
Selamat membaca, semoga kalian suka 🤎
PB - 45
Kembali pada rutinitas awal, waktu Rania hanya dihabiskan untuk bekerja. Menatap layar monitor di depannya, berkutat dengan banyak berkas dan menemani Radeva rapat atau menemui kolega bisnisnya. Baru ditinggal selama beberapa hari pekerjaannya sudah sangat menumpuk hingga tanpa ia sadari waktu telah beranjak malam.
Jendela di depannya menampilkan pemandangan malam kota Jakarta yang terlihat begitu cantik. Sorot lampu yang berasal dari gedung-gedung tinggi ikut menerangkan malam agar tidak terlihat semakin suram.
Rania merentangakan tangannya untuk melemaskan otot-otot di tubuhnya, ketika wajahnya menoleh ke samping ia dikejutkan dengan kehadiran Radeva yang sudah berdiri di ambang pintu ruang kerjanya sambil terus memperhatikannya.
"Bapak sedang apa di situ?" tanya Rania heran.
Radeva mengedikkan bahunya masih dengan senyum yang melekat di wajahnya. "Saya hanya memperhatikan kamu yang sedang fokus bekerja." Wajah fokus Rania ketika bekerja sangat lucu menurutnya karena bibir gadis itu terlihat sedikit mengerucut.
Rania hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Radeva.
"Yuk pulang. Saya akan bereskan dulu barang-barang saya."
Rania mengangguk dan ikut membereskan barang-barangnya saat melihat Radeva berbalik. Ia tahu pria itu ingin mengambil ponsel, dompet dan remot mobil di ruangannya.
Karena sudah malam, keadaan kantor jelas sangat sepi. Mereka tidak perlu berusah payah menutupi hubungan mereka dari karyawan lain meskipun hanya sekedar bergandengan tangan.
"Coba kamu lihat deh." Radeva menyerahkan ponselnya untuk menunjukkan sesuatu kepada Rania.
Revanya Mikhayla
Mas Deva aku minta maaf ya pernah ngatain mas bos galak ☹️.
Aku nggak tahu kalau ternyata mas bosnya mbak Rania.
Ini gara-gara mbak juga sih yang suka bilang kalau bosnya jahat banget.
Padahal aku lihatnya nggak kayak gitu, mas Deva orang yang baik.
"Bisa-bisanya," ujar Rania sambil menggelengkan kepalanya. Pesan yang dikirim oleh Reva cukup lucu sebenarnya, Adiknya itu berniat meminta maaf karena pernah mengatai Radeva bos galak tapi tetap saja menyalahkannya dan berusaha membela diri.
"Kamu bilang apa ke dia?" tanya Radeva dengan kekehan pelan.
"Aku cuma kasih tahu aja kok orang yang biasa dia panggil bos galak itu Bapak." Rania tidak mau Reva sampai kelepasan lagi kedepannya. Jadi, ia putuskan beritahu saja Adiknya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Karena terkadang mulut Reva sulit untuk dikontrol.
"Kapan kamu kasih tahu dia?"
Mereka terus mengobrol sambil berjalan menuju basement di mana mobil Radeva terparkir. Malam ini ia akan mengendarai mobilnya sendiri tanpa Pak Heri.
"Waktu kita pamitan pulang, harusnya aku videoin sih. Muka pucat dan panik Reva lucu banget." Rania tersenyum geli membayangkan kembali wajah Reva hari itu yang terlihat sangat lucu. (Ada di Additional Part 44).
Radeva menekan remotnya dan membukakan pintu mobil untuk Rania, sebelum akhirnya berbalik arah menuju kursi kemudi.
"Harusnya bapak kerjain aja Reva, jangan langsung dimaafin." Gumam Rania ketika Radeva sudah masuk ke dalam mobil. Ia tadi sempat membaca balasan pria itu kepada Reva yang berbunyi 'Iya Reva, nggak masalah kok'.
"Nanti dia beneran takut sama saya." Kan tidak lucu jika ia tidak direstui karena masalah sepele seperti ini dan Reva menjadi takut kepadanya.
Rania masih tergelak hingga kemudian sadar jika Radeva tak kunjung memakai seatbelt-nya, pria itu malah menatapnya lekat dengan senyumnya yang begitu hangat. Ia tentu saja merasa heran, namun belum sempat Rania menanyakan apa maksud sikap Radeva sekarang sebuah benda kenyal sudah mendarat di bibirnya.
Rania hanya bisa terbelalak kaget saat tahu Radeva menciumnya. Pria itu sudah melumat bibirnya, menghisapnya atas dan bawah hingga membuat Rania tanpa sadar melenguh pelan. Ia ingin mendorong dada pria itu, tapi tangan Radeva lebih cepat menguncinya.
Radeva melepas seatbelt yang sudah terpasang pada tubuh Rania dan menarik pinggang gadis itu agar mendekat. Tangan Rania ia kalungkan di lehernya agar gadis itu tidak bisa menjauh. Kini, Radeva semakin bersemangat untuk mencium Rania. Ia berhasil melesakkan lidahnya hingga saling bertaut dengan Rania, ciuman mereka kini terasa semakin dalam.
Aksi tidak tahu tempat mereka harus terhenti saat ponsel Radeva berbunyi. Tapi ia tidak peduli, Radeva masih ingin menikmati rasa manis yang berasal dari bibir Rania. Ia terus melumat bibir gadis itu bahkan hisapannya terasa semakin kuat. Tapi Rania lebih dulu sadar, ia masih cukup waras untuk segera menyudahi ciuman mereka.
"Pak." Rania menjauhkan wajahnya sambil bergumam pelan, saat bicara bibirnya masih bisa bersentuhan dengan bibir Radeva karena jarak mereka yang terlalu dekat. "Angkat dulu telponnya."
Radeva tidak peduli dengan ponselnya, ia masih asyik memberikan kecupan-kecupan ringan pada sudut bibir Rania. Sejujurnya ia marah karena seseorang telah mengganggu kesenangannya.
Tahu jika Radeva tidak akan menggubris ucapannya, Rania berinisiatif untuk meraih ponsel pria itu dan melihat siapa yang menghubunginya.
Kimberly?
Rania merasa asing dengan nama itu dan baru pertama kali mendengarnya. Tapi panggilan dari wanita itu lebih dulu berakhir sebelum Rania sempat menjawabnya.
"Kimberly itu siapa Pak?"
Radeva yang tengah asyik mengecupi leher Rania segera berhenti, ia menjauhkan wajahnya dan kembali duduk ke posisi semula. Kini ia bisa melihat raut wajah penasaran gadis itu dengan bibirnya yang sedikit membengkak akibat ulahnya.
Sial!
Ia menginginkan bibir itu lagi tapi sadar waktunya sangat tidak tepat sekarang. Radeva melupakan sesuatu soal Kimberly dan belum menceritakannya kepada Rania. Kerja samanya dengan Kimberly belum berjalan dan sepertinya ia sudah tidak membutuhkannya lagi karena orang tuanya sudah merestui hubungannya dengan Rania.
Namun, jika Kimberly masih ingin bekerja sama dengan perusahaannya ia akan menyanggupi tanpa ada kesepakatan lain di dalamnya. Sepertinya ia harus segera memberitahu Rania mengenai Kimberly sebelum gadis itu salah paham dan kejadian kemarin terulang lagi.
"Saya lupa belum beritahu kamu soal Kimberly. Tolong jangan marah dulu dan dengarkan semua penjelasan saya." Mohon Radeva sebelum menjelaskan semuanya mengenai Kimberly. Bagaimana pertemuan awal mereka, kesepakatan yang akan mereka lakukan dan apa yang terjadi sekarang. "Saya jelas nggak akan meneruskan kesepakatan ini sama Kimberly karena Mama dan Papa sudah merestui kita."
Rania menghempaskan tubuhnya pada sandaran kursi setelah mendengar pengakuan Radeva. Hela napas panjang juga terdengar dari mulutnya. Pria itu sudah memberitahunya jika Bu Diana dan Pak Surya merestui hubungan mereka, tapi Rania masih belum percaya. Bahkan pesan dari Bu Diana yang Radeva tunjukkan kepadanya belum membuat Rania sepenuhnya yakin. Ia takut itu hanyalah akal-akalan Radeva saja.
"Sayang." Panggil Radeva sambil menarik tangan Rania dan memberikan usapan di sana. "Kamu percaya kan sama aku?"
Rania menggigit bibirnya, panggilan 'sayang' dari Radeva selalu membuatnya lemah. Apalagi pria itu sudah menanggalkan bahasa formalnya. Sangat jarang Radeva melakukan hal ini.
"Sebenarnya apa yang Bapak katakan sama Bu Diana dan Pak Surya, sampai mereka berubah pikiran dan merestui kita?" tanya Rania masih penasaran.
Radeva mengedikkan bahunya. "Saya hanya mengatakan apa yang perlu dikatakan." Sahutnya. "Mereka sudah menyukai kamu sejak lama Rania, hanya saja merasa gengsi untuk mengakuinya. Lagi pula apa yang saya alami juga dialami sama Papa, jelas dia akan merestui hubungan kita apapun yang terjadi karena takut saya akan membalikkan ucapan mereka dengan mengingatkan pada kejadian di masa lalu."
Rania menggigit bibirnya, jelas ia tahu jika kisah cinta Bu Diana dan Pak Surya sama seperti yang mereka alami sekarang.
"Kamu sudah saya ajak untuk menemui mereka tapi selalu nolak. Akhir pekan ini kita temui mereka ya, agar semuanya jelas. Supaya kamu juga nggak perlu salah paham lagi soal Kimberly atau siapapun itu yang mengganggu pikiran kamu." Radeva menggenggam kedua tangan Rania sambil terus berusaha meyakinkan gadis itu.
Rania menghembuskan napas pelan. Sepertinya ia sudah tidak bisa menghindar lagi dan harus segera menemui orang tua Radeva agar bisa menilai sendiri bagaimana sikap mereka ketika bertemu dengannya. Mau tidak mau Rania akhirnya mengiyakan ajakan pria itu untuk menemui Bu Diana dan Pak Surya akhir pekan ini.
***
Tbc...
Maapkan partnya pendek :(
Setiap mau tamat selalu kayak gini, aku sedikit kesusahan ngetiknya. Rasanya kayak berat gituu mau pisah sama mereka 😖
Buat yang belum pada tahu, ini bukan ciuman pertama mereka yaa. Ciuman pertama mereka waktu di apart Radeva dan itu ada di Additional Part 32 😉
Siapa tahu aja kalian kaget ngelihat sikap Radeva yang tiba2 nggak eling wkwk
Jangan lupa tinggalin love dan komen yaa 😚🤎
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
