Scandal With You (Bab 31, 32)

5
0
Deskripsi

Selamat membaca dan semoga suka ๐Ÿ–ค

Bab 31

Runa duduk di sofa ruang tengah sambil menemani Arkan kerja, sementara matanya fokus memainkan game di ponselnya. 

"Berita lo udah dirilis nih," ujar Vina. 

"Oh ya? Apa judul ajaibnya sekarang?" tanya Runa. Ia sudah hafal, jika judul berita tentangnya akhir-akhir ini sangat berlebihan dan tidak masuk akal. 

"Kian Mesra, Runa Siapkan Makan Siang Untuk Arkanza Arion." Baca Vina dengan lantang. 

"Tuh kan lebay," ujar Runa tanpa mengalihkan tatapannya dari ponsel. 

"Kok mereka bisa tahu kamu bawain aku makan siang?" tanya Arkan heran.

"Oh iya, aku belum cerita ke kamu ya?" Runa lalu mematikan poselnya dan menatap Arkan dengan serius. 

"Jadi waktu aku mau nyusul Vina ke cafe tadi siang, aku sempat berhenti di depan gedung perusahaan. Nggak lama setelah itu, tiba-tiba ada wartawan yang nyamperin dan mereka meminta waktu sebentar untuk wawancara." Jelas Runa. 

"Kamu gapapa kan?" 

"Gapapa kok. Untung aja Vina langsung datang tadi, jadi aku bisa kabur dari mereka." 

"Syukurlah, harusnya aku anterin kamu tadi." Gumam Arkan sedikit menyesal. Firasatnya tadi ternyata benar saat Runa akan meninggalkan ruang kerjanya. 

"Kalau ada kamu, bisa lebih heboh tadi dan mereka pasti semakin kegirangan. Aku yakin yang mereka tanyakan akan semakin aneh-aneh." 

"Kamu ditanyain apa aja tadi?" tanya Arkan. 

"Sini Vin hp lo, biar Arkan baca sendiri." Runa meminjam ponsel Vina lalu memberikannya kepada Arkan. 

Arkan menerima ponsel Vina dan membaca beritanya, "Jadi masih banyak orang yang mengira kalau kamu hamil." 

"Iya, karena pernikahan kita terlalu mendadak. Jadi orang-orang memiliki pemikiran seperti itu." Hanya itu yang bisa Runa simpulkan sekarang. 

***

Runa menatap Arkan yang sudah memejamkan mata. Mereka sudah berbaring di ranjang, bersiap untuk tidur. Ia dan Arkan selalu tidur berhadapan, meskipun tidak melakukan sentuhan apapun. 

"Arkan." Panggil Runa pelan, ia masih belum bisa tidur. 

"Hm?" jawab Arkan tanpa membuka matanya. 

"Kalau aku nanti kerja sama lawan jenis kira-kira kamu cemburu nggak?" tanya Runa penasaran. 

"Enggak Run," jawab Arkan dengan yakin.  

Runa memutar bola matanya malas, sangat khas Arkanza Arion sekali jawabannya. Tolong ingatkan Runa perihal ucapan Arkan tadi, jika pria itu tidak akan cemburu saat ia bekerja dengan aktor lain nanti. 

"Kalau semisal aku kerja terus ada adegan ciuman gimana?" Pancing Runa yang tidak puas dengan jawaban Arkan. 

"Kamu mau kerja apa selingkuh?" 

Runa tak bisa menahan tawanya mendengar jawaban realistis Arkan. 

"Kan siapa tahu saat aku beracting nanti ada adegan ciuman." 

"Ini di Indonesia Run bukan Hollywood, adegan ciuman tidak akan seintim itu. Bahkan bisa dibilang masih jarang." 

Runa menghela napasnya pelan. Arkan sangat susah diajak berandai-randai karena pemikiran pria itu selalu realistis. Sepertinya ia harus mengubah topik pembicaraan. 

"Sebelum nikah sama aku kamu punya berapa mantan?" tanya Runa. 

"Nggak punya mantan." 

"Bohong banget." Cibir Runa. 

"Serius." 

"Aku nggak percaya, emang kamu nggak kepengen nikah?" 

"Kan udah nikah, masa mau nikah lagi?" 

"Ih ngeselin banget sih." Dengan gemas Runa menangkup bibir Arkan lalu membalikkan badan untuk memunggungi pria itu. 

"Aduh Runa, kebiasaan deh tangannya." Arkan membuka matanya lalu mengusap bibirnya. 

"Salah sendiri ngeselin kalau jawab." Runa masih memunggungi Arkan karena masih kesal. 

"Kan aku cuma jawab sesuai pertanyaan kamu, salahnya dimana?" tanya Arkan berusaha mengintip wajah Runa, ia ingin melihat ekspresi gadis itu. 

Runa diam saja tidak menggubris pertanyaan Arkan. Ia memilih untuk berpura-pura tidur, meskipun belum mengantuk. 

Arkan yang melihat itu hanya bisa menggelengkan wajahnya sambil tersenyum. Perempuan memang makhluk yang aneh, dia yang kasih pertanyaan lalu dia sendiri yang marah. 

***

Runa keluar kamar bersama Arkan untuk sarapan. Pria itu sudah siap dengan pakaian kerjanya, sedangkan Runa masih memakai piyamanya. Itu adalah rutinitas mereka setiap pagi.

Runa akan menyiapkan sarapan untuk Arkan, lalu mengantar pria itu sampai ke depan dan menunggunya hingga menghilang di balik pagar. Baru setelahnya Runa kembali masuk ke dalam rumah untuk bersantai, sebelum nanti siang ia ke kantor Arkan untuk membawakan makan siang pria itu. 

"Kamu mau cobain sarapanku nggak?" Tawar Runa kearah Arkan. Ia sempat membuat overnight oats semalam. 

"Itu nggak asam?" tanya Arkan takut sakit perut karena hal itu akan menganggu pekerjaanya nanti. 

"Ya enggak dong, kan ada campuran lain nggak cuma yogurt aja. Cobain deh biar nggak penasaran." Runa menyuapkan sesendok kearah Arkan agar pria itu bisa mencobanya. 

Arkan menerima suapan dari Runa dengan ragu-ragu sambil berusaha menikmati rasanya. 

"Enak nggak?" tanya Runa. 

"Lumayan," jawab Arkan akhirnya karena rasanya tidak seburuk yang ia bayangkan. 

"Mau sarapan ini aja?" 

"Terus kamu sarapan apa?" tanya Arkan. 

"Aku buat dua kok. Di kulkas masih ada." 

"Yaudah boleh." 

Runa menaruh mangkoknya di hadapan Arkan, lalu berjalan kearah kulkas untuk menyiapkan sarapan untuknya lagi. 

Runa melirik Vina yang sedang menuruni tangga dengan mata setengah terpejam. 

"Tumben baru bangun?" tanya Runa heran. 

Biasanya Vina selalu bangun pagi lalu membangunkannya hanya untuk sekedar berolah raga atau mengingatkannya jika ada jadwal pekerjaan. Tapi itu dulu ketika Runa masih sibuk, karena sekarang ia sudah menjadi pengangguran mungkin Vina bisa sedikit santai. 

"Iya, nggak bisa tidur gue semalam." Vina duduk di meja makan lalu mencomot roti bakar yang sudah disiapkan mbak Santi. 

"Cuci maka dulu sana, jorok banget." Omel Runa. 

Dengan terpaksa Vina berdiri dan berjalan kearah wastafel untuk mencuci muka. 

Arkan hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Runa dan Vina. Tiada hari tanpa berdebat bagi mereka. Rumah Arkan yang dulu tenang dan sepi kini harus dipenuhi dengan suara cempreng mereka berdua. Sepertinya Arkan harus mulai terbiasa karena hal ini akan terus terjadi selama hidupnya. 

"Ya kan Arkan?" 

Arkan tersentak kaget saat mendengar ucapan Runa. Ia tadi sempat melamun sampai tidak mendengarkan ucapan gadis itu. 

"Apa? Kamu tanya apa Run?" Arkan meminta Runa mengulang pertanyaannya. 

"Kamu nggak dengerin dari tadi?" Kesal Runa. 

"Maaf." Hanya itu yang bisa Arkan katakan. 

Runa menghela napasnya pelan lalu mulai menjelaskan, "Pak David baru saja menghubungi Vina dan menanyakan apakah aku sudah siap untuk bekerja lagi. Hal itu berarti bagus kan? Itu tandanya sebentar lagi karirku akan membaik seperti dulu." Perasaan Runa begitu senang sekarang.  

Melihat Runa sangat antusias, Arkan ikut merasa bahagia, "Iya semoga hal itu benar terjadi."

"Aku jadi nggak sabar. Sebentar lagi aku harus bersiap-siap untuk ke agensi," ujar Runa meneruskan sarapannya dengan cepat. Sedangkan Vina sudah kembali memasuki kamarnya untuk mandi dan bersiap-siap. 

"Oh iya lupa," ujar Runa saat teringat sesuatu. "Nanti aku nggak bisa bawain kamu makan siang, gapapa kan?" tanya Runa merasa tidak enak kepada Arkan.  

"Nggak masalah Run. Kamu fokus saja dulu dengan pekerjaanmu." 

Runa cukup senang mendengar Arkan begitu mensupportnya, "Makasih Arkan," ucap Runa tulus sambil menatap pria itu. 

***

Runa menautkan kedua jarinya dengan gugup. Ini adalah pertama kalinya ia kembali bekerja setelah hiatus akibat masalah yang menimpanya waktu itu. Ia merasa senang sekaligus takut. Runa senang karena bisa bekerja lagi, karena ia sangat mencintai pekerjaannya dan kemarin sempat merasa hampa saat tidak bekerja. Tapi di sisi lain ia takut akan mengecewakan atau ada masalah lagi yang akan menimpanya dan membuat karirnya bermasalah. 

Runa menggelengkan kepalanya. Ia tidak boleh berpikiran negatif seperti itu. Apa yang ia pikirkan itulah yang akan terjadi. Runa selalu berusaha mengingat kata-kata itu, agar pikiran jelek tidak menghantui kepalanya. 

Sebuah ide tiba-tiba terlintas di benaknya, ia ingin menghubungi Arkan sekarang. Setelah mengetikkan pesan, Runa lalu mengirimkannya kepada Arkan sambil menunggu balasan pria itu. 

Runa: "Aku berangkat ke agensi ya sekarang" 

Runa langsung membuka ponselnya saat mendengar suara notifikasi pesan masuk. Senyumnya seketika memudar setelah membaca balasan dari Arkan. 

Arkan : "Iya." 

Hanya itu balasan dari Arkan. Sangat padat, singkat dan jelas. Padahal Runa sangat berharap Arkan membalas pesannya dengan kata-kata manis seperti "semangat ya buat hari ini." Atau paling tidak "hati-hati dijalan, kalau sudah sampai kabari aku". Tapi sepertinya hal itu hanya menjadi angan-angan Runa saja, mengingat sikap Arkan yang sangat cuek. 

Me : "Aku gugup banget sekarang ๐Ÿ˜”." 

Runa berusaha menyampaikan kekhawatirannya. 

Arkan : "Gugup kenapa?" 

Me : "Aku sudah lama nggak ke agensi dan ini pertama kalinya aku kembali bekerja setelah hiatus kemarin. Aku takut mengecewakan banyak orang." 

Arkan : "Nggak perlu merasa seperti itu, aku tahu kamu sudah melakukan yang terbaik. Kalau semua orang nggak suka sama apa yang kamu kerjakan, ingat masih ada aku yang selalu mendukung dan menyukai apapun yang kamu lakukan." 

Runa tak kuasa menahan senyumnya saat membaca pesan dari Arkan. Hatinya terasa menghangat dan rasa gugupnya berangsur-angsur menghilang. 

"Kenapa lo?" tanya Vina heran. Ia takut Runa sedang kerasukan karena senyum-senyum sendiri.  

"Arkan gemesin banget." Runa menunjukkan isi pesan dari Arkan kepada Vina. 

Vina melirik sekilas lalu bergidik ngeri, "Najis!" 

"Bilang aja lo iri," jawab Runa sambil mengibaskan rambutnya. Rasanya ia sudah tidak sabar untuk kembali bekerja dan membuat Arkan bangga kepadanya.

***

Bab 32

Runa memperhatikan sekeliling gedung agensinya. Ternyata ia cukup merindukan tempat ini. Runa ingat, terakhir kali ia kesini saat mengumumkan kabar pernikahannya dengan Arkan. Dan itu sudah hampir satu bulan yang lalu.

Ia dan Vina langsung menuju ke ruangan Pak David karena tidak ingin membuat atasannya itu menunggu lama.

Saat sudah di dalam, mereka duduk di sofa untuk membicarakan tawaran pekerjaan untuk Runa.

"Bagaimana Runa apakah kamu mau menerimanya?" tanya Pak David.

Runa menatap kontrak kerja di tangannya dengan tidak percaya.

"Serius Pak, saya akan dijadikan sebagai brand ambassador oleh brand Dewy Glow?" tanya Runa untuk memastikan.

"Iya mereka akan menjadikanmu sebagai brand ambassador-nya. Tapi bukan hanya kamu sendiri Run. Akan ada satu orang lagi yang menjadi brand ambassador bersama kamu."

"Siapa Pak?" tanya Runa penasaran.

"Kenzo," jawab Pak David.

"Kenzo?" Gumam Runa pelan, sepertinya ia pernah mendengar nama itu beberapa kali.

"Iya dia junior disini. Dia hanya training beberapa bulan saja karena kemampuannya sudah sangat memumpuni. Banyak gadis remaja yang mengidolakannya, ia cukup tenar sekarang." Jelas Pak David.

Runa menganggukkan wajahnya mengerti, sepertinya ia sudah tahu siapa Kenzo yang Pak David maksud. 

"Sepertinya saya sudah tahu dia Pak. Saya pernah melihatnya beberapa kali di tv."

"Benar kan?" Pak David senang karena Runa cukup tanggap, "Jadi gimana Run, kamu mau kan?" tanya Pak David penuh harap.

"Saya takut akan mengecewakan banyak orang Pak." Runa mengutarakan ketakutannya.

Vina menyenggol pinggang Runa dengan lengannya. Ia tidak suka melihat Runa yang pesimis seperti itu.

Runa melirik Vina sekilas lalu kembali menatap Pak David. Ia hanya mengutarakan ketakutannya saja, agar kedepannya tidak sampai terjadi hal yang kurang mengenakkan dalam pekerjaannya.

"Run kamu tidak perlu cemas soal itu. Di luar masalah pribadimu, kamu memang aktris yang berbakat. Jika ada yang mengajakmu bekerja sama, mereka harusnya bisa profesional tanpa perlu mengungkit masalahmu kemarin. Jika mereka tidak profesional kamu tenang saja, kita bisa membatalkan kontrak kerja dan bila perlu kita bisa menuntut mereka jika mengganggumu."

Runa merasa lega mendengar ucapan Pak David.

"Baiklah Pak saya menerima tawaran pekerjaan ini." Putus Runa akhirnya.

"Keputusan yang bagus Runa, kedepannya akan saya hubungi ya untuk pertemuan dengan pihak Dewy Glow guna membicarakan kesepakatan dan penandatanganan kontrak."

"Baik Pak, saya tunggu kabar baiknya," jawab Runa sambil tersenyum senang.

***

"Akhirnya Vin gue bisa kerja lagi." Runa mengguncang bahu Vina dengan keras. 

Harapannya selama ini terkabul juga. Runa bisa kembali bekerja meskipun belum seperti dulu. Tapi ia sudah sangat bersyukur. Ia yakin pelan-pelan karirnya akan membaik, ia hanya perlu melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh dan menunjukkan kemampuan terbaiknya. 

"Nah gitu dong semangat. Gue nggak suka lo pesimis kayak tadi." Omel Vina. 

"Iya iya, gue janji nggak akan ulangi hal itu lagi," sahut Runa.  

Vina tiba-tiba menghentikan langkahnya, hingga membuat Runa heran. 

"Kenapa lo?" 

"Gue kok tiba-tiba mules ya. Lo tunggu sini sebentar gapapa kan? Gue butuh toilet sekarang." 

"Buruan sana ke toilet." 

"Lo di sini aja jangan kemana-kemana." Setelah mengatakan itu Vina segera berbalik karena mereka sudah melewati toilet tadi. 

"Iya bawel." Runa menggelengkan kepalanya lalu duduk di kursi samping kirinya sambil menunggu Vina.

Runa menundukkan wajahnya sambil memainkan ponsel. Sepasang kaki yang berdiri di hadapannya membuat Runa diam, ia mendongakkan wajahnya untuk melihat siapa orang itu lalu tatapannya bertemu dengan Selena yang terlihat tidak menyukai kehadirannya disini. 

"Ayo ikut aku." Tanpa aba-aba Selena menarik tangan Runa. Runa bisa merasakan sakit di pergelangan tangannya karena cengkraman Selena yang cukup kuat. 

"Aduh Sel sakit, kita mau kemana sih," ujar Runa berusaha melepaskan tangannya tapi hal itu tidak berhasil. 

Saat sudah sampai di tangga darurat, barulah Selena menghempaskan tangan Runa dengan kasar. 

"Aw," keluh Runa memperhatikan tangannya yang memerah, ia lalu mengusapnya pelan karena merasakan sakit disana. Seumur-umur tidak pernah ada yang memperlakukannya dengan kasar seperti ini, hanya Selena yang tega melakukan ini kepadanya.  

"Kamu gila ya!" Bentak Runa tidak habis pikir dengan tingkah Selena. 

"Iya, memang aku gila." Selena balas berteriak kearahnya. 

"Aku salah apa sih Sel sama kamu, sampai-sampai kamu tega melakukan ini semua ke aku?" tanya Runa sambil menangis. Ia sebenarnya tidak ingin terlihat cengeng, tapi air mata sialannya tidak bisa dicegah untuk keluar. 

"Kamu mau tahu salah kamu apa?" tanya Selena dengan mata berapi-berapi. "Salah kamu adalah kamu lahir ke dunia ini dan mengacaukan hidupku Run!" 

"Mengacaukan?" tanya Runa karena tidak paham dengan maksud Selena. 

"Iya benar. Andai aja kamu nggak datang ke agensi dan merusak karirku, semua ini nggak akan terjadi sekarang. Jika tahu akan seperti ini, aku nggak akan bersikap baik denganmu dari awal. Aku nyesel udah kenal sama kamu dan aku benci berteman sama kamu," ujar Selena semakin menjadi-jadi. 

Runa tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa menangis karena terlalu syok dengan kejadian ini.

"Bukankah kamu yang sudah menjebakku dengan Arkan hingga membuat karirku hancur dan membuatku terpaksa menikah dengan pria itu sekarang? Apa aku pernah marah sama kamu soal itu? Apa aku pernah nyalahin kamu dan membongkar semua ini ke media? Enggak kan! Lalu kenapa kamu masih marah sama aku?" tanya Runa heran sambil mengeluarkan semua pertanyaan yang menghantuinya selama ini. 

"Memang benar, aku sudah membuat hidupmu enak kan dengan dinikahi pria kaya seperti Arkan. Tapi kenapa kamu masih serakah? Kenapa kamu kembali bekerja sekarang? Kamu harusnya diam saja dirumah sambil menghambur-hamburkan uang suamimu!" 

"Aku kerja bukan karena uang Sel. Aku sangat mencintai pekerjaanku. Sudah cukup aku redup kemarin karena skandal yang kamu ciptakan. Sekarang waktunya aku bangkit lagi," ucap Runa dengan berani. 

"Aku beri peringatan ke kamu ya Run. Kamu mundur sekarang atau aku buat kamu menghilang dari dunia entertaint dengan cara yang lebih menjijikkan dari pada kemarin. Keputusan ada di tangan kamu sekarang." 

"Aku nggak takut. Kamu mengakui kalau kita nggak setara kan sampai-sampai melakukan cara kotor kayak gini? Kalau kamu mampu, buktikan kamu bisa menyaingiku dengan cara yang sehat." Tantang Runa, meskipun ia hanya mengatakan di mulut saja. Dari lubuk hatinya terasa berat karena ia tidak ingin mempunyai musuh dimana pun termasuk Selena. 

"Baiklah jika itu maumu. Lihat saja aku akan menghancurkan hidupmu lebih dari kemarin." Selena berjalan melewati Runa sambil menyenggol bahunya, hingga membuat Runa mundur beberapa langkah dan menabrak dinding. 

Setelah kepergian Selena, Runa sudah tidak bisa menahannya lagi. Ia menangis sejadi-jadinya sambil berjongkok disana. Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, agar isakannya tidak sampai terdengar orang lain. 

"Run." Runa menghentikan tangisnya saat mendengar seseorang memanggilnya. Sepertinya ia tahu suara itu milik siapa. Dengan ragu Runa mendongakkan wajahnya dan wajah khawatir Aldi terlihat jelas disana. 

Runa tertegun sejenak. Sejak kapan Aldi ada disana? Apakah Aldi sudah mendengar semua ucapannya dengan Selena tadi? Ada keperluan apa pria itu datang kesini mengingat mereka berbeda agensi. Runa terus melamun dengan berbagai pertanyaan berputar di kepalanya. 

Ia sampai tidak sadar Aldi sudah membantunya berdiri lalu mengajaknya pergi dari tangga darurat. 

***

Runa menatap pemandangan di depannya sambil menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Ia melakukan itu beberapa kali, hingga rasa sesak didadanya sedikit berkurang. 

Ia tidak menyangka Aldi mengajaknya ke rooftop di gedung agensinya. Tempat ini cukup sepi, hingga membuat Runa sedikit tenang. Sepertinya ia harus berterimakasih kepada Aldi. 

"Thanks ya Al," ujar Runa sambil memaksakan senyumnya kearah Aldi.

"Kamu gapapa?" tanya Aldi untuk memastikan. 

"Feel better now," jujur Runa. 

"Syukurlah kalau begitu." Aldi mengalihkan tatapannya dari Runa lalu kembali menatap ke depan. 

"Kok kamu bisa disini?" tanya Runa penasaran. 

"Ingin bertemu teman. Kebetulan dia bekerja disini." 

"Kamu sudah dengar semuanya?" tanya Runa pelan. 

"Maaf aku nggak bermaksud untuk menguping. Tapi aku sudah mendengar semuanya." Jujur Aldi. 

"Aku harap kamu bisa merahasiakan hal ini Al." 

"Kamu terlalu baik Run. Aku nggak nyangka Selena sejahat itu." 

"Aku sendiri juga nggak nyangka." Runa  tidak tahu ia salah apa sampai Selena bisa bersikap sejahat itu kepadanya. 

"Kamu tenang aja ya. Aku pastikan Selena nggak akan ganggu kamu lagi." 

"Kamu mau melakukan apa?" tanya Runa khawatir. 

"Hanya memberikan ancaman kecil. Kamu tenang saja." 

"Itu nggak perlu Al. Aku bisa mengatasinya sendiri." Cegah Runa sebelum Aldi melakukan hal gila. 

"Percaya saja padaku, okay?" Aldi menepuk pelan bahu Runa. "Ayo kita kembali, Vina pasti mencarimu." Aldi mengajak Runa untuk turun karena tahu sifat bawel Vina. 

"Tunggu Al, kamu janji kan nggak akan melakukan hal yang macam-macam?" Runa memegang lengan Aldi untuk memastikan. 

"Percayakan semua kepadaku Run." Aldi menatap Runa dengan bersungguh-sungguh. 

Runa menghela napasnya pelan. Ia tidak punya pilihan lain selain percaya kepada Aldi sekarang. 

"Ingat ya jangan sampai kelewatan," ujar Runa. 

"Iya, kamu tenang saja." Mereka lalu berjalan ke arah lift untuk turun ke lantai bawah. 

Suasana di lift sangat hening, baik Runa maupun Aldi tidak ada yang membuka suara hingga membuat suasana sedikit canggung. 

Saat pintu sudah terbuka Runa segera menatap Aldi, "Sekali lagi makasih ya Al untuk hari ini," ujar Runa.  

"Sama-sama Run. Berkali-kali aku bilang, jangan pernah sungkan untuk meminta bantuanku." 

Runa tertawa mendengar ucapan Aldi. Pria itu sama sekali tidak berubah, "Aku pergi dulu ya." Pamit Runa sambil berjalan keluar dari lift. 

"Runa tunggu." Cegah Aldi sebelum Runa menjauh, ia ikut keluar dari lift. 

"Ada apa?" tanya Runa heran. 

"Aku minta maaf ya, soal terakhir kali kita bertemu sebelum kamu menikah waktu itu." Aldi mengusap tengkuknya karena terlalu canggung untuk mengatakannya. 

"Aku nggak marah kok sama kamu. Kita lupakan aja ya masalah itu." Runa menepuk bahu Aldi pelan. Bahkan ia sudah lupa dengan kejadian waktu itu. 

"Kamu memang perempuan yang sangat baik Run," gumam Aldi salut dengan kebaikan Runa.  

***

Runa berjalan dengan gontai menghampiri Vina yang tampak panik di samping mobilnya. Ia bisa melihat wajah marah Vina, tapi begitu ia mendekat Vina terlihat khawatir sekarang. 

"Run lo gapapa?" tanya Vina panik melihat wajah Runa yang tampak sembab. Ia tahu jika Runa baru saja menangis.

"Gue gapapa Vin. Yuk pulang, pusing banget kepala gue," ujar Runa mengabaikan Vina dan segera masuk ke dalam mobilnya.

Vina menyetir mobil dengan tidak fokus. Berkali-kali ia melirik Runa untuk memastikan keadaannya. Tapi Runa hanya diam saja dengan tatapan kosong menatap keluar jendela.

"Run lo kenapa sih? Jangan buat gue khawatir kayak gini dong. Lo tadi tiba-tiba ngilang terus waktu datang keadaan lo udah kacau begini. Kan gue jadi takut."

"Ceritanya panjang. Lain kali ya gue ceritain. Intinya gue tadi habis ketemu sama Selena dan Aldi."

"Apa? Lo ketemu sama mereka?" tanya Vina tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Dua orang itu sedikit berbahaya untuk Runa. Apalagi Selena, Vina benar-benar tidak mempercayai wanita ular itu lagi.

Vina menghela napas keras untuk membuang rasa kesalnya. Ia sangat kesal dengan Selena dan Aldi yang sudah membuat Runa menjadi seperti sekarang meskipun ia belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Melihat Runa terus diam, Vina tidak bisa berbuat banyak. Sepertinya ia harus bersabar menunggu keadaan Runa membaik agar ia bisa tahu cerita sebenarnya, meskipun sekarang kepalanya hampir pecah karena dipenuhi dengan tanda tanya.

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Selanjutnya Scandal With You (Bab 33, 34)
10
0
Selamat membaca dan semoga suka ๐Ÿ–ค
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan