balas Jenaro dengan suara geraman yang terdengar jelas.

"Jadi kau marah padaku?"

"Menurutmu?"

"Lucu sekali," kekeh wanita itu tertawa sumbang. "Seharusnya yang marah itu adalah aku, Jey!"

"Kau pikir wanita mana yang bisa baik-baik saja ketika melihat tunangannya bercumbu dengan wanita lain, huh?"

Jenaro tersenyum remeh.

"Itu karena dirimu yang terlalu berharap pada pertunangan kita, Cherry Naomi. Bukankah aku sudah memperingatkanmu sejak lama? Jangan—"

“Tidak bisa.” Potong Cherry dengan cepat, ia tahu apa yang akan Jenaro katakan selanjutnya.

“Apa?” pekik Jenaro sembari menatap heran tunangannya itu. Sungguh jika wanita lain aka menangis jika ditolak, namun bagaimana bisa Cherry Naomi justru semakin gencar mengejarnya.

“Aku sudah terlanjur menyukaimu dan tidak akan ku lepaskan.” Balas Cherry dengan cepat.

Jenaro terkekeh mendengarkan kalimat egois yang selalu wanita itu ucapkan.

Pria itu mendekatkan tubuhnya, menatap tajam pada wanita tak tahu diri di hadapannya ini.

“Bukankah justru kau yang lebih pantas disebut sebagai wanita penggoda, Cherry Naomi?” desis Jenaro.

“Kau yang terus berusaha menggodaku. Bahkan aku sudah berkali-kali menolakmu. Tapi kau dengan tidak tahu malunya selalu datang padaku?" ucap Jenaro tersenyum miring.

Cherry justru membalas dengan kekehan.

“Jika aku yang hanya berusaha mempertahankan tunanganku sudah disebut sebagai wanita penggoda. Lalu, bagaimana dengan seorang wanita bersuami yang bercumbu dengan pria yang sudah memiliki tunangan?” ucap Cherry sembari menaikkan salah satu sudut alisnya.

Wanita itu memajukan wajahnya. Hingga jarak wajahnya dang juga Jenaro hanya satu jengkal saja.

“Haruskah aku menyebutnya dengan ‘JALANG’?” ucap Cherry sembari menjeda kata terakhir dalam kalimatnya.

Mata Jenaro terbelak, rahangnya terlihat menggeras.

“Kau—” Desisnya namun lagi-lagi Cherry memotong ucapannya.

Wanita itu memundurkan wajahnya, lalu mundur beberapa langkah. Mendudukkan diri di atas kapal mobil Buggati berwarna merah miliknya itu sembari melipat tangannya di depan dada.

“Jangan berusaha menutup matamu, Jey! Kau tahu jelas bukan, jika tingkahmu itu jauh lebih memalukan dan menjijikkan daripada diriku?” sahut Cherry sembari menggerakkan bahunya.

Pria tampan itu tampak marah. Segala ucapan Cherry layaknya lemparan penghinaan untuknya. Meskipun ka sadar jika perbuatannya sendiri tak bisa dibenarkan.

Beberapa saat terdiam akhirnya Jenaro mulai menggerakkan tubuhnya. Pria itu bergerak maju, mengikis jarak kembali dan menundukkan tubuhnya hingga Cherry berada di tengah kukungan ke dua tangannya.

Nafas Cherry nyaris tercekat melihat bagaimana dekatnya pria itu dengannya. Padahal sudah beberapa kali ia berada dengan jarak yang sedekat ini dengan Jenaro. Tapi rasanya masih saja mendebarkan.

“Kau menyudutkanku untuk menutupi rasa sakitmu itu, bukan?” ucap Jenaro sembari menatap lekat kedua mata bulat milik Cherry.

“A–apa maksudmu?”

“Kau itu bodoh, Cherry Naomi. Kau tahu jika aku tak mungkin bisa membalas perasaanmu tapi kau nekat untuk mempertahanku?”

“Kau hanya melukai dirimu sendiri, Cherry.” Desis Jenaro sebelum pria itu menegakkan tubuhnya karena bersamaan dengan itu sebuah mobil terparkir di belakangnya.

“Uncle, maaf aku terlambat.” Ucap seseorang itu yang tak lain adalah Jemian. Yang baru saja datang untuk menjemput Jenaro.

Selain menjadi sekretaris, pria itu juga sebagai kaki tangan dari Jenaro.

“Berikan kunci mobilnya padaku sekarang,” ucap Jenaro sembari meminta kunci mobilnya. Setelah mendapatkan kunci mobil miliknya, pria itu langsung masuk ke dalam kursi kemudian. Melakukan mobilnya begitu saja, pergi meninggalkan dua orang masih terdiam di tempatnya.

Cherry, wanita muda itu yang awalnya terdiam kini pun bangkit dari duduknya. Mengambil sesuatu dari dalam hand bag mahal miliknya. Mencari ponsel dan mengetik sebuah pesan pada seseorang.

To : Jack Itu Waria 
‘Temani aku mabuk malam ini.’

Itulah sebadis pesan yang Cherry kirimkan pada Jack sebelum dirinya masuk ke dalam mobil miliknya.

Namun saat dirinya yang tengah di rundung hati yang panas itu, tiba–tiba seseorang ikut masuk ke dalam mobilnya.

"Kau tidak berniat meninggalkanku sendirian bukan?" tanya pria itu yang tak lain adalah Jemian, si Mochi sahabat Cherry.

"Kencangkan sabuk pengamanmu, karena aku akan memacu pelan malam ini," ucap Cherry sebelum ia pergi meninggalkan kediaman rumah pamannya itu. Setelah kepergian Cherry, diam-diam seseorang tersenyum puas menyaksikan bagaimana pasangan yang sudah bertunangan itu saling menyerang.

Siapa lagi jika bukan Alice, wanita itu tahu jika Cherry akan datang malam ini. Maka dengan sengaja ia mengundang Jenaro untuk datang.

Dengan cepat jari-jari panjang milik Alice mengetik sesuatu ke dalam ponselnya. Mengirimkan sebuah pesan pada seseorang, dan di akhiri dengan seringaian di wajahnya.

• 

to be continued —

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya [11 — 20] 200 HARI MENJERAT PEBINOR
1
0
“Aku tidak mengerti jalan pikiranmu, Jey. Bagaimana bisa kau memilih yang longgar daripada yang masih rapat? Apa tanteku itu begitu hebat di atas ranjang?” tanya Cherry dengan begitu beraninya.“Lalu, bagaimana denganmu? Apa kau juga merasa hebat di atas ranjang, Cherry Naomi?” ujar Jenaro sembari menyunggingkan senyum remehnya pada Cherry.“34 + 35 itu favoritku,” desis Cherry tepat di depan wajah Jenaro dan sebelum mempertemukan kedua labia lembut milik mereka.SILAHKAN BELI PAKET !!! HEMAT 15.000,- LOHH 💞
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan